Anda di halaman 1dari 19

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/341477623

ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN: SEBUAH CATATAN PINGGIR

Method · May 2020


DOI: 10.13140/RG.2.2.16587.62245

CITATIONS READS

0 1,951

1 author:

Ade Heryana
Universitas Esa Unggul
75 PUBLICATIONS   7 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

P-Care National Health Security (JKN) Evaluation View project

Kajian Antrian Pelayanan Pendaftaran Pasien BPJS Kesehatan RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2018 View project

All content following this page was uploaded by Ade Heryana on 19 May 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN: SEBUAH CATATAN PINGGIR


Ade Heryana, S.St, M.KM
Prodi Kesehatan Masyarakat
Universitas Esa Unggul

PENDAHULUAN

Kebijakan dianggap sebagai salah satu sumberdaya organisasi untuk mencapai tujuan.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai sasaran organisasi memerlukan aturan-aturan
yang harus dijalankan oleh seluruh anggota. Dalam lingkup yang lebih makro, organisasi
dapat direpresentasikan dengan negara, sedangkan anggota diidentikkan dengan
masyarakat, sehingga aturan yang diterapkan disebut dengan Kebijakan Publik. Seringkali
masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh kebijakan yang kurang tepat.
Artikel ini berupaya mengupas pengertian kebijakan, kebijakan publik, hingga bagaimana
kebijakan tersebut dianalisis.

KEBIJAKAN PUBLIK

Pengertian Kebijakan

Kebijakan atau policy adalah keputusan-keputusan yang diambil oleh pihak-pihak yang
memiliki kewenangan dalam bidang/area kebijakan. Orang yang membuat kebijakan disebut
dengan policy maker. Kebijakan dapat dibuat pada berbagai tingkatan organisasi, bisa
sebagai kebijakan pemerintah pusat atau lokal, kebijakan perusahaan multinasional atau
nasional, atau kebijakan di sekolah atau rumah sakit [1].

Kebijakan merupakan produk yang dihasilkan oleh salah satu disiplin ilmu yang disebut
dengan policy science (ilmu kebijakan). Ilmu kebijakan sendiri memiliki tiga katakteristik
utama yaitu [2]:

a. Berorientasi pada masalah. Masalah kebijakan muncul dalam konteks yang spesifik
dan sebaiknya pemecahan yang dihasilkan (analisis, metodologi) harus secara hati-
hati direkomendasikan.
b. Pendekatan akademis dan praktis dilakukan secara multidisiplin
c. Berorientasi pada aspek normatif dan nilai-nilai

Penulis lain, memberi pengertian kebijakan ke dalam dua jenis yang menunjukkan
bagaimana kebijakan tersebut disusun. Pengertian tersebut adalah [3]:

1. Kebijakan merupakan hasil dari pilihan kewenangan yang dilakukan oleh pemerintah
melalui proses yang vertikal dan hirarkis. Pandangan ini mendominasi bidang studi
kebijakan hingga saat ini (disebut dengan authoritative choice)

1
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

2. Kebijakan merupakan hasil dari interaksi terstruktur yang dihasilkan melalui


hubungan horizontal yang kompleks, dan menghasilkan kebijakan yang kompromis
dan mengakomodasi pihak yang berkepentingan (disebut dengan structured
interaction).

Istilah kebijakan memiliki makna yang berbeda-beda. Tabel 1 berikut mendeskripsikan


sepuluh jenis penggunaan istilah kebijakan menurut Hogwood & Gunn (1984).

Tabel 1. Penggunaan Istilah Kebijakan[4]

No Penggunaan istilah kebijakan Misal/contoh


1 Sebagai label aktivitas  Kebijakan pendidikan
 kebijakan industri
 Kebijakan kesehatan
2 Sebagai ekspresi tujuan  Kebijakan pelayanan publik yang bermutu dan
umum/aktivitas negara yang terjangkau masyarakat
diharapkan  Kebijakan pengurangan angka kemiskinan
 Kebijakan rujukan pelayanan kesehatan
3 Sebagai proposal spesifik  Kebijakan pengurangan subsidi BBM
 Kebijakan kenaikan iuran JKN
4 Sebagai keputusan pemerintah  Keputusan Presiden
 Keputusan Menteri
5 Sebagai otorisasi formal  Keputusan DPR
6 Sebagai program  Program pengarusutamaan gender
 Program Kawasan Tanpa Rokok
7 Sebagai keluaran (output)  Pengalihan subsidi BBM untuk pengembangan
usaha kecil
 Kenaikan iuran JKN untuk mengurangi defisit
pembiayaan kesehatan
8 Sebagai hasil (outcome)  Peningkatan nilai investasi dan pendapatan
pengusaha kecil sebagai implikasi pengalihan
subsidi BBM untuk usaha kecil
9 Sebagai teori atau model  Jika infrastruktur fisik wilayah Indonesia Timur
diperbaiki maka perkembangan sosial
ekonomi di wilayah itu semakin meningkat
10 Sebagai proses  Pembuatan kebijakan dimulai sejak penetapan
agenda, keputusan tentang tujuan,
impelementasi sampai dengan evaluasi

Terkait dengan pembahasan kebijakan, Dunn (2004) mengusulkan konsep Sistem


Kebijakan. Sistem kebijakan merupakan interaksi antara 3 komponen utama kebijakan, yaitu
pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan dan kebijakan publik. Dari sistem kebijakan terlihat
bahwa terjadi tuntutan-tuntutan dari para pelaku/aktor kebijakan akibat pengaruh
lingkungan, yang kemudian ditransformasikan ke dalam sistem politik. Dari interaksi inilah
muncul kebijakan publik. Faktor lingkungan yang meliputi sosial ekonomi, sumberdaya alam,

2
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

iklim, topografi, demografi, budaya dan sebagainya merupakan penghambat pelaku


kebijakan dalam menghasilkan kebijakan publik [4].

Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan dapat disusun oleh institusi swasta (private policy) atau oleh pemerintah (public
policy) [1]. Dari berbagai literatur, dapat dikatakan bahwa kebijakan publik dapat dianggap
sebagai agenda pemerintah atau tindakan-tindakan pemerintah untuk memecahkan masalah
publik. Menurut Sharkansky (1970) kebijakan merupakan tindakan pemerintah untuk
mencapai tujuan tertentu. Bahkan menurut Thomas Dye (1975), sebagian besar tindakan
pemerintah untuk memutuskan atau tidak memutuskan dapat dikatakan sebagai kebijakan
publik [4].

Kebijakan publik dapat pula dianggap sebagai instrumen untuk mencapai tujuan. Knoepfel
dkk (2007) menjelaskan pengertian kebijakan publik (public policy) sebagai berikut: “all
policies aim to resolve a public problem that is identified as such on the governmental
agenda. Thus, they represent the response of the political-administrative system to a social
reality that is deemed politically unacceptable” [5]. Seluruh kebijakan, menurut Knoepfel dkk,
bertujuan untuk memecahkan permasalahan publik yang ditunjukan sebagai agenda
pemerintahan. Kebijakan juga merupakan respon sistem administrasi-politik terhadap
realitas sosial yang dianggap tidak tercapai secara politis. Lebih lanjut, Knoepfel dkk (2007)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut:

A series of intentionally coherent decisions or activities taken or carried out by


different public – and sometimes – private actors, whose resources, institutional
links and interest vary, with a view to resolving in a targeted manner a problem
that is politically defined as collective in nature. This group of decisions and
activities give rise to formalised actions of a more or less restrictive nature that
are often aimed to modifying the behaviour of social groups presumed to be at
the root of, or able to solve, the collective problem to be resolved (target groups)
in the interest of the social groups who suffer the negative effects of the problem
in question (final beneficiaries).
Sementara itu dalam Modul Pelatihan Analisis Kebijakan yang diterbitkan oleh Lembaga
Administrasi Negara RI, disebutkan bahwa kebijakan publik merupakan “bentuk pernyataan
formal dari pemerintah tentang pilihan terbaik dari berbagai alternatif penyelesaian masalah
publik”. Dengan demikian kebijakan publik berkaitan dengan pilihan-pilihan yang harus
diambil pemerintah. Pilihan alternatif ini merupakan pemecahan terhadap masalah-masalah
yang di terdapat di masyarakat. Lebih lanjut dinyatakan “kebijakan publik dibuat sebagai
reaksi atas masalah publik yang muncul” [4].

Karakteristik dan Jenis Kebijakan Publik

Pada dasarnya kebijakan publik memiliki karakteristik-karakteristik yang disusun untuk


kepentingan masyarakat. Dari berbagai definisi, Knoepfel dkk (2007) menjelaskan
karakteristik kebijakan publik sebagai berikut [5]:

3
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

1. Memecahkan permasalahan sosial yang secara politik diketahui sebagai upaya publik
untuk mengembalikan komunikasi yang putus antar pelaku sosial.
2. Memfasilitasi atau menyalurkan perilaku kelompok tertentu dengan lingkungannya
atau dengan mempengaruhi lingkungan kelompok.
3. Terdapat keselarasan antara keputusan yang dihasilkan dengan tindakan nyata
4. Terdapat keputusan dan tindakan yang sudah ditetapkan
5. Keputusan yang dihasilkan menghasilkan program intervensi
6. Terdapat peran kunci pelaku kebijakan
7. Terdapat metode pengukuran yang formal
8. Terdapat keputusan dan tindakan yang menghilangkan hambatan-hambatan

Berdasarkan karakteristik tersebut, kebijakan memiliki berbagai tipe. Maddison & Denniss
(2009) mengelompokkan kebijakan publik sebagai berikut [3]:

A. Dilihat dari masalah yang dicakup terdapat kebijakan substantif (substantive policy)
dan kebijakan prosedural (procedural policy). Kebijakan substansif adalah kebijakan
yang mengatur masalah atau isu yang substantif seperti infrastruktur, lingkungan,
pertahanan, dan jaminan sosial. Kebijakan prosedural mengatur proses untuk
menjalankan suatu tindakan.
B. Dilihat dari efeknya terhadap masyarakat, dikelompokkan menjadi kebijakan distributif,
re-distributif, dan regulatif.
1. Kebijakan distributif atau distributive policy mengatur alokasi pelayanan dan
benefit bagi anggota komunitas baik individu maupun kelompok, serta terhadap
seluruh komunitas. Karakteristik dari kebijakan ini adalah melayani publik secara
kolektif yang bertujuan memberikan insentif kepada kelompok tertentu. Kondisi
yang melingkupi penyusunan kebijakan adalah adanya konsensus dan tidak adanya
perlawanan dari oposisi. Contoh kebijakan antara lain: kebijakan hibah penelitian,
kebijakan pengurangan pajak, kebijakan untuk membangun jalan, dan lain-lain [6]
2. Kebijakan redistribusi atau redistributive policy mengatur pengalokasian kembali
kekayaan dari penerima penghasilan tinggi ke rendah. Kebijakan ini memiliki
karakteristik menentukan hubungan antara biaya yang dikeluarkan dengan manfaat
(benefit) yang dihasilkan, yang akhirnya berujuan untuk menerapkan pemberian
sanksi oleh negara. Dalam penyusunan kebijakan ini, terdapat kondisi-kondisi seperti
konflik, polarisasi antara menang dan kalah, serta pemaksanaan ideologi tertentu.
Contoh kebijakan antara lain: kebijakan pajak progresif, pasar tenaga kerja, bantuan
sosial, dan lain-lain [6]
3. Kebijakan regulatif atau regulatory policy mengatur perilaku individu atau
kelompok dalam menjalankan perannya dalam suatu organisasi, atau dalam proteksi
lingkungan dan hukum kriminal. Karakteristik kebjakan ini adalah berisi aspek legal
dan norma-norma untuk berperilaku atau berinteraksi. Tujuan akhir dari kebijakan ini
bias pengenaan sanksi oleh negara, persuasi, pemberian contoh/model, dan
pengaturan secara mandiri (self-regulation). Kondisi yang terjadi pada penyusunan
kebijakan tipe ini adalah adanya perubahan koalisi akibat distribusi rasio antara biaya

4
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

dengan manfaat. Contoh kebijakannya adalah kebijakan perlindungan konsumen,


keselamatan kerja, dan perlindungan terhadap lingkungan [6].
C. Dilihat dari alokasi sumberdaya, kebijakan terdiri dari kebijakan material dan kebijakan
simbolik. Kebijakan material mengatur pengalokasian sumberdaya yang berwujud dan
nyata, misalnya kebijakan penyediaan beras bagi keluarga pra sejahtera. Kebijakan
simbolik mengatur pembagian kekuasaan atau sesuatu yang bersifat substansial seperti
keadilan sosial.
D. Dilihat dari fungsi ekonomis pada suatu negara, kebijakan terbagi menjadi:
1. Kebijakan produksi, yang mengatur proses penciptaan kesejahtaraan ekonomi dan
peningkatan standar hidup. Misalnya kebijakan untuk meningkatkan GDP,
mengurangi pengangguran, dan mengendalikan inflasi
2. Kebijakan distribusi, yang mengatur pembagian kekayaan dan kesempatan di
seluruh sektor masyarakat. Misalnya kebijakan subsidi, perumahan rakyat, akses
pelayanan kesehatan, pendidikan publik, dan sebagainya
3. Kebijakan konsumsi, yang menyatur penggunaan barang dan jasa beserta
dampaknya seperti masalah lingkungan dan kualitas hidup
4. Kebijakan identitas, yang mengatur pendefinisian populasi dalam negara yang
berkaitan dengan status kewarganegaraan
5. Kebijakan reflektif, yang mengatur bagaimana kebijakan itu sendiri disusun,
termasuk pengaturan media dan konsultasi publik.

Identifikasi & re-


identifikasi
masalah

Identifikasi
Evaluasi efek
persepsi masalah
kebijakan
pribadi & publik

Implementasi Penentuan
rencana aksi agenda

Formulasi
Adopsi progam
alternatif
legislasi
kebijakan

Gambar 1. Siklus Kebijakan Publik

5
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

Siklus Kebijakan Publik

Ide membangun model proses penyusunan kebijakan publik pertama kali diusulkan oleh
Lasswell pada tahun 1956 yang terdiri dari dari: intelligence, promotion, prescription,
invocation, application, termination, dan appraisal. Siklus ini kemudian mengalami
perkembangan hingga akhirnya secara umum terdiri dari lima tahapan yakni agenda-
setting, policy formulation, decision making, implementation, and evaluation [7].
Kemudian siklus kebijakan publik yang lebih lengkap disusun oleh Knoepfel dkk (2007)
sebagai berikut [5]:

Siklus kebijakan publik sesuai gambar 1 di atas secara detail sebagai berikut:

 Fase identifikasi & re-identifikasi masalah serta fase identifikasi persepsi


merupakan tahap yang dilakukan untuk mengetahui situasi yang mendorong
kebutuhan kolektif masyarakat, mengetahui ketidakpuasan
 Fase penentuan agenda (agenda setting) merupakan tahap untuk menentukan
sejumlah aksi yang dibutuhkan oleh kelompok sosial atau masyarakat, yang dilakukan
oleh pelaku kunci sistem administrasi-politik. Penentuan agenda juga dilakukan
untuk menyaring permasalahan-permasalahan.
 Fase fomulasi alternatif kebijakan dilakukan untuk menentukan model hubungan
sebab-akibat pada setiap permasalahan, dan untuk memformulasikan program
administrasi-politik.
 Fase implementasi rencana aksi dilakukan untuk proses adaptasi program kebijakan
terhadap situasi nyata, yang umumnya sangat kompleks
 Fase evaluasi efek kebijakan dilakukan untuk menentukan hasil dan dampak dari
suatu kebijakan, dalam bentuk perubahan perilaku kelompok sasaran (impact) dan
penyelesaian masalah (outcomes).

Di dalam siklus tersebut, terdapat empat mekanisme penyaringan untuk menghasilkan


kebijakan yang berpihak kepada publik. Mekanisme tersebut terdiri dari penyaringan awal
(initial filtering), penyaringan untuk penyesuaian (adjustment filtering), penyaringan
implementasi (implementation filtering), dan penyaringan evaluasi (evaluation filtering).
Gambar 2 berikut menjelaskan mekanisme penyaringan tersebut.

Pelaku/Aktor Kebijakan Publik

Pelaku kebijakan publik meliputi individu (misalnya: Menteri, anggota perlemen, jurnalis
dsb), sekumpulan individu (misalnya: kantor, unit administrasi, dsb), entitas hukum
(misalnya: perusahaan swasta, asosiasi bisnis, serikat dagang dsb), dan kelompok sosial
(misalnya: kelompok petani, pemakai obat, pengangguran dsb). Pelaku kebijakan tersebut
dapat disebut sebagai bagian dari “gelanggang” penyusunan kebijakan jika mereka terlibat
dalam masalah-masalah spesifik secara kolektif. Kelompok ini menurut konsep empirical
actors merupakan pelaku sesungguhnya (true actors) yang aktif dan otonom dalam
konteks hubungan institusi dan sosial. Lawan dari true actors adalah kelompok yang
perilakunya ditentukan oleh sistem dan umumnya bersifat pasif atau disebut dengan agents.

6
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

Disamping itu terdapat pelaku yang terlibat dalam penyusunan kebijakan pada tahap akhir
implementasi yang disebut dengan opponents [5].

PERMASALAHAN

Penyaringan Awal
PROGRAM DI LEGISLATIF

Permasalahan yang
Permasalahan yang tidak direkomendasikan tetapi tidak
direkomendasikan dikendalikan dengan kebijakan
publik

Permasalahan yang
direkomendasikan ditetapkan
dengan kebijakan publik

Penyaringan Penyesuaian
PROGRAM DI EKSEKUTIF

Permasalahan diabaikan Permasalahan ditolak karena


karena kurangnya instrumen harus diatur dengan kebijakan
intervensi publik lain

Permasalahan yang diselesaikan


dengan kebijakan baru

Tujuan Tujuan Tujuan


Implementasi 1 Implementasi 2 Implementasi 3
IMPLEMENTASI

Penyaringan Implementasi

Ouput 1 Ouput 2 Ouput 3

Pemecahan
masalah
Penyaringan Evaluasi
EVALUASI

Masalah yang
dapat
diselesaikan

Gambar 2. Mekanisme Penyaringan Kebijakan Publik

Modifikasi dari Knoepfel dkk (2007)

Secara garis besar, pelaku kebijakan publik memiliki karakteristik sebagai berikut [5]:

1. Pelaku kebijakan publik jarang didefinisikan secara jelas, eksplisit, dan koheren,
karena karakteristiknya yang terus berubah

7
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

2. Meskipun para pelaku kebijakan ini dapat membingungkan (tidak jelas), namun
perilaku mereka sangat berarti bagi analis kebijakan untuk diuraikan
3. Pelaku kebijakan publik cenderung ofensif atau proaktif ketika terdapat kesempatan
mendapatkan posisi yang menguntungkan dan hal menarik lainnya. Di lain pihak,
pelaku kebijakan publik cenderung bertahan ketika berupaya mempertahan dan
memperluas tingkat kebebasan.

Berdasarkan ruang lingkup yang ditetapkan, maka pelaku kebijakan publik dapat dibedakan
menjadi [5]:

a. Pelaku politik-administratif, yang memiliki kewenangan publik untuk menghasilkan


dan mengubah kebijakan
b. Pelaku sosial-budaya atau sosial-ekonomi, yang terdiri dari:
1. Kelompok sasaran/target (target groups) yaitu kelompok yang secara langsung
atau tidak langsung sebagai penyebab masalah dalam kebijakan publik dan/atau
terkait kepentingannya dengan kebijakan publik
2. Penerima manfaat akhir (end beneficiaries), yaitu kelompok yang mendapatkan
masalah dan perlu ditingkatkan dengan kebijakan tersebut
c. Pelaku yang tidak secara langsung terpengaruh oleh kebijakan baik pengaruh positif
atau negatif

Ketiga pelaku tersebut membentuk saling keterhubungan yang disebut dengan triangle of
policy actors (segitiga pelaku kebijakan) sebagaimana gambar 3 berikut ini [5]:

Otoritas politik-
administratif
(pengembang &
implementasi kebijakan)

Penentuan masalah
Dugaan intervensi bersama yang akan
dipecahkan

Dugaan
penyebab
Kelompok sasaran Penerima manfaat akhir
(target group) yang (end beneficiaries) yang
mampu memecahkan mengalami dampak
masalah negatif dari masalah

Gambar 3. Segitiga Pelaku Kebijakan

8
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

Sumberdaya Kebijakan Publik

Sumberdaya kebijakan publik merupakan segala daya yang dapat mendorong publik dan
pelaku individu untuk memperjuangkan nilai-nilai dan kepentingan yang diinginkan pada
setiap tahap siklus kebijakan. Adapun jenis-jenis sumberdaya tersebut adalah [5]:

1. Hukum atau sumberdaya legal


Sumberdaya ini memberikan dasar hukum dan peraturan yang menghindari pelaku
kebijakan dari penyitaan dan bahkan pembatalan administrasi oleh pengadilan.
2. Personel atau sumberdaya manusia
Sumberdaya ini dapat dinilai secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kualitas,
personel yang terlibat dalam proses kebijakan harus memiliki bakat berkomunikasi
dan memiliki kualifikasi tenaga ahli.
3. Dana atau sumberdaya finansial
Sumberdaya ini diperoleh dan dialokasikan pada proses pendistribusian kebijakan
dan proses konstitusional kebijakan.
4. Informasi atau sumberdaya kognitif
Sumberdaya ini terdiri dari informasi yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan data-
data teknis, sosial, ekonomi dan politik yang dikumpulkan untuk mememecahkan
masalah
5. Organisasi atau sumberdaya interaktif
Sumberdaya ini lebih sulit diidentifikasikan dibanding lainnya. Organisasi adalah
sumberdaya yang dibangun atas dasar pelaku individual yang ada.
6. Konsensus atau sumberdaya kepercayaan diri
Sumberdaya ini dibutuhkan untuk menghindari timbulnya konflik dan hambatan,
serta menambah tingkat legitimasi sekunder yang tidak mungkin dihasilkan dari
pemilih mayoritas.
7. Waktu atau sumberdaya temporal
Sumberdaya ini tidak dapat disangkal dibutuhkan dalam setiap proses penyusunan
kebijakan publik. Distribusi waktu yang dimiliki tiap pelaku kebijakan berbeda-beda.
Pelaku administrative-politik lebih memiliki waktu yang panjang dibandingkan
kelompok sasaran.
8. Infratruktur atau sumberdaya property
Sumberdaya ini meliputi seluruh benda berwujud atau property yang ditetapkan
pelaku kebijakan. Benda-benda berwujud yang terkait dengan domain publik
bermacam-macam seperti jalan raya, sungai, hutan negara, dan gedung-gedung
bersejarah atau baru.
9. Dukungan politik atau sumberdaya mayoritas
Setiap kebijakan publik membutuhkan basis legal yang harus disetujui oleh mayoritas
parlemen
10. Kekuatan atau sumberdaya “merusak”
Kekuatan yang dimaksud di sini adalah kekuatan fisik yang diadopsi dari rezim
dictator. Beberapa kebijakan publik dibangun mengandalkan kekuatan fisik berupa
pertahanan dan keamanan.

9
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

Sumberdaya kebijakan yang perlu mendapat perhatian dalam penyusunan kebijakan adalah
kekuasaan (power). Kekuasaan untuk menyusun kebijakan meliputi tiga dimensi, yaitu [1]:

a. Kekuasaan sebagai pembuat keputusan. Pada kondisi ini, seseorang memiliki


kewenangan dan pengaruh terhadap kebijakan
b. Kekuasaan bukan sebagai pembuat keputusan, yaitu bentuk kekuasaan yang dapat
membatasi peran pengambil keputusan dalam menangkap isu-isu publik, antara lain
dengan memanipulasi nilai-nilai komunitas yang dominan.
c. Kekuasaan sebagai pengendali ide/gagasan (tought control) yaitu kekuasaan yang
berfungsi sebagai pemberi pengaruh terhadap pilihan-pilihan orang.

Sementara itu menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI, sumberdaya kebijakan publik
meliputi: peraturan perundang-undangan, program legislasi, dokumen perencanaan (RPJP,
RPJMN, Restra), dan isu-isu actual [4].

KEBIJAKAN KESEHATAN
Pengertian Kebijakan Kesehatan

Salah satu kebijakan publik yang memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup
negara adalah kebijakan kesehatan. Mengapa begitu penting? Hal-hal berikut merupakan
alasan mengapa kebijakan kesehatan sangat penting dipelajari [1]:

1. Sektor kesehatan merupakan bagian penting dalam ekonomi, karena sektor ini
menyerap anggaran yang sangat besar dan dapat menjadi penggerak ekonomi
2. Sebagian besar warganegara berhubungan langsung sektor kesehatan, baik sebagai
pasien, tenaga kesehatan
3. Pengambilan keputusan masalah kesehatan berkaitan dengan hidup dan mati
4. Masalah kesehatan juga dipengaruhi oleh berbagai keputusan yang tidak terkait
dengan pelayanan kesehatan seperti kemiskinan, polusi, air terkontaminasi, sanitasi
buruk, kebijakan ekonomi dan sebagainya

Pelaku Kebijakan Kesehatan

Pelaku kebijakan kesehatan dapat berasal dari pemerintah maupun swasta. Mills & Ranson
(2005) menyatakan peran pemerintah dalam regulasi kesehatan di negara-negara
berkembang yang diaplikasikan pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
cukup bervariasi. Tabel 2 berikut mendeskripsikan peran pemerintah tersebut.

Tabel 2. Peran Negara dalam Regulasi Kesehatan

No. Peran negara Contoh


1 Mengatur jumlah dan distribusi pelayanan Perijinan yankes dan pemberian fasilitas
kesehatan (terutama rumah sakit)
Pengendalian jumlah dan ukuran sekolah
kedokteran, pengendalian jumlah dokter praktik
di area tertentu, dan pembatasan pengenalan

10
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

No. Peran negara Contoh


teknologi tinggi
Penyediaan insentif bagi tenaga kesehatan di
wilayah terpencil
2 Mengatur harga pelayanan kesehatan Negosiasi skala upah
Menentukan harga pelayanan
Negosiasi tingkat pengajuan klaim (asuransi
kesehatan)
3 Mengatur mutu pelayanan kesehatan Perijinan tenaga kesehatan dan fasilitas yankes
Mengendalikan tujuan pemberian yankes
Mewajibkan yankes agar memiliki prosedur
penanganan keluhan
Mewajibkan adanya penyediaan informasi untuk
pengendalian kualitas yankes
Mengendalikan kurikulum pelatihan
Menentukan persyaratan bagi pembelajaran
berkelanjutan
Memperkenalkan akreditasi pada yankes

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK


Pengertian Analisis Kebijakan Publik

Analisis kebijakan publik merupakan kegiatan yang bersifat sosial dan politis, sehingga
seorang analis kebijakan publik bertanggung jawab secara moral dan intelektual untuk
menghasilkan pekerjaan yang berkualitas. Bersifat sosial karena proses dan hasil kebijakan
publik melibatkan professional dan kelompok peminat di berbagai bidang. Bersifat politis
karena kebijakan publik berkaitan dengan kehidupan dan kesejahteraan sebagian besar
penduduk [10].

Untuk menjelaskan apa itu analisis kebijakan, Knoepfel dkk (2007) membagi tiga pemikiran
yang berkembang selama ini. Pemikiran tersebut antara lain: 1) Yang menghubungkan antara
analisis kebijakan dengan teori; 2) Yang menekankan pada bagaimana publik
bertindak/beraksi; dan 3) Yang lebih menekankan pada evaluasi terhadap hasil dan efek dari
kebijakan [5].

Mazhab pertama dinyatakan oleh Menny & Thoenig (1989) dalam buku yang ditulis oleh
Knoepfel dkk. Menurutnya dalam melakukan analisis terhadap kebijakan terdapat tiga aliran
atau pandangan utama. Aliran tersebut antara lain adalah [5]:

a. Analisis kebijakan dilakukan bertujuan melayani permintaan publik. Pendekatan ini


merupakan bagian dari mazhab pluralist, dan menganggap pemerintah sebagai
pelayan masyarakat. Analisis kebijakan diarahkan untuk mengoptimalkan pilihan-
pilihan masyarakat yang sifatnya kolektif, membuat proses pengambilan keputusan
yang rasional, dan perilaku birokrasi yang optimal.
b. Analisis kebijakan dilakukan terutama untuk menjelaskan masalah pelayanan pada
kelompok sosial tertentu (pendekatan neo-marxist) atau kelompok spesifik

11
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

(pendekatan neo-managerial). Tujuan analisis lebih ditekankan kepada kepentingan


kelompok kapitalis atau kepada aktor dan organisasi yang ada di dalamnya. Masalah
sosial akan menjadi masalah publik jika terdapat hal yang mengganggu kepentingan
kelas/kelompok dominan
c. Analisis kebijakan yang menekankan pada pembagian kekuasaan serta interaksi
12ubstantiv kekuasaan. Interaksi tersebut dapat melalui kelompok kepentingan yang
dengan sektor atau kategori berbeda (pendekatan neo-corporatist), atau melalui
peran organisasi atau institusi (pendekatan neo-institutionalist). Berdasarkan
pendekatan ini, aparat pemerintah dianggap sebagai bagian dari kelompok
kepentingan tertentu yang berupaya menjaga hubungan khusus dengan pusat
kekuasaan.

Mazhab kedua menjelaskan bahwa fungsi analisis kebijakan adalah sebagai cara untuk
memahami model operasional dan logika publik dalam bertindak, sehingga tidak
menjelaskan bagaimana sebuah system politik secara umum berfungsi. Sehingga dari analisis
kebijakan tersebut terdapat kemungkinan untuk memahami bagaimana kewenangan suatu
negara atau masyarakat dijalankan. Pendekatan kedua ini menggunakan dasar-dasar teori
dari disiplin ilmu seperti ilmu administrasi, ilmu system dan kompleksitas, sosiologi dalam
pengambilan keputusan publik, sosiologi perilaku kolektif, ilmu ekonomi, dan ilmu informasi.
Pada mazhab ini terdapat empat perspektif dalam menjelaskan analisis kebijakan [5]:

1. Menganalisis pada proses pengambilan keputusan dan strategi yang dilakukan


pelaku atau pembuat kebijakan. Analisis ini terkait dengan ilmu sosiologi organisasi
massa dan ilmu system.
2. Menganalisis pada sarana dan insrumen untuk mengintervensi publik, biasanya
menggunakan pendekatan ilmu ekonomi politik
3. Menganalisis pada bentuk-bentuk struktur, prosedur, dan institusional dari
administrasi publik. Pendekatan ini menggunakan teori dari ilmu administrasi dan
hukum administrasi.
4. Menganalisis pada aspek kognitif dan normatif, yang menekankan pada peran
gagasan dan keterwakilan dalam pembentukan atau perubahan suatu kebijakan

Mazhab ketiga berupaya menjelaskan hasil dari tindakan publik dan efeknya terhadap
masyarakat, sehingga pendekatan ini lebih bersifat substantif. Dalam konteks evaluasi,
terdapat dua hal yang menjadi fokus perhatian, yaitu [5]:

a. Perkembangan pendekatan metodologis dan sarana evaluasi, yang cenderung


menggunakan data kuantitatif, analisis multi kriteria, perbandingan antar eksperimen,
cost-benefit analysis dan sebagainya
b. Proses evaluasi yang dilakukan untuk meningkatkan manajemen pelayanan publik
dan mempengaruhi pengambil keputusan

12
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

Elemen-elemen Analisis Kebijakan Publik

Elemen-elemen apakah yang sebaiknya dianalisis terhadap suatu kebijakan publik? Knoepfel
dkk (2007) membuat suatu model analisis kebijakan yang difokuskan pada empat elemen
yaitu [5]:

1. Pelaku (actors). Pelaku atau stakeholder terdiri dari tiga pihak utama (basic triangle)
yaitu otoritas politik-administratif, kelompok sasaran, dan penerima manfaat akhir
dari kebijakan.
2. Sumberdaya (resources). Sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan
kebijakan publik meliputi: hukum, personel, kekuatan/kekuasaan, finansial, informasi,
organisasi, consensus, dukungan politik, waktu, dan infrastruktur.
3. Konten substantive dan institusional dari produk kebijakan (substantive and
institutional content of policy products). Konten produk kebijakan tersebut secara
politis meliputi: masalah politik, program politik-administratif, rancangan politik-
administratif, rencana aksi, aksi implementatif, dan pernyataan evaluative terhadap
efek politis.
4. Aturan institusional yang bersifat umum (general institution rules). Elemen ini
disebut juga aturan-aturan spesifik pada suatu institusi yang dianalisis untuk
diaplikasikan pada seluruh kebijakan publik.

Secara grafis (lihat gambar 4) terlihat elemen-elemen tersebut saling berkaitan satu sama
lain.

Actors

General institutional
Resources
rules

Substantive &
institutional content
of policy products

Gambar 4. Empat Elemen Analisis Kebijakan Publik

13
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

Proses Analisis Kebijakan Publik

Analisis kebijakan publik terjadi melalui beberapa tahap yang meliputi [4]:

1. Informasi kebijakan (policy information). Analisis kebijakan merupakan penerapan


berbagai metode penelitian untuk mendapatkan data dan menghasilkan informasi
relevan terhadap suatu kebijakan.
2. Formulasi kebijakan (formulation). Informasi kebijakan tersebut digunakan untuk
mengatasi masalah-masalah publik yang kompleks menjadi masalah yang terstruktur
(well-structured policy problem).
3. Alternatif kebijakan (policy alternative). Masalah-masalah yang terlah terstruktur
tersebut memudahkan analis kebijakan dalam merumuskan pilihan-pilihan atau
alternatif kebijakan.
4. Pembuat kebijakan (policy maker). Alternatif kebijakan tersebut kemudian
digunakan untuk memecahkan masalah dan direkomendasikan kepada pembuat
kebijakan.

Bardach (2012) mengusulkan delapan langkah dalam menganalisis kebijakan publik.


Langkah-langkah tersebut sebagaimana dideskripsikan pada gambar 5 antara lain [10]:

a. Menentukan masalah (define the problem).


- Masalah merupakan alasan mengapa analisis terhadap suatu kebijakan publik
dilakukan dan memberikan arahan dalam mengumpulkan fakta-fakta.
- Masalah biasanya berbentuk pandangan-pandangan orang tentang dunia yang
tidak benar. Namun pengertian “tidak benar” harus didefinisikan dengan baik
karena sifatnya yang subyektif.
- Masalah juga dapat diambil dari isu-isu retorik yang berasal dari perdebatan dan
diskusi politis. Sebisa mungkin masalah yang ditentukan mengandung data-data
kuantitatif.
- Masalah sebaiknya juga jangan hanya berbentuk deskripsi namun merupakan
kajian diagnostic (sebab-akibat)
- Penggambaran masalah sebaiknya menjelaskan kecenderungan-kecenderung
yang terjadi di masyarakat
- Analis kebijakan juga harus memperhatikan masalah-masalah laten yang memiliki
kesempatan muncul di kemudian hari

Kesalahan yang muncul dalam penentuan masalah antara lain:

1. Menentukan solusi dalam penentuan masalah. Terkadang analis kebijakan secara


implisit menyampaikan solusi dari masalah yang diangkat. Misalnya: terdapat
sedikit rumah singgah bagi pramuwisma. Penentuan masalah tersebut secara
implisit memberikan solusi yaitu menyediakan lebih banyak rumah singgah.
Sebaiknya masalah dapat disingkat menjadi: terlalu banyak keluarga yang tidak
memiliki rumah
2. Terlalu mudah menerima faktor penyebab dari suatu masalah
3. Penyampaian masalah yang berulang-ulang

14
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

Menentukan
Menentukan Menyajikan bukti-
alternatif kebijakan
masalah (define the bukti (assemble
(construct the
problem) some evidence)
alternatives)

Memperkirakan Melakukan analsis


Memilih kriteria
hasil (project the trade-offs (confront
(select the criteria)
outcomes) the trade-offs)

Memutuskan Menyajikan hasil


kebijakan (decide) (tell your story)

Gambar 5. Proses Analisis Kebijakan Publik

b. Menyampaikan bukti-bukti. Terdapat perbedaan mendasar antara data, informasi dan


bukti. Data merepresentasikan fakta yang berkaitan dengan kejadian di dunia.
Informasi terdiri dari data yang sudah mengandung arti atau telah diolah agar
memberikan arti bagi pembacanya. Bukti-bukti atau evidences adalah informasi yang
mempengaruhi kepercayaan orang-orang tentang kondisi tertentu. Bukti-bukti
dibutuhkan untuk:
1. Menilai masalah secara prinsip dan berkelanjutan
2. Menilai kondisi lingkungan yang berkaitan dengan masalah
3. Menilai apakah kebijakan yang akan dianalisis dapat diterapkan secara efektif di
lingkungan tertentu
c. Menentukan alternatif kebijakan. Pada tahap ini analis menentukan strategi-strategi
alternatif kebijakan atau tindakan yang akan dirumuskan untuk memecahkan atau
mengurangi masalah yang telah ditentukan.
d. Memilih kriteria. Kriteria merupakan standar evaluative yang digunakan untuk menilai
baik-buruknya hasil dari kebijakan yang akan dianalisis. Sehingga tahap ini
merupakan proses yang penting untuk memasukkan nilai-nilai dan filosofi ke dalam
kebijakan publik. Jenis kriteria evaluative yang umumnya dipakai adalah efisiensi;
kesamaan, keadilan, keterbukaan; dan kemerdekaan, komunitas dan sebagainya.
e. Memperkirakan hasil dari kebijakan. Proses ini merupakan tahap yang paling sulit
dalam menganalisis kebijakan publik. Hal ini disebabkan:
1. Kebijakan berbicara tentang masa depan, bukan masa lalu
2. Meramalkan hasil dari kebijakan harus realistis
3. Terdapat kecenderungan analis kebijakan untuk mempertahankan kepentingan
mayoritas dibanding kepentingan seluruh masyarakat, disebut dengan the 51-49
principles.

15
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

f. Melakukan analisis trade-offs. Analisis ini bertujuan membandingkan outcome dari


kebijakan. Sering terjadi kesalahan dimana yang diberdandingkan adalah tindakan
bukan hasil. Misalnya membandingkan intervensi promosi kesehatan antara metode
ceramah dengan metode audio-visual. Yang diperbandingkan sebaiknya bukan pada
metode tetapi hasil yang diperoleh dari keduanya.
g. Memutuskan kebijakan yang dipilih. Dalam memutuskan kebijakan mana yang dipilih,
hal harus diperhatikan adalah resistensi birokrat dan stakeholder lainnya untuk
mempertahankan status quo, dan pendekatan terhadap pihak-pihak di lingkungan
kebijakan yang relevan yang dapat menerima perubahan.
h. Menyampaikan hasil. Dalam menyampaikan hasil sebaiknya menggunakan
istilah/jargon yang membumi atau mudah dimengerti pihak-pihak terkait. Audiens
yang akan mendengarkan hasil analisis kebijakan sebaiknya diukur atau dipelajari
terlebih dahulu dengan baik.

Kerangka Analisis Kebijakan Publik

a. NATO Criterion

Salah satu metode analisis kebijakan publik adalah membandingkan beberapa intervensi
atau sarana yang dijalankan suatu negara sejak diinisiasi hingga akhirnya tidak diterapkan
lagi. Untuk melakukan perbandingan dapat digunakan kategorisasi menggunakan kriteria
“NATO” (Nodality, Authority, Treasure, and Organization) yang dikembangkan oleh
Christopher Hood tahun 1983. Tabel 3 berikut menyajikan keempat kategori tersebut [11]:

Tabel 3. Kriteria NATO untuk Membandingkan Kebijakan Publik

No Kategori/Kriteria Keterangan
1 Nodality Fokus kepada bagaimana pemerintah menggunakan
pengetahuan dan informasi untuk mempengaruhi
perilaku. Misalnya: penyampaian & pembelajaran
terhadap kebijakan; informasi pemerintah
2 Authority Fokus pada bagaimana pemerintah memanfaatkan
kewenangan yang dimiliki. Misalnya: peraturan tentang
pelaku sosial
3 Treasure Fokus pada bagaimana pemerintah mendapatkan dan
membelajakan sumberdaya keuangan. Misalnya:
pembelanjaan menggunakan dana pajak;
pembelanjaan publik
4 Organization Fokus pada bagaimana pemerintah secara langsung
mengorganisasikan dirinya. Misalnya: perubahan
kebijakan manajemen publik, privatisasi

b. Cultural theory

Kerangka analisis lainnya disarankan oleh Hoppe (2007) menggunakan Group-grid cultural
theory. Teori ini membagi kelompok masyarakat dalam dua domain yaitu struktur internal
(disebut Grid) dan struktur eksternal (disebut Group). Struktur internal menggambarkan

16
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

jenis peran anggota kelompok yang mencerminkan hubungan satu individu dengan yang
lainnya. Ketika struktur internal rendah maka anggota kelompok sulit melakukan negosiasi
peran serta berada pada transaksi sosial yang simetris. Ketika struktur internal dalam kondisi
tinggi, peran anggota sangat banyak dan kompleks serta transasksi sosial yang tidak
simetris. Struktur eksternal menggambarkan perasaan “memiliki” anggota terhadap
kelompok sebagai unit sosial. Struktur eksternal yang tinggi menunjukkan anggota memiliki
keterikatan keanggotaan yang kuat dan dalam transaksi sosial yang terbatas. Struktur
eksternal rendah menunjukkan anggota kelompok tidak peduli terhadap keanggotaan dan
dalam kondisi transaksi sosial yang tidak terbatas. Secara grafis hubungan antara kedua
struktur ini disajikan pada gambar 6 berikut [12].

Grid/Struktur Grid/Struktur
internal tinggi; internal tinggi;
Transaksi sosial Transaksi sosial
tidak terbatas; terbatas; Kondisi
Kondisi isolates hirarkis

Group/Struktur Group/Struktur
eksternal tinggi; eksternal tinggi;
Transaksi sosial Transaksi sosial
tidak terbatas; terbatas; Kondisi
Kondisi enclavist
individualist (terkotak-kotak)

Gambar 6. Group-Grid Cultural Theory

REFERENSI
[1] K. Buse, N. Mays, and G. Walt, Making Health Policy. London: Open University Press, 2005.
[2] P. DeLeon and D. M. Vogenbeck, “The Policy Sciences at The Crossroads,” in Handbook of
Public Policy Analysis: Theory, Politics, and Methods, F. Fischer, G. J. Miller, and M. S. Sidney,
Eds. CRC Press, 2007.
[3] S. Maddison and R. Denniss, An Introduction to Australian Public Policy: Theory and Practice.
Cambridge: Cambridge University Press, 2009.
[4] Lembaga Administrasi Negara, Modul Pelatihan Analis Kebijakan: Konsep dan Studi Kebijakan
Publik. Jakarta: Pustaka Lembaga Administrasi Negara RI, 2015.
[5] P. Knoepfel, C. Larrue, F. Varone, and H. Michael, Public Policy Analysis. Great Britain: The
Policy Press, 2007.
[6] H. Heinelt, “Do Policies Determine Politics?,” in Handbook of Public Policy Analysis: Theory,

17
Analisis Kebijakan: Sebuah Catatan Pinggir | Ade Heryana

Politics, and Methods, F. Fischer, G. J. Miller, and M. S. Sidney, Eds. Florida: CRC Press, 2007,
pp. 109–120.
[7] W. Jann and K. Wegrich, “Theories of the Policy Cycle,” in Handbook of Public Policy Analysis:
Theory, Politics, and Methods, F. Fischer, G. J. Miller, and M. S. Sidney, Eds. London: CRC
Press, 2007, pp. 43–62.
[8] Republik Indonesia, “Buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara,” Jakarta, 2019.
[9] Departemen Kesehatan RI, Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,
2004.
[10] E. Bardach, A Practical Guide for Policy Analysis: The Eightfold Path to More Effective Problem
Solving, 4th ed. Los Angeles: SAGE Publications, 2012.
[11] M. Lodge, “Comparative Public Policy,” in Handbook of Public Policy Analysis: Theory, Politics,
and Methods, F. Fischer, G. G. Miller, and M. S. Sidney, Eds. Boca Raton: CRC Press, 2007, pp.
273–288.
[12] R. Hoppe, “Applied Cultural Theory: Tool for Policy Analysis,” in Handbook of Public Policy
Analysis: Theory, Politics, and Methods, F. Fischer, G. J. Miller, and M. S. Sidney, Eds. London:
CRC Press, 2007, pp. 289–308.
[13] World Bank Group, Poverty and shared prosperity 2016: Taking on Inequality. Washington
DC: The World Bank, 2016.
[14] K. K. Cheung, M. Mirzaei, and S. Leeder, “Health policy analysis: a tool to evaluate in policy
documents the aligment between policy statements and intended outcomes,” Aust. Heal.
Rev., vol. 34, pp. 405–413, 2010.

18

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai