Anda di halaman 1dari 5

BAB II

A. Pengertian Pengawasan

Kamus Besar Indonesia mendefinisikan istilah pengawasan berasal dari kata


“Awas”, yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti sesuatu dengan cermat dan
seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali memberi laporan berdassarkan kenyataan yang
sebenarnya dari apa yang diawasi.1 Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa
segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya


kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Melalui
pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan
untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan,
melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau
evaluasi mengenai, sejauh mana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauh mana
penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanakan kerja tersebut.2

Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan


bagian dari fungsi manajemen, dimana pengawasan dianggap sebagai bentuk
pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak dibawahnya.
Dalam ilmu manajemen, pengawasan ditempatkan sebagai tahapan terakhir dari fungsi
manajemen. Dari segi manajerial, pengawasan mengandung makna pula sebagai
pengamatan atass pelaksanaan seluruh kegiatan unit organisasi yang diperiksa untuk
menjamin agar seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
peraturan atau suatu usaha agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan, dan dengan adanya pengawasan dapat memperkecil
timbulnya hambatan, sedangkan hambatan yang telah terjadi dapat segera diketahui yang
kemudian dapat dilakukan tindakan perbaikannya.

Pengawasan berkaitan dengan mengidentifikasi komitmen terhadap tindakan yang


ditujukan untuk hasil masa yang akan datang, sehingga pengawasan dilaksanakan untuk
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia
2
Hafidhuddin, Didin. Hendri tanjung. 2003. Manajemen Syariah Dalam Praktik. Jakarta; Gema Insani Press
mengusahakan agar komitmen tersebut dilaksanakan. Kemudian, persyaratan
pengawasan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu: pengawasan membutuhkan
perencanaan dan pengawasan membutuhkan struktur organisasi yang jelas.

B. Pengawasan dalam Pandangan Islam

Dalam Islam pengawasan lebih ditujukan kepada kesadaran dalam diri sendiri
tentang keyakinan bahwa Allah SWT selalu mengawasi kita, sehingga takut untuk
melakukan kecurangan juga kesadaran dari luar diri kita, dimana ada orang yang juga
mengawasi kinerja kita. Seorang pemimpin harus mampu mengawasi semua kinerja dari
karyawannya agar tujuan dari sebuah perusahaan dapat tercapai sebagaimana yang telahh
direncanakan. Untuk mendukung jalannya pengawasan dengan baik, maka setiap elemen
yang ada dalam perusahaan memiliki ketakwaan yang tinggi kepada Allah SWT ,
kesadaran anggota untuk mengontrol sesamanya, dan penetapan aturan yang tidak
bertentangan dengan syariah. Dengan demikian, pengawasan dapat berjalan sebagaimana
mestinya.

Dalam pandangan islam, pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak


lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang hak. Pengawasan dalam islam
terbagi menjadi dua hal, yaitu :

Pertama, control yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan
keimanan kepada Allah SWT. Seseorang yang yakin bahwa Allah pasti selalu mengawasi
hamba-hambanya, maka ia akan bertindak hati-hati  dalam surat Al-Mujadalah ayat 7
telah dijelaskan bahwa :

“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang


ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-
lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah
keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih
banyak, melainkan dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian
dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang Telah mereka
kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Al Mujadalah : 7)
Kemudian juga harus didasari atas ketakwaan yang tinggi kepada Allah, dimana
dengan adanya ketakwaan kepada Allah, maka akan ada rasa takut untuk melakukan
suatu kecurangan dalam pekerjaan dan merasa diri bahwa Allah selalu melihat apa yang
kita perbuat.

Kedua, sebuah pengawasan akan lebih efektif jika system pengawasan tersebut
dilakukan dari luar diri sendiri. System pengawasan ini dapat terdiri atas mekanisme
pengawasan dari pemimpin yang berkaitan dengan penyelesaian tugas yang telah
didelegasikan, kesesuaian antara penyelesaian tugas dan perencanaan tugas, dan lain-lain
sebagainya.

C. Pengawasan Menurut Umar Bin Khattab

Umar bin Khattab menerima jabatan khalifah dari wasiat Abu Bakar yang pada
saat itu sebagai khalifah pertama sepeninggal Rasullah. Wasiat Abu Bakar mencalonkan
Umar bin Khattab sebagai khalifah penerusnya diterima secara aklimasioleh kaum
muslimin. Masuknya Umar bin Khattab dalam kekhalifahan adalah nilai yang tinggi bagi
Islam. Umar bin Khattabmemiliki sifat-sifat kejiwaan yang luhur, diantaranya: adil,
penuh tanggungjawab, sangat keras pengawasannya terhadap para pejabat dan aparat
negara, santun terhadap rakyat dan sangat antusias dalam merealisasikan kemaslatan
mereka, tegas dalam urusan agama, berwibawa dan disegani manusia, tajam firasatnya,
luas dalam keilmuannya, cerdas pemahamannya dan sifat-sifat kepemimpinan lainnya.3

Umar bin Khattab memerintah hanya selama sepuluh tahun, akan tetapi dalam
periode yang singkat itu banyak kemajuan yang dialami umat Islam, dapat dikatakan
pemerintahan Umar bin Khattab merupakan masa keemasan dalam sejarah Islam. Dalam
aspek ekonomi, sistem ekonomi yang dijalankan dalam pemerintahannya bersumber dari
Al-quran dan sunah Nabi Muhammad Saw. Yang memiliki karakteristik objektif, loyal,
berkembang,ditopang dengan prinsip ketaqwaan, musyawarah dan keadilan sehingga
tercapailah keseimbangan ekonomi dan social.

Pada masa kehkalifahan Umar Bin Khattab, praktek dan konsep dasar lembaga
pengawasan pasar (Hisbah) dibentuk bahkan beliau sendirilah yang menjadi muhtasib-
3
Ali Muhammad Ash Shallabi. 2008. Biografi Umar Bin Al-Khathab. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
nya. Beliau membangun hubungan yang dekat antar pejabat negara dan rakyat, beliau
tidak membeda-bedakan antara budak/hamba sahaya dengan khalifah. Beliau
memperhatikan pentingnya tugas pegawai pelayanan publik dan menjaga kepentingan
rakyat dari otoriter kepemimpinan.

Pada awal pertumbuhannya hisbah merupakan lembaga yang mempunyai


wewenang untuk menegakkan amr ma’ruf nahy munkar kewenangan ini sangat umum
yang mecakup semua aspek kehidupan social ekonomi dan agama. Dalam
perkembangannya hisbah adalah institusi yang bertugas mengawasi pasar serta tingkah
laku masyarakat. memastikan bahwa rakyat melakukan perintah dan menjauhi larangan
syara’ berkaitan dengan takaran dan timbangan yang benar dan mengawasi jalannya jual
beli untuk menghilangkan tipuan dan sejenisnya. praktek pengawas pasar telah ada pada
masa Rasulullah namun hisbah secara kelembagaan belum dikenal pada masa itu, hisbah
terhadap kegiatan ekonomi mempunyia beberapa tujuan:4

1. Memastikan dijalankanya aturan-aturan kegiatan ekonomi.

2. Mewujudkan keamanan dan ketentraman

3. Mengawasi keadaan rakyat.

4. Melarang orang membuat aliran air tanpa adanya kebutuhan

5. Menjaga kepentingan umum

6. Mengatur transaksi dipasar

Lembaga hisbah yang dibentuk Umar Bin Khattab merupakan suatu agen
independent yang terlepas dari kepentingan kelompok tertentu atau campur tangan
pemerintah, namun dengan melihat fungsi hisbah yang sangat strategis maka Umar Bin
Khattab berpendapat bahwa lembaga hisbah haruslah lebih mandiri. 5 Tujuan hisbah
terhadap pasar pada zaman Umar Bin Khattab adalah:

1. Kebebasan keluar masuk pasar


4
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Al-FiqhAl-Iqtishadi Li Amiril Mukmin Umar ibnu Al-Khattab,alih bahas, Asmuni
Solihan Zamakhsyari, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khattab, khalifah, Jakarta, 2006, hal.591
5
M. Sulaeman Jajuli, Ekonomi Islam, Umar Bin Khattab, (Yogyakarta: Deepublish 2016), hlm.5
2. Mengatur promosi dan propoganda

3. Larangan menimbun barang

4. Mengatur perantara perdagangan

5. Pengawasan harga

6. Pengawasan barang yang diimpor dan mengambil ’Ushr (pajak 10%)

Anda mungkin juga menyukai