Anda di halaman 1dari 4

Masalah utama yang terjadi dalam pengolahan karet (bokar) jenis SIR 20 adalah mutu bokar

yang rendah dan bau busuk yang menyengat sejak dari kebun. Mutu bokar yang rendah ini
disebabkan petani menggunakan bahan pembeku lateks (getah karet) yang tidak dianjurkan dan
merendam bokar di dalam kolam/sungai selama 7-14 hari. Hal ini akan memacu berkembangnya
bakteri perusak antioksidan alami di dalam bokar, sehingga nilai plastisitas awal (Po) dan
plastisitas setelah dipanaskan selama 30 menit pada suhu 140 °C (PRI) menjadi rendah. Bau
busuk menyengat terjadi juga disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk yang melakukan
biodegradasi protein di dalam bokar menjadi amonia dan sulfida. Kedua hal tersebut terjadi
karena bahan pembeku lateks yang digunakan saat ini tidak dapat mencegah pertumbuhan
bakteri. Kemudian bau busuk tersebut dibawa terus sampai ke pabrik karet remah dan di pabrik
yang menjadi sumber bau busuk tersebut adalah berasal dari tempat penyimpanan bokar, kamar
gantung angin (pre-drying room), dan mesin pengering (dryer). Masalah bau busuk yang
mencemari udara di sekitar pabrik karet remah ini sampai saat ini sangat sulit diatasi walaupun
semua pabrik sudah menggunakan scrubber (cerobong asap), padahal di sekeliling pabrik sudah
menjadi kawasan perumahan. Pada akhirnya bau busuk ini menimbulkan keluhan-keluhan
masyarakat di sekeliling pabrik bahkan yang jauh dari pabrik (bau terbawa oleh angin).

Untuk mengatasi permasalahan dalam pengolahan karct remah khususnya bau busuk, Balai
Penelitian Sembawa – Pusat Penelitian Karet sejak tahun 1999 s/d sekarang, telah melakukan
penelitian penggunaan asap cair sebagai penghilang/penetral/pengurang bau dan sebagai bahan
pembeku lateks, dengan dana dari rutin, APBN, kerjasama dengan pihak swasta dan tahun 2005-
2006 dibiayai oleh Riset Unggulan Kemitraan dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi
untuk pengembangan industrinya.

Penelitian asap cair dari tahun 1999 s/d 2001, menghasilkan bahwa penyemprotan asap cair di
atas bokar dapat menghilangkan/menetralkan bau busuknya dan asap cair dapat membekukan
lateks (getah karet) dengan sempurna dengan nilai plastisitas tinggi, dan sifat flsik vulkanisat
setara atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan karet yang dihasilkan dengan pembeku asam
format (semut). Asap cair dapat mengatasi bau busuk dari karet yang selama ini belum pernah
dapat diatasi, karena mengandung 67 jenis senyawa yang dapat berfungsi mencegah dan
mematikan pertumbuhan bakteri (yang berperan dalam timbulnya bau busuk) dan senyawa-
senyawa yang mudah menguap serta berbau spesifik asap.

Dari hasil penelitian ini, kemudian dilakukan kerjasama dengan PT Badja Baru (pabrik karet
remah) untuk melakukan percobaan dalam skala pabrik dengan menggunakan lateks dari Kebun
Percobaan Balai Penelitian Sembawa. Hasil percobaan sebanyak 125 ton karet kering dengan
menggunakan asap cair sebagai pembeku lateks, telah dikirim ke Michellin (SMPT) untuk
pengujian di pabrik ban mereka. Kesimpulannya adalah mutu karetnya baik, dapat diterima, dan
ramah lingkungan (tidak bau). Selanjutnya dari tahun 2000 – 2002, dirancang alat pirolisis untuk
memproduksi asap cair dari bahan baku cangkang (tempurung) kelapa sawit, dimulai dari
kapasitas reaktor 10 kg, menjadi 40 kg, kemudian 100 kg, ditingkatkan menjadi 1000 kg dan
terakhir saat ini sebanyak 2000 kg cangkang sawit untuk sekali proses selama 8 jam. Reaktor
pirolisis tersebut dirancang sendiri di dalam negeri karena tidak ada acuan di negara manapun,
walaupun melalui internet. Setelah mendapat bentuk reaktor pirolisis, maka dibangun pabrik
asap cair oleh PT Global Deorub Industry, dengan merk dagang “Deorub”.
Pabrik asap cair “Deorub” ini merupakan pabrik asap cair pertama di Indonesia dan bahkan di
dunia. Pabrik ini menggunakan bahan baku dari limbah cangkang (tempurung) kelapa sawit dan
diaplikasikan untuk industri karet. Deorub dihasilkan melalui proses Clean Technology Process
(CTP) dan Clean Development Mechanism (CDM) yaitu dengan menggunakan limbah cangkang
(tempurung) sawit, yang diproses secara pirolisis dengan menggunakan suhu 300 – 400 °C
selama ± 8 jam dalam reaktor terturup, kemudian asap yang terjadi didinginkan dengan air
sampai terjadi cairan berwarna coklat, tanpa penambahan bahan kimia sedikitpun. Dalam
pengolahan Deorub ini, tidak ada limbah yang dihasilkan (zero waste) karena air yang digunakan
untuk pendinginan disirkulasikan kembali dan produk samping berupa arang dan tar dapat
dimanfaatkan untuk arang aktif dan pengawet kayu.

Pabrik asap cair ini banyak dibantu oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi dengan dana
dari Riset Unggulan Kemitraan (RUK) tahun 2005 dan 2006 ini untuk melakukan penelitian
yang berjudul: “Optimasi produksi asap cair yang ramah lingkungan sebagai koagulan lateks,
penanganan limbah bau dan cair dalam pengolahan karet remah dan sit asap”.

Hasil dari RUK tahun 2005 adalah

1.Proses optimum pirolisis pada suhu proses 398 °C, selama 628 menit dengan kadar air
cangkang sawit 17,12%, dan setelah 8 jam proses dari 2000 kg cangkang sawit akan dihasilkan
asap cair, tar dan arang masing-masing sebanyak 810 liter, 90 kg dan 850 kg dengan kadar fenol
maksimum 14,5 % (senayawa fenol disini dalam bentuk lerikat dengan senyawa lain),
2.Diperoleh formula asap cair yang dapat digunakan oleh petani sebagai bahan pembeku yang
efeklif dan dapat mencegah bau. Formula yang diberi nama Deorub K ini telah dipakai sebagai
pembeku lateks petani dalam program karet bersih dan ramah lingkungan oleh Gubernur
Sumatera Selatan (Sum-Sel). Pada tahun 2005 yang lalu, Gubernur Sum-Sel melalui Dinas
Perkebunan Propinsi telah memberikan bantuan sebesar 160 ton Deorub K yang dibagikan secara
gratis kepada 16000 petani karet di 6 (enam) Kabupaten di Sum-Sel, dan pada tahun 2006 ini
direncanakan akan diberikan bantuan sebanyak 53 ton untuk 5300 orang petani di 4 (empat)
Kabupaten yang lain.
3.Asap cair sebagai penghilang bau telah dipakai oleh hampir semua pabrik karet remah di
Palembang meskipun dalam aplikasinya berbeda-beda konsentrasinya, sesuai dengan kondisi
pada masing-masing pabrik..

Kemudian untuk program RUK tahun 2006 ini, direncanakan akan dihasilkan:
1) formula asap cair Deorub S untuk pengolahan sit asap/RSS tanpa pembakaran kayu karet di
PT Perkebunan Nusantara dan Swasta, 2) formula asap cair Deorub CV untuk pengolahan karet
viskositas mantap dalam bentuk karet remah atau RSS

Terobosan yang diperoleh dengan penggunaan asap cair “Deorub” dalam industri karet adalah
1) untuk industri karet remah: waktu pengeringan awal yang lebih cepat dan tidak terjadi bau
sejak dari kebun sampai ke pabrik karet remah dan bahkan sampai di pabrik ban, dan
2) untuk industri karet sit asap/RSS (Ribbed Smoked Sheet) adalah waktu pengolahan jauh lebih
cepat yaitu dari 6 hari (secara konvensional) menjadi dari 2 hari (dengan Deorub) dan tidak ada
pembakaran kayu karet lagi untuk pengawetan dan pengeringan sit. Dampak terhadap
lingkungan dengan tidak ada pembakaran kayu karet lagi, maka akan dicegah pencemaran udara
oleh COa di Duma sebanyak 46 % x 6 juta m3 (produksi RSS di Dunia ±1,5 juta ton, setiap ton
RSS memerlukan kayu bakar sebanyak ± 4 m3, dan setiap kg kayu karet dibakar menghasilkan
CO2 sebanyak 46 %). Serta kayunya dapat dijual di pabrik papan lapis atau dibuat perkakas
rumah tangga.

Pemilihan cangkang sawit sebagai bahan baku dalam industri asap cair “Deorub” adalah tersedia
dalam jumlah yang sangat banyak ( ± 7 % dari tandan buah segar/TBS) dan sebagian besar (60 –
70 %) masih dibuang atau dibakar di kebun. Sebagai contoh di Sumatera Selatan dengan jumlah
pabrik sawit mentah (CPO) sebanyak 40 buah akan menghasilkan cangkang sawit sebanyak 1100
ton per hari.

Potensi pasar asap cair “Deorub” untuk industri karet saja sangat besar, misalkan untuk industri
karet di dalam negeri dengan produksi 2,27 juta ton per tahun, jika dihitung hanya 25 % saja
yang mengguffakan asap cair “Deorub”, maka akan diperlukan sebanyak 25/100 x 30 ml/kg
karet kering x 2,27 x 106 x 1000 = 17025 ton per tahun. Untuk luar negeri, misalkan Thailand
saat ini memproduksi RSS sebanyak 1,1 juta ton, jika dihitung hanya 25 % menggunakan asap
cair “Deorub”, untuk setiap kg karet kering RSS memerlukan sebanyak 75 ml, maka akan
dibutuhkan sebanyak 25/100 x 1,1 x 106 x 75 ml x 1000 = 20625 ton per tahun. Total kebutuhan
asap cair “Deorub” adalah 37650 ton per tahun. Padahal saat ini produksi asap can: “Deorub”
hanya sekitar 250 ton per bulan atau 3000 ton per tahun, jadi baru terpenuhi 8 % saja dari total
kebutuhan untuk hanya seperempat industri karet.

Hasil penelitian dan pengujian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan
Bogor menunjukan bahwa mutu asap cair “Deorub” dengan sekali putaran distilasi (redistilasi)
akan menghasilkan mutu yang setara dengan wood vinegar kualitas baik, bila mengacu pada
spesifikasi Japan Wood Vinegar Association. Jadi terdapat kemungkinan Deorub dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk industri yang lain seperti: pupuk organik alami,
pestisida dan herbisida alami, deodorizer, antiseptik (penyakit kulit), kosmetik, farmasi/obat-
obatan, dan lain-lain.

Selain itu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan menjelaskan bahwa asap cair dapat
menggantikan formalin. Diperkirakan dibutuhkan formalin sebanyak 500-1000 ton per bulan
untuk pengawetan bahan pangan tersebut. Jadi terdapat potensi yang sangat besar untuk
pemanfaatan asap cair sebagai pengawet bahan makanan yang tidak berbahaya bagi kesehatan
manusia dengan harga yang lebih murah dan ramah lingkungan.

Jadi asap cair “Deorub” dapat menjadi lokomotif bagi industri lainnya karena mempunyai
kegunaan yang luas untuk dikembangkan menjadi bahan-bahan: pengawet pangan, alternatif
pengganti BBM, pupuk organik alami, pestisida dan herbisida alami, deodorizer (parfum),
antiseptik, kosmetik, farmasi/obat-obatan, dan lain-lain.

— oOo —
Sumber : http://www.technologyindonesia.com
*) Staf Peneliti Pusat Penelitian Karet – Balai Penelitian Sembawa, P.O. Box 1127, Palembang
30001,
Telp (0711) 361793, Fax (0711) 312182, HP 08127820526, e-mail: mohsolicin@vahoo.com

Anda mungkin juga menyukai