Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN VULNUS

PUNCTUM

NAMA : WIDHYA DESRIYANI, S.KEP


KELOMPOK : 1 (SATU)

MENGETAHUI

CI INSTITUSI CI LAHAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS DI FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI
2020
KONSEP DASAR MEDIK
A. Definisi
Vulnus atau luka adalah keadaan hilangnya atau terputusnya
kontinuitas jaringan (Mansjoer, 2001).
Luka adalah rusaknya kontinuitas atau kesatuan jaringan tubuh yang
biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan. Luka adalah
terganggunya intregitas normal dari kulit dan jaringan dibawahnya (Kozier,
1992).
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat
proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai
organ tertentu (Potter & Parry, 2005).
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk
masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil
pada kulit ,misalnya luka tusuk pisau. Menusuk dan arah tusukan (Arief
Mansjoer, 2000)
Vulnus Ictum (punctum) adalah luka kecil dengan dasar yang sukar
dilihat. Disebabkan oleh tertususuk paku atau benda yang runcing, lukanya
kecil, dasar sukar dilihat, tetapi pada luka ini kuman tetanus gampang masuk.
Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam
kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin
rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum
(luka tembus).
B. Etiologi
Menurut Arief Mansjoer (2000), luka tusuk dapat disebabkan oleh
a. Benda tajam dengan arah lurus pada kulit.
b. Suatu gerakan aktif maju yang cepat atau dorongan pada tubuh dengan
suatu alat yang ujung nya panjang
Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :
a. Lokasi anatomi injury
b. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang
digunakan (FKUI, 1995).
C. Patofisiologi
Vulnus punctum terjadi akibat penusukan benda tajam,sehingga
menyebabkan contuiniutas jaaringan terputus. Pada umumya respon tubuh
terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Dalam hal ini
ada peluang besar terjadinya infeksi hebat. Proses yang terjadi secara alamiah
bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :
a. Fase inflamsi atau “ lagphase “ berlangsung sampai 5 hari. Akibat
luka terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang.
Trombosit mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia
tertentu dan asam amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan
darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan khemotaksis
terhadap leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses penghentian
pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis
dan menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan
serotonin dan histamine yang menunggalkan peruseabilitas kapiler,
terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda
radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan
kotoran dan kuman.
b. Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3
minggu. Tersifat oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang
berasal dari sel-sel masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur,
mengkerut yang tidak perlu dihancurkan dengan demikian luka
mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas,
serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru yang membentuk jaringan
kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi.
Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi
dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang
rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi
berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah proses
pendewasaan penyembuhan luka.
c. Fase “ remodeling “ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan.
Dikatakan berahir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan
sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun
gatal.
D. Gambaran Klinik
Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat
(lokal) dan gejala umum (mengenai seluruh tubuh) (Arief Mansjoer, 2000).
a. Gejala Lokal :
1) Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Intensitas
atau derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada berat/luas
kerusakan ujung-ujung saraf dan lokasi luka
2) Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi luka, jenis
pembuluh darah yang rusak.
3) Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
4) Ganguan fungsi, fungdi anggota badan akan terganggu baik oleh
karena rasa nyeri atau kerusakan tendon.
b. Gejala umum :
Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat
penyulit/komplikasi yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau
perdarahan yang hebat.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah
lengkap untuk mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika terdapat
fraktur atau dicurigai terdapat benda asing (Kartika, 2011)
 Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Ht dan SDM
dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas tehadap
endothelium pembuluh darah.
 GDA
Penurunan PaO2/peningkatan PaCo2 mungkin terjadi pada retensi karbon
monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunana
ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.
 Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera
jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal, hipokalemi dapat
terjadi bila mulai dieresis, magnesium mungkin menurun.
 BUN/ keratin
Peninggian menunjukan penurunan perfusi ginjal, namun keratin dapat
meningkat karena cidera jaringan.
 Urin
Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada
urin sehubungan dengan mioglobulin.
 Bronkoskopi
Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi
edema, pendarahan, dan tukak pada saluran pernapasan.

 EKG
Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar
listrik.
F. Komplikasi
1. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan
tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi,
dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan
komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
3. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
4. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
G. Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan pada luka
1. Hemostasis : Mengontrol pendarahan akibat laserasi dengan cara
menekan luka dengan menggunakan balutan steril. Setelah
pendarahan reda, tempelkan sepotong perban perekat atau kasa diatas
luka laserasi sehingga memungkinkan tepi luka menutup dan bekuan
darah terbebtuk. Luka laserasi yang lebih serius harus di jahit oleh
dokter.
2. Pembersihan luka.
3. Factor pertumbuhan (penggunaan obat).
4. Perlindungan : Memberikan balutan steril atau bersih dan
memobilisasi bagian tubuh (potter & perry, 2005)
5. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan, berdasarkan kondisi
luka dan status imunisasi pasien.
- Penatalaksanaan pada pasien :
1. Penggunaan universal standar precaution.
2. Perhatikan kepatenan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
3. Melengkapi pengkajian survey primer dengan cara mengevaluasi
tingkat kesadaran pasien, ukuran, dan reaksi pupil.
4. Mengidentifikasi adanya luka lain yang mungki memerlukan
perawatan.
5. Mengontrol pendarahan dengan cara penekanan langsung pada area
luka, elevasi.
6. Mengidentifikasi adanya syok hemoragik.
7. Mengkaji status imunisasi tetanus pada pasien.
8. Menilai kondisi hipotermia, terutama pada saat kulit kehilangan
bagian yang luas (Kartika, 2011).
H. Pencegahan
1. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau
larutan antiseptic, misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia, logam
berat dan asam berat.
2. Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah
meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka,
menghindari terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis dan debris
(INETNA, 2004).
3. Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta
berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan
sembuh per sekundam atau per tertiam.
4. Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik
pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
5. Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan
antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan
antibiotik.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Data Dasar Pengkajian
Asuhan keperawatan merupakan aspek legal bagi seorang perawat
dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan kepada klien,
memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik
yang berlaku. (Boedihartono,1994)
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh. (Boedihartono 1994).
Pengkajian pasien menurut Marilynn E. Doenges, (1999) meliputi:
a. Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan
keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas.
b. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
c. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
d. Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
e. Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri
pada daerah cidera , kemerah-merahan.
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa tidur.
g. Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.

B. Penyimpangan KDM

Mekanik : benda tajam

Kerusakan intergritas
Traumatic jaringan
kulit

Terputusnya
Rusaknya barier pertahanan primer
kontinuitas jaringan

Terpapar lingkungan Kerusakan saraf


perifer

Risiko tinggi
Stimulasi neurotransmitter
infeksi
(histamine, prostaglandin,
bradikinin)

Nyeri akut Ansietas

Pergerakan terbatas

Gangguan mobilitas fisik Gangguan pola tidur

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien
yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Boedihartono, 1994).
a) Nyeri berhubungan dengan diskontuinitas jaringan.
b) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
c) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
d) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan.
e) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang
tidak adekuat.
D. Rencana Keperawatan (Intervensi)
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan. (Boedihartono 1994). Fokus intervensi di dasarkan oleh
diagnosa keperawatan yang muncul pada teori. (Carpenito L 2000)
a. Nyeri muncul akibat jaringan kulit , jaringan otot, jaringan saraf
terinfeksi oleh bakteri pathogen.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
KH :
1) pasien melaporkan reduksi nyeri dan hilangnya nyeri setelah tindakan
penghilang nyeri.
2) Pasien rileks.
3) Dapat istirahat / tidur dan ikut serta dalam aktifitas sesuai
kemampuan.
Intervensi :
1. Kaji tanda tada vital.
R/ mengetahui perkembangan klien
2. Lakukan ambulasi diri.
R/ mencegah adanya kekakuan otot
3. Ajarkan teknik distraksi dann relaksasi misalnya nafas dalam.
R/ mengurangi rasa nyeri
4. Berikan obat sesuai petunjuk.
R/ mempercepat proses penyembuhan
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
Tujuan : gangguan istirahat tidur teratasi
KH :
1) Mengatakan peningkatan rasa segar, tidak pucat, tidak ada lingkar
hitam pada mata.
2) Melaporkan perbaikan dalam pola tidur.
Intervensi:
1) Kaji penyebab nyeri / gangguan tidur.
R/ penyebab gangguan tidur dapat mempengaruhi pola tidur
2) Berikan posisi nyaman pada klien.
R/ memberi kenyamanan pada klien
3) Anjurkan minum hangat.
R/ memberi ketenangan pada klien.
4) Kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang.
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan kenyamanan pada
klien.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : mempertahankan mobilitas fisik
KH :
1) mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi atau bagian
tubuh yang terkena.
2) Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang di ajarkan.
3) Kemungkinan melakukan aktifitas.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal.
R/ kemampuan klien dapat menentukan seberapa berat gangguan
imobilisasi.
2) Bantu dalam aktifitas perawatan diri.
R/ membantu klien agar cepat sembuh.
3) Pantau respon pasien terhadap aktivitas. doenges, (2000:)
R/ respon pasien dapat membantu dalam proses imobilisasi
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan.
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
KH :
1) Bebas tanda tanda infeksi.
2) Mencapai penyembuhan luka tepat waktu
Intervensi :
1) Kaji / catat ukuran, warna keadaan luka, perhatikan daerah sekitar
luka.
R/ ukuran dan warna luka menentukan tingkat kerusakan kulit.
2) Ajarkan pemeliharaan luka secara aseptik.
R/ pemeliharaan aseptik membantu mempercepat penyembuhan.
3) Observasi tanda-tanda infeksi.
R/ tanda tanda infeksi menentukan sejauhmana kerusakan integritas
kulit.
e. Resiko infeksi sekunder berhubungan dengan pertahanan primer
tubuh yang tidak adekuat.
Tujuan : tidak terjadi infeksi lebih lanjut.
KH : Tidak terdapat tanda tanda infeksi lebih lanjut dengan luka bersih
tidak ada pus.
Intervensi :
1) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.
R/ kulit yang rusak menentukan proses penyembuhan.
2) Pantau suhu tubuh secara teratur.
R/ peningkat suhu tubuh dapat diakibatkan oleh adanya infeksi..
3) Berikan antibiotik secara teratur.
R/ mencegah perkembangan kuman secara cepat
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Amri. 2000. Traumatologi [online]. Dalam. Ilmu Kapita Selekta Ilmu
Kedokteran Forensik. Medan dalam http://luka tusuk porensik.com. Diakses
pada Selasa, 19 February 2013. Pukul 19:00 WITA.

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3.
Jakarta : EGC

Carpenito, lynda jual,2000. Diagnosa keperawatan. Jakarta : EGC

Doenges, Marylin. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

INETNA. 2004. Perawatan Luka. http://yosuapenta.mutiply.com/journal (online).


Diakses pada Selasa, 19 February 2013. Pukul 19:30 WITA.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapous.

Sumantri Bambang. 2012. Vulnus (luka).


http://mantrinews.blogspot.com/2012/02/vulnus-luka.html. (online). Diakses
pada Selasa, 19 February 2013. Pukul 19:30 WITA.
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN
OSTEOARTHRITIS

NAMA : WIDHYA DESRIYANI, S.KEP


KELOMPOK : 1 (SATU)

MENGETAHUI

CI INSTITUSI CI LAHAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS DI FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI
2020
KONSEP DASAR MEDIS

A. Defenisi
Osteorathritis merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan
kerussakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering
terkena OA (Sudoyo Aru dkk, 2009 dalam Nurarif dkk, 2015)
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat
kronik, berjalan progresif lambat, dan abrasi rawan sendi dan adanya gangguan
pembentukan tulang baru pada permukaan persendian.
Osteoartritis adalah bentuk atritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya
sedikit melampui separuh jumlah pasien arthritis.Osteoartritis adalah penyakit
peradangan sendi yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia
dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.
Osteoartritis juga dikenal dengan nama osteoartrosi , yaitu melemahnya tulang
rawan pada engsel yang dapat terjadi di engsel manapun di sekujur tubuh. Tapi
umumnya, penyakit ini terjadi pada siku tangan, lutut, pinggang dan pinggul.
B. Etiologi
Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung dari tulang yang
bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya. Permukaan halus tulang rawan ini
menjadi kasar dan menyebabkan iritasi. Jika tulang rawan ini sudah kasar seluruhnya,
akhirnya tulang akan bertemu tulang yang menyebabkan pangkal tulang menjadi rusak
dan gerakan pada sambungan akan menyebabkan nyeri dan ngilu.Beberapa faktor resiko
untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
2. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering
terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan
dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita
tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria
hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Riwayat Trauma sebelumnya
Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa mengakibatkanmalformasi
sendi yang akan meningkatkan resiko terjadinya osteoartritis. trauma berpengaruh
terhadap kartilago artikuler, ligamen ataupun menikus yang menyebabkan
biomekanika sendi menjadi abnormal dan memicu terjadinya degenerasi premature.
4. Pekerjaan
Osteoartritis lebih sering terjadi pada mereka yang pekerjaannnya sering memberikan
tekananan pada sendi-sendi tertentu. Jenis pekerjaan juga mempengaruhi sendi mana
yang cenderung terkena osteoartritis. sebagai contoh, pada tukang jahit, osteoartritis
lebih sering terjadi di daerah lutut, sedangkan pada buruh bangunan sering terjadi
pada daerah pinggang.
5. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak
hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga
dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Pada kondisi ini terjadi
peningkatan beban mekanis pada tulang dan sendi.
6. Faktor Gaya hidup
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup mampu
mengakibatkan seseorang mengalami osteoartritis. contohnya adalah kebiasaan
buruk merokok.Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam
darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat
pembentukan tulang rawan
7. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari
seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua
kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan
cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari
wanita tanpa osteoarthritis.
8. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih
jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia dari pada kaukasia. Osteoartritis
lebih sering dijumpai pada orang–orang Amerika asli (Indian) dari pada orang kulit
putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan
pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
C. Klasifikasi
Osteoartritis dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu, OA Primer dan OA sekunder.
OA primer disebut idiopatik, disebabkan karena adanya faktor genetik yaitu adanya
abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang
didasari oleh kelainan seperti kelainan endokrin, trauma, kegemukan, dan inflamasi.
D. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi
sendi.Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan
unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik
tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang
membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang
rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat
badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan
proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal
ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang
sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang
mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi
deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma
pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada
ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan
tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi
penyempitan ronggasendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya
hipertropi atau nodulus
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri sendi, keluhan utama dan cenderung memiliki onset yang perlahan.
2. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
3. Nyeri bertambah dengan aktifitas, membaik dengan istirahat , terasa paling nyeri pada
akhir , dan seiring dengan memburuknya penyakit, menjadi semakin parah, sampai
pada tahap dimana pergerakan minimal saja sudah menimbulkan rasa nyeri dan biasa
menganggu tidur
4. Kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang sepanjang hari
dengan periode istirahat.
5. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit
6. Pembesaran sendi (deformitas)
7. Perubahan gaya berjalan
8. Tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan , gangguan gerak, rasa hangat yang
merata dan warna kemerahan).
(Nurarif dkk, 2015)

Gambar : perbandingan sendi sehat dengan sendi yang terkena osteoarthritis


F. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk lebih mendukung adanya
Osteoartritis, antara lain sebagai berikut :
1. Foto polos sendi (Rontgent) menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi
sebagai penyempitan rongga sendi, destruksi tulang, pembentukan osteofit (tonjolan-
tonjolan kecil pada tulang), perubahan bentuk sendi, dan destruksi tulang.
2. Pemeriksaan cairan sendi dapat dijumpai peningkatan kekentalan cairan sendi.
3. Pemeriksaan artroskopi dapat memperlihatkan destruksi tulang rawan sebelum
tampak di foto polos.
4. Pemeriksaan Laboratorium: Osteoatritis adalah gangguan atritis local, sehingga tidak
ada pemeriksaan darah khusus untuk menegakkan diagnosis. Uji laboratorium
adakalanya dipakai untuk menyingkirkan bentuk-bentuk atritis lainnya. Faktor
rheumatoid bisa ditemukan dalam serum, karena factor ini meningkat secara normal
paa peningkatan usia. Laju endap darah eritrosit mungkin akan meningkat apabila ada
sinovitis yang luas.
G. Penatalaksanaan
1. Obat obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh
karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan.
Obat-obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus
mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses
patologis osteoartritis.
2. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang
baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian
tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan.
Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
3. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi
program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat
mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang
menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai
alat-alat pembantu karena factor-faktor psikologis.
5. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang
belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter
karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.
6. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi
pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang
sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan.Pada
sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai
sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator,
bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran
panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat
otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometric lebih
baik dari pada isotonic karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi
dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban
ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang
peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-
otot tersebut adalah penting.
7. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang
nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan
adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement
sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteoarthritis dapat terjadi apabila penyakit ini tidak
ditangani dengan serius. Terdapat dua macam komplikasi yaitu :
1. Komplikasi akut berupa, osteonekrosis, Ruptur Baker Cyst, Bursitis.
2. Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang terparah ialah
terjadi kelumpuhan.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi,
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan, malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan
pada sendi dan otot.
2. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3. Integritas Ego
- Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
- Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
- Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi,
misalnya ketergantungan pada orang lain.
4. Makanan / Cairan
- Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau
cairan adekuat mual, anoreksia.
- Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada
membran mukosa.
5. Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri, ketergantungan
pada orang lain.
6. Neurosensori
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi
7. Nyeri/kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan
jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari).
8. Keamanan
- Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
- Lesi kulit, ulkas kaki
- Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
- Demam ringan menetap
- Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9. Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran:
isolasi.
10. Penyuluhan/Pembelajaran
- Riwayat rematik pada keluarga
- Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa
pengujian.
- Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.
11. Pemeriksaan Diagnostik
- Reaksi aglutinasi: positif
- LED meningkat pesat
- protein C reaktif : positif pada masa inkubasi.
- SDP: meningkat pada proses inflamasi
- JDL: Menunjukkan ancaman sedang
- Ig (Igm & Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
- RO: menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi,
osteoporosis pada tulang yang berdekatan, formasi kista tulang, penyempitan
ruang sendi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d penurunan fungsi tulang, reaksi inflamasi
2. Nyeri kronis b.d reaksi inflamasi
3. Hambatan mobilitas fisik b.d kekauan sendi, kerusakan integritas struktur tulang
4. Deficit perawatan diri b.d penurunan fungsi tulang
5. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang penyakit
6. Gangguan pola tidur b.d ketidak mampuan mengontrol nyeri
7. Gangguan citra tubuh b.d deformitas tulang dan sendi
8. Intoleran aktivitas b.d kelumpuhan
9. Ansietas b.d koping tidak efektif
10. Resiko cedera b.d penurunan fungsi tulang
11. Resiko jatuh b.d hilangnya
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc, Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.

Anonim, (2016)www.goodnerscom.files.wordpress.com (Dikases tanggal 22 Mei 2017).


LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN PNEUMONIA

NAMA : WIDHYA DESRIYANI, S.KEP


KELOMPOK : 1 (SATU)

MENGETAHUI

CI INSTITUSI CI LAHAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS DI FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI
2020

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
KONSEP MEDIS

A. Definisi

Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru,merupakan penyakit yang

sering terjadi pada bayi dan masa kanak-kanak awal (Wong, 2008).

Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru. Pneumonia

disebabkan oleh satu atau lebih agens berikut : virus, bakteri (mikoplasma),

fungi, parasit, atau aspirasi zat asing (Betz & Sowden, 2009).

Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah

akut (ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan aden

infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi

asing,berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif

& Kusuma, 2013).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan pneumonia adalah salah

satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) dengan gejala

batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti

virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa

radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi.

B. Etiologi

Sebagian besar penyebab pnuomonia adalah mikroorganisme (virus,

bakteri), dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi

lambung ke dalam saluran pernafasan (aspirasi). Berbagai penyebab

pneumonia tersebut dikelompokan berdasarkan golongan umur, berat

ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi).

Mikroorganisme tersering sebagai penyebab pneumonia adalah virus terutama

Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%, sedangkan golongan

bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus Pneumoniae dan

Haemophilus Influenzae type B (Hib). Awalnya, mikroorganisme masuk

melalui percikan ludah (droplet), kemudian terjasi penyebaran

mikroorganisme dari saluran nafas bagian atas ke jaringan (parenkim) paru

dan sebagian kecil karena penyebaran melalui aliran darah

C. Tanda dan Gejala

Tanda –tanda klinis utama pneumonia menurut (Betz & Sowden, 2009)

meliputi hal-hal berikut :

1. Batuk

2. Dispnea

3. Takipea

4. Pucat, tampilan kehitaman,atau sianosis (biasanya tanda lanjut)

5. Melemah atau kehilangan suara nafas

6. Retaksi dinding toraks: interkostal, substernal, diafragma, atau

supraklavikula

7. Napas cuping hidung

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
8. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi

didekatnya)

9. Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang lebih

kecil)

10. Anak-anak yang lebih besar tidak nampak sakit

11. Demam

12. Ronchi

13. Sakit kepala

14. Sesak nafas

15. Menggigil

16. Berkeringat

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

a. Kulit yang lembab

b. Mual dan muntah

D. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1. Struktur Sistem Respirasi (Nurarif & Kusuma, 2013)

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
1. Anatomi

Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernafasan yaitu :

a. Nares Anterior

Adalah saluran-saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran

itu bermuara di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke

dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga) hidung.

Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang bersambung dengan

kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang

ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga

hidung (Syaifuddin, 2014).

b. Rongga Hidung

Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan

pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir

semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.

Daerah pernafasan dilapisi epitelium silinder dan sel spitel berambut

yang mengandung sel cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu membuat

permukaan nares basah dan berlendir. Di atas septum nasalis dan

konka, selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan di bawah. Tiga

tulang kerang (konka) yang diselaputi epitelium pernafasan, yang

menjorok dari dinding lateral hidung ke dalam rongga, sangat

memperbesar permukaan selaput lendir tersebut.

Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu

yang terdapat di dalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
lendir yang dilaluinya, udara menjadi hangat, dan karena penguapan

air dari permukaan selaput lendir, udara menjadi lembap (Syaifuddin,

2014).

c. Faring (tekak)

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak

sampai persambungannya dengan dengan esofagus pada ketinggian

tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang hidung (nasofaring),

di belakang mulut (orofaring) dan di belakang laring (faring-laringeal)

(Syaifuddin, 2014).

d. Laring (tenggorok)

Terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkannya

dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra

servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya.

Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama

oleh ligamen dan membran. Yang terbesar di antaranya ialah tulang

rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneus

yang dikenal sebagai jakun, yaitu sebelah depan leher. Laring terdiri

atas dua lempeng ataunlamina yang bersambung di garis tengah. Di

tepi atas terdapat lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak

dibawah tiroid, bentuknya seperti cincin mohor di sebelah belakang

(ini adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran

lengkap). Tulang rawan lainnya adalah kedua tulang rawan aritenoid

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
yang menjulang di sebelah belakang krikoid, kanan dan kiri tulang

rawan kuneiform kornikulata yang sangat kecil (Syaifuddin, 2014).

e. Trakea ( batang tenggorok)

Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter

panjangnya. Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian

vertebratorakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua

bronkus (bronki). Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh

lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang di ikat bersama

oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah

belakang trakea, selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Trakea

dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel

cangkir. Silia ini bergeak menuju ke atas ke arah laring, maka dengan

gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya yang larut masuk

bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.

f. Bronkus (cabang tenggorokan)

Bronkus merupakan lanjutan dari trakhea ada dua buah yang

terdapat pada ketinggian vertebratorakalis IV dan V mempunyai

struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama.

Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah

tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar

daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.

Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri

dari 9-12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
cabang, cabang yang paling kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada

bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli

(Syaifuddin, 2014).

g. Paru-paru

Paru-paru ada dua , dan merupakan alat pernafasan utama. Paru-

paru mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan

ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya

dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum. Paru-paru

adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di atas

dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar

leher. Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, diatas

diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh

iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi

belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang

menutupi sebagian sisi depan jantung.

2. Fisiologi

Menurut (Pearce, 2011) fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen

dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan

eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas,

oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat

berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.

Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang

memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
dipungut oleh haemoglobin sel darah merah dan di bawa ke jantung. Dari

sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan

paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini

hemoglobin 95% jenuh oksigen.

Didalam paru-paru CO2, salah satu hasil buangan metabolisme,

menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler-kapiler darah ke alveoli,

dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui

hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau

pernafasan eksterna :

1) Ventilasi Pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam

alveoli dengan udara luar

2) Arus darah melalui paru-paru

3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah

tepat dapat mencapai semua bagian tubuh

4) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2

lebih mudah berdifusi daripada O2.

Semua proses ini telah diatur sedemikian rupa sehingga darah yang

meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu

gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu

banyak CO2 dan terlampau sedikit O2 ; jumlah CO2 itu tidak dapat

dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini

merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2

dan memungut lebih banyak O2.

E. Patofisiologi

Pneumonia adalah hasil dari proliferasi patogen mikrobial di alveolar dan

respons tubuh terhadap patogen tersebut. Banyak cara mikroorganisme

memasuki saluran pernapasan bawah. Salah satunya adalah melalui aspirasi

orofaring. Aspirasi dapat terjadi pada kaum geriatri saat tidur atau pada

pasien dengan penurunan kesadaran. Melalui droplet yang teraspirasi banyak

patogen masuk. Pneumonia sangat jarang tersebar secara hematogen.

Faktor mekanis host seperti rambut nares, turbinasi dan arsitektur

trakeobronkial yang bercabang cabang mencegah mikroorganisme dengan

mudah memasuki saluran pernapasan. Faktor lain yang berperan adalah

refleks batuk dan refleks tersedak yang mencegah aspirasi. Flora normal juga

mencegah adhesi mikroorganisme di orofaring.

Saat mikroorganisme akhirnya berhasil masuk ke alveolus, tubuh masih

memiliki makrofag alveolar. Pneumonia akan muncul saat kemampuan

makrofag membunuh mikroorganisme lebih rendah dari kemampuan

mikroorganisme bertahan hidup. Makrofag lalu akan menginisiasi repons

inflamasi host. Pada saat ini lah manifestasi klinis pneumonia akan muncul.

Respons inflamasi tubuh akan memicu penglepasan mediator inflamasi

seperti IL (interleukin) 1 dan TNF ( Tumor Necrosis Factor) yang akan

menghasilkan demam. Neutrofil akan bermigrasi ke paru paru dan

menyebabkan leukositosis perifer sehingga meningkatkaan sekresi purulen.

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
Mediator inflamasi dan neutrofil akan menyebabkan kebocoran kapiler

alveolar lokal. Bahkan eritrosit dapat keluar akibat kebocoran ini dan

menyebabkan hemoptisis. Kebocoran kapiler ini menyebabkan penampakan

infiltrat pada hasil radiografi dan rales pada auskultasi serta hipoxemia akibat

terisinya alveolar.

Pada keadaan tertentu bakteri patogen dapat menganggu vasokonstriksi

hipoksik yang biasanya muncul pada alveoli yang terisi cairan hal ini akan

menyebabkan hipoksemia berat. Jika proses ini memberat dan menyebabkan

perubahan mekanisme paru dan volume paru dan shunting aliran darah

sehingga berujung pada kematian.

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
F. Pathway
Gambar 2.2 Pathway Pneumonia

Virus, Bakteri, Jamur


(penyebab)

Saluran napas dalam

Gg. Pembersihan di paru-paru

Radang bronkial

Radang / inflamasi pd bronkuse Hipertermi

↑ Produksi Mukus Kontraksi berlebih

Akumulasi Mukus Edema / Pembengkakan Hiperventilasi paru


pada mukosa / sekret

Timbul reaksi balik


Ketidakefektifan Atelektasis
bersihan jalan nafas
Pengeluaran energi
berlebih Hipoxemia
Intoleransi aktivitas

Kelelahan ↑kompensasi
frekwensi nafas

Anoreksia
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Ketidakefektifan pola nafas
kebutuhan tubuh

Sumber :
Nurarif & Kusuma, 2013

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Misnadiarly, 2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan

adalah :

1. Sinar X

Mengidenfikasi distribusi struktural (misal : lobar, bronchial), dapat juga

menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi

menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan

infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma sinar X

dada mungkin lebih bersih.

2. GDA

Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat

dan penyakit paru yang ada.

3. JDL Leukositosis

Biasanya ditemukan, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada

infeksi virus, kondisi tekanan imun.

4. LED Meningkat

5. Fungsi paru hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat

dan komplain menurun

6. Elektrolit Na dan CI mungkin rendah

7. Bilirubin meningkat

8. Aspirasi / biopsi jaringan paru

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
H. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut (Misnadiarly, 2008), kepada penderita yang penyakitnya tidak

terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal

di rumah. Penderita anak yang lebih besar dan penderita dengan sesak nafas

atau dengan penyakit jantung dan paru-paru lainnya, harus dirawat dan

antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu di berikan oksigen

tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.

Kebanyakan penderita akan memberikan respons terhadap pengobatan dan

keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.

Penatalaksanaan pada pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang

di tentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :

1. Oksigen 1-2L/menit

2. IVFD dekstrose 10% :Nacl 0,9% = 3: 1,+ KCI10 mEq/500 ml cairan

3. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi

4. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap

melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.

5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiikan inhalasi dengan salin

normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.

6. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Anti biotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia

community base:

1. Ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian

2. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
Untuk kasus pneumonia hospital base:

a. Sefaktosin 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

b. Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

I. Komplikasi

Menurut (Misnadiarly, 2008) komplikasi pada pneumonia yaitu :

1. Abses paru

2. Edusi pleural

3. Empisema

4. Gagal napas

5. Perikarditis

6. Meningitis

7. Atelektasis

8. Hipotensi

9. Delirium

10. Asidosis metabolik

11. Dehidrasi

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
J. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) diagnosa yang mungkin muncul adalah :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

2. Hipertemi

3. Ketidakefektifan pola nafas

4. Intoleransi aktivitas

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
6. Fokus Intervensi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan

sekret (Wong, 2008)

Tujuan : Mempertahankan jalan nafas dan sekret dapat keluar

Kriteria hasil : Pernafasan normal 50-60 x/menit

Intervensi:

a. Monitor tanda-tanda vital

b. Berikan suction sesuai indikasi

c. Beri posisi yang nyaman

d. Anjurkan untuk minum yang banyak

e. Kolaborasi terapi Nebulizer sesuai dengan ketentuan

2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (Wilkinson, 2007)

NOC :

a. suhu tubuh dalam rentang normal

b. nadi dan RR dalam rentang normal

c. tidak ada perubahan warna kulit

NIC :

a. monitor temperatur suhu tubuh

b. observasi TTV

c. anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak

d. berikan kompres pada lipatan axila dan paha

e. berikan antipiretik sesuai program tim medis

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia, mual, muntah (Nurarif & Kusuma, 2013)

Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil : Menunjukan BB stabil

Intervensi :

a. Kaji adanya alergi makanan

b. Monitor asupan nutrisi

c. Monitor adanya penurunan BB

d. Monitor tugor kulit

e. Monitor mual muntah

f. Berikan informasi tentang kebutuhan tubuh

g. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi obat

h. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit

4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan (Nurarif &

Kusuma, 2013)

NOC

a. Energi conversation

b. Activity tolerance

c. Self care : ADLs

Kriteria hasil:

a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan

tekanan darah, nadi, dan RR

b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
c. Tanda-tanda vital normal

NIC

Activity Therapy

a. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan

program terapi yang tepat.

b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

c. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan

kemampuam fisik, psikologi, dan sosial

d. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang di

perlukan untuk aktivitas yang di inginkan

e. Bantu untuk mendapatkan alat bantu dan aktivitas yang disukai

f. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitras yang di sukai

g. Bantu klien untuk membuat jadwal di waktu luang

5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi (Nurarif &

Kusuma, 2013)

NOC

a. Respiratory status : Ventilation

b. Respiratory status : Airway patency

Kriteria hasil :

a. Mendemostrasikan batuk efektif

b. Menunjukan jalan nafas yang paten

c. Tanda-tanda vital dsalam rentang normal

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
NIC

a. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift

b. Posisikan pasien memaksimalkan ventilasi

c. Lakukan fisioterapi data jika perlu

d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

e. Auskultrasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

f. Monitor respirasi dan status O2

Asuhan Keperawatan Pada..., Fitri Nur Khasanah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Anda mungkin juga menyukai