Anda di halaman 1dari 42

May

Makalah Karya Ilmiah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara
ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara
logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban
mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam
objek tulisan. Maka sudah selayaknyalah, jika tulisan ilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal
yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis orang lain. Jikapun, tulisan tersebut sudah pernah ditulis
dengan tema yang sama, tujuannya adalah sebagai upaya pengembangan dari tema terdahulu.
Disebut juga dengan penelitian lanjutan.

Ada banyak jenis karya ilmiah, diantaranya yaitu makalah, tesis, laporan penelitian dan lain-lain.
Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode
dan penggunaan bahasa. Sedangkan karangan non ilmiah adalah karangan yang tidak terikat pada
karangan baku.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Pengertian dari Karya Ilmiah

2. Apa-apa saja Ciri-ciri dari Karya Ilmiah

3. Apa-apa saja jenis-jenis dari Karya Ilmiah

4. Bagaimana tehnik menyusun Karya Ilmiah

5. Bagaimana Kode etik dalam penyusunan Karya Ilmiah

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Karya Ilmiah

2. Untuk mengetahui apa-apa saja ciri-ciri dari Karya Ilmiah

3. Untuk mengetahui apa-apa saja jenis-jenis dari Karya Ilmiah

4. Untuk mengetahui bagaimana tehnik menyusun Karya Ilmiah

5. Untuk mengetahui Kode etik dalam penyusunan Karya Ilmiah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Karya Ilmiah

Karya Ilmiah adalah karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil penelitian
ilmiah yang telah dilakukannya. Karya ilmiah juga biasa disebut karangan ilmiah. Menurut
Brotowidjoyo karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis
menurut metodolog penulisan yang baik dan benar.Menurut Pateda (1993 : 91 ) Karya ilmiah adalah
hasil pemikiran ilmiah pada suatu displin ilmu tertentu yang disusun secara matematis ilmiah, logis,
benar, bertanggungjawab, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Jadi, karya tulis ilmiah
bukan sekedar untuk mempertanggungjawabkan penggunaan sumber daya penelitian (uang, bahan,
alat) tetapi juga mempertanggungjawabkan penulisan karya ilmiah tersebut secara teknis dan
materi.

Hasil penulisan karya tulis ilmiah harus bersifat sistematis artinya disusun dalam suatu urutan yang
teratur Juga harus disusun secara logis dan benar. Oleh karena itu seorang penulis harus
mempunyai memiliki landasan teori yang kuat. Pertanggungjawaban ilmiah tidak hanya berkaitan
dengan penulisan (teknis). Penulisan karya tulis ilmiah harus memenuhi kaidah antara lain :

(1) penyebutan sumber tulisan yang jelas ;

(2) memenuhi kaidah penuliasan yang berkaitan dengan teknik kutip mengutip penulisan kata, frasa,
dan kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa yang baik dan benar.

B. Ciri-ciri Karya Ilmiah

Dalam karya ilmiah ada 4 aspek yang menjadi karakteristik utamanya, yaitu :

1. Struktur sajian

Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal (pendahuluan), bagian inti
(pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal merupakan pengantar ke bagian inti,
sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari
beberapa bab atau subtopik. Bagian penutup merupakan simpulan pokok pembahasan serta
rekomendasi penulis tentang tindak lanjut gagasan tersebut.

2. Komponen dan substansi

Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya ilmiah mengandung
pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal
mempersyaratkan adanya abstrak.

3. Sikap penulis

Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan menggunakan gaya
bahasa impersPonal, dengan banyak menggunakan bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti
orang pertama atau kedua.

4. Penggunaan bahasa

Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan
kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.

C. Jenis-Jenis Karya Ilmiah

Ada banyak macam jenis jenis karya ilmiah, diantaranya:

1. Makalah.

Makalah adalah karya ilmiah yang pembahasannya berdasarkan data lapangan yang bersifat empiris-
objektif. Makalah juga dapat berupa hasil penelitian yang disusun untk dibahas dalam pertemuan
ilmiah, seperti seminar atau lokakarya. Yang memiliki jumlah halaman yang paling sedikit 15-25
halaman. Makalah memiliki 3 bagian yaitu bagian awal, bagian inti, bagian akhir. Bagian awal terdiri
dari sampul, daftar isi, daftar tabel atau gambar (jika ada), bagian inti terdiri dari isi materi yang
hendak dibahas dalam makalah tersebut. Bagian inti memiliki latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penulisan makalah, pembahasan, kesimpulan, dan saran. Bagian akhir terdiri dari
daftar rujukan dan lampiran (jika ada).

2. Laporan Penelitian

Laporan menurut Tugino (dalam http://tugino230171.wordpress.com) ialah bentuk karangan yang


berisi rekaman kegiatan tentang suatu yang sedang dikerjakan, digarap, diteliti, atau diamati, dan
mengandung saran-saran untuk dilaksanakan. Laporan ini disampaikan dengan cara seobjektif
mungkin.

3. Artikel
Artikel adalah karya tulis yang dirancang untuk penerbitan jurnal ilmiah. Artikel ini ditulis secara
ringkas dan berisi hal-hal penting. Karena ringkas, maka ia tidak memiliki bab-bab. Artikel ilmiah
dapat berupa hasil penelitian atau gagasan konseptual. Dalam penulisannya terdapat perbedaan
masing-masingnya. Format penulisannya adalah sebagai berikut:

1) Artikel hasil penelitian

· Judul Artikel – Penulis – Absrak – Kata Kunci – Pendahuluan –Metode Penelitian –Hasil Penelitian –
Pembahasan – Kesimpulan dan Saran.

2) Artikel hasil gagasan/pemikiran:

· Judul, Penulis, Abstrak, Kata Kunci, Pendahuluan, Bagian Inti, Penutup, Daftar Rujukan, dan
lampiran

Menurut Pedoman Penulisan Usul Penelitian, Tesis, dan Artikel Ilmiah Program Pascasarjana
UNSOED (2008 : 85) artikel ilmiah adalah karya tulis yang dirancang untuk dimuat dalam jurnal
ilmiah atau buku kumpulan artikel ilmiah yang ditulis dengan tata cara ilmiah dan mengikuti
pedoman atau konvensi ilmiah. Artikel ilmiah dapat berupa hasil penelitian maupun gagasan ilmiah
(review). Hasil penelitian ataupun gagasan / pemikiran ilmiah akan lebih bermanfaat apabila telah
diaplikasikan ataupun disampaikan kepada publik. Jurnal ilmiah merupakan suatu sarana yang efektif
untuk mempublikasikan hasil penelitian bagi kalangan yang lebih luas atau publik.Artikel ilmiah
seyogyanya dirancang dengan menyesuaikan petunjuk penulisan jurnal yang dituju. Hampir semua
jurnal ilmiah mengeluarkan petunjuk /patokan yang harus diikuti jika ingin naskah kita dimuat di
dalamnya.Jumlah halaman artikel dalam jurnal biasanya dibatasi dan umumnya tidak lebih dari 15
halaman, sudah termasuk gambar dan tabel. Dengan demikian, hanya hal-hal yang sangat perlu saja
yang dapat dimuat dalam halaman yang jumlahnya terbatas tersebut. Kebanyakan jurnal tidak
menghendaki Tinjauan Pustaka (Literature Review). Hal-hal yang berkaitan dengan survei pustaka
dipadukan dalam Pendahuluan (Introduction Background). Pemilihan dan pemilahan menjadi amat
penting dalam penulisan artikel ilmiah. Dalam banyak kasus, metode dibuat seringkas-ringkasnya
oleh penulis.

4. Esai

Esai, adalah ekspresi tertulis dari opini penulisnya. Sebuah esai akan makin baik jika penulisnya
dapat menggabungkan fakta dengan imajinasi, pengetahuan dengan perasaan, tanpa
mengedepankan salah satunya. Tujuannya selalu sama, yaitu mengekspresikan opini, dengan kata
lain semuanya akan menunjukkan sebuah opini pribadi (opini penulis) sebagai analisa akhir.
Perbedaannya dengan tulisan yang lain, sebuah esai tidak hanya sekadar menunjukkan fakta atau
menceritakan sebuah pengalaman; ia menyelipkan opini penulis di antara fakta-fakta dan
pengalaman tersebut. Jadi intinya kita harus memiliki sebuah opini sebelum menulis esai.

5. Proposal Penelitian
Proposal penelitian atau disebut juga usulan penelitian adalah rencana penelitian yang
menggambarkan secara umum hal-hal yang akan diteliti dan cara penelitian itu dilaksanakan. Oleh
karena itu ada beberapa hal yang dikemukakan di dalam sebuah penelitian. Format usulan penelitian
dapat dibuat dalam beberapa alternatif seperti berikut:

a. Model I

Latar Belakang Masalah – Rumusan dan Batasan masalah – Tujuan Penelitian – Definisi
Operasional – Metode Penelitian

b. Model II

Latar Belakang Masalah – masalah penelitian – tinjauan kepustakaan – tujuan penelitian –


metode penelitian

c. Model III

Masalah dan tujuan penelitian –kerangka penelitian – rencana kegiatan penelitian –


kepustakaan

6. Skripsi

Skripsi merupakan karya tulis ilmiah berdasarkan hasil penelitian lapangan atau studi kepustakaan
yang disusun mahasiswa sesuai dengan bidang studinya sebagai tugas akhirdalam studi formalnya di
Fakultas.

Menurut UPI (dalam http://www.cs.upi.edu.com) Skripsi adalah karya tulis resmi akhir mahasiswa
dalam menyelesaikan Program Sarjana (S1). Skripsi menggambarkan kemampuan akademik
mahasiswa dalam merancang, melaksanakan dan menyusun laporan penelitian bidang studi (baik
pendidikan maupun non kependidikan). Skripsi ditulis berdasarkan pendapat (teori) orang lain.
Pendapat tersebut didukung data dan fakta empiris-objektif, baik berdasarkan penelitian langsung;
observasi lapanagn atau penelitian di laboratorium, atau studi kepustakaan. Skripsi menuntut
kecermatan metodologis hingga menggaransi kearah sumbangan material berupa penemuan
baru.Berbeda dengan pendapat di atas Tugino (dalam http://tugino230171.wordpress.com) skripsi
adalah karya tulis yang diajukan untuk mencapai gelar sarjana atau sarjana muda. Skripsi ditulis
berdasarkan studi pustaka atau penelitian bacaan, penyelidikan, observasi, atau penelitian lapangan
sebagai prasyarat akademis yang harus ditempuh, dipertahankan dan dipertanggungjawabkan oleh
penyusun dalam sidang ujian.

Tujuan dan Kegunaan Skripsi

Tujuan dan kegunaan skripsi yaitu menyajikan hasil-hasil temuan penelitian secara ilmiah yang
berguna bagi pengembangan ilmu dan atu kepentingan praktis administrasi negara dan komunikasi.

Karakteristik Skripsi

Skripsi yang disusun mahasiswa harus memiliki karakteristik sebagai berikut :

Merupakan hasil karya asli, bukan jiplakan bagi sebagian atau secara keseluruhan (dibuat
pernyataan di atas kertas segel bermaterai Rp. 6.000,00).

Mempunyai relevansi dengan Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Komunikasi.

Mempunyai manfaat teoritis atau praktis.

Sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan.

Menggunakan bahasa Indonesia yang baku, baik dan benar menurut Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD).

Persyaratan Penyusunan Skripsi

Untuk melakukan penyusunan skripsi, mahasiswa harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Telah lulus mata kuliah dengan beban studi 110 sks.

Nilai D tidak lebih dari 20% dan tidak ada nilai E.

Telah lulus mata kuliah Statistik Sosial bagi Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Metode
Penelitian Sosial dan Metode Penelitian Komunikasi bagi Program Studi Ilmu Komunikasi.

Memenuhi persyaratan administrasi keuangan yang telah ditentukan.

7. Tesis

Tesis adalah karya tulis ilmiah resmi akhir seorang mahasiswa dalam menyelesaikan Program
Magister (S2). Tesis merupakan bukti kemampuan yang bersangkutan dalam penelitian dan
pengembangan ilmu pada salah satu bidang keilmuan dalam Ilmu Pendidikan. Tesis mempunyai
tingkat pembahasan lebih dalam daripada skripsi. Pernyataan-pernyataan dan teori dalam tesis
didukung oleh argumen-argumen yang lebih kuat, jika dibandingkan dengan skripsi. Tesis ditulis
dengan bimbingan seorang dosen senior yang bertangungjawab dalam bidang studi tertentu.Tesis
berasal dari kata Thesis berarti pernyataan atau kesimpulan teoretis yang diajukan serta ditunjang
oleh argumentasi ilmiah dan referensi-referensi yang diakui secara ilmiah, yang dibuat oleh seorang
kandidat Magister. Tesis disusun oleh kandidat Magister secara mandiri pada akhir masa studi dan
merupakan salah satu syarat mencapai gelar Magister. (Panduan Tesis PSMP UNTAR, 2008:1).Tesis
atau Master Thesis ditulis bersandar pada metodologi; metodologi penelitian dan metodologi
penulisan. Standarnya digantungkan pada institusi, terutama pembimbing. Dengan bantuan
pembimbing, mahasiswa merencanakan (masalah), melaksanakan; menggunakan instrumen,
mengumpulkan dan menjajikan data, menganalisis, sampai mengambil kesimpulan dan
rekomendasi.Dalam penulisannya dituntut kemampuan dalam menggunakan istilah tehnis; dari
istilah sampai tabel, dari abstrak sampai bibliografi. Artinya, kemampuan mandiri sekalipun dipandu
dosen pembimbing menjadi hal sangat mendasar. Sekalipun pada dasarnya sama dengan skripsi,
tesis lebih dalam, tajam, dan dilakukan mandiri.

8. Disertasi

Disertasi adalah karya tulis ilmiah resmi akhir seorang mahasiswa dalammenyelesaikan Program S3
ilmu pendidikan. Disertasi merupakan bukti kemampuan yang bersangkutan dalam melakukan
penelitian yang berhubungan dengan penemuan baru dalam salah satu disiplin Ilmu Pendidikan.
Menurut Tugino (dalam http://tugino230171.wordpress.com) disertasi ialah karangan yang diajukan
untuk mencapai gelar doktor, yaitu gelar tertinggi yang diberikan oleh suatu univesitas. Penulisan
desertasi ini di bawah bimbingan promotor atau dosen yang berpangkat profesor, dan isinya
pembahasan masalah yang lebih kompleks dan lebih mendalam daripada persoalan dalam
tesis.Pencapaian gelar akademik tertinggi adalah predikat Doktor. Gelar Doktor (Ph.D) dimungkinkan
manakala mahasiswa (S3) telah mempertahankan disertasi dihadapan Dewan Penguji Disertasi yang
terdiri dari profesor atau Doktor dibidang masing-masing. Disertasi ditulis berdasarkan penemuan
(keilmuan) orisinil dimana penulis mengemukan dalil yang dibuktikan berdasarkan data dan fakta
valid dengan analisis terinci.Disertasi atau Ph.D Thesis ditulis berdasarkan metodolologi penelitian
yang mengandung filosofi keilmuan yang tinggi. Mahahisiswa (S3) harus mampu (tanpa bimbingan)
menentukan masalah, berkemampuan berpikikir abstrak serta menyelesaikan masalah praktis.
Disertasi memuat penemuan-penemuan baru, pandangan baru yang filosofis, tehnik atau metode
baru tentang sesuatu sebagai cerminan pengembangan ilmu yang dikaji dalam taraf yang tinggi.

D. Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah

Penulisan karya tulis ilmiah memerlukan persyaratan baik formal maupun materil. Persyaratan
formal menyangkut kebiasaan yang harus diikuti dalam penulisan; sedangkan persyaratan materiil
menyangkut isi tulisan. Sebuah tulisan akan mudah difahami dan menarik apabila isi dan cara
penulisannya memenuhi persyaratan dan kebiasaan urnum.
Dalam tulisan singkat ini akan digambarkan beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan oleh
penulis sebuah karya tulis ilmiah termasuk laporan penelitian.

Suatu karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil
penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi
kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah, antara lain untuk menyampaikan gagasan, memenuhi
tugas dalam studi, untuk mendiskusikan gagasan dalam suatu pertemuan, mengikuti perlombaan,
serta untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan/hasil penelitian.

Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah
secara sistematis, disajikan secara objektif dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta
didukung oleh fakta, teori, dan atau bukti-bukti empirik.

Terdapat berbagai jenis karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau
simposium , artikel jurnal, yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan
ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan
acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.

Karya ilmiah dapat berfungsi sebagai rujukan, untuk meningkatkan wawasan, serta
menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Bagi penulis, menulis karya ilmiah bermanfaat untuk
meningkatkan keterampilan membaca dan menulis, berlatih mengintegrasikan berbagai gagasan dan
menyajikannya secara sistematis, memperluas wawasan, serta memberi kepuasan intelektual, di
samping menyumbang terhadap perluasan cakrawala ilmu pengetahuan.

E. Etika Dan Kode Etik Penulisan Karya Ilmiah

Etika dan kode etik yang lazim ditumbuh budayakan dalam penulisan karya ilmiah harus diikuti. Hak
cipta dan paten dari segi hukum harus diikuti dan difahami dengan baik. Penulis harus memahami
etika penulisan karya ilmiah secara baik. Kode etik adalah norma-norma yang telah diterima dan
diakui oleh masyarakat dan citivitas akademik perlu diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah.
Norma ini berkaitan dengan pengutipan, perujukan, perijinan terhadap bahan yang digunakan, dan
penyebutan sumber data ataupun informan.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah, yaitu:

1. Istilah asing dicetak miring dan dituliskan dengan benar.

Misal: downlinknya –> downlink-nya.


2. Penggunaan kata “dimana”.

Misal:

…tehnik dimana digunakan (salah) ..tehnik yang digunakan (benar)

3. Sebaiknya tidak menggunakan kata ‘kita’,’saya’ (kata ganti orang) dalam karya ilmiah.

Misal:

..dapat kita asumsikan…(salah) …dapat diasumsikan …(benar)

4. Menggunakan kalimat pasif. Misal: dapat diasumsikan.

5. Persamaan diberi nomor sesuai bab dan urutan serta tidak dicetak tebal.

6. Gambar, tabel, persamaan, dan pernyataan/kutipan diberi sumber acuannya.

7. Kekonsistenan dalam penulisan.

Misal:

…perkembangan selular… (kalimat ke 2) …seluler…(kalimat ke 10)

8. Tulislah kata dengan lengkap. Misal: & –> dan yg –> yang

9. Singkatan diikuti kepanjangannya dan untuk kalimat berikutnya cukup singkatannya saja.

Misal: MU (mobile unit)… (kalimat ke 3)

…perawatan perangkat MU tidaklah terlalu sulit. (kalimat ke 10)

10. Gunakan EYD

Misal: bilangan 10,000 km –> 10.000 km

…didapat… –> …diperoleh… …terdiri dari…–> …terdiri atas

11. Penggunaan huruf besar di awal kalimat. Penempatan titik (.) dan koma (,) yang sesuai.

12. Ikuti tata cara/format penulisan karya ilmiah yang berlaku (yang dikeluarkan oleh institusi)

misal:> ukuran margin> ukuran kertas> jenis huruf

13. Cek penulisan sebelum diserahkan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa, karya ilmiah adalah
karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang telah
dilakukannya. Karya ilmiah juga biasa disebut karangan ilmiah yang disajikan secara fakta dan ditulis
menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Dalam penulisan karya ilmiah banyak aspek
yang mesti diketahui oleh calon pembuat karya ilmiah karena itu sangat berperan dengan hasil karya
ilmiah yang akan dibuat, Karya ilmiah mempunyai beberapa jenis seperti, makalah, kertas kerja,
skripsi, tesis, disertasi, artikel, esai, opini, dan fiksi.

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah, antara lain untuk menyampaikan gagasan, memenuhi
tugas dalam studi, untuk mendiskusikan gagasan dalam suatu pertemuan, mengikuti perlombaan,
serta untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan/hasil penelitian.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan, baik dari segi
penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga masih perlu ditambahkan.
Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kepada para pembaca makalah ini agar dapat
memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Hamdani, Mulya. 2010. pengertian karya ilmiah (http://www.capeds.co.cc/2010/04/pengertian-


karya-ilmiah.html). Diunduh pada tanggal 25 April 2016 pada pukul 09:30.

Sihombing, Rosmini. definisi karya ilmiah. (http://sihombingruben.blogspot.com/2010/03/definisi-


karya-ilmiah.html). Diunduh pada tanggal 25 April 2016 pada pukul 09:31

Nasirudin, Nurfadillah. Karya Tulis Ilmiah. (Dhiilah_Apriil Blog.html). Diunduh pada tanggal 25 April
2016 pada pukul 09:31

Diposting 2nd May 2016 oleh Al Mansur

Label: katya ilmiah Makalah makalah karya ilmiah

0 Tambahkan komentar

Makalah-Makalah

Klasik Kartu Lipat Majalah Mozaik Bilah Sisi Cuplikan Kronologis


May

Apa yang anda ketahui tentang Agama Islam

diambil dari google

Apa yang anda ketahui tentang Agama Islam :

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT melalui perantara Nabi Muhammad SAW.
Agama Islam adalah Agama yang benar adanya dan benar ajarannya. Ajaran ajaran yang ada di
dalam Agama Islam itu sejalan dengan kehidupan manusia, mengapa demikian? Agama Islam
mengajarkan kita untuk hidup bersih agar kita sehat, Agama Islam mengajarkan kita untuk saling
tolong menolong sesama manusia dan banyak lagi, nah dari situ dapat kita simpulkan bahwa jika kita
mengikuti ajaran tersebut maka hidup kita akan selamat dan tenteram.

Islam juga menurunkan wahyu nya kepada Nabi Muhammad SAW berupa Al-Qur’an, di dalam Al–
Qur’an itu banyak sekali rahasia rahasia Allah dan kalimat Allah yang indah. Nah di dalam Al-Qur’an
lah banyak terkandung ajaran Islam. Di dalam Al-Qur’an juga kita bisa mendapatkan banyak
pelajaran yang biasa di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan juga pelajaran pelajaran lainnya.
Kelogisan isi Al_Qur’an juga membuktikan bahwa Islam merupakan Agama yang benar, sebagai
contoh Isi Al-Qur’an di dalam surat Ar-Rahman ayat 19-20 dan surat Al Furqan artinya: ”Dia
membiarkan dua lautan mengalir yang kemudian bertemu , diantara kedua nya ada batas yang tidak
dilampaui masing-masing”. “ Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang
ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit, dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas
yang menghalangi”. Ayat Al-Qur’an tersebut terbukti secara Ilmiah yakni melalui penelitian oleh
Ilmuan Yacques_Yves Cousteau, pakar peneliti dunia bawah laut asal Mexico, penelitian yang ia
tekuni bahwa terdapat sungai di dalam lautan jadi akan ada bagian dari lautan yang
mempertemukan antara air tawar dan air asin. Sungai bawah laut tersebut terjadi karena terdapat
tekanan lapisan air. Contoh yang mudah saja yaitu Neil Amstrong mendegar suara adzan ketika ia di
bulan padahal di luar angkasa sana tidak bisa menangkap frekuensi suara dari bumi.

Dari kejadian tersebut kita dapat menyimbulkan bahwa Allah telah menunjukkan bukti
keberadaan nya dan meyakini agama Islam itu benar. Kita sebagai umat Islam patut bersyukur
karena kita telah berada di jalan da agama yang benar.

Diposting 2nd May 2016 oleh Al Mansur

1 Lihat komentar
Universitas Gunadarma14 Maret 2017 05.46

library.gunadarma.ac.id

Balas

May

Makalah Sejarah Perkembangan Hukum Islam

HUKUM ISLAM

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM

ISLAM DI INDONESIA

OLEH :

FIKRI ALMANSUR

ASRI EVANGGELINE SILALAHI

FALDI AHMAD JURIO

DIAN HARTINA

DWIKI WIRANTO

AHMAD DANIEL

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS RIAU

2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam, sangatlah penting untuk kita ketahui.
Selain untuk memperdalam pengetahuan kita tentang sejarah hukum Islam, namun yang paling
penting adalah bagaimana kita bisa memahami sumber dan dasar hukum Islam itu sendiri, karena
dengan mempelajari sejarah kita bisa merasakan betapa dekat dan besar perjuangan para ulama
dahulu terhadap perkembangan hukum Islam sekarang dengan menggali ilmu-ilmu yang
terkandung dalam al-Qur’an maupun Sunnah. Kita tidak bisa menutup mata terhadap sejarah, kalau
bukan karena ulama-ulama kita terdahulu yang mempelajari, mengajakan serta menulis buku-buku
tentang Islam atau sejarahnya, tidak mustahil kita tidak pernah merasakan manisnya hukum Islam
itu sendiri.

Adapun judul makalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah Sejarah Hukum Islam. Dimana
didalamnya membahas tentang perkembangan hukum Islam mulai pada zaman pra penjajahan
belanda sampai sekarang ini. Dimana setiap periode mempunyai karakter tersendiri yang berbeda
dengan periode-periode lainnya.

kami sebagai pemakalah mohon maaf, apa bila didalam makalah ini ada kesalahan baik dalam
pengutipan, penulisan dan penyusunannya, kemudian saya mengharapkan kritik dan saran dari
kawan-kawan sekalian terutama bapak pembimbing mata kuliah ini, demi untuk kesempurnaan
makalah ini. Akhirnya hanya kepada Allah-lah kita mengharap ridho dan hidayahnya, mudah-
mudahan makalah ini memberi manfaat bagi kta semua. Amiin.

B. Rumusan Masalah

Kami mengambil suatu rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perkembangan hukum islam di masa Prapenjajahan Belanda?

2. Bagaimanakah perkembangan hukum islam pada masa Penjajahan Belanda?

3. Bagaimanakah perkembangan hukum islam di masa Pendudukan Jepang?

4. Bagaimanakah perkembangan hukum islam pada masa Kemerdekaan (1945)?

5. Bagaimanakah perkembangan hukum islam pada masa Era Orde Lama dan Orde Baru?

6. Bagaimanakah perkembangan hukum islam pada masa Era Reformasi?


C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui perkembangan hukum islam di masa Prapenjajahan Belanda?

2. Untuk mengetahui perkembangan hukum islam pada masa Penjajahan Belanda?

3. Untuk mengetahui perkembangan hukum islam di masa Pendudukan Jepang?

4. Untuk mengetahui perkembangan hukum islam pada masa Kemerdekaan (1945)?

5. Untuk mengetahui perkembangan hukum islam pada masa Era Orde Lama dan Orde Baru?

6. Untuk mengetahui perkembangan hukum islam pada masa Era Reformasi?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Islam pada Masa Pra Penjajahan Belanda

Akar sejarah hukum Islam di kawasan nusantara menurut sebagian ahli sejarah dimulai pada abad
pertama hijriyah, atau pada sekitar abad ketujuh dan kedelapan masehi. Sebagai gerbang masuk ke
dalam kawasan nusantara, kawasan utara pulau Sumatera-lah yang kemudian dijadikan sebagai titik
awal gerakan dakwah para pendatang muslim. Secara perlahan, gerakan dakwah itu kemudian
membentuk masyarakat Islam pertama di Peureulak, Aceh Timur. Berkembangnya komunitas
muslim di wilayah itu kemudian diikuti oleh berdirinya kerajaan Islam pertama di Tanah air pada
abad ketiga belas. Kerajaan ini dikenal dengan nama Samudera Pasai. Ia terletak di wilayah Aceh
Utara.

Pengaruh dakwah Islam yang cepat menyebar hingga ke berbagai wilayah nusantara kemudian
menyebabkan beberapa kerajaan Islam berdiri menyusul berdirinya Kerajaan Samudera Pasai di
Aceh. Tidak jauh dari Aceh berdiri Kesultanan Malaka, lalu di pulau Jawa berdiri Kesultanan Demak,
Mataram dan Cirebon, kemudian di Sulawesi dan Maluku berdiri Kerajaan Gowa dan Kesultanan
Ternate serta Tidore.

Kesultanan-kesultanan tersebut sebagaimana tercatat dalam sejarah, itu tentu saja kemudian
menetapkan hukum Islam sebagai hukum positif yang berlaku. Penetapan hukum Islam sebagai
hukum positif di setiap kesultanan tersebut tentu saja menguatkan pengamalannya yang memang
telah berkembang di tengah masyarakat muslim masa itu. Fakta-fakta ini dibuktikan dengan adanya
literatur-literatur fiqh yang ditulis oleh para ulama nusantara pada sekitar abad 16 dan 17. Dan
kondisi terus berlangsung hingga para pedagang Belanda datang ke kawasan nusantara.
B. Hukum Islam pada Masa Penjajahan Belanda

Cikal bakal penjajahan Belanda terhadap kawasan nusantara dimulai dengan kehadiran Organisasi
Perdagangan Dagang Belanda di Hindia Timur, atau yang lebih dikenal dengan VOC. Sebagai sebuah
organisasi dagang, VOC dapat dikatakan memiliki peran yang melebihi fungsinya. Hal ini sangat
dimungkinkan sebab Pemerintah Kerajaan Belanda memang menjadikan VOC sebagai
perpanjangtangannya di kawasan Hindia Timur. Karena itu disamping menjalankan fungsi
perdagangan, VOC juga mewakili Kerajaan Belanda dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan.
Tentu saja dengan menggunakan hukum Belanda yang mereka bawa.

Dalam kenyataannya, penggunaan hukum Belanda itu menemukan kesulitan. Ini disebabkan
karena penduduk pribumi berat menerima hukum-hukum yang asing bagi mereka. Akibatnya, VOC
pun membebaskan penduduk pribumi untuk menjalankan apa yang selama ini telah mereka
jalankan.

Kaitannya dengan hukum Islam, dapat dicatat beberapa “kompromi” yang dilakukan oleh pihak
VOC, yaitu:

Dalam Statuta Batavia yag ditetapkan pada tahun 1642 oleh VOC, dinyatakan bahwa hukum
kewarisan Islam berlaku bagi para pemeluk agama Islam.

Adanya upaya kompilasi hukum kekeluargaan Islam yang telah berlaku di tengah masyarakat.
Upaya ini diselesaikan pada tahun 1760. Kompilasi ini kemudian dikenal dengan Compendium
Freijer.

Adanya upaya kompilasi serupa di berbagai wilayah lain, seperti di Semarang, Cirebon, Gowa
dan Bone.

Di Semarang, misalnya, hasil kompilasi itu dikenal dengan nama Kitab Hukum Mogharraer (dari
al-Muharrar). Namun kompilasi yang satu ini memiliki kelebihan dibanding Compendium Freijer,
dimana ia juga memuat kaidah-kaidah hukum pidana Islam.

Pengakuan terhadap hukum Islam ini terus berlangsung bahkan hingga menjelang peralihan
kekuasaan dari Kerajaan Inggris kepada Kerajaan Belanda kembali. Setelah Thomas Stanford Raffles
menjabat sebagai gubernur selama 5 tahun (1811-1816) dan Belanda kembali memegang kekuasaan
terhadap wilayah Hindia Belanda, semakin nampak bahwa pihak Belanda berusaha keras
mencengkramkan kuku-kuku kekuasaannya di wilayah ini. Namun upaya itu menemui kesulitan
akibat adanya perbedaan agama antara sang penjajah dengan rakyat jajahannya, khususnya umat
Islam yang mengenal konsep dar al-Islam dan dar al-harb. Itulah sebabnya, Pemerintah Belanda
mengupayakan ragam cara untuk menyelesaikan masalah itu. Diantaranya dengan (1) menyebarkan
agama Kristen kepada rakyat pribumi, dan (2) membatasi keberlakuan hukum Islam hanya pada
aspek-aspek batiniah (spiritual) saja.

Bila ingin disimpulkan, maka upaya pembatasan keberlakuan hukum Islam oleh Pemerintah Hindia
Belanda secara kronologis adalah sebagai berikut :
Pada pertengahan abad 19, Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan Politik Hukum yang Sadar;
yaitu kebijakan yang secara sadar ingin menata kembali dan mengubah kehidupan hukum di
Indonesia dengan hukum Belanda.

Atas dasar nota disampaikan oleh Mr. Scholten van Oud Haarlem, Pemerintah Belanda
menginstruksikan penggunaan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan pribumi
dalam hal persengketaan yang terjadi di antara mereka, selama tidak bertentangan dengan asas
kepatutan dan keadilan yang diakui umum. Klausa terakhir ini kemudian menempatkan hukum Islam
di bawah subordinasi dari hukum Belanda.

Atas dasar teori resepsi yang dikeluarkan oleh Snouck Hurgronje, Pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1922 kemudian membentuk komisi untuk meninjau ulang wewenang pengadilan agama di
Jawa dalam memeriksa kasus-kasus kewarisan (dengan alasan, ia belum diterima oleh hukum adat
setempat

Pada tahun 1925, dilakukan perubahan terhadap Pasal 134 ayat 2 Indische Staatsregeling (yang
isinya sama dengan Pasal 78 Regerringsreglement), yang intinya perkara perdata sesama muslim
akan diselesaikan dengan hakim agama Islam jika hal itu telah diterima oleh hukum adat dan tidak
ditentukan lain oleh sesuatu ordonasi.

Lemahnya posisi hukum Islam ini terus terjadi hingga menjelang berakhirnya kekuasaan Hindia
Belanda di wilayah Indonesia pada tahun 1942.

C. Hukum Islam pada Masa Pendudukan Jepang

Setelah Jendral Ter Poorten menyatakan menyerah tanpa syarat kepada panglima militer Jepang
untuk kawasan Selatan pada tanggal 8 Maret 1942, segera Pemerintah Jepang mengeluarkan
berbagai peraturan. Salah satu diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942, yang
menegaskan bahwa Pemerintah Jepag meneruskan segala kekuasaan yang sebelumnya dipegang
oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda. Ketetapan baru ini tentu saja berimplikasi pada tetapnya
posisi keberlakuan hukum Islam sebagaimana kondisi terakhirnya di masa pendudukan Belanda.

Meskipun demikian, Pemerintah Pendudukan Jepang tetap melakukan berbagai kebijakan untuk
menarik simpati umat Islam di Indonesia. Diantaranya adalah:

· Janji Panglima Militer Jepang untuk melindungi dan memajukan Islam sebagai agama
mayoritas penduduk pulau Jawa.

· Mendirikan Shumubu (Kantor Urusan Agama Islam) yang dipimpin oleh bangsa Indonesia
sendiri.

· Mengizinkan berdirinya ormas Islam, seperti Muhammadiyah dan NU.

· Menyetujui berdirinya Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) pada bulan oktober
1943.
· Menyetujui berdirinya Hizbullah sebagai pasukan cadangan yang mendampingi berdirinya
PETA.

· Berupaya memenuhi desakan para tokoh Islam untuk mengembalikan kewenangan


Pengadilan Agama dengan meminta seorang ahli hukum adat, Soepomo, pada bulan Januari 1944
untuk menyampaikan laporan tentang hal itu. Namun upaya ini kemudian “dimentahkan” oleh
Soepomo dengan alasan kompleksitas dan menundanya hingga Indonesia merdeka

Dengan demikian, nyaris tidak ada perubahan berarti bagi posisi hukum Islam selama masa
pendudukan Jepang di Tanah air. Namun bagaimanapun juga, masa pendudukan Jepang lebih baik
daripada Belanda dari sisi adanya pengalaman baru bagi para pemimpin Islam dalam mengatur
masalah-masalah keagamaan. Abikusno Tjokrosujoso menyatakan bahwa, Kebijakan pemerintah
Belanda telah memperlemah posisi Islam. Islam tidak memiliki para pegawai di bidang agama yang
terlatih di masjid-masjid atau pengadilan-pengadilan Islam. Belanda menjalankan kebijakan politik
yang memperlemah posisi Islam. Ketika pasukan Jepang datang, mereka menyadari bahwa Islam
adalah suatu kekuatan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan.

D. Hukum Islam pada Masa Kemerdekaan (1945)

Meskipun Pendudukan Jepang memberikan banyak pengalaman baru kepada para pemuka Islam
Indonesia, namun pada akhirnya, seiring dengan semakin lemahnya langkah strategis Jepang
memenangkan perang yang kemudian membuat mereka membuka lebar jalan untuk kemerdekaan
Indonesia, Jepang mulai mengubah arah kebijakannya. Mereka mulai “melirik” dan memberi
dukungan kepada para tokoh-tokoh nasionalis Indonesia. Dalam hal ini, nampaknya Jepang lebih
mempercayai kelompok nasionalis untuk memimpin Indonesia masa depan. Maka tidak
mengherankan jika beberapa badan dan komite negara, seperti Dewan Penasehat (Sanyo Kaigi) dan
BPUPKI (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) kemudian diserahkan kepada kubu nasionalis. Hingga Mei
1945, komite yang terdiri dari 62 orang ini, paling hanya 11 diantaranya yang mewakili kelompok
Islam. Atas dasar itulah, Ramly Hutabarat menyatakan bahwa BPUPKI “bukanlah badan yang
dibentuk atas dasar pemilihan yang demokratis, meskipun Soekarno dan Mohammad Hatta
berusaha agar aggota badan ini cukup representatif mewakili berbagai golonga dalam masyarakat
Indonesia”.

Perdebatan panjang tentang dasar negara di BPUPKI kemudian berakhir dengan lahirnya apa yang
disebut dengan Piagam Jakarta. Kalimat kompromi paling penting Piagam Jakarta terutama ada pada
kalimat “Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Menurut Muhammad Yamin kalimat ini menjadikan Indonesia merdeka
bukan sebagai negara sekuler dan bukan pula negara Islam.

Dengan rumusan semacam ini sesungguhnya lahir sebuah implikasi yang mengharuskan adanya
pembentukan undang-undang untuk melaksanakan Syariat Islam bagi para pemeluknya. Tetapi
rumusan kompromis Piagam Jakarta itu akhirnya gagal ditetapkan saat akan disahkan pada tanggal
18 Agustus 1945 oleh PPKI. Ada banyak kabut berkenaan dengan penyebab hal itu. Tapi semua versi
mengarah kepada Mohammad Hatta yang menyampaikan keberatan golongan Kristen di Indonesia
Timur. Hatta mengatakan ia mendapat informasi tersebut dari seorang opsir angkatan laut Jepang
pada sore hari taggal 17 Agustus 1945. Namun Letkol Shegeta Nishijima satu-satunya opsir AL Jepang
yang ditemui Hatta pada saat itu- menyangkal hal tersebut. Ia bahkan menyebutkan justru
Latuharhary yang menyampaikan keberatan itu. Keseriusan tuntutan itu lalu perlu dipertanyakan
mengingat Latuharhary bersama dengan Maramis, seorang tokoh Kristen dari Indonesia Timur
lainnya- telah menyetujui rumusan kompromi itu saat sidang BPUPKI.

Pada akhirnya, di periode ini, status hukum Islam tetaplah samar-samar. Isa Ashary mengatakan,
kejadian mencolok mata sejarah ini dirasakan oleh umat Islam sebagai suatu ‘permainan sulap’ yang
masih diliputi kabut rahasia…suatu politik pengepungan kepada cita-cita umat Islam.

Hukum Islam pada Masa Kemerdekaan Periode Revolusi Hingga Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli
1950. Selama hampir lima tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia memasuki masa-masa
revolusi (1945-1950). Menyusul kekalahan Jepang oleh tentara-tentara sekutu, Belanda ingin
kembali menduduki kepulauan Nusantara. Dari beberapa pertempuran, Belanda berhasil menguasai
beberapa wilayah Indonesia, dimana ia kemudian mendirikan negara-negara kecil yang dimaksudkan
untuk mengepung Republik Indonesia. Berbagai perundingan dan perjanjian kemudian dilakukan,
hingga akhirnya tidak lama setelah Linggarjati, lahirlah apa yang disebut dengan Konstitusi Indonesia
Serikat pada tanggal 27 Desember 1949.

Dengan berlakunya Konstitusi RIS tersebut, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku sebagai konstitusi
Republik Indonesia yang merupakan satu dari 16 bagian negara Republik Indonesia Serikat.

Konstitusi RIS sendiri jika ditelaah, sangat sulit untuk dikatakan sebagai konstitusi yang
menampung aspirasi hukum Islam. Mukaddimah Konstitusi ini misalnya, samasekali tidak
menegaskan posisi hukum Islam sebagaimana rancangan UUD 1945 yang disepakati oleh BPUPKI.
Demikian pula dengan batang tubuhnya, yang bahkan dipengaruhi oleh faham liberal yang
berkembang di Amerika dan Eropa Barat, serta rumusan Deklarasi HAM versi PBB.

Namun saat negara bagian RIS pada awal tahun 1950 hanya tersisa tiga negara saja RI, negara
Sumatera Timur, dan negara Indonesia Timur, salah seorang tokoh umat Islam, Muhammad Natsir,
mengajukan apa yang kemudian dikenal sebagai “Mosi Integral Natsir” sebagai upaya untuk melebur
ketiga negara bagian tersebut. Akhirnya, pada tanggal 19 Mei 1950, semuanya sepakat membentuk
kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 1945. Dan dengan demikian,
Konstitusi RIS dinyatakan tidak berlaku, digantikan dengan UUD Sementara 1950. Akan tetapi, jika
dikaitkan dengan hukum Islam, perubahan ini tidaklah membawa dampak yang signifikan. Sebab
ketidakjelasan posisinya masih ditemukan, baik dalam Mukaddimah maupun batang tubuh UUD
Sementara 1950, kecuali pada pasal 34 yang rumusannya sama dengan pasal 29 UUD 1945, bahwa
“Negara berdasar Ketuhanan yang Maha Esa” dan jaminan negara terhadap kebebasan setiap
penduduk menjalankan agamanya masing-masing. Juga pada pasal 43 yang menunjukkan
keterlibatan negara dalam urusan-urusan keagamaan. Kelebihan lain dari UUD Sementara 1950 ini
adalah terbukanya peluang untuk merumuskan hukum Islam dalam wujud peraturan dan undang-
undang. Peluang ini ditemukan dalam ketentuan pasal 102 UUD sementara 1950. Peluang inipun
sempat dimanfaatkan oleh wakil-wakil umat Islam saat mengajukan rancangan undang-undang
tentang Perkawinan Umat Islam pada tahun 1954. Meskipun upaya ini kemudian gagal akibat
“hadangan” kaum nasionalis yang juga mengajukan rancangan undang-undang Perkawinan Nasional.
Dan setelah itu, semua tokoh politik kemudian nyaris tidak lagi memikirkan pembuatan materi
undang-undang baru, karena konsentrasi mereka tertuju pada bagaimana mengganti UUD
Sementara 1950 itu dengan undang-undang yang bersifat tetap.

Perjuangan mengganti UUD Sementara itu kemudian diwujudkan dalam Pemilihan Umum untuk
memilih dan membentuk Majlis Konstituante pada akhir tahun 1955. Majelis yang terdiri dari 514
orang itu kemudian dilantik oleh Presiden Soekarno pada 10 November 1956.

Namun delapan bulan sebelum batas akhir masa kerjanya, Majlis ini dibubarkan melalui Dekrit
Presiden yang dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1959. Hal penting terkait dengan hukum Islam dalam
peristiwa Dekrit ini adalah konsiderannya yang menyatakan bahwa “Piagam Jakarta tertanggal 22
Juni menjiwai UUD 1945” dan merupakan “suatu kesatuan dengan konstitusi tersebut”. Hal ini tentu
saja mengangkat dan memperjelas posisi hukum Islam dalam UUD, bahkan menurut Anwar Harjono
lebih dari sekedar sebuah “dokumen historis”.

Namun bagaiamana dalam tataran aplikasi? Lagi-lagi faktor-faktor politik adalah penentu utama
dalam hal ini. Pengejawantahan kesimpulan akademis ini hanya sekedar menjadi wacana jika tidak
didukung oleh daya tawar politik yang kuat dan meyakinkan.

Hal lain yang patut dicatat di sini adalah terjadinya beberapa pemberontakan yang diantaranya
“bernuansakan” Islam dalam fase ini. Yang paling fenomenal adalah gerakan DI/TII yang dipelopori
oleh Kartosuwirjo dari Jawa Barat. Kartosuwirjo sesungguhnya telah memproklamirkan negara
Islamnya pada tanggal 14 Agustus 1945, atau dua hari sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia
pada 17 Agustus 1945. Namun ia melepaskan aspirasinya untuk kemudian bergabung dengan
Republik Indonesia. Tetapi ketika kontrol RI terhadap wilayahnya semakin merosot akibat agresi
Belanda, terutama setelah diproklamirkannya Negara boneka Pasundan di bawah kontrol Belanda, ia
pun memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tahun 1948. Namun pemicu konflik
yang berakhir di tahun 1962 dan mencatat 25.000 korban tewas itu, menurut sebagian peneliti, lebih
banyak diakibatkan oleh kekecewaan Kartosuwirjo terhadap strategi para pemimpin pusat dalam
mempertahankan diri dari upaya pendudukan Belanda kembali, dan bukan atas dasar apa yang
mereka sebut dengan “kesadaran teologis-politis”nya.

E. Hukum Islam di Era Orde Lama dan Orde Baru

Orde Lama adalah eranya kaum nasionalis dan komunis. Sementara kaum muslim di era ini perlu
sedikit merunduk dalam memperjuangkan cita-citanya. Salah satu partai yang mewakili aspirasi
umat Islam kala itu, Masyumi harus dibubarkan pada tanggal 15 Agustus 1960 oleh Soekarno,
dengan alasan tokoh-tokohnya terlibat pemberontakan (PRRI di Sumatera Barat). Sementara NU –
yang kemudian menerima Manipol Usdek-nya Soekarno[27]- bersama dengan PKI dan PNI kemudian
menyusun komposisi DPR Gotong Royong yang berjiwa Nasakom. Berdasarkan itu, terbentuklah
MPRS yang kemudian menghasilkan 2 ketetapan, salah satunya adalah tentang upaya unifikasi
hukum yang harus memperhatikan kenyataan-kenyataan umum yang hidup di Indonesia. Meskipun
hukum Islam adalah salah satu kenyataan umum yang selama ini hidup di Indonesia, dan atas dasar
itu Tap MPRS tersebut membuka peluang untuk memposisikan hukum Islam sebagaimana mestinya,
namun lagi-lagi ketidakjelasan batasan “perhatian” itu membuat hal ini semakin kabur. Dan peran
hukum Islam di era inipun kembali tidak mendapatkan tempat yang semestinya.
Menyusul gagalnya kudeta PKI pada 1965 dan berkuasanya Orde Baru, banyak pemimpin Islam
Indonesia yang sempat menaruh harapan besar dalam upaya politik mereka mendudukkan Islam
sebagaimana mestinya dalam tatanan politik maupun hukum di Indonesia. Apalagi kemudian Orde
Baru membebaskan bekas tokoh-tokoh Masyumi yang sebelumnya dipenjara oleh Soekarno. Namun
segera saja, Orde ini menegaskan perannya sebagai pembela Pancasila dan UUD 1945. Bahkan di
awal 1967, Soeharto menegaskan bahwa militer tidak akan menyetujui upaya rehabilitasi kembali
partai Masyumi.

Lalu bagaimana dengan hukum Islam? Meskipun kedudukan hukum Islam sebagai salah satu
sumber hukum nasional tidak begitu tegas di masa awal Orde ini, namun upaya-upaya untuk
mempertegasnya tetap terus dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh K.H. Mohammad Dahlan, seorang
menteri agama dari kalangan NU, yang mencoba mengajukan Rancangan Undang-undang
Perkawinan Umat Islam dengan dukunagn kuat fraksi-fraksi Islam di DPR-GR. Meskipun gagal, upaya
ini kemudian dilanjutkan dengan mengajukan rancangan hukum formil yang mengatur lembaga
peradilan di Indonesia pada tahun 1970. Upaya ini kemudian membuahkan hasil dengan lahirnya UU
No.14/1970, yang mengakui Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang berinduk
pada Mahkamah Agung. Dengan UU ini, dengan sendirinya menurut Hazairin, hukum Islam telah
berlaku secara langsung sebagai hukum yang berdiri sendiri.

Penegasan terhadap berlakunya hukum Islam semakin jelas ketika UU no. 14 Tahun 1989 tentang
peradilan agama ditetapkan. Hal ini kemudian disusul dengan usaha-usaha intensif untuk
mengompilasikan hukum Islam di bidang-bidang tertentu. Dan upaya ini membuahkan hasil saat
pada bulan Februari 1988, Soeharto sebagai presiden menerima hasil kompilasi itu, dan
menginstruksikan penyebarluasannya kepada Menteri Agama.

F. Hukum Islam di Era Reformasi

Soeharto akhirnya jatuh. Gemuruh demokrasi dan kebebasan bergemuruh di seluruh pelosok
Indonesia. Setelah melalui perjalanan yang panjang, di era ini setidaknya hukum Islam mulai
menempati posisinya secara perlahan tapi pasti. Lahirnya Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan semakin membuka peluang
lahirnya aturan undang-undang yang berlandaskan hukum Islam. Terutama pada Pasal 2 ayat 7 yang
menegaskan ditampungnya peraturan daerah yang didasarkan pada kondisi khusus dari suatu
daerah di Indonesia, dan bahwa peraturan itu dapat mengesampingkan berlakunya suatu peraturan
yang bersifat umum.

Lebih dari itu, disamping peluang yang semakin jelas, upaya kongkrit merealisasikan hukum Islam
dalam wujud undang-undang dan peraturan telah membuahkan hasil yang nyata di era ini. Salah
satu buktinya adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Qanun Propinsi Nangroe Aceh
Darussalam tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Nomor 11 Tahun 2002.

Dengan demikian, di era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi sistem hukum Islam untuk
memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita dapat melakukan langkah-langkah
pembaruan, dan bahkan pembentukan hukum baru yang bersumber dan berlandaskan sistem
hukum Islam, untuk kemudian dijadikan sebagai norma hukum positif yang berlaku dalam hukum
Nasional kita.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdarasrakan uraian dan penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa para sahabat dan
ulama’-ulama terdahulu banyak berperan dalam proses perkembangan islam di Indonesia ini.
Gerakan dakwah yang tak kenal lelah serta sikapnya yang mampu membaur dengan masyarakat dan
mengakulturasikan antara budaya pribumi dengan ajaran dan Syariat Islam membuat kiprah dakwah
mereka berhasil.

Selain itu, sejarah perkembangan hukum islam di Indonesia telah melalui masa yang tidak
sebentar karena telah melalui beberapa priode sejak Pra penjajahan belanda dan seterusnya hingga
sekarang. Oleh karena itu kita harus menjaga hasil dari pemikiran-pemikiran para pendahulu kita
yang mana pemikiran mereka tidak dilakukan dengan sembarangan melaikan dengan ijtihad yang
tidak mudah. Selain itu sekarang sudah banyak pemikiran-pemikiran yang sangat ekstrim sehingga
kita harus berhati-hati akan pemikiran tersebut agar nanti kita tidak terjerumus ke dalam pemikiran
yang sesat itu.

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami buat, mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan
apabila ada pihak merasa tersinggung kami selaku penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Apabila ada kebaikan dan manfaat dalam tulisan ini maka itu datangnya dari Allah SWT dan apa bila
ada salah ketik atau kekurangan dalam tulisan ini maka itu datangnya dari diri kami sendiri ( Al-
insaanu makanul khoto’ wa annisyaan ).

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ali, Muhammad Daud. 2004. Hukum Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
[2] Dani, Dyla R. 2013. Sejarah Perkembangan dan Pertumbuhan Hukum Islam.
(http://cakupanhukum.blogspot.com/2013/05/sejarah-perkembangan-dan-pertumbuhan.html)
diunduh pada tanggal 28 April 2016 pada pukul 11:00 WIB.

[3] Forus. 2012. Sejarah Perkembangan Hukum Islam. (http://forus-


jaw.blogspot.com/2012/10/sejarah-perkembangan-hukum-islam_30.html) diunduh pada tanggal 28
April 2016 pada pukul 11:00 WIB.

Diposting 2nd May 2016 oleh Al Mansur

0 Tambahkan komentar

May

Makalah Sejarah Bahasa Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa
mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Pentingnya bahasa indonesia sebagai
identitas bangsa Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan manusia terhadap
pemakaian bahasa dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Hanya dengan bahasa, manusia
dapat membuat sesuatu terasa nyata dan terungkap. Untuk memperdalam mengenai Sejarah,
fumgsi dan kedudukan Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana perkembangannya
sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa pemersatu dari berbagai suku dan adat-istiadat
yang beranekaragam yang ada di Indonesia, yang termasuk kita di dalamnya. Maka dari itu melalui
laporan ini penulis ingin menyampaikan sejarah tentang perkembangan bahasa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah
sebagai berikut :

Bagaimana sejarah perkembangan Bahasa Indonesia?

Apa Fungsi Bahsa Indonesia?


Bagaimana Kedudukan Bahasa Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia

Untuk mengetahui Fungsi Bahasa Indonesia

Untuk Mengetahui Bagaimana kedudukan bahasa Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia
dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai
berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.

Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa
Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang dari abad
ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa
kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20.
Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928,
untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.
Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang
digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun
penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia
bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan
salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia
kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek
Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di
perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai
forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua
warga Indonesia.

Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting
untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Berikut ini
akan dijelaskan fase sejarah bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia :

a. Masa lalu sebagai bahasa Melayu

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-
bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-
abad awal penanggalan modern.

Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera,
mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari wilayah ini,
berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu
atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat
di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan
dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan
menjadi beragam.

Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada
abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara geografis semula hanya
mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau Sumatera.
Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari
wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau
tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.

Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan Sriwijaya dan
masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan masyarakat pendukungnya yang mundur
ke pedalaman berasimilasi ke dalam masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu (suku Melayu
Minangkabau) yang merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas
hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam prasasti
Keping Tembaga Laguna.

Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o" seperti Melayu
Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung Malaka dalam
Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya Semenanjung Medini.

Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (= Hujung Medini) dan
lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah
Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka (= Semenanjung Malaysia)
yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi nyatalah bahwa istilah
Melayu itui berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah Semenanjung
Malaka berlogat "e".

Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora
sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari
pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari
pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di
Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang semuanya
berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.

Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut adalah nenek
moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya istilah Melayu kemudian
mengalami perluasan makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan
kepulauan Nusantara.

Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi nenek moyang
penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto Melayu
(Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun masa
yang panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu sebagai
etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya di
dalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur etnis.

M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan menjelaskan sebagai berikut:
"Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi seperti kebanyakan puak-
puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa,
Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa Komunitas
keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak Melayu

Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa
Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera bagian
selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman
dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan
bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di
Pulau Jawa dan Pulau Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca
masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay
atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak
disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di
sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires,
menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa.
Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri
paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa
Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-
12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata
Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini.
Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi
dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak
memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu,
sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di
bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga
awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari
bahasa ini.

Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu,
akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat
diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan
sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.

Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19
menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di
"dunia timur".[12] Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan
temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara
bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses
pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon,
dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa
Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah
dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir
abad ke-19).[13] Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para
peneliti bahasa.

Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor
(pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat
dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa
internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan
jelas.

Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu
yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa
Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan
sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata
pinjaman

b. Bahasa Indonesia

Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk
membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para
pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah
memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa.
Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya
sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara
perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.

Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Pada
tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun
1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi
ejaan Wilkinson Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun
1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi
Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910
komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan
membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah.
Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan
Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres
Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan, "Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang
ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat
laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."

Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh


sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir
Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi
dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.

2.2 Fungsi Bahasa Indonesia

Fungsi bahasa dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu fungsi bahasa secara umum dan secara khusus.

Dalam literatur bahasa, dirumuskannya fungsi bahasa secara umum bagi setiap orang adalah :

1. Sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri.

Mampu mengungkapkan gambaran,maksud ,gagasan, dan perasaan. Melalui bahasa kita dapat
menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam hati dan pikiran kita. Ada 2 unsur
yang mendorong kita untuk mengekspresikan diri, yaitu:

a. Agar menarik perhatian orang lain terhadap diri kita.

b. Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.


2. Sebagai alat komunikasi.

Bahasa merupakan saluran maksud seseorang, yang melahirkan perasaan dan memungkinkan
masyarakat untuk bekerja sama. Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai komunikasi,berarti memiliki tujuan agar para pembaca atau
pendengar menjadi sasaran utama perhatian seseorang. Bahasa yang dikatakan komunikatif karena
bersifat umum. Selaku makhluk sosial yang memerlukan orang lain sebagai mitra berkomunikasi,
manusia memakai dua cara berkomunikasi, yaitu verbal dan non verbal. Berkomunikasi secara verbal
dilakukan menggunakan alat/media bahsa (lisan dan tulis), sedangkan berkomunikasi cesara non
verbal dilakukan menggunakan media berupa aneka symbol, isyarat, kode, dan bunyi seperti tanda
lalu lintas,sirene setelah itu diterjemahkan kedalam bahasa manusia.

3. Sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial.

Pada saat beradaptasi dilingkungan sosial, seseorang akan memilih bahasa yang digunakan
tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Seseorang akan menggunakan bahasa yang non
standar pada saat berbicara dengan teman- teman dan menggunakan bahasa standar pada saat
berbicara dengan orang tua atau yang dihormati. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa
memudahkan seseorang untuk berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa.

4. Sebagai alat kontrol Sosial.

Yang mempengaruhi sikap, tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Kontrol sosial dapat
diterapkan pada diri sendiri dan masyarakat, contohnya buku- buku pelajaran, ceramah agama, orasi
ilmiah, mengikuti diskusi serta iklan layanan masyarakat. Contoh lain yang menggambarkan fungsi
bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam
rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah
kita.

Fungsi bahasa secara khusus :

1. Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari- hari.

Manusia adalah makhluk sosial yang tak terlepas dari hubungan komunikasi dengan makhluk
sosialnya. Komunikasi yang berlangsung dapat menggunakan bahasa formal dan non formal.

2. Mewujudkan Seni (Sastra).

Bahasa yang dapat dipakai untuk mengungkapkan perasaan melalui media seni, seperti syair,
puisi, prosa dll. Terkadang bahasa yang digunakan yang memiliki makna denotasi atau makna yang
tersirat. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang mendalam agar bisa mengetahui makna yang
ingin disampaikan.
3. Mempelajari bahasa- bahasa kuno.

Dengan mempelajari bahasa kuno, akan dapat mengetahui peristiwa atau kejadian dimasa
lampau. Untuk mengantisipasi kejadian yang mungkin atau dapat terjadi kembali dimasa yang akan
datang, atau hanya sekedar memenuhi rasa keingintahuan tentang latar belakang dari suatu hal.
Misalnya untuk mengetahui asal dari suatu budaya yang dapat ditelusuri melalui naskah kuno atau
penemuan prasasti-prasasti.

4. Mengeksploitasi IPTEK.

Dengan jiwa dan sifat keingintahuan yang dimiliki manusia, serta akal dan pikiran yang sudah
diberikan Tuhan kepada manusia, maka manusia akan selalu mengembangkan berbagai hal untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia akan selalu
didokumentasikan supaya manusia lainnya juga dapat mempergunakannya dan melestarikannya
demi kebaikan manusia itu sendiri.

2.1.1 Kedudukan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum didalam :

1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “ Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

2. Undang- Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambing Negara, serta Lagu
Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.

Maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai :

1. Bahasa Nasional

Kedudukannya berada diatas bahasa- bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa
Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 menegaskan bahwa
dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :

· Lambang kebanggaan Nasional.

Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai- nilai sosial budaya
luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus
bangga, menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan terhadap bahasa
Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus
bangga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.

· Lambang Identitas Nasional.

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia.
Berarti bahasa Indonesia akan dapat mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan
watak sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak
tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa
Indonesia yang sebenarnya.

· Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan
bahasanya.

Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial
budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan
rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi
hidupnya, karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku
lain. Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas
suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing.
Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa
daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.

· Alat penghubung antarbudaya antardaerah.

Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa
Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah,
segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, dan kemanan mudah diinformasikan kepada warga. Apabila arus informasi
antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan seseorang. Apabila
pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.

2. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)

Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa
negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai :

· Bahasa resmi kenegaraan.


Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah digunakannya bahasa
Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu bahasa Indonesia
digunakan dalam segala upacara, peristiwa serta kegiatan kenegaraan.

· Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan.

Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari
taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Untuk memperlancar kegiatan belajar
mengajar, materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal
ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing. Apabila hal ini
dilakukan, sangat membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu
pengetahuan dan teknolologi (iptek).

· Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintah.

Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi
kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi
dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi
atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.

· Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta
teknologi modern.

Kebudayaan nasional yang beragam yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula.
Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-
majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan
ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat
lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat disimpullkan dari makalah ini, bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Bahasa
melayu dipilih sebagai bahasa pemersatu (bahasa Indonesia) karena :

Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa
perdangangan.

Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal
tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).

Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional

Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti
yang luas.

3.2 Saran

Bahasa Indonesia yang kita ketahui sebagai mana dari penjelasan terdahulu memiliki banyak
rintangan dan kendala untuk mewujudkan menjadi bahasa pemersatu, bahasa nasional, bahasa
Indonesia. Sehingga kita sebagai generasi penerus mampu untuk membina, mempertahankan
bahasa Indonesia ini, agar tidak mengalami kemerosotan dan diperguna dengan baik oleh pihak luar.

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia, 2016, Sejarah Bahasa Indonesia, https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia,


diakses pada Senin, 21 Maret 2016 pukul 9:31

Azenismail, 2010 , Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia,


https://azenismail.wordpress.com/2011/09/29/fungsi-dan-kedudukan-bahasa-indonesia , diakses
pada Senin, 21 Maret 2016 pukul 9:33

Diposting 2nd May 2016 oleh Al Mansur

0 Tambahkan komentar

May

2
Makalah Karya Ilmiah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara
ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara
logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban
mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam
objek tulisan. Maka sudah selayaknyalah, jika tulisan ilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal
yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis orang lain. Jikapun, tulisan tersebut sudah pernah ditulis
dengan tema yang sama, tujuannya adalah sebagai upaya pengembangan dari tema terdahulu.
Disebut juga dengan penelitian lanjutan.

Ada banyak jenis karya ilmiah, diantaranya yaitu makalah, tesis, laporan penelitian dan lain-lain.
Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode
dan penggunaan bahasa. Sedangkan karangan non ilmiah adalah karangan yang tidak terikat pada
karangan baku.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Pengertian dari Karya Ilmiah

2. Apa-apa saja Ciri-ciri dari Karya Ilmiah

3. Apa-apa saja jenis-jenis dari Karya Ilmiah

4. Bagaimana tehnik menyusun Karya Ilmiah

5. Bagaimana Kode etik dalam penyusunan Karya Ilmiah

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Karya Ilmiah

2. Untuk mengetahui apa-apa saja ciri-ciri dari Karya Ilmiah

3. Untuk mengetahui apa-apa saja jenis-jenis dari Karya Ilmiah


4. Untuk mengetahui bagaimana tehnik menyusun Karya Ilmiah

5. Untuk mengetahui Kode etik dalam penyusunan Karya Ilmiah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Karya Ilmiah

Karya Ilmiah adalah karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil
penelitian ilmiah yang telah dilakukannya. Karya ilmiah juga biasa disebut karangan ilmiah. Menurut
Brotowidjoyo karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis
menurut metodolog penulisan yang baik dan benar.Menurut Pateda (1993 : 91 ) Karya ilmiah adalah
hasil pemikiran ilmiah pada suatu displin ilmu tertentu yang disusun secara matematis ilmiah, logis,
benar, bertanggungjawab, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Jadi, karya tulis ilmiah
bukan sekedar untuk mempertanggungjawabkan penggunaan sumber daya penelitian (uang, bahan,
alat) tetapi juga mempertanggungjawabkan penulisan karya ilmiah tersebut secara teknis dan
materi.

Hasil penulisan karya tulis ilmiah harus bersifat sistematis artinya disusun dalam suatu urutan yang
teratur Juga harus disusun secara logis dan benar. Oleh karena itu seorang penulis harus
mempunyai memiliki landasan teori yang kuat. Pertanggungjawaban ilmiah tidak hanya berkaitan
dengan penulisan (teknis). Penulisan karya tulis ilmiah harus memenuhi kaidah antara lain :

(1) penyebutan sumber tulisan yang jelas ;

(2) memenuhi kaidah penuliasan yang berkaitan dengan teknik kutip mengutip penulisan kata,
frasa, dan kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa yang baik dan benar.

B. Ciri-ciri Karya Ilmiah

Dalam karya ilmiah ada 4 aspek yang menjadi karakteristik utamanya, yaitu :

1. Struktur sajian

Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal (pendahuluan), bagian
inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal merupakan pengantar ke bagian inti,
sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari
beberapa bab atau subtopik. Bagian penutup merupakan simpulan pokok pembahasan serta
rekomendasi penulis tentang tindak lanjut gagasan tersebut.

2. Komponen dan substansi


Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya ilmiah
mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat
dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.

3. Sikap penulis

Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan menggunakan gaya
bahasa impersPonal, dengan banyak menggunakan bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti
orang pertama atau kedua.

4. Penggunaan bahasa

Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan
kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.

C. Jenis-Jenis Karya Ilmiah

Ada banyak macam jenis jenis karya ilmiah, diantaranya:

1. Makalah.

Makalah adalah karya ilmiah yang pembahasannya berdasarkan data lapangan yang bersifat
empiris-objektif. Makalah juga dapat berupa hasil penelitian yang disusun untk dibahas dalam
pertemuan ilmiah, seperti seminar atau lokakarya. Yang memiliki jumlah halaman yang paling sedikit
15-25 halaman. Makalah memiliki 3 bagian yaitu bagian awal, bagian inti, bagian akhir. Bagian awal
terdiri dari sampul, daftar isi, daftar tabel atau gambar (jika ada), bagian inti terdiri dari isi materi
yang hendak dibahas dalam makalah tersebut. Bagian inti memiliki latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penulisan makalah, pembahasan, kesimpulan, dan saran. Bagian akhir
terdiri dari daftar rujukan dan lampiran (jika ada).

2. Laporan Penelitian

Laporan menurut Tugino (dalam http://tugino230171.wordpress.com) ialah bentuk karangan yang


berisi rekaman kegiatan tentang suatu yang sedang dikerjakan, digarap, diteliti, atau diamati, dan
mengandung saran-saran untuk dilaksanakan. Laporan ini disampaikan dengan cara seobjektif
mungkin.

3. Artikel

Artikel adalah karya tulis yang dirancang untuk penerbitan jurnal ilmiah. Artikel ini ditulis secara
ringkas dan berisi hal-hal penting. Karena ringkas, maka ia tidak memiliki bab-bab. Artikel ilmiah
dapat berupa hasil penelitian atau gagasan konseptual. Dalam penulisannya terdapat perbedaan
masing-masingnya. Format penulisannya adalah sebagai berikut:

1) Artikel hasil penelitian

· Judul Artikel – Penulis – Absrak – Kata Kunci – Pendahuluan –Metode Penelitian –Hasil
Penelitian – Pembahasan – Kesimpulan dan Saran.

2) Artikel hasil gagasan/pemikiran:

· Judul, Penulis, Abstrak, Kata Kunci, Pendahuluan, Bagian Inti, Penutup, Daftar Rujukan, dan
lampiran

Menurut Pedoman Penulisan Usul Penelitian, Tesis, dan Artikel Ilmiah Program Pascasarjana
UNSOED (2008 : 85) artikel ilmiah adalah karya tulis yang dirancang untuk dimuat dalam jurnal
ilmiah atau buku kumpulan artikel ilmiah yang ditulis dengan tata cara ilmiah dan mengikuti
pedoman atau konvensi ilmiah. Artikel ilmiah dapat berupa hasil penelitian maupun gagasan ilmiah
(review). Hasil penelitian ataupun gagasan / pemikiran ilmiah akan lebih bermanfaat apabila telah
diaplikasikan ataupun disampaikan kepada publik. Jurnal ilmiah merupakan suatu sarana yang efektif
untuk mempublikasikan hasil penelitian bagi kalangan yang lebih luas atau publik.Artikel ilmiah
seyogyanya dirancang dengan menyesuaikan petunjuk penulisan jurnal yang dituju. Hampir semua
jurnal ilmiah mengeluarkan petunjuk /patokan yang harus diikuti jika ingin naskah kita dimuat di
dalamnya.Jumlah halaman artikel dalam jurnal biasanya dibatasi dan umumnya tidak lebih dari 15
halaman, sudah termasuk gambar dan tabel. Dengan demikian, hanya hal-hal yang sangat perlu saja
yang dapat dimuat dalam halaman yang jumlahnya terbatas tersebut. Kebanyakan jurnal tidak
menghendaki Tinjauan Pustaka (Literature Review). Hal-hal yang berkaitan dengan survei pustaka
dipadukan dalam Pendahuluan (Introduction Background). Pemilihan dan pemilahan menjadi amat
penting dalam penulisan artikel ilmiah. Dalam banyak kasus, metode dibuat seringkas-ringkasnya
oleh penulis.

4. Esai

Esai, adalah ekspresi tertulis dari opini penulisnya. Sebuah esai akan makin baik jika penulisnya
dapat menggabungkan fakta dengan imajinasi, pengetahuan dengan perasaan, tanpa
mengedepankan salah satunya. Tujuannya selalu sama, yaitu mengekspresikan opini, dengan kata
lain semuanya akan menunjukkan sebuah opini pribadi (opini penulis) sebagai analisa akhir.
Perbedaannya dengan tulisan yang lain, sebuah esai tidak hanya sekadar menunjukkan fakta atau
menceritakan sebuah pengalaman; ia menyelipkan opini penulis di antara fakta-fakta dan
pengalaman tersebut. Jadi intinya kita harus memiliki sebuah opini sebelum menulis esai.

5. Proposal Penelitian
Proposal penelitian atau disebut juga usulan penelitian adalah rencana penelitian yang
menggambarkan secara umum hal-hal yang akan diteliti dan cara penelitian itu dilaksanakan. Oleh
karena itu ada beberapa hal yang dikemukakan di dalam sebuah penelitian. Format usulan penelitian
dapat dibuat dalam beberapa alternatif seperti berikut:

a. Model I

Latar Belakang Masalah – Rumusan dan Batasan masalah – Tujuan Penelitian – Definisi
Operasional – Metode Penelitian

b. Model II

Latar Belakang Masalah – masalah penelitian – tinjauan kepustakaan – tujuan penelitian –


metode penelitian

c. Model III

Masalah dan tujuan penelitian –kerangka penelitian – rencana kegiatan penelitian –


kepustakaan

6. Skripsi

Skripsi merupakan karya tulis ilmiah berdasarkan hasil penelitian lapangan atau studi kepustakaan
yang disusun mahasiswa sesuai dengan bidang studinya sebagai tugas akhirdalam studi formalnya di
Fakultas.

Menurut UPI (dalam http://www.cs.upi.edu.com) Skripsi adalah karya tulis resmi akhir mahasiswa
dalam menyelesaikan Program Sarjana (S1). Skripsi menggambarkan kemampuan akademik
mahasiswa dalam merancang, melaksanakan dan menyusun laporan penelitian bidang studi (baik
pendidikan maupun non kependidikan). Skripsi ditulis berdasarkan pendapat (teori) orang lain.
Pendapat tersebut didukung data dan fakta empiris-objektif, baik berdasarkan penelitian langsung;
observasi lapanagn atau penelitian di laboratorium, atau studi kepustakaan. Skripsi menuntut
kecermatan metodologis hingga menggaransi kearah sumbangan material berupa penemuan
baru.Berbeda dengan pendapat di atas Tugino (dalam http://tugino230171.wordpress.com) skripsi
adalah karya tulis yang diajukan untuk mencapai gelar sarjana atau sarjana muda. Skripsi ditulis
berdasarkan studi pustaka atau penelitian bacaan, penyelidikan, observasi, atau penelitian lapangan
sebagai prasyarat akademis yang harus ditempuh, dipertahankan dan dipertanggungjawabkan oleh
penyusun dalam sidang ujian.

Tujuan dan Kegunaan Skripsi

Tujuan dan kegunaan skripsi yaitu menyajikan hasil-hasil temuan penelitian secara ilmiah yang
berguna bagi pengembangan ilmu dan atu kepentingan praktis administrasi negara dan komunikasi.
Karakteristik Skripsi

Skripsi yang disusun mahasiswa harus memiliki karakteristik sebagai berikut :

Merupakan hasil karya asli, bukan jiplakan bagi sebagian atau secara keseluruhan (dibuat
pernyataan di atas kertas segel bermaterai Rp. 6.000,00).

Mempunyai relevansi dengan Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Komunikasi.

Mempunyai manfaat teoritis atau praktis.

Sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan.

Menggunakan bahasa Indonesia yang baku, baik dan benar menurut Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD).

Persyaratan Penyusunan Skripsi

Untuk melakukan penyusunan skripsi, mahasiswa harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Telah lulus mata kuliah dengan beban studi 110 sks.

Nilai D tidak lebih dari 20% dan tidak ada nilai E.

Telah lulus mata kuliah Statistik Sosial bagi Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Metode
Penelitian Sosial dan Metode Penelitian Komunikasi bagi Program Studi Ilmu Komunikasi.

Memenuhi persyaratan administrasi keuangan yang telah ditentukan.

7. Tesis

Tesis adalah karya tulis ilmiah resmi akhir seorang mahasiswa dalam menyelesaikan Program
Magister (S2). Tesis merupakan bukti kemampuan yang bersangkutan dalam penelitian dan
pengembangan ilmu pada salah satu bidang keilmuan dalam Ilmu Pendidikan. Tesis mempunyai
tingkat pembahasan lebih dalam daripada skripsi. Pernyataan-pernyataan dan teori dalam tesis
didukung oleh argumen-argumen yang lebih kuat, jika dibandingkan dengan skripsi. Tesis ditulis
dengan bimbingan seorang dosen senior yang bertangungjawab dalam bidang studi tertentu.Tesis
berasal dari kata Thesis berarti pernyataan atau kesimpulan teoretis yang diajukan serta ditunjang
oleh argumentasi ilmiah dan referensi-referensi yang diakui secara ilmiah, yang dibuat oleh seorang
kandidat Magister. Tesis disusun oleh kandidat Magister secara mandiri pada akhir masa studi dan
merupakan salah satu syarat mencapai gelar Magister. (Panduan Tesis PSMP UNTAR, 2008:1).Tesis
atau Master Thesis ditulis bersandar pada metodologi; metodologi penelitian dan metodologi
penulisan. Standarnya digantungkan pada institusi, terutama pembimbing. Dengan bantuan
pembimbing, mahasiswa merencanakan (masalah), melaksanakan; menggunakan instrumen,
mengumpulkan dan menjajikan data, menganalisis, sampai mengambil kesimpulan dan
rekomendasi.Dalam penulisannya dituntut kemampuan dalam menggunakan istilah tehnis; dari
istilah sampai tabel, dari abstrak sampai bibliografi. Artinya, kemampuan mandiri sekalipun dipandu
dosen pembimbing menjadi hal sangat mendasar. Sekalipun pada dasarnya sama dengan skripsi,
tesis lebih dalam, tajam, dan dilakukan mandiri.

8. Disertasi

Disertasi adalah karya tulis ilmiah resmi akhir seorang mahasiswa dalammenyelesaikan Program
S3 ilmu pendidikan. Disertasi merupakan bukti kemampuan yang bersangkutan dalam melakukan
penelitian yang berhubungan dengan penemuan baru dalam salah satu disiplin Ilmu Pendidikan.
Menurut Tugino (dalam http://tugino230171.wordpress.com) disertasi ialah karangan yang diajukan
untuk mencapai gelar doktor, yaitu gelar tertinggi yang diberikan oleh suatu univesitas. Penulisan
desertasi ini di bawah bimbingan promotor atau dosen yang berpangkat profesor, dan isinya
pembahasan masalah yang lebih kompleks dan lebih mendalam daripada persoalan dalam
tesis.Pencapaian gelar akademik tertinggi adalah predikat Doktor. Gelar Doktor (Ph.D) dimungkinkan
manakala mahasiswa (S3) telah mempertahankan disertasi dihadapan Dewan Penguji Disertasi yang
terdiri dari profesor atau Doktor dibidang masing-masing. Disertasi ditulis berdasarkan penemuan
(keilmuan) orisinil dimana penulis mengemukan dalil yang dibuktikan berdasarkan data dan fakta
valid dengan analisis terinci.Disertasi atau Ph.D Thesis ditulis berdasarkan metodolologi penelitian
yang mengandung filosofi keilmuan yang tinggi. Mahahisiswa (S3) harus mampu (tanpa bimbingan)
menentukan masalah, berkemampuan berpikikir abstrak serta menyelesaikan masalah praktis.
Disertasi memuat penemuan-penemuan baru, pandangan baru yang filosofis, tehnik atau metode
baru tentang sesuatu sebagai cerminan pengembangan ilmu yang dikaji dalam taraf yang tinggi.

D. Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah

Penulisan karya tulis ilmiah memerlukan persyaratan baik formal maupun materil. Persyaratan
formal menyangkut kebiasaan yang harus diikuti dalam penulisan; sedangkan persyaratan materiil
menyangkut isi tulisan. Sebuah tulisan akan mudah difahami dan menarik apabila isi dan cara
penulisannya memenuhi persyaratan dan kebiasaan urnum.

Dalam tulisan singkat ini akan digambarkan beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan
oleh penulis sebuah karya tulis ilmiah termasuk laporan penelitian.

Suatu karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil
penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi
kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah, antara lain untuk menyampaikan gagasan, memenuhi
tugas dalam studi, untuk mendiskusikan gagasan dalam suatu pertemuan, mengikuti perlombaan,
serta untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan/hasil penelitian.

Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah
secara sistematis, disajikan secara objektif dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta
didukung oleh fakta, teori, dan atau bukti-bukti empirik.
Terdapat berbagai jenis karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau
simposium , artikel jurnal, yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan
ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan
acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.

Karya ilmiah dapat berfungsi sebagai rujukan, untuk meningkatkan wawasan, serta
menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Bagi penulis, menulis karya ilmiah bermanfaat untuk
meningkatkan keterampilan membaca dan menulis, berlatih mengintegrasikan berbagai gagasan dan
menyajikannya secara sistematis, memperluas wawasan, serta memberi kepuasan intelektual, di
samping menyumbang terhadap perluasan cakrawala ilmu pengetahuan.

E. Etika Dan Kode Etik Penulisan Karya Ilmiah

Etika dan kode etik yang lazim ditumbuh budayakan dalam penulisan karya ilmiah harus diikuti.
Hak cipta dan paten dari segi hukum harus diikuti dan difahami dengan baik. Penulis harus
memahami etika penulisan karya ilmiah secara baik. Kode etik adalah norma-norma yang telah
diterima dan diakui oleh masyarakat dan citivitas akademik perlu diperhatikan dalam penulisan
karya ilmiah. Norma ini berkaitan dengan pengutipan, perujukan, perijinan terhadap bahan yang
digunakan, dan penyebutan sumber data ataupun informan.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah, yaitu:

1. Istilah asing dicetak miring dan dituliskan dengan benar.

Misal: downlinknya –> downlink-nya.

2. Penggunaan kata “dimana”.

Misal:

…tehnik dimana digunakan (salah) ..tehnik yang digunakan (benar)

3. Sebaiknya tidak menggunakan kata ‘kita’,’saya’ (kata ganti orang) dalam karya ilmiah.

Misal:

..dapat kita asumsikan…(salah) …dapat diasumsikan …(benar)

4. Menggunakan kalimat pasif. Misal: dapat diasumsikan.


5. Persamaan diberi nomor sesuai bab dan urutan serta tidak dicetak tebal.

6. Gambar, tabel, persamaan, dan pernyataan/kutipan diberi sumber acuannya.

7. Kekonsistenan dalam penulisan.

Misal:

…perkembangan selular… (kalimat ke 2) …seluler…(kalimat ke 10)

8. Tulislah kata dengan lengkap. Misal: & –> dan yg –> yang

9. Singkatan diikuti kepanjangannya dan untuk kalimat berikutnya cukup singkatannya saja.

Misal: MU (mobile unit)… (kalimat ke 3)

…perawatan perangkat MU tidaklah terlalu sulit. (kalimat ke 10)

10. Gunakan EYD

Misal: bilangan 10,000 km –> 10.000 km

…didapat… –> …diperoleh… …terdiri dari…–> …terdiri atas

11. Penggunaan huruf besar di awal kalimat. Penempatan titik (.) dan koma (,) yang sesuai.

12. Ikuti tata cara/format penulisan karya ilmiah yang berlaku (yang dikeluarkan oleh institusi)

misal:> ukuran margin> ukuran kertas> jenis huruf

13. Cek penulisan sebelum diserahkan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa, karya ilmiah adalah
karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang telah
dilakukannya. Karya ilmiah juga biasa disebut karangan ilmiah yang disajikan secara fakta dan ditulis
menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Dalam penulisan karya ilmiah banyak aspek
yang mesti diketahui oleh calon pembuat karya ilmiah karena itu sangat berperan dengan hasil karya
ilmiah yang akan dibuat, Karya ilmiah mempunyai beberapa jenis seperti, makalah, kertas kerja,
skripsi, tesis, disertasi, artikel, esai, opini, dan fiksi.

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah, antara lain untuk menyampaikan gagasan, memenuhi
tugas dalam studi, untuk mendiskusikan gagasan dalam suatu pertemuan, mengikuti perlombaan,
serta untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan/hasil penelitian.
B. Saran

Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan, baik dari segi
penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga masih perlu ditambahkan.
Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kepada para pembaca makalah ini agar dapat
memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Hamdani, Mulya. 2010. pengertian karya ilmiah (http://www.capeds.co.cc/2010/04/pengertian-


karya-ilmiah.html). Diunduh pada tanggal 25 April 2016 pada pukul 09:30.

Sihombing, Rosmini. definisi karya ilmiah. (http://sihombingruben.blogspot.com/2010/03/definisi-


karya-ilmiah.html). Diunduh pada tanggal 25 April 2016 pada pukul 09:31

Nasirudin, Nurfadillah. Karya Tulis Ilmiah. (Dhiilah_Apriil Blog.html). Diunduh pada tanggal 25 April
2016 pada pukul 09:31

Diposting 2nd May 2016 oleh Al Mansur

Label: katya ilmiah Makalah makalah karya ilmiah

0 Tambahkan komentar

Foto Saya

Memuat

Anda mungkin juga menyukai