KHAIRUL
KHAIRUL
KHAIRUL
Khairul
Dosen Prodi Pendidikan Biologi STKIP Labuhan Batu
*email : khairul_spi@yahoo.com
Abstract
The purpose of this research is to know the condition of physical and chemical factors in
aquatic biota in aquatic ecosystems against River Belawan. This research uses a method of
exploration with the taking of sampling is carried out for 3 months. The taking of sampling is
carried out in situ and ex situ (laboratory test). Based on the research results at the 3rd station
observations can be known to the average of the highest water temperature at station 1 (29, 5
O
C) and lowest in station 3 (27 OC), brightness of the highest average water at station 3 (76 cm)
and the lowest in station 2 (72 cm), the average flow velocity is highest at station 1 (9.5 m/s)
and the lowest in station 3 (5.3 m/s), the pH of the water the highest average at station 2 (6.8)
and the lowest in station 3 (6.8), the highest average salinity at station 1 (15, 7ppt) and the
lowest station 3 (5.4 ppt), DO the highest average at stations 1 and 2 (3.5 mg/litre) and lowest
in station 3 (3.4 mg/liter), the highest average BOD on station 1 (6.3 mg/litre) and lowest in
station 2 (0.5 mg/litre), nitrate average high at station 1 (13.1 mg/litre) and lowest in station 1
(3.9 mg/liter), and the highest average phosphate at station 3 (0.53 mg/litre) and lowest in
station 1 (0.3 mg/litre).
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi faktor fisika dan kimia perairan
terhadap biota akuatik diekosistem Sungai Belawan.Penelitian ini menggunakan metode
eksplorasi dengan pengambilan sampling dilakukan selama 3 bulan.Pengambilan sampling
dilakukan secara insitu dan ekssitu (uji Laboratorium). Berdasarkan hasil penelitian pada ke-3
stasiun pengamatan dapat diketahui rata-rata suhu air tertinggi pada stasiun 1 (29,5 OC) dan
terendah pada stasiun 3 (27 OC), kecerahan air rata-rata tertinggi pada stasiun 3 (76 cm) dan
terendah pada stasiun 2 (72 cm), kecepatan arus rata-rata tertinggi pada stasiun 1 (9,5 meter/
detik) dan terendah pada stasiun 3 (5,3 meter/ detik) , pH air rata-rata tertinggi pada stasiun 2
(6,8) dan terendah pada stasiun 3 (6,8), salinitas rata-rata tertinggi pada stasiun 1 (15,7ppt)
dan terendah pada stasiun 3 (5,4 ppt) , DO rata-rata tertinggi pada stasiun 1 dan 2 (3,5 mg/
liter) dan terendah pada stasiun 3 (3,4 mg/ liter), BOD rata-rata tertinggi pada stasiun 1 (6,3
mg/ liter) dan terendah pada stasiun 2 (0,5 mg/ liter), Nitrat rata-rata tertinggi pada stasiun 1
(13,1 mg/ liter) dan terendah pada stasiun 1 (3,9 mg/ liter), dan Posfat rata-rata tertinggi pada
stasiun 3 (0,53 mg/ liter) dan terendah pada stasiun 1 (0,3 mg/ liter).
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Perairan Belawan dan dilaksanakan pada bulan Januari
sampai dengan Maret 2014. Lokasi pengamatan adalah beberapa muara sungai, yakni: stasiun 1
berada di muara Sungai Baharu yakni pada titik koordinat 30 45’7,60” LU 980 37’51,2” BT,
stasiun 2 berada di muara Sungai Buluh yakni pada titik koordinat 30 44’22,1”LU 980 38’26,6”
BT, dan stasiun 3 berada di muara Sungai Terjun yakni pada titik koodinat 30 44’20,2”LU 980
39’8,59” BT.
Pengukuran parameter fisika kimia perairan yang meliputi: suhu air, kecerahan air,
kecepatan arus, pH air, salinitas, oksigen terlarut dilakukan secara insitu, sedangkan BOD,
nitrit dan posfat dilakukan uji laboratorium di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas 1 Medan.
Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1134
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan parameter fisika dan kimia perairan akan di
analisis secara diskriptif. Kemudian data akan disajikan dalam bentuk matrik, dan dianalisis
secara diskriptif untuk mendapatkan hubungan karakteristik fisika dan kimia perairan Belawan.
Suhu Air
Data hasil pengamatan suhu air pada setiap stasiun adalah sebagai berikut: Stasiun1
suhu rata-rata 29,5 OC, Stasiun 2 suhu rata-rata 28 OC, dan Stasiun 3 suhu rata-rata 28 OC.
Jika dibandingkan antara hasil pengukuran lapangan dengan baku mutu air menurut KepMen
LH No.51 suhu air di Perairan Sungai Belawan masih sesuai. Tingginya hasil pengamatan suhu
air pada stasiun 1, hal ini diduga karena pada stasiun 1 merupakan perairan yang terbuka,
badan sungaiyang lebih lebar, dan sedikit ditumbuhi oleh pepohonan sehingga cahaya matahari
langsung menembus badan air. Stasiun 2 dan stasiun 3 merupakan perairan yang lebih sempit
Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1135
dan banyak ditumbuhi vegetasi nipah (Nypah fruticans) sehingga cahaya matahari tidak
langsung menembus badan air terlebih dahulu terhalang oleh pepohonan.
Menurut Odum (1998) suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari,
ketinggian geografis, dan faktor penutupan pepohonan (kanopi) dari vegetasi yang tumbuh
disekitarnya.Menurut Suriadarma (2011) perbedaan lainnya disebabkan karena adanya
perbedaan waktu pengukuran, juga diduga disebabkan karena adanya perbedaan kandungan
nutrient atau ion-ion garam yang secara fisik dapat meningkatkan daya hantar panas.
Barus (2004) menyatakan pola suhu perairan dapat dipengaruhi oleh faktor
anthropogen (yang disebabkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas, yang berasal dari
air pendingin pabrik, penggundulan hutan yang menyebabkan hilangnya perlindungan badan
air. Kantun (2012) menyatakan bahwa bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di dunia
mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu.Ada yang mempunyai toleransi yang besar
terhadap suhu, disebut eurytermal. Sebaliknya ada pula toleransinya kecil, disebut
stenotermal.Menurut Chacόn- Chaverri dan McLarney (1992) juvenil ikan biasanya ditemui
bergerombol, ukuran kecil, dan pada daerah rawa payau yang memiliki kisaran suhu yang luas
(12-36 OC).
Kecerahan Air
Pengamatan kecerahan air pada setiap stasiun diperoleh data pada stasiun 1 berkisar 75 cm,
stasiun 2 berkisar 72 cm, dan stasiun 3 berkisar 66 cm. Rendahnya nilai pengamatan kecerahan
air pada setiap stasiun diduga karena banyaknya sedimen lumpur dan partikel lainya, tingginya
kandungan limbah organik, dan limbah domestik. Hal ini diduga karena tiap-tiap stasiun
pengamatan letaknya di daerah muara sungai-sungai kecil yang mengarah ke Perairan Sungai
Belawan yang lebih besar, sehingga semua kompenen partikel tersebut menumpuk di daerah
muara sungai. Perbedaan jarak antara satu stasiun dengan stasiun lainnya dari arah pantai
mempengaruhi tingkat kecerahan perairan tersebut.
Menurut Suriadarma (2011) tingkat kecerahan air akan semakin tinggi dengan semakin
jauhnya jarak dari pantai. Tingkat kecerahan yang rendah di perairan sungai dan laut yang
berdekatan dengan pantai di duga akibat banyak terdapatnya partikel tersuspensi yang terbawa
aliran sungai dari lahan atas dan adanya proses sedimentasi serta abrasi pantai. Barus (2004)
menyatakan bahwa bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang
akan mendukung kehidupan organisme air dalam habitatnya. Apabila intensitas cahaya matahari
berkurang, hewan air akan dirangsang untuk melakukan ruaya (migrasi).
Kecepatan Arus
Data hasil pengukuran kecepatan arus pada stasiun yaitu stasiun 1 berkisar 6,7
meter/detik, stasiun 2 berkisar 5,9 meter/detik, dan stasiun 3 berkisar 5,3 meter/detik. Kecepatan
arus pada masing-masing stasiun pengamatan nilainya bervariasi karena pengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain: 1. Posisi Perairan Sungai Belawan yang berhadapan langsung
dengan Selat Malaka menjadikan pola arus dan massa air sangat di pengaruhi oleh fenomena
yang terjadi di selat tersebut; 2. Pengaruh arus pasang surut (pasut); 3. Pergerakan angin;
4.Selain itu kondisinya Perairan Sungai Belawan dipengaruhi oleh beberapa aliran sungai,
sehingga karena pola arus yang terjadi cenderung bergerak sepanjang tahun dan membentuk
sedimentasi baik dari hulu maupun ke arah muara.
Menurut Nontji (2002) arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat
disebabkan oleh tiupan angin, karena perbedaan dalam densitas air laut atau disebabkan oleh
gerakan gelombang. Pada dasar perairan yang dangkal tentu arusnya deras. Merujuk hasil
penelitian Safitri et al (2012) pada Laut Timor sering kali didominasi oleh proses percampuran
dan penyebaran air tawar. Masukan air tawar berasal dari curah hujan dan juga aliran
sungai.Kondisi demikian menyebabkan terjadinya interaksi antara air tawar dengan air laut.
Interaksi ini akan sangat mempengaruhi pada penyebaran temperatur, salinitas, dan faktor
oseanografi lainnya. Perubahan suhu dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan stratifikasi air
Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1136
yang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap distribusi organisme
perairan.
Selanjutnya proses oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh aktivitas kelompok bakteri Nitrobacter
dapat dilihat di bawah ini:
NO2 + O2 ---------› NO3
(Nitrit) Nitrosomonas (Nitrat)
Menurut Udi Putra (2008) kebutuhan oksigen terlarut yang diperlukan oleh ikan atau
organisme air lainnya sangat bergantung pada faktor-faktor suhu, pH, CO2 serta kecepatan
metabolik biota air tersebut. Kebutuhan oksigen akan meningkat dengan meningkatnya suhu air.
Salinitas
Hasil rata-rata pengukuran salinitas pada stasiun 1 (15,7‰), stasiun 2 (9,9‰), dan
stasiun 3 (5,4‰). Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan jarak antara stasiun
pengamatan. Beberpa hal yang tentunya akan mempengaruhi salinitas antara lain pasang surut,
jumlah partikel yang terbawa ke arah muara sungai, kondisi musim, serta jarak antara sungai ke
laut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2003) bahwa perairan estuaria memiliki
gradien salinitas yang bervariasi, bergantung pada suplai air tawar dari sungai dan air laut
melalui pasang surut. Lebih lanjut menurut Nybakken (1992) perbedaan lainnya adalah
tergantung musim dan topografi.Boeuf & Payan (2001) menyatakan bahwa ikan yang hidup
pada salinitas yang lebih rendah menghabiskan lebih sedikit energi untuk osmoregulasi.
Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik secara vertikal maupun
horizontal (Effendi,2003; Fadil (2011).
permukaan yang lebih rendah dibandingkan di lapisan dekat dasar disebabkan karena nitrat di
lapisan permukaan lebih banyak dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh fitoplankton. Selain itu,
konsentrasi nitrat yang sedikit lebih tinggi di dekat dasar perairan juga dipengaruhi oleh
sedimen. Di dalam sedimen nitrat diproduksi dari biodegradasi bahan-bahan organik menjadi
ammonia yang selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat (Seitzinger, 1988)
Boyd (1982) menyatakan bahwa fosfat terbentuk sebagai hasil perombakan bahan
organik dalam kondisi aerobik.Keberadaan orthophosphate di perairan, dengan segera dapat
diserap oleh bakteri, fitoplankton dan makrofita.Fitoplankton dapat menyerap orthophosphate
lebih cepat dibandingkan dengan makrofita, tetapi makrofita mempunyai kemampuan
menyimpan fosfor lebih besar dari pada fitoplankton.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui rata-rata suhu air berkisar 29,5 – 27 OC,
kecerahan air rata-rata berkisar 72- 76 cm, kecepatan arus rata-rata berkisar 5,3 – 9,5 meter/
detik, pH air rata-rata berkisar 6,6 – 6,8, salinitas rata-rata berkisar 5,4 – 15,7ppt, DO rata-rata
berkisar 3,4 -3,5 mg/ liter, BOD rata-rata berkisar 0,5 – 6,3 mg/ liter, Nitrat rata-rata berkisar
3,9 – 13,1 mg/ liter, dan Posfat rata-rata berkisar 0,3 – 053 mg/ liter.
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengecek kondisi perairan Sungai Belawan
secara kontinyu mengingat peran vitalnya.
2. Perlu melakukan analisis parameter lainnya terutama logam berat seperti Hg, Pb, Cd
dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ali, A., Soemarno dan Mangku Pornomo. 2013. Kajian Kualitas Air Dan Status Mutu Air
Sungai Metro Di Kecamatan Sukun Kota Malang. Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 2,
265-274.
[2] Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi. Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU
Press.165 hal.
[3] Boeuf G. and Payan P. 2001. How should salinity influence fish growth ?. Comp. Biochem
Physiol C Toxicol Pharmacol 130:411–423.
[4] Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Sci. Publ.
Co., Amsterdam, 318 pp
[5] Chacόn-Chaverri D. dan W.O. McLarney .1992. Desarrollo Temprano del sabalo, Megalops
atlanticus (Pisces: Megalopidae). Rev. Biol. Trop. 40: 171-177
[6] Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengolahan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1139
[7] Fadil, M.S. 2011. Kajian Beberapa Aaspek Parameter Fisika Kimia Airn Dan Aspek
Fisiologis Ikan Yang Ditemukan Pada Aliran Buangan Pabrik Karet Di Sungai Batang
Arau. Artikel.Pascasarjana. Universitas Andalas.
[9] Kantun, W. 2012. Suhu dan Tingkah Laku Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus
albacores).STITEK Balik Dewa.
[10] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004. Baku Mutu Air Laut Untuk
Biota Laut.Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan
Kelembagaan Lingkungan Hidup. MENLH, Jakarta.
[11] Lee, C.D., S.B. Wong and L.C. 1978. Benthic Macro Invertebrate and Fish as Biological
Indicator of Water Quality, with Reference on Water Pollution. Control in Developing
Countries. Bangkok Thailand.
[13] Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu pendekatan ekologis.Penerjemah M. Eidman
et.al.Terjemahan dari Marine biology an ecologycal approach.PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
[14] Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Universitas Gajah Mada. Yokyakarta.
[15] Rahayu, S. dan Tantowi. 2009. Penelitian Kualitas Air Bengawan Solo Pada Saat Musim
Kemarau.Jurnal Sumber Daya Air. 5. 127-136.
[16] Risamasu, Fonny J.L. dan Hanif Budi Prayitno. 2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat
dan Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan. Ilmu Kelautan. Vol. 16
(3) 135-142. ISSN 0853-7291
[17] Safitri, M, S.Y. Cahyarini, dan M.R. Putri. 2012. Variasi Arus Arlindo dan Parameter
Oseanografi di Laut Timor Sebagai Indikasi Kejadian ENSO.Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hlm. 369-377.
[19] Siahaan, R., A. Indawan, D. Soedharma, dan L.B. Prasetyo. 2011. Kualitas Air Sungai
Cisadane, Jawa Barat – Banten. Jurnal Ilmiah Sains, 11. 268-273.
[20] Suriadarma, Ade. 2011. Dampak Beberapa Parameter Faktor Fisik Kimia Terhadap
Kualitas Lingkungan Perairan Pesisir Karawang, Jawa Barat. Riset Geologi dan
Pertambangan Vol. 21 No. 1 (2011), hal : 19-33.
[21] Udi Putra, Nana. S. S. 2008. Manajemen Kualitas Air Dalam Kegiatan Perikanan
Budidaya.Disampaikan dalam Apresiasi Pengembangan Kapasitas Laboratorium (16 - 18
Maret 2011 di Hotel Ammans Ambon Manise).
Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1140
[23] Wijaya, R., F. Setiawan., dan S.D. Fitriani. 2011. Fenomena Arlindo di Laut Seram dan
kaitannya dengan perubahan iklim global. Presentasi Seminar Internasional Kelautan,
Balai Riset Observasi Kelautan, Bali, 9-10 Juni 2011.
[25] Yudo, S. 2010. Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung Di Wilayah DKI Jakarta Ditinjau
dari Parameter Organik, Amoniak, Fosfat, Deterjen dan Bakteri Coli. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 6. 34-36.
[26] Yuliastuti, E. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar dalam Upaya
Pengendalian Pencemaran Air.Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,
Semarang.