TINJAUAN PUSTAKA
pengolahan untuk memperoleh hasil utama dan hasil sampingan (Winarno, 1985).
Mastika (1991) menyatakan bahwa limbah pertanian adalah hasil sampingan yang
pertanian dan agroindustri pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai
sumber pakan ternak ruminansia (Mariyono dan Romjali, 2007). Jenis limbah
pertanian yang sering digunakan sebagai pakan ternak adalah jerami padi, jerami
jagung, jerami kacang tanah, jerami kedelai, dan pucuk ubi kayu (Djajanegara,
1999). Jerami tanaman pertanian baik jerami padi, jerami jagung, jerami kedele
maupun jerami tanaman pertanian lainnya merupakan bahan pakan kaya serat
dengan kualitas nutrien yang relatif rendah (Tabel 2.1) (Marlina dan Askar, 2004).
6
Jerami padi merupakan hijauan dari tanaman padi setelah biji dan bulirnya
dipetik untuk kepentingan manusia dan telah dipisahkan dari akarnya (Komar,
1984). Kandungan nutrien jerami padi per 100% berat kering adalah abu 21,2%;
protein kasar 3,7%; lemak kasar 1,7%; serat kasar 35,9%; BETN 37,4% dan TDN
39% (Hartadi et al., 1980). Komponen seratnya sangat tinggi yaitu mengandung
(Sukria dan Krisnan, 2009). Selain itu, Siregar (1996) menyebutkan bahwa jerami
padi juga mengandung serat kasar 35%; lemak kasar 1,55%; kalsium 0,19%;
fosfor 0,1%; energy TDN (Total Digestible Nutrient) 43%; energi DE (Digestible
Energy) 1,9 kkal/kg dan lignin yang tinggi. Jerami jagung juga berpotensi sebagai
bahan pakan, namun memiliki kualitas yang rendah dan tidak akan mencukupi
untuk kebutuhan ternak kecuali jika diberi tambahan suplemen pada pakannya
(Djajanegara, 1999). Menurut Sukria dan Krisnan (2009) bahwa kandungan bahan
jerami jagung maupun limbah pertanian lainnya sebagai pakan sudah banyak
dilakukan. Hasil penelitian Ali dan Noerjanto (1983) bahwa penggantian rumput
dengan 10% jerami padi dan pemberian konsentrat 27% pada sapi aceh,
menghasilkan rataan konsumsi bahan kering (BK) dan PBBH paling tinggi yaitu
menggantikan rumput raja sebagai pakan dasar untuk ternak kambing PE betina
7
fermentasi secara terpisah dari konsentrat menghasilkan respon pertumbuhan dan
konversi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan bentuk ransum komplit.
Bestari et al. (1999) juga melaporkan bahwa pemberian pakan hijauan silase
jerami padi yang ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole
jantan yang sedang tumbuh dapat memberikan nilai gizi dan nilai manfaat ransum
yang lebih baik daripada jerami padi tanpa pengolahan, dan setara dengan pakan
pemberian pakan konsentrat serta jerami jagung yang difermentasi sebagai pakan
yang rendah dengan kandungan serat yang tinggi serta protein dan kecernaan
yang rendah. Pemanfaatan bahan pakan asal limbah pertanian sebagai bahan
bagi ternak, mengingat bahan pakan asal limbah pertanian umumnya mempunyai
kualitas yang rendah, kandungan serat tinggi, adanya senyawa anti nutrisi (lignin,
silika, tannin dan asam sianida) serta kandungan mineral (terutama Ca, P, Mg, Cu,
Zn, Co, Mn, Fe dan S) dan vitamin (vitamin A dan E) rendah (Partama, 2006ab;
kebutuhan optimal bagi ternak. Meskipun hampir semua limbah pertanian itu
8
mengandung serat kasar tinggi, tetapi dengan sentuhan teknologi sederhana
limbah itu dapat diubah menjadi pakan bergizi dan sumber energi bagi ternak
sel) yang menggambarkan jumlah sumber bahan organik yang terdiri tiga polimer
yaitu lignin, selulosa dan hemiselulosa (Perez et al., 2002; Howard et al., 2003).
berhubungan secara bersama oleh beberapa jenis ikatan yang berbeda (Perez et
al., 2002).
et al., 2002; Howard et al., 2003). Lignin tidak hanya mengeraskan mikrofibril
dinding sel terhenti. Pembentukan dimulai dari dinding primer dan dilanjutkan ke
tanaman dapat dibedakan menjadi efek kimia dan efek fisik. Efek kimia, yaitu
9
hubungan lignin-karbohidrat dan asetilisasi hemiselulosa. Lignin secara fisik
kompak dan kuat, sedangkan secara fisik, lignin bertindak sebagai penghalang
proses perombakan dinding sel oleh mikroba rumen (Perez et al., 2002).
di alam hampir tidak pernah dijumpai dalam keadaan murni, tetapi berikatan
kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari
berat kering tanaman. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer
dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan
hidrogen dan gaya van der waals (Perez et al., 2002). Selulosa mengandung
sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf (Aziz et al., 2002).
Ikatan ß-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer
10
(Anggorodi, 1994). Kesempurnaan pemecahan selulosa pada saluran pencernaan
manusia dan ternak non ruminansia tidak mempunyai enzim yang mampu
(Perez et al., 2002). Ternak ruminansia dengan bantuan enzim yang dihasilkan
selulosa dalam sel merupakan proses yang komplek yang meliputi penempelan sel
pada kemampuan ternak untuk memutus ikatan yang memproteksi selulosa dari
serangan enzim selulase. Selulosa dan hemiselulosa pada lignoselulosa tidak dapat
dihidrolisis oleh enzim selulase dan hemiselulase kecuali lignin yang ada pada
molekul rendah (Saha, 2003). Komposisi hemiselulosa 15-30% dari berat kering
hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi monomer yang
2010). Hemiselulosa adalah polisakarida pada dinding sel tanaman yang larut
11
dalam alkali dan menyatu dengan selulosa. Hemiselulosa terdiri atas unit D-
al., 2003). Bakteri memiliki dua tipe sistem kerja enzim ekstraseluler yaitu : (1)
Sistem hidrolitik, yaitu dengan cara menghasilkan enzim hidrolase yang bekerja
merombak selulosa dan hemiselulosa, dan (2) Sistem oksidatif dan sekresi lignase
ekstraseluler dengan cara depolimerisasi lignin (Perez et al., 2002). Lebih lanjut
mendegradasi senyawa lignin (Perez et al., 2002; Howard et al., 2003). Beberapa
Bakteri yang mampu mendegradasi lignin adalah bakteri lignolitik. Bakteri dari
(aromatic ring) dan rantai samping yang ada pada lignin (Hernandes et al., 1994).
12
Hasil penelitian Ruttimann et al. (1991) bahwa bakteri memiliki
ring) dan rantai samping yang ada pada lignin. Dua kelompok bakteri perombak
bakteri perombak lignin lainnya adalah Micrococcus dan Bacillus yang diisolasi
dari sampah domestik (Martani et al., 2003), kedua isolat ini dilaporkan mampu
lignin umumnya terjadi secara aerob, namun beberapa peneliti telah melaporkan
bahwa bakteri anaerob dalam rumen dipercaya dapat merombak lignin (Perez et
al., 2002), dan protein enzim serupa lakase dari bakteri telah diisolasi dan
sekum maupun kolon, rayap (air liur, sel tubuh, saluran pencernaan maupun
Purwadaria et al., 2003ab). Bakteri selulolitik dalam rumen ada yang bersifat
anaerob maupun aerob. Bakteri selulolitik anaerob yang terdapat dalam rumen
13
antara lain: Fibrobacter succinogenes, Butirivibrio fibrisolven, Ruminococcus
Pada rayap telah berhasil diisolasi beberapa jenis bakteri selulolitik seperti;
al. (1997) menyebutkan hampir semua rayap (termasuk rayap yang mengandung
glukosidase pada bagian kelenjar ludah dan usus tengah. Pada rayap Coptotermes
14
Bakteri lain di alam yang memproduksi enzim selulase antara lain:
rolfisii dan P. Chrysosporium (Duff dan Murray, 1996; Indrawati Gandjar, 2006).
enzim silanase. Enzim silanase termofilik dapat dihasilkan oleh kelompok bakteri
aktif pada kisaran pH 6,0 – 7,0 sedangkan silanase jamur bekerja optimal pada pH
4,5 – 5,5. Beberapa jenis bakteri rumen, kolon dan caecum ruminansia (F.
Talaromyces, Clostridium sp, dll (Chandel et al., 2007; Ohara et al., 1998) yang
dapat diisolasi dari berbagai sumber seperti sel tubuh hewan (seperti rayap, keong,
15
2.4 Kolon Sapi Bali dan Sampah Organik sebagai Sumber Inokulan
langsung maupun tidak langsung). Dewasa ini, jenis inokulan yang dipergunakan
banyak jenisnya. Inokulan isi rumen sapi, inokulan isi rumen kerbau dan inokulan
rayap merupakan beberapa contoh inokulan yang sudah pernah diteliti dan
kandungan nutrisi bahan pakan asal limbah pertanian melalui proses fermentasi
mengurangi resiko negatif yang dapat ditimbulkan oleh limbah dan bahkan akan
bakteri pendegradasi limbah organik bersumber dari alam, baik berasal dari
isolat (Purwadaria et al., 2003ab; 2004; Mudita et al., 2009). Limbah kolon sapi
bali dan sampah organik merupakan sumber inokulan bakteri lignoselulolitik yang
16
Limbah kolon sapi merupakan limbah rumah potong hewan yang
mengandung berbagai mikrobia (bakteri, protozoa dan fungi) dan berbagai enzim
sebagai sumber isolat serta mengandung berbagai nutrien available dan ready
Kolon sapi kaya bakteri pendegradasi serat pakan baik bakteri lignolitik,
2009; Rigobelo dan Avila, 2012). Wahyudi (2009) menyatakan bahwa bakteri
lebih tinggi dari bakteri rumen karena mampu berasosiasi dengan serat pakan
yang tidak terdegradasi dalam rumen dan mempunyai aktivitas lignoselulase lebih
tinggi. Wahyudi et al. (2010) berhasil mengisolasi 3 bakteri lignolitik, 111 bakteri
bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi bali dan 2 diantaranya yaitu isolat dengan
yang tinggi yaitu dengan luas zone bening masing-masing sebesar 3,357 cm2;
0,045 cm2; 4,206 cm2; 5,864 cm2 dan 3,130 cm2; 0,044cm2; 3,901 cm2; 5,759 cm2
untuk substrat lignoselulosa, asam tanat, CMC dan xylan. Pada hasil penelitian
tersebut juga tampak bahwa isolat bakteri dengan kode BCC 4 LC dan BCC 12.1
U dan 21,3392 U. Populasi bakteri pada usus besar dan feses ternak
17
ruminansia termasuk golongan spesies bakteri yang juga terdapat di dalam rumen,
berbagai bakteri probiotik (bakteri asam laktat) dari golongan Lactobacillus sp.
(B. adolescentis, B. breve, B. lactis, dll), bakteri asam laktat lain (Enterococcus
2008; Sarkar et al., 2011). Pathma dan Sakthivel (2012) mengungkapkan bahwa
dengan luas zone bening masing-masing sebesar 2,314 cm2; 0,051 cm2; 1,548
cm2; 0,435 cm2 dan 3,603 cm2; 0,047 cm2; 1,565 cm2; 0,419 cm2 untuk substrat
lignoselulosa, asam tanat, CMC dan xylan. Pada hasil penelitian tersebut juga
18
aktivitas enzim lignase, cellulase dan xilanase yang tinggi masing-masing sebesar
limbah sebagai pakan ternak (Mudita et al., 2012; Wibawa et al., 2011). Hasil
penelitian Dewi (2015) bahwa penggunaan kombinasi cairan rumen sapi bali 20%
dan penggunaan rayap 0,2% atau 0,3% pada inokulan mampu meningkatkan
populasi bakteri anaerob, bakteri selulolitik, dan fungi selulolitik. Mudita et al.
(2012) menyatakan bahwa pemanfaatan konsorsium mikroba isi rumen sapi bali
dan rayap dapat menghasilkan inokulan dengan kandungan makro dan mikro
nutrien, daya degradasi substrat serta aktivitas enzim lignoselulosa yang sangat
tinggi.
19