Anda di halaman 1dari 7

HAJI, UMRAH, DAN KURBAN

5 Tolok Ukur Seseorang Dikatakan Mampu


Berhaji
M. Mubasysyarum Bih  Kamis 11 Juli 2019 10:00 WIB

Adanya kemampuan merupakan salah satu syarat wajib haji. Karena itu yang tidak
termasuk kategori mampu, tidak wajib melaksanakan haji. Allah subhanahu wata’ala
menegaskan hal ini dalam rman-Nya:
 
ً ِ َ ِ ْ َ ‫س ِ ّ ا ْ َ ْ ِ َ ِ ا ْ َ َ عَ إ‬
ِ ّ ‫وَ ِ ِ َ َ ا‬

ADVERTISEMENT


 
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah,” (QS Ali Imran 97).
 
Berkaitan memahami kata mampu dalam ayat diatas, ulama membaginya menjadi dua
kategori. Pertama, mampu melaksanakan haji dengan dirinya sendiri. Kedua, mampu
melaksanakan haji dengan digantikan orang lain.
 
Seseorang bisa disebut mampu melaksanakan ibadah haji dengan dirinya sendiri apabila
memenuhi lima syarat sebagai berikut.
 
1. Kesehatan Jasmani

ADVERTISEMENT

  
Ibadah haji adalah ibadah yang membutuhkan tenaga ekstra, sehingga kondisi tubuh harus
benar-benar sehat dan memungkinkan untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji.Orang
yang lumpuh, tua renta atau memiliki penyakit permanen yang membuatnya tidak
memungkinkan menjalani aktivitas manasik dan menempuh perjalanan jauh, bukan
kategori orang yang mampu menjalankan haji dengan sendiri, tapi hukumnya
menyesuaikan kemampuan nansial yang dimiliki. Bila ia memiliki dana yang cukup untuk
menyewa orang lain agar menggantikan hajinya, maka wajib dilakukan.
 
Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’asyin berkata:
 

ADVERTISEMENT

‫ة( و‬ ‫ا ا‬ ‫ا دس )أن‬ ‫ا‬ ‫(و‬ ‫)ا‬


‫بو‬
 
“Syarat wajib kelima  adalah orang yang berhaji dapat menetap di kendaraan dengan tanpa
kepayahan yang sangat, andai tidak seperti itu maka tidak wajib untuk melaksanakan haji
dengan dirinya sendiri.Akan tetapi ia adalah orang lumpuh dan akanada penjelasannya
nanti.”(Al-Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’asyan, Busyra al-Karim, juz 2, hal. 88).
 
2. Sarana Transportasi yang Memadai
 
Orang yang bertempat tinggal jauh dari tanah suci dengan jarak 2 marhalah (+81 km)
atau lebih, maka kewajiban haji baginya disyaratkan adanya sarana transportasi yang layak
untuk bisa digunakan pergi haji, baik dengan menyewa atau memilikinya sendiri.
Ketentuan ini juga berlaku bagi orang rumahnya dekat dengan tanah suci, namun tidak 
mampu menempuh perjalanan menuju tanah haram dengan berjalan kaki.Dalam konteks
jamaah haji di Indonesia,syarat kedua ini bisa diartikan memiliki biaya sewa pesawat dan
alat transportasi yang dibutuhkan selama menjalani manasik.
 
Syekh Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari berkata:
 
‫ا‬ ‫و‬ ‫ن أو دو‬ ‫و‬ ‫إن ن‬ ‫وا ا أو‬
 
“Dan adanya kendaraan atau ongkosnya ketika jarak antara ia dan Makkah 2 marhalah
atau dibawah 2 marhalahtetapi ia tidak mampu untuk berjalan.”(Syekh Zainuddin Abdul
Aziz Al-Malibari, Fathul Muin Hamisy Hasyiyah I’anah al-Thalibin , Al-Hidayah, juz 2, hal.
282).
 
Sarana transportasi yang dimaksud ini disyaratkan melebihi kebutuhan sandang pangan,
bagi dirinya dan keluarga yang wajib ditanggung na ahnya, terhitung sejak keberangkatan
sampai pulang menunaikan ibadah haji.Demikian pula disyaratkan melebihi dari utangnya
serta harta yang wajib ditunaikan untuk membantu fakir miskin yang mengalami darurat
sandang pangan. Dalam qih, membantu mereka hukumnya fardhu kifayah (wajib
kolektif).
 
Dengan demikian, orang yang keluarganya terkatung-katung, tetangganya kelaparan atau
utangnya menumpuk, tidak berkewajiban berangkat haji. Perlu kesadaran yang maksimal
bahwa agama hanya mewajibkan haji bagi orang yang mempunyai ongkos pembiayaan haji
setelah na ah wajib dan tanggungan kepada orang lain terpenuhi, sehingga tidak
berdampak mengorbankan hak-hak orang lain yang wajib ditunaikan.
 
Syekh Abdullah bin Husain Thohir bin Muhammad bin Hasyim Ba’alawi Berkata:
 
‫د‬ ‫و ده إ و‬ ‫ا‬ ‫ا ا‬ ‫ا‬ ‫ة‬ ‫وا ة ا‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ةذ‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫و‬. 
 
“Wajib haji dan umrah seumur hidup sekali bagi muslim, merdeka, mukallaf dan mampu
terhadap hal yang dapat mengantarkan dan memulangkannya ke tanah airnya, yang
melebihi utangnya, tempat tinggalnya, sandangnya yang layak dan dari biaya orang yang
wajib dibiayai selama pergi dan pulang haji,”(Syekh Abdullah bin Husain Thahir bin
Muhammad bin Hasyim Ba’alawi, Sullam Al-Tau q , Kediri, Maktabah Al-Salam, hal. 60-

61).
 
Syekh Sayyid Abu Bakr bin Sayyid Muhammad Syatha Al-Dimyati berkata:
 
‫أ ر‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫وأ ا ورات‬ ‫وا ك ا ج‬ ‫ا و وا‬ ‫وا اد‬
‫أ‬ ‫ض‬ ‫و ة رو‬ ‫م‬ ‫ورات ا‬ ‫أن د‬ ‫ا‬ ‫ذ وه‬
‫ح‬ ‫إ ا‬ ‫ا س‬ ‫ا‬ ‫و أ‬
 
“Yang dikehendaki dari orang yang wajib dina ahi adalah istri, kerabat, budak yang
dimilikinya yang dibutuhkan untuk melayaninya, dan orang-orang Islam yang sangat
membutuhkan walaupun bukan kerabatnya karena alasan yang disebutkan dalam babAl-
Sair(jihad) bahwa membantu orang-orang Islam yang sangat membutuhkan dengan cara
memberi makan orang yang kelaparan, memberi pakaian orang-orang yang telanjang
(tidak punya pakaian) dan selainnya merupakan kewajiban bagi orang yang memiliki lebih
dari kecukupan satu tahun. Mayoritas orang acuh terhadap hal ini, bahkan orang yang
disebut-sebut saleh sekalipun.” (Syekh Sayyid Abu Bakr bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-
Dimyati, I’anah At-Tholibin , al-Hidayah, juz 2, hal 282).
 
Ketentuan di atas berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW ketika beliau menjelaskan ayat
“Man Istatha’a Ilaihi Sabila”. Disebutkan dalam sebuah riwayat beliau bersabda:
 
  ‫و‬ ‫ا‬ ‫؟ ل‬ ‫ها‬ ‫؟ أي‬ ‫ا‬ ‫ر لا‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫أ‬
‫طا‬ ‫و ل‬ ‫رواه ا‬ ‫ا اد وا ا‬.
 
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik R.A beliau berkata : “Ditanyakan kepada Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, wahai Rasulullah apa makna Al-Sabil dalam ayat
ini ?. Beliau menjawab; bekal dan kendaraan.(H.R Al-Hakim, hadits shahih yang memenuhi
standar kuali kasi versi al-Bukhari dan Muslim).
 
3. Aman
 
Aman yang dimaksud adalah terjaminnya keselamatan nyawa, harta dan harga diri
seseorang, selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji, sehingga andai saja terjadi
beberapa hal yang dikhawatirkan mengancam keamanan seperti peperangan, perampokan
atau cuaca buruk yang menghambat perjalanan menuju tanah suci, maka tidak wajib
melaksanakan haji. Saat ini terjaminnya keamanan calon jamaah haji sudah sangat baik
dengan pengawasan maksimal oleh pihak-pihak yang bertugas. Demikian pula dengan

proses perjalanan menuju Makkah-Madinah, sudah sedemikian canggih dengan servis
pelayanan yang menjamin keselamatan jamaah haji. Maka hampir dipastikan tidak ada
kendala yang signi kan untuk masalah ini.
 
Syekh Zainuddin Al-Malibariberkata:
 
‫ا‬ ‫ا‬ ‫هو‬ ّ ‫ر ى ون‬ ‫وا ل و‬ ‫ا‬ ‫بأ ا‬ ‫طأ ا‬ ‫و‬
‫و ه‬ ‫ما ب‬ ‫ال أو ا‬ ‫ا‬ ‫ن ا اج‬ ‫ا ك‬ ‫ن‬ ‫ا‬.
 
“Dan disyaratkan bagi wajibnya haji, amannya jalan bagi diri sendiri dan harta walaupun
dari perampok, walaupun hanya sedikit yang diambil.Serta dugaan kuat keselamatan bagi
orang yang menaiki perahu, maka bila kemungkinan besar terjadi kematian karena
dahsyatnya ombak di sebagian keadaan atau prosentasenya sama, maka tidak wajib, bahkan
haram melaksanakan perjalanan jalur laut bagi dirinya dan orang lain.” (Syekh Zainuddin
Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Muin Hamisy Hasyiyah Ianah at-Thalibin, j uz 2, hal. 282
Al-Hidayah)
 
4. Perginya Perempuan dengan Suami, Mahram, atau Beberapa Perempuan yang Dapat
Dipercaya
 
Dalam ibadah haji, syari’at memberikan perhatian khusus bagi jamaah haji wanita.
Perempuan yang akan melaksanakan haji disyaratkan harus didampingi suami, mahram
atau sekelompok wanita yang bisa dipercaya, hal ini tidak lain karena adanya larangan bagi
wanita menempuh perjalanan dengan sendirian (terlebih perjalanan jauh seperti haji),
sehingga sangat mengkhawatirkan keselamatan nyawa, harga diri dan hartanya.
 
Maka, bila tidak ada suami, mahram atau beberapa perempuan yang bisa dipercaya yang
menemaninya, seorang wanita tidak wajib haji.
 
Syekh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Al-Nawawi berkata:
 
‫زوج أو م أو ة ت‬ ‫و ا أة أن ج‬
 
“Dan bagi perempuan dia harus keluar bersamaan dengan suami, mahrom atau beberapa
perempuan yang dapat dipercaya.”(Al-Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Al-Nawawi,
Minhaj Al-Thalibin Hamisy Hasyiyah Qalyubi dan Umairah , Al-Hidayah, juz 2, hal. 113)
 

5. Rentang Waktu yang Memungkinkan untuk Menempuh Perjalanan Haji
 
Waktu haji yang terbatas membuat pelaksanaannya tidak seleluasa ibadah umrah. Sehingga,
dalam syarat wajib haji, harus ada waktu yang memungkinkan untuk menempuh
perjalanan dari tanah air menuju Makkah. 
 
Syekh Muhammad Nawawi bin Umar bin Ali Al-Jawi berkata:
 
‫هإ‬ ‫ا ا د‬ ‫ا ي‬ ‫و دا‬ 
 
“Syarat wajib ke-7 adalah adanya waktu yang mencukupi untuk perjalanan haji dari
negaranya ke Makkah,” (Syekh Abu Abdil Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar bin Ali
Al-Jawi, Nihayah Al-Zain, Al-Haramain, hal. 202).
 
Demikian penjelasan mengenai batasan mampu melaksanakan haji. Sekian semoga
bermanfaat.
 
 
Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran,
Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.
 

TAGS: hajiumrah haji

Anda mungkin juga menyukai