Anda di halaman 1dari 27

PATOFISIOLOGI Asma bronchial

[Draw your reader in with an engaging abstract. It is typically a short


summary of the document. When you’re ready to add your content, just
click here and start typing.]
PATOFISIOLOGI

ASMA BRONCHIAL
Abstrak

Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik di saluran pernapasan bagian


bawah (bronchus), berupa episode penyempitan dan peradangan jalan napas yang
disertai produksi lendir (mukus) berlebihan sebagai respons terhadap satu atau lebih
pencetus. Yang berperan utama adalah berbagai sel, terutama sel mast, eosinofil, dan
limfosit T. Bersarakan penyebabnya, asma bronkhial diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu : Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan. Adapun faktor
pencetusnya serangan asma bronkhial yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor
presipitasi (alergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas
jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan : Menjauhi
alergen bila perlu desensitisasi, menghindari kelelahan, menghindari stress psikis,
pencegahan dengan peberian obat sedini mungkin, olahraga renang, senam asma.
Patofisiologi

ASMA BRONCHIAL

BAB I

PENDAHULUAN

1. Pengertian
Penyakit asma, dulu lebih dikenal sebagai penyakit mengi atau bengek, namun saat
ini, lebih lazim dikenal sebagai penyakit asma, bahkan hampir seluruhnya khususnya
dalam bahasa Inggris dan Belanda asthma. Penyakit asma sudah lama dikenal sejak
zaman Yunani kuno. Istilah ‘asthma’ berasal dari kata Yunani yang berarti “pernafasan
pendek” atau “pernafasan pendek dan cepat”. Asma adalah penyakit yang disebabkan
otot-otot di sekitar saluran bronkial (saluran udara) dalam paru- paru mengalai
kontraksi, sekaligus lapisan saluran bronkial tersebut mengalami bengkak peradangann.
Peradangan ini, yang melnghasilkan autocoid kimia radang diantaranya prostasiklin,
pr4ostaglandin, tromboksan disatu sisi dan di sisi lain menghasilkan kinin bradykinin
dan leuktrien yang sangat kuat dan menyerang lapisan permukaan saluran napas
tersebut. Peradangan ini juga menghasilkan lendir yang kental, sehingga menyebabkan
saluran udara menyempit, keadaan area ini menjadi lebih sensitive sangat ‘gugup’ dan
sensitive, dan akibatnya mudah merespon berbagai pemicunya seperti angin, olahraga
dan bau yang kuat (Nancy, 2006).
Asma adalah suatu kondisi paru-paru yang kronis, yang ditandai dengan sulit
bernafas (Vita Health, 2006). Asma adalah penyakit kronis (jangka panjang), suatu
kondisi ketika saluran udara tersumbat atau menyempit. Hal ini biasanya sementara,
tetapi dapat menyebabkan sesak nafas, kesulitan bernafas, dan gejala lainnya. Jika asma
menjadi parah, penderita mungkin memerlukan pengobatan darurat untuk memulihkan
pernafasan normal (Dayu, 2011).
Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik di paru yang terletak di saluran
napas bawah, berupa episode penyempitan dan peradangan jalan napas yang disertai
produksi lendir (mukus) berlebihan sebagai respons terhadap satu atau lebih pencetus.
Batasan teknis dari Global Initiative for Asthma (GINA). Mendefinisikan asma sebagai
gangguan inflamasi kronik saluran napas dengan peran berbagai sel, terutama sel mast,
eosinofil, dan limfosit T.
Inflamasi pada orang yang peka mengakibatkan episode mengi berulang, sesak
napas, rasa dada tertekan, dan batuk terutama malam dan dini hari (Bateman et al.
2008). Batasan praktis dari Pedoman Nasional Penanganan Asma Anak adalah mengi
berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik timbul secara episodik.
Cenderung pada malam dan dini hari, musiman, setelah aktivitas fisik, dan dapat
membaik dengan atau tanpa pengobatan serta adanya riwayat asma atau atopik lain pada
pasien dan atau keluarganya [UKK Pulmonologi IDAI 2002].
Faktor pencetus serangan asma antara lain adalah alergen (tungau debu rumah,
kecoa, serpihan kulit hewan piaraan, spora jamur, serbuk sari), asap rokok, polusi udara,
dan infeksi virus. Alergen merupakan faktor terpenting tidak hanya dalam mencetuskan
asma, tetapi juga menentukan keparahan dan menetapnya gejala-gejala asma (Nelson
2000). Secara patologis, asma ditandai oleh hiperreaktivitas bronkus. Orang atopi adalah
orang yang rentan untuk mengalami hiperreaktivitas bronkus, tetapi hanya 10-30% yang
akhirnya mengalami asma.
Bukti bahwa asma memiliki komponen genetik berasal dari studi pada keluarga,
yang memperkirakan bahwa kontribusi faktor genetik terhadap atopi dan asma. Secara
relatif adalah sekitar 40-60%. Asma adalah penyakit genetik yang kompleks dan
melibatkan banyak gen. Sehingga kerentanan terhadap asma melibatkan interaksi
berbagai faktor genetik dan lingkungan (Kuby et al. 2007).

2. Klasifikasi Asma Bronchial :


Sebetulnya asma itu ada dua, yaitu asma bronkhiale dan asma cardiale. Yang akan
dibahas disini adalah asma bronkhiali Ada beberapa klasifikasi untuk asa bronchial
diantaranya berdasarkan episode kejadiannya khusus asma pada anak, yaitu ada periode
jarang, sedang atau kronis. Sebagai berikut :
a.         Asma episode yang  jarang
Biasanya terdapat pada anak umur 3 – 8 tahun. Serangan umumnya dicetuskan
oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya serangan 3 – 4 kali
dalam 1 tahun. Lamanya serangan dapat beberapa hari, jarang merupakan
serangan yang berat. Gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi
dapat berlangsung kurang dari 3-4 hari, sedang batuk-batuknya dapat
berlangsung 10 – 14 hari. Manifestasi alergi lainya misalnya, eksim jarang
terdapat pada golongan ini. Tumbuh kembang anak biasanya baik, diluar serang
tidak ditemukan kelainan. Waktu remisi berminggu-minggu sampai berbulan-
bulan. Golongan ini merupakan 70 – 75 % dari populasi asma anak.
b.        Asma episode yang sering
Pada 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun.
Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut. Pada
umur 5 – 6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang
tua menghubungkan dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan
stress. Banyak yang tidak jelas pencetusya. Frekuensi serangan 3 – 4 kali dalam
1 tahun, tiap serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi
serangan paling tinggi pada umur 8 – 13 tahun. Pada golongan lanjut  kadang-
kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik ataui persisten.
Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi
yang akan mengganggu tidurnya. Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung
frekwensi serangan. Jika waktu serangan lebih dari 1 – 2 minggu, biasanya tidak
ditemukan kelainan fisik. Hay Fever dapat ditemukan pada golongan asma
kronik atau persisten. Gangguan pertumbuhan jarang terjadi . Golongan ini
merupakan 2-0 % dari populasi asma pada anak.
c.         Asma kronik atau persisten
Pada 25 % anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan; 75
% sebelum umur 3 tahun. Pada lebih adari 50 % anak terdpat mengi yang lama
pada dua tahun pertama, dan 50 % sisanya serangannya episodik. Pada umur 5 –
6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran nafas yang persisten dan
hampir selalu terdapat mengi setiap hari; malam hari terganggu oleh batuk dan
mengi. Aktivitas fisik sering menyebabkan mengi. Dari waktui ke waktu
terjadiserangan yang berat dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit.
Terdapat juga gologan yang jarang mengalami serangan berat, hanya sesak
sedikit dan mengisepanjang waaktu. Biasanya setelah mendapatkan penangan
anak dan orang tua baru menyadari mengenai asma pada anak dan masalahnya.
Obstruksi jalan nafas mencapai puncakya pada umur 8 – 14 tahun, baru
kemudian terjadi perubahan, biasanya perbaikan. Pada umur dewasa muda 50 %
golongan ini  tetap menderita asma persisten atau sering. Jarang yang betul-betul
bebas mengi pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan fisik jarang yang
normal; dapat terjadi perubahan bentuk thoraks seperti dada burung (Pigeon
Chest), Barrel Chest dan terdapat sulkus Harison. Pada golongan ini dapat
terjadi gangguan pertumbuhan yakni, bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisik
kurangsekali, sering tidak dapat melakukan olah raga dan kegiatan lainya. Juga
sering tidak masuk sekolah hingga prestasi belajar terganggu. Sebagian kecil ada
mengalami gangguan psiko sosial
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe, yaitu:
a.   Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotik dan aspirin), dan spora jamur.Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
b. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tida k spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
c. Asma gabungan : Bentuk asma yang paling umum.Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
3. Etiologi
A. Menurut The Lung Association ada 2 faktor yang menjadi pencetus
asma: Pemicu (trigger) terganggunya aliran pernafasan dan
mengakibatkan kontriksi atau menyempitnya saluran pernafasan
(bronkokonstriksi) tetapi tanpa peradangan seperti :
a) Perubahan cuaca atau suhu udara
b) Rangsangan sesuatu yang bersifat alergen, misal : asap rokok,
serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, uap dingin dan olahraga,
insektisida, polusi udara dan hewan peliharaan
c) Infeksi saluran pernafasan
d) Gangguan emosi
e) Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan
B. Penyebab (inducer) yaitu sel mast disepanjang bronchi
melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien sebagai respon terhadap
benda asing (allergen) seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat
didalam rumah atau bulu binatang yang menyebabkan terjadinya :
a) Kontraksi otot polos

b) Peningkatan pembentukan lender

c) Perpindahan sel darah putih tertentu ke bronchi yang


mengakibatkan peradangan pada saluran pernafasan dimana hal
ini akan memperkecil diameter dari saluran udara
(bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita
harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

C. Faktor Predisposisi : -   Genetik, Faktor herediter yang diturunkan


adalah:
Bakat alergi dan hipersentifisitas saluran pernafasannya. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga
menderita penyakit alergi. Karena sifatnya ini,penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
D. Faktor Presipitasi
1.    Alergen : dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1)      Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (ex: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
2)      Ingestan, yang masuk melalui mulut (ex: makanan dan obat-obatan)
3)      Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (ex: perhiasan,
logam dan jam tangan)
2.    Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3.    Stress : / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang  timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress   /
gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.
Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4.    Lingkungan kerja: Mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5.    Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat: Sebagian besar penderita asma
akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang
berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Dayu (2011) membagi jenis asma berdasarkan karakteristiknya, yaitu :

a. Asma alergi (Allergic Asthma): Jenis yang paling sering terjadi.


Alergen seperti debu, serbuk sari, dan tungau debu adalah penyebab
paling umum asma alergi. Berolahraga di udara dingin atau menghirup
asap, parfum, atau cologne dapat membuat kondisi menjadi semakin
buruk. Oleh karena alergen dapat ditemukan dimana-mana, penderita
asma alergi harus hati-hati dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan
dan menghindari tempat- tempat berdebu.
Asma alergi ini mempunyai kecenderungan alergi sejak lahir, yang
diturunkan dari keluarga-keluarga sebelumnya. Dalam tubuhnya akan
didapati kadar tinggi dari antibodi alergi yaitu Immunoglobulin E (IgE).
Antibodi IgE ini akan mengenali alergen dalam jumlah kecil seperti debu
tungau dan bereaksi seperti melepaskan histamin yang membuat
penderita menjadi bersin-bersin, pilek, mata berair, dan lain sebagainya.
Sebenarnya ini merupakan usaha tubuh untuk melawan alergen yang
masuk, hanya reaksinya lebih hebat dari orang pada umumnya.
Histamine yang dilepaskan dapat pula menjadi pemicu serangan asma.
b. Asma Non-alergi : Jenis asma non alergi tidak dipicu oleh faktor
alergi. Asma jenis ini biasanya muncul setelah usia paruh baya dan sering
disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan bawah dan atas. Asma
non-alergi ditandai oleh penyumbatan saluran pernafasan akibat
peradangan. Asma jenis ini bisa dikontrol dengan pengobatan yang tepat.
Gejala asma non- alergi meliputi : mengi, batuk, sesak nafas, nafas
menjadi cepat, dan dada terasa sesak. Asma non-alergi dapat dipicu oleh
berbagai faktor seperti : stres, kecemasan, kurang atau kelebihan
olahraga, udara dingin, hiperventilasi, udara kering, virus, asap,dan iritasi
lainnya.
c. Asma Nocturnal : Asma jenis ini mengganggu tidur karena penderitanya
dapat terbangun ditengah malam akibat batuk kering. Dada sesak adalah salah
satu gejala pertama dari asma nocturnal yang diikuti oleh batuk kering Asma
nocturnal dapat memicu penderitanya lesu di pagi hari akibat tidur malam
yang terganggu.
d. Asma Akibat Pekerjaan: Asma jenis ini terjadi akibat lingkungan kerja yang
tidak sehat. Salah satu pekerjaan yang bisa memicu asma adalah mengajar
(guru), akibat paparan debu kapur papan tulis. Jenis pekerjaan lain meliputi :
pekerja pabrik (paparan debu dan bahan kimia lainnya), seperti : pabrik wig,
pabrik bulu mata, pabrik kayu lapis, pelukis dan pekerja konstruksi (terkena
uap cat dan asap), seperti : pekerja matrial. Gejala asma jenis ini tidak berbeda
dari gejala asma secara umum seperti : mengi, batuk kering, sesak nafas, serta
nafas pendek dan cepat.
e. Asma Musiman : Asma musiman hanya terjadi pada musim-musim tertentu
ketika serbuk sari atau alergen hadir dalam jumlah melimpah. Sebagai contoh,
seseorang mungkin cukup sehat sepanjang tahun kecuali saat musim tanaman
berbunga. Musim bunga akan lebih banyak serbuk sari berterbangan di udara
yang dapat memicu asma.
f. Asma Campuran : Asma ini adalah campuran dari asma ekstrinsik dan
intrinsik. Asma jenis ini umumnya lebih serius karena penderita harus waspada
terhadap kedua faktor ekstrinsik dan intrinsik yang dapat memicu serangan
asma.
Ada juga yang mengkategorikan asma hanya menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Asma Ekstrinsik

Sebagian besar penderita asma didunia menderita jenis asma


ekstrinsik. Anak-anak sangat rentan terkena beberapa jenis alergi
sehingga akan lebih mudah terserang asma ekstrinsik. Anak-anak
yang mempunyai riwayat alergi, eksim, dan alergi rhinitis sangat
rentan terhadap asma ekstrinsik. Namun, saat mereka beranjak
dewasa, serangan alergi dan asma akan menghilang. Ada saatnya
ketika alergi tersebut timbul kembali karena beberapa faktor pemicu,
namun ini jarang terjadi saat anak-anak sudah mencapai usia dewasa
b. Asma Intrinsik

Asma intrinsik sering juga disebut dengan asma non-alergi.


Asma jenis ini dipicu oleh faktor-faktor non-alergik, seperti
infeksi oleh virus, iritan, emosi dan olahraga. Ini merupakan jenis
asma yang paling sering diderita oleh anak-anak berusia di bawah
3 tahun dan dewasa berusia di atas 30 tahun. Infeksi pernafasan
karena virus merupakan pemicu utama pernafasan karena virus
merupakan pemicu utama dan mempengaruhi, baik saraf dan atau
saluran pernafasan (bronchi). Hal ini menyebabkan bronkospasme
atau lepasnya mediatorkimia yang menghasilkan serangan asma.
Pemicu lainnya meliputi iritan, olahraga, udara dingin, serta
perubahan emosi yang juga menyebabkan bronkospasme.
c. Asma Campuran

Asma jenis ini merupakan kombinasi antara asma ekstrinsik


dan intrinsik.

4. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus
yang menyebabkan  sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi
yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang
alergi àmembentuk sejumlah antibodi IgE abnormal à reaksi alergi. Pada
asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi IgE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus
kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas
menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkhiolus berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi
paksa menekan bagian luar bronkhiolus. Bronkhiolus sudah tersumbat
sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal
yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.pada penderita
asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi
hanya sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan udara
ekspirasi dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest.

5. Gejala Asma Bronchial

Gejala yang timbul bervariasi, berhubungan dengan beratnya derajat


hiperaktifitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversible secara
spontan maupun dengan pengobatan.

Gejala-gejala asma (klinik citama, 2011) antara lain :


a. Bising mengi (Wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.

b. Batuk produktif, sering pada malam hari.

c. Nafas atau dada seperti tertekan.

6. Diagnosis Asma Bronchial Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu


membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari.

1. Anamnesa
a. Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk

berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.

b. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.

c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau

penyakit alergi yang lain.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita

lebih nyaman dalam posisi duduk.

b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.

c. Paru :

 Inspeksi    : dinding torak tampak mengembang, diafragma

terdorong ke bawah.

 Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.

 Perkusi : hipersonor

 Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri

3.      Pemeriksaan Penunjang, Pemeriksaan Laboratorium meliputi :

a.       Pemeriksaan sputum : pada penderita asma akan didapati :

-  Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari

kristal eosinopil.

- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)

dari cabang bronkus.

-  Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya

bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang

terdapat mucus plug.

b. Pemeriksaan darah :
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3

dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada

waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

c. Pemeriksaan Radiologi

            Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada

waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru

yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis,

serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,

maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

-    Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan

bertambah.

-    Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran

radiolusen akan semakin bertambah.

-    Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru

-    Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

-    Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan

pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen

pada paru-paru.

d. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang

dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan

menggunakan tes tempel.

e. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat

dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang

terjadi pada empisema paru yaitu :

-    Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis

deviasi dan clockwise rotation.

-  Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya

RBB (Right bundle branch block).

-  Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,

dan

-   VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

f. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara

yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon

pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan

sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau

nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC

sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya

respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri

tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting

untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita

tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan

obstruksi. (Medicafarma,2008)

g. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis

Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang

paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada

faktor-faktor yang menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya


pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan

cara kerja obat sebagai berikut :

a. Menghambat pelepasan mediator.

b. Menekan hiperaktivitas bronkus.

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :

a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.

b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.

c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.

d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekuensi

serangan dan meringankan beratnya serangan.

Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah : a. Steroid dalam ,

aerosol, b. Disodium Cromolyn, c. Ketotifen., d. Tranilast.

Beberapa ciri-ciri dan gejala khas dari penyakit asma bronkial adalah:
1. Batuk keras : Batuk yang keras adalah gejala paling umum dari asma
bronkial. Batuknya dapat berupa batuk kering atau berdahak (berlendir).
Batuk asma cenderung memburuk pada malam hari atau setelah beraktivitas.
Apabila Anda terus-terusan mengalami batuk kering yang berlangsung lama,
dengan/tanpa gejala asma yang menyertai, ini mungkin saja menandakan
Anda mengalami jenis batuk asma.

2. Suara mengi : Mengi adalah satu dari sekian gejala asma yang dapat
dikenali. Suara mengi adalah napas yang berbunyi lirih seperti
siulan, atau berbunyi “ngik-ngik” setiap kali Anda menghembuskan
napas. Suara ini muncul karena udara dari dalam paru dipaksa keluar
lewat saluran napas yang sempit dan tersumbat. Meski begitu bukan
berarti orang yang mengalami mengi pasti memiliki asma. Pasalnya,
mengi juga dapat menjadi gejala dari penyakit lain seperti penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK) dan pneumonia (infeksi paru-paru).

3. Sulit Bernapas Lega: Asma membuat Anda sulit bernapas lega atau sering
merasa kehabisan napas (ngos-ngosan). Anda mungkin juga merasa sering
kesusahan menarik atau menghela napas panjang. Ini karena saluran napas
(bronkus) Anda menyempit dan tersumbat lendir paru.

4. Dada Sesak : Gejala asma yang juga umum adalah sensasi dada sesak seperti
ada yang mengikat tali erat-erat di sekeliling dada.Sensasi ini muncul akibat
otot saluran napas yang membengkak akibat peradangan kemudian menutupi
terowongan jalur napas. Maka, Anda juga akan merasakan perasaan kaku atau
ketegangan di area dada. Kondisi ini membuat Anda sulit bernapas lega.

Pada kasus yang parah, gejala asma bronkial meliputi:

a. Kesulitan untuk berbicara, makan, dan tidur karena sesak napas.


b. Bibir serta ujung jari-jari kaki dan tangan terlihat membiru.
c. Jantung berdebar-debar.
d. Tampak lemas dan lesu.
e. Pusing yang tak kunjung hilang.
f. Gejala khas asma semakin parah dan sering.
g. Inhaler tidak mampu meredakan gejala yang ada.
5. Pencegahan
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi

b. Menghindari kelelahan

c. Menghindari stress psikis

d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin

Menurut Broide (2008) pencegahan yang dapat dilakukan, meliputi :

a. Mencegah Sensititasi

Cara - cara mencegah asma berupa pencegahan sensititasi


alergi (terjadinya atopi, diduga paling relevan pada masa prenatal
dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma pada individu yang
disensititasi. Selain menghindari pajanan dengan asap rokok, baik in
utero atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang dapat
mencegah perkembangan asma. Hipotesis hygiene untuk
mengarahkan system imun bayi kearah Th1 , respon non alergi atau
modulasi sel T regulator masih merupakan hipotesis.
b. Mencegah Eksaserbasi
Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan
sesak yang memburuk secara progresif disertai batuk, mengi, dan
dada sakit atau kombinasi gejala – gejala tersebut. Eksaserbasi
ditandai dengan menurunnya arus nafas yang dapat diukur secara
obyektif (spirometri atau Peak Flow Meter/PFM) dan merupakan
indikator yang lebih dapat dipercaya dibandingkan gejala.
Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan dengan berbagai faktor
(trigger) seperti alergen (indoor seperti : tungau debu rumah, hewan
berbulu, kecoa, dan outdoor seperti : polen, jamur, infeksi virus,
polutan dan obat).
Mengurangi pajanan penderita dengan beberapa faktor seperti
menghentikan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan kerja,
makanan, zat aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat
memperbaiki kontrol asma dan keperluan obat. Tetapi biasanya
penderita bereaksi terhadap banyak faktor lingkungan, sehingga
usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal–hal lain yang
harus pula dihindari adalah polutan indoor dan outdoor, makanan
dan zat aditif, obesitas, emosi dan stress, dan berbagai faktor lainnya
(Broide, 2008)

6. Faktor Pemicu (Trigger) Asma

Faktor pemicu asma dapat mengganggu saluran pernafasan dan


mengakibatkan bronkokonstriksi. Faktor pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan
bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti
asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala dan
bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul
seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relative mudah di atasi
dalam waktu singkat. Namun, saluran pernafasan akan bereaksi lebih
cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi
peradangan.
Menurut Ari (2006), faktor pemicu asma diantaranya :
a. Perubahan cuaca dan suhu udara
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin,
tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah.
Epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah
berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel
alergenik. Dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga
terbawa oleh air dan udara.
b. Polusi udara
Polusi udara didefinisikan sebagai atmosfer yang menimbun
bahan iritan yang bersifat membahayakan bagi manusia, hewan
dan tumbuhan. Polusi udara merupakan pencetus yang harus
diperhatikan penderita asma. Polusi ini bisa berada outdoor
seperti di sekitar tempat kerja, dan sekolah, maupun indoor
tempat kediamannya.
1)Polutan Outdoor

Polutan outdoor berasal dari asap pabrik, bengkel,


pembakaran sisa atau sampah industri. Demikian pula gas
buang yang berasal dari knalpot mobil maupun motor. Polutan
ini terbagi menjadi 2 tipe yaitu industrial smog (seperti sulfur
dioksida dan partikulat kompleks) dan photokimia smog
(seperti ozon dan nitrogen oksida). Polutan yang dihasilkan
dapat berdampak pada kondisi cuaca, dan keadaan geografis.
Polutan seperti sulfur dioksida, ozon, dan nitrogen dioksida
dinyatakan sebagai pencetus terjadinya bronkokonstriksi,
membuat saluran pernafasan lebih responsif, dan meningkatkan
respons alergi.
2)Polutan Indoor

Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan


pencemar biologis (virus, bakteri, dan jamur), formaldehid,
volatile organic compounds (VOC), combustion products (CO,
NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap
dapur. Sumber polutan VOC berasal dari penyemprotan
serangga, cat, pembersih, komestik, semprotan rambut
(hairspray), deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang
disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer
(solvent) seperti thinner. Sumber polutan formaldehid dalam
ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furniture, dan karpet.
Terpaparnya polutan folmaldehid dapat mengakibatkan
terjadinya iritasi pada mata dan saluran pernafasan bagian atas.
Partikel debu, khususnya respirable dust disamping
menyebabkan ketidaknyamanan juga dapat menyebabkan
reaksi peradangan paru. Sumber partikel debu dari dalam
ruangan berasal dari karpet, kertas, atau aktivitas lain.
Sedangkan debu dari luar dapat masuk ke ruangan melalui
pintu, ventilasi atau jendela dan AC.

c. Asap Tembakau

Pembakaran tembakau mampu menghasilkan campuran


gas yang kompleks dan besar, asap, partikulat. Lebih dari 4500
senyawa dan kontaminan telah diidentifikasi dalam asap
tembakau diantaranya adalah nikotin, polisiklis hidrokarbon,
karbon dioksida, nitrit oksida, nitrogen oksida, dan akrolein.
d. Perokok Pasif

Telah diketahui bahwa perokok pasif akan mengalami


penurunan fungsi paru. Fakta epidemiologi yang menunjukkan
bahwa paparan terhadap lingkungan asap tembakau (termasuk
perokok pasif) meningkatkan risiko sistem pernafasan lebih
rendah pada bayi, dan anak – anak. Asap rokok tersebut yang
merupakan alergen yang kuat. Asap tembakau pada tangan
kedua telah terbukti sangat memicu timbulnya gejala asma,
terutama pada anak. Individu lain yang menghirup asap rokok
mendapatkan racun yang lebih banyak dibandingkan dengan
pengguna rokok, dan mengalami iritasi pada mukosa sistem
pernafasan. Apabila seorang ibu hamil merokok, dapat
menyebabkan anak yang dikandungnya mengalami risiko sesak
nafas dan asma. Berdasarkan studi prospektif asma dan mengi,
terdapat hubungan antara seorang ibu yang memiliki kebiasaan
merokok dengan terjadinya mengi pada anak berumur 0 hingga
3 tahun, tetapi tidak dengan asma dan alergi pada usia 6 tahun.
Seorang ibu yang merokok selama hamil juga merupakan suatu
faktor risiko untuk terjadinya mengi pada bayi.
e. Perokok Aktif

Perokok aktif meningkatkan risiko terjadinya asma


terutama pada orang dewasa. Merokok menyebabkan
menurunnya fungsi paru sehingga individu perokok tersebut
dapat terserang asma. Penderita asma yang merokok memiliki
potensi mengalami serangan asma.
f. Infeksi Saluran Pernafasan
Infeksi pernafasan pada anak akibat virus bisa
menyebabkan memburuknya penderita asma. Virus pada
pernafasan yang dapat menyebabkan asma menjadi bertambah
parah adalah rhinovirus, dan virus influenza. Berbagai macam
variasi mekanisme terjadinya virus yang dapat membuat asma.
Infeksi akibat virus mungkin dapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan epitel dan peradangan saluran pernafasan, dimana
keduanya merupakan faktor penting yang mampu menyebabkan
gejala asma terjadi. Telah diidentifikasi bahwa virus yang
menyerang antibodi IgE adalah RSV dan virus parainfluenza,
dimana virus tersebut dapat menjadi mediator alergi dari sel
paru – paru manusia. Satu virus telah menunjukkan bahwa
mampu merangsang alergi terhadap alergen melalui
bertambahnya mediator inflamasi yang dihasilkan dan
menjalarnya kejadian inflamasi yang merupakan karakteristik
dari asma.
g. Gangguan emosi (Stres)

Emosional stress dapat menjadi pencetus asma, terutama


ekspresi yang ekstrim seperti tertawa, menangis, marah dan
ketakutan dapat menyebabkan hiperventilasi dan hipokapnia
yang membuat saluran pernafasan menyempit sehingga
penderita terserang asma kembali
h. Exercise Inducued Bronkospasme

Exercise dapat menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi


pada 70 – 80% penderita asma ringan hingga berat sehingga
membatasi aktivitas dan memperburuk kualitas hidup.
Penyebab bronkokonstriksi yang dicetuskan oleh exercise
belum diketahui sepenuhnya, meskipun demikian diduga bahwa
bronkospasme atau spasme saluran pernafasan yang
dikarenakan olahraga, akan menyebabkan terjadinya
penyempitan arus udara yang bersifat sementara. Kegiatan
olahraga menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen. Hal ini
menyebabkan meningkatnya tingkat frekuensi pernafasan, yang
pada gilirannya mengakibatkan mendingin dan mengeringnya
saluran pernafasan dan yang terakhir memicu serangan asma.
Sedangkan, menurut Vita health (2006), faktor pemicu
asma diantaranya:
a. Perubahan cuaca dan suhu udara

Penderita asma tentu saja tidak bisa menghindari


perubahan cuaca, kecuali jika ia mau pindah tinggal di
kota atau wilayah atau negara lain. Yang sangat
berpengaruh bagi kebanyakan penderita asma adalah
perubahan cuaca atau suhu udara yang menjadi dingin
secara mendadak, termasuk ruangan ber- AC yang
disetel sangat dingin.
Untuk mencegah saluran nafas menyempit
akibat bernafas dalam udara yang dingin dan kering,
kenakan scarf atau syal yang menutupi bagian hidung
dan mulut, agar udara yang dihirup menjadi hangat
dan dilembabkan.
b. Polusi udara

Polusi udara adalah pemicu asma yang patut


sangat diperhatikan penderitanya. Polusi ini bisa
berada di sekitar tempat kerja atau tempat tinggalnya.
Waspadailah polusi udara yang berasal dari asap
pabrik, bengkel, pembakaran sisa, atau sampah
industri. Demikian pula gas buang yang berasal
knalpot mobil maupun motor. Polusi udara dirumah
biasanya berasal dari asap rokok, asap dapur, dan
penyemprot serangga.
Semprot rambut (hairspray), deodorant,
pewangi ruangan dan segala sesuatu yang
disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan bisa
memicu asma. Hindari segala “deodorizer” dan “air
freshener”. Ganti hairspray dengan mousse atau
styling gel untuk menata rambut. Untuk pewangi
tubuh, gunakan roll-on atau deodorant dari jenis stick.
Pengencer (solvent) seperti thinner juga bisa menjadi
pemicu. Pokoknya hindari segala sesuatu yang kuat
baunya karena dapat menjadi pemicu serangan asma.
c. Asap Rokok

Asap adalah alergen yang kuat. Asap rokok telah


terbukti sangat memicu timbulnya gejala–gejala asma,
terutama pada anak-anak. Efek dari sebatang rokok
bertahan di dalam rumah hingga 7 hari. Untuk itu
sangatlah penting menjaga lingkungan rumah yang
bebas dari asap rokok.
d. Infeksi saluran pernafasan
Kadang-kadang infeksi bisa menjadi pencetus
asma. Infeksi sinus adalah salah satu penyebab asma
yang sulit dideteksi. Sebaliknya, di masa lalu asma
sering salah didiagnosa sebagai bronchitis dan
diobati dengan antibiotic, yang dalam banyak kasus
tidak membawa hasil apa- apa.
e. Gangguan emosi (Stres)

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus


serangan asma, selain itu juga dapat memperberat
serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala
asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma
yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi
nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.
Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala
asmanya lebih sulit diobati. Stress juga menurunkan
kemampuan system imunitas tubuh untuk melawan
bakteri pathogen. Sehingga penderita asma yang
mengalami stress berpeluang jatuh sakit.
f. Olahraga dan aktivitas yang berlebihan

Pelajaran atau jam olahraga di sekolah selalu


mencemaskan orangtua dan anaknya yang menderita
asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktivitas tersebut. Tapi anak-
anak juga orang dewasa perlu berolahraga secara
teratur. Olahraga/beraktivitas sangat penting untuk
kesehatan dan menunjang kinerja jantung maupun
paru-paru. Penderita asma tidak harus terhambat dari
kegiatan olahraga selama problemnya bisa diantisipasi
dan langkah- langkah sederhana bisa diambil untuk
mengatasinya.
Dari banyak jenis olahraga, berenang paling
kurang memprovokasi gejala asma, sehingga berenang
bisa menjadi pilihan yang terbaik. Tapi jika
dikendalikan dengan baik, penderita asma sewajarnya
bisa berpartisipasi dalam olahraga apapun yang
diinginkan.
7. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
a.       Status asmatikus, adalah setiap serangan asma berat atau yang
kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin
dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus.
Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
b.      Atelektasis, adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
c.       Hipoksemia, adalah tubuh kekurangan oksigen
d.      Pneumotoraks, adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru.
e.       Emfisema, adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung
secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

8. Pengobatan pada asma bronkial terbagi 2, yaitu:

a. Pengobatan non farmakologik:

1) Memberikan penyuluhan

2) Menghindari faktor pencetus

3) Pemberian cairan

4) Fisiotherapy

5) Beri O2 bila perlu.

b. Pengobatan farmakologik :
1) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi
dalam 2 golongan:
a) Simptomatik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
(1) Orsiprenalin (Alupent)

(2) Fenoterol (berotec)

(3) Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomatik tersedia dalam bentuk tablet,


sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang
dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh
alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat
halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b) Santin (teofilin)
Nama obat :
(1) Aminofilin (Amicam supp)

(2) Aminofilin (Euphilin Retard)

(3) Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik,


tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian :
Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma
akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah.
Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya
sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).
a) Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan


obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk
penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin
biasanya diberikan bersama- sama obat anti asma yang
lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu
bulan.
b) Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti


kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1 mg /
hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara
oral.
Pengobatan Asma Bronkial

1. Inhaler asma

Inhaler dapat digunakan sendiri di rumah. Cara pakainya jelas tidak mudah,
mengingat penekanan tombol inhalernya juga harus tepat, yaitu sebaiknya
ketika serangan asma, seseorang sedang membuang napas, maka inhaler itu
disemprotkan. Kenapa? Karena ketika disemprotkan saat membuang napas,
momen selanjutnya adalah ketika penderita menghirup napas sehingga obat
justru akan masuk. Jika disemprotkan ketika menarik napas, penekanan
tombol bisa saja terlambat dan justru obat malah terbuang.

2. Asma nebuliser (mesin pernapasan)

Asma nebuliser merupakan suatu alat untuk memberikan obat uap dan tepat
diberikan di UGD ketika seseorang mengalami serangan asma. Alat ini
dapat mengubah cairan.
Daftar Pustaka

Dayu, A.2011.Asma Pada Balita.Jogjakarta: Javalitera.

Broide, D.2008.New Perspective on Mechanisme Underlying Crhonic Allergic


Inflamation and Asthma.JACL.

Medicafarma.2008.Analgesik Antipiretik dan


NSAID.http://medicafarma.blogspot.com/2008/analgesik-antipiretik-dan-
antiinflamasi.html (diakses pada tanggal 18 februari 2020).

Vitahealt.2006.Asam Urat.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai