Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“PENGGOLONGAN OBAT”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: Farmakologi
Dosen pengampu: Rus Andraini A.Kp., MPH.

Disusun Oleh:
Hafidatul Aulia P07220120076
Mardiah P07220120084
Shindy Adella Putri P07220120094

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KALIMANTAN TIMUR


PRODI D-III KEPERAWATAN KELAS BALIKPAPAN
TINGKAT I/SEMESTER II
TAHUN AJARAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-
Nya, makalah ini dapat di selesaikan. Makalah ini sendiri di buat guna memenuhi
salah satu tugas kuliah dari dosen mata kuliah Farmakologi dengan judul
“Penggolongan Obat”.
Makalah ini disusun berdasarkan sumber-sumber yang ada namun kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran demi perbaikan dan penyempurnaan akan kami terima dengan senang hati.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Balikpapan, 18 Januari 2021

Pemateri

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................1
C. Tujuan.........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Obat Antiinflamasi dan Antiinfeksi............................................................................................3
1. Obat Antiinflamasi non-steroid............................................................................................5
2. Obat Anti-Gout......................................................................................................................7
3. Obat Antibiotik......................................................................................................................9
4. Obat Anti Fungi...................................................................................................................12
5. Obat AntiVirus.....................................................................................................................13
BAB III PENUTUP......................................................................................................................16
A. Kesimpulan...............................................................................................................................16
B. Saran..........................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang
memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan
untuk menghilangkan gejala penyakit reuma seperti arthritis reumatoid, artrosis
dan spondilosis.
Obat Anti-Inflamsi Nonsteroid (OAINS) merupakan obat yang paling sering
diresepkan di dunia belahan barat, dengan penjualan didunia melebihi 6 miliar
dollar Amerika pertahun. Risiko komplikasi gastroduodenum (perdarahan,
perforasi, atau obstruksi lambung) terjadi 1–4 % pertahun, obat ini menyebabkan
ulkus duodenum dengan menghambat aktivitas siklooksigenase (COX) dan
mengurangi sintesis prostaglandin mukosa. Siklooksigenase adalah enzim yang
berfungsi untuk mengkonversi asam arakidonat menjadi prostaglandin,
berkurangnya sintesis prostaglandin menyebabkan rusaknya pertahanan mukosa
duodenum. Obat ini menurunkan sekresi mukus dan bikarbonat, mengurangi
aliran darah mukosa, dan meningkatkan adhesi neutrofil pada endotel pembuluh
darah.
Inflamasi merupakan gangguan yang sering terjadi pada manusia serta
binatang, yang ditandai dengan timbulnya kemerahan, panas, pembengkakan, rasa
nyeri yang mengganggu, dan hilangnya fungsi dari jaringan. Inflamasi ini adalah
respons terhadap cedera jaringan dan infeksi. Respon ini adalah usaha tubuh
untuk menginaktivasi/merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat
iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa obat antiinflamasi dan antiinfeksi?
a. Apa obat antiinflamasi non-steroid?
b. Apa obat anti-gout?

1
c. Apa obat antibiotik?
d. Apa obat anti fungi?
e. Apa obat anti virus?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami obat antiinflamasi dan antiinfeksi.
a. Mengetahui dan memahami obat antiinflamasi no-steroid.
b. Mengetahui dan memahami obat anti-gout.
c. Mengetahui dan memahami obat anti fungi.
d. Mengetahui dan memahami obat anti virus.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Obat Antiinflamasi dan Antiinfeksi
Inflamasi atau peradangan adalah proses penyembuhan yang merupakan
bagian dari upaya tubuh melindungi diri. Proses ini dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi rangsangan berbahaya bagi tubuh (seperti sel
rusak, iritasi, masuknya patogen) dan memulai proses penyembuhan. Peradangan
adalah bagian dari respons kekebalan tubuh. Ketika zat berbahaya masuk, tubuh
merespons dengan melakukan perlawanan. Gejala fisik yang muncul setelahnya
(seperti demam) menunjukkan bahwa tubuh sedang berusaha untuk
menyembuhkan dirinya sendiri. Bisa disimpulkan bahwa peradangan menjadi
tanda terjadinya infeksi bakteri, virus, atau jamur.
Perlu diingat bahwa peradangan merupakan bagian dari proses penyembuhan.
Sebagian besar kasus peradangan tidak membutuhkan penanganan medis. Namun
pada sebagian kasus, peradangan diatasi dengan konsumsi obat anti-inflamasi
seperti ibuprofen, aspirin, atau kortikosteroid.  Obat ini terbagi menjadi dua, yakni
steroid dan non-steroid.
Inflamasi adalah respons terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses
inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular di mana cairan, elemen-elemen
darah, sel darah putih (lekosit), dan mediator kimia berkumpul pada tempat
cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme
perlindungan di mana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-
agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan
untuk perbaikan jaringan.
Meskipun ada hubungan antara inflamasi dan infeksi, istilah-istilah ini tidak
boleh dianggap sama. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme dan menyebabkan
inflamasi, tetapi tidak semua inflamasi disebabkan oleh infeksi.
Obat-Obat anti-inflamasi, seperti obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
dan steroid (preparat kortison), menghambat mediator-mediator kimia, sehingga

3
mengurangi proses inflamasi. Lima ciri khas dari inflamasi, dikenal sebagai
tanda-tanda utama inflamasi, adalah kemerahan, panas, pembengkakan (edema),
nyeri dan hilangnya fungsi. Dua tahap inflamasi adalah tahap vaskular yang
terjadi 10-15 menit setelah terjadinya cedera dan tahap lambat. Tahap vaskular
berkaitan dengan vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas kapiler di mana
substansi darah dan cairan meninggalkan plasma dan pergi menuju ke tempat
cedera. Tahap lambat terjadi ketika leukosit menginfiltrasi jaringan inflamasi.
Berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi. Prostaglandin
yang telah berhasil diisolasi dari eksudat pada tempat inflamasi adalah salah satu
di antaranya. Protaglandin (mediator kimia) mempunyai banyak efeknya,
termasuk di antaranya adalah vasodilatasi, relaksasi otot polos, meningkatnya
permeabilitas kapiler, dan sensitisasi sel-sel saraf terhadap nyeri. Obat-obat,
seperti aspirin, menghambat biosintese prostaglandin sehingga obat ini juga
dikenal sebagai penghambat prostaglandin. Karena penghambat prostaglandin
mempengaruhi proses inflamasi, maka juga disebut sebagai agen-agen
antiinflamasi. Agen-Agen antiinflamasi mempunyai khasiat tambahan, seperti
meredakan nyeri (analgesik), menurunkan suhu tubuh yang naik (antipiretik), dan
menghambat agregasi platelet (antikoagulan). Aspirin adalah obat anti-inflamasi
tertua, tetapi mula-mula dipakai untuk khasiat analgesik dan antipiretiknya.
Setelah dilakukan banyak riset untuk mencari obat yang lebih efektif dengan efek
samping yang lebih sedikit, kini telah banyak ditemukan agen-agen antiinflamasi
atau penghambat prostaglandin.
Meskipun obat-obat ini mempunyai efek antiinflamasi yang kuat yang
menyerupai efek kortikosteroid (kortison), tetapi obat-obat ini secara kimia tidak
ada hubungannya dan karena itu disebut sebagai obat-obat antiinflamasi non-
steroid, atau NSAID (= nonsteroidal antiinflammatory drugs).
Infeksi. Kondisi infeksi disebabkan oleh adanya serangan dan
perkembangbiakan mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan parasit yang pada
dasarnya tidak berasal dari dalam tubuh. Infeksi bisa terjadi pada satu area saja

4
pada tubuh atau bisa menyebar melalui darah sehingga menjadi bersifat
menyeluruh.
Obat antiinfeksi adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh spesies tertentu dari golongan parasit, bakteri,
jamur, serangga, metazoa, protozoa, riketsia atau virus. Berdasarkan kegunaannya
obat antiinfeksi dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu ektoparasitisida, obat
antiinfeksi setempat (antiseptika dan disinfektan), antelmintik, obat
antimikobakteri (antituberkulosis dan antilepra), antiseptik saluran seni, obat
antijamur, obat antivirus dan obat antiprotozoa (antiamuba, antileismania,
antitrikomonas, antitripanosoma dan antimalaria).

1. Obat Antiinflamasi Non-Steroid


Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAIDs) adalah kelompok obat yang digunakan untuk
mengurangi peradangan, sehingga meredakan nyeri dan menurunkan demam.
NSAIDs sering dikonsumsi untuk mengatasi sakit kepala, nyeri menstruasi,
keseleo, atau nyeri sendi.
NSAIDs tersedia dalam bentuk kapsul, tablet, krim, gel, suppositoria
(obat yang langsung dimasukkan ke dalam anus), dan suntik. Dalam
mengatasi nyeri, NSAIDs atau OAINS bekerja dengan cara menghambat
hormon pemicu peradangan, yaitu hormon prostaglandin. Dengan
berkurangnya peradangan, rasa nyeri juga akan berkurang dan demam akan
turun. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengatasi nyeri setelah amputasi
atau phantom limb syndrome.
NSAID merupakan obat-obat "seperti aspirin yang menghambat
sintesa prostaglandin. Obat-Obat ini, juga dikenal sebagai penghambat
prostaglandin, mempunyai efek analgesik dan antipiretik yang berbeda-beda
tetapi terutama dipakai sebagai agen antiinflamasi untuk meredakan inflamasi
dan nyeri. Ketika memberikan NSAID untuk meredakan nyeri, dosisnya
biasanya lebih tinggi daripada untuk pengobatan inflamasi. Efek

5
antipiretiknya tidak sekuat dari efek antiinflamasinya. Kecuali aspirin,
preparat-preparat NSAID tidak dianjurkan pemakaiannya untuk meredakan
sakit kepada yang ringan dan demam. Pemilihan obat untuk sakit kepala dan
demam adalah aspirin dan Asetaminofen. NSAID lebih cocok untuk
mengurangi pembengkakan, nyeri, dan kakakuan sendi-sendi.

a. Efek Samping Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAID)


NSAIDs atau obat antiinflamasi nonsteroid termasuk golongan obat
yang paling sering digunakan. Namun, perlu diingat bahwa golongan obat-
obat ini juga dapat menimbulkan beberapa efek samping. Berikut adalah efek
samping NSAIDs yang paling sering terjadi:

a) Mual.
b) Muntah.
c) Konstipasi.
d) Diare.
e) Penurunan nafsu makan.
f) Sakit kepala.
g) Pusing.
h) Ruam kulit.

Selain itu, ada juga efek samping lainnya yang lebih serius, yaitu:

a) Masalah pencernaan
b) Tekanan darah tinggi
c) Perdarahan saluran cerna
d) Gangguan hati dan ginjal
e) Gangguan jantung

b. Jenis dan Merek Dagang Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs)

6
Berikut ini adalah jenis-jenis obat yang termasuk ke dalam golongan NSAIDs
atau OAINS:

a) Ibuprofen, merek dagang: Aknil, Alaxan FR, Anafen, Arbupon,


Arfen, Arthrifen, Axofen, Bimacyl.

b) Aspirin, merek dagang: Aspirin, Aspilets, Cardio aspirin, Farmasal,


Miniaspi 80, Thrombo.

c) Naproxen, merek dagang: Xenifar, Alif 500.

d) Diclofenac, merek dagang: Aclonac, Anuva, Araclof, Atranac,


Bufaflam, Cataflam, Catanac, Deflamat, Diclofam, Diclofenac.

e) Celecoxib, merek dagang: Celebrex, Novexib.

f) Etoricoxib, merek dagang: Arcoxia, Coxiron, Etoricoxib, Etorvel,


Orinox.

g) Indomethacin, merek dagang: Dialon.


h) Asam mefenamat, merek dagang: Allogon, Altran, Amistan,
Analspec, Anastan Forte, Argesid, Asmef, Asam Mefenamat,
Asimat.

i) Piroxicam, merek dagang: Feldene, Scandene.

j) Meloxicam, merek dagang: Movi-cox, Mecox.

k) Ketoprofen, merek dagang: Profenid, Noflam.


l) Dexketoprofen, merek dagang: Ketesse.

m)Etodolac, merek dagang: Lonen.


n) Nabumetone, merek dagang: Goflex.

2. Obat Anti-Gout

7
Gout adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan penyakit
yang berkaitan dengan hiperurisemia. Hiperurisemiad apat terjadi karena
peningkatan sintesis prekursor purin asam urat atau penurunan
eliminasi/pengeluaran asam urat oleh ginjal, atau keduanya.

Gout merupakan diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah kondisi


biokimia. Gout ditandai dengan episode arthritis akut yang berulang, disebabkan
oleh timbunan monosodium urat pada persendian dan kartilago, dan
pembentukan batu asam urat pada ginjal (nefrolitiasis). Hiperurisemia yangb
erlangsung dalam periode lama merupakan kondisi yang diperlukan tetapi tidak
cukup untuk menyebabkan terjadinya gout.

Berikut adalah uraian mengenai penanganan gout akut dan kronis secara
farmakologis. Juga akan dijelaskan gout yang disebabkan oleh obat dan apa yang
harus diberikan pada pasien yang menderita gout.

a. Penanganan menggunakan obat

Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan


penanganan hiperurisemia pada pasien artritis kronik. Ada 3 tahapan dalam
terapi penyakit ini:

a) Mengatasi serangan akut.


b) Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal urat
pada jaringan, terutama persendian.
c) Terapi pencegahan menggunakan terapihipourisemik.

Patofisiologi arthritis gout dibagi menjadi empat tahap yaitu:

a. Fase I

Tahap ini terjadi akibat peningkatan asam urat yang berasal dari
metabolisme purin yang berasal dari diet dan pemecahan sel tubuh. Pada
keadaan normal asam urat yang terbentuk selanjutnya akan dipecah oleh

8
enzim urikase menjadi substans yang larut pada urin sehingga mudah
diekskresikan. Tidak adanya enzim urikase ini dapat menimbulkan
peningkatan kadar asam urat.

Sekitar 90% peningkatan kadar asam urat ditimbulkan akibat


ketidakmampuan untuk mengekskresikan asam urat pada urin akibat defek
genetik pada transporter anion ginjal yang mengakibatkan reabsorbsi asam
urat yang berlebihan. Hal ini juga bisa disebabkan oleh penggunaan beberapa
obat seperti aspirin, diuretik dan alkohol, serta fungsi ginjal yang menurun.

Sekitar 10% peningkatan asam urat dapat terjadi akibat produksi asam urat
yang berlebihan akibat defek genetik enzim yang memecahkan purin,
peningkatan penghancuran DNA sel yang mengandung purin pada tindakan
kemoterapi, serta asupan diet yang tinggi purin.

b. Fase II

Fase ini adalah serangan akut yang ditandai dengan tanda radang, biasanya
pada sendi metatarsofalang digiti I, dorsum kaki, mata kaki, lutut, pergelangan
tangan, dan sendi siku. Fase ini terjadi akibat perpindahan monosodium urat
ke cairan sendi dan menimbulkan reaksi perlawanan dari sel neutrofil,
sehingga mencetuskan reaksi radang oleh beberapa sitokin inflamasi dan
ditandai dengan sendi yang merah, nyeri, panas, dan bengkak.

c. Fase III

Fase ini sering dikenal dengan fase interkritikal asimptomatik yaitu fase
tanpa adanya gejala namun kristal monosodium urat tetap terdeposit pada
cairan sendi. Keadaan ini dapat berlangsung sampai 10 tahun. Tanpa
penanganan asam urat yang baik dapat menimbulkan serangan akut yang
berulang akibat beberapa pencetus seperti trauma lokal, diet tinggi purin,
stress, dan pemakaian diuretik.

9
d. Fase IV

Fase ini adalah fase arthritis gout kronik yang ditandai dengan munculnya
tofus (deposit monosodium urat pada beberapa sendi namun tanpa tanda
radang).  Tofus ini dapat pecah sendiri dan sering menimbulkan infeksi
sekunder. Pada fase ini sering terjadi kerusakan sendi, gangguan fungsi ginjal
dan gangguan kardiovaskuler.

3. Obat Antibiotik

Antibiotik adalah obat untuk membantu menghentikan infeksi yang


disebabkan oleh bakteri. Obat ini bekerja dengan cara membasmi bakteri atau
mencegah bakteri merebak dengan berkembang biak di dalam tubuh. Dengan
pertimbangan manfaat antibiotik, dunia kesehatan menjuluki obat ini sebagai
obat antibakteri.

a. Fungsi antibiotik

Melansir WebMD, menilik sejarahnya, obat antibiotik mulai tersedia di


sejumlah negara pada 1940-an silam. Sebelum ilmuwan menemukan obat ini,
banyak orang meninggal dunia karena penyakit infeksi bakteri ringan seperti
radang tenggorokan. Sebagian besar bakteri sebenarnya bisa hidup di dalam
tubuh dan tidak membahayakan kesehatan. Bahkan ada beberapa jenis yang
membantu kinerja tubuh. Namun, sebagian bakteri jahat dapat menginfeksi
organ tubuh. Obat antiobik dapat membantu tubuh melawan infeksi bakteri
jenis tertentu dan bisa menyelamatkan nyawa apabila digunakan dengan
benar.

Dilansir dari Medical News Today, sistem daya tahan tubuh kita idealnya
dirancang mampu melawan bakteri sebelum kuman ini berkembang biak dan
menimbulkan gejala penyakit. Namun, ada kalanya jumlah bakteri berbahaya
terlalu banyak, sehingga sistem daya tahan tubuh kewalahan. Dalam kondisi
ini, tubuh memerlukan antibiotik.

10
Fungsi antibiotik selama ini terbukti membantu mengatasi penyakit atau
gangguan kesehatan seperti:

a) Infeksi telinga dan sinus.

b) Infeksi gigi.

c) Infeksi kulit.

d) Meningitis atau radang selaput otak.

e) Radang tenggorokan.

f) Infeksi kandung kemih dan ginjal.

g) Pnemonia karena infeksi bakteri.

h) Batuk rejan.

Manfaat antibiotik hanya digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri.


Antibiotik tidak bisa mengobati infeksi virus seperti flu, pilek, sebagian
batuk, infeksi bronkitis, sakit perut, dll. Sebelum meresepkan obat antibiotik,
dokter biasanya melakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab pasti
penyakit terkait bakteri. Di beberapa kasus, tenaga kesehatan profesional juga
memberikan antibiotik untuk pencegahan infeksi, salah satunya sebelum
operasi. Pemberian antibiotik untuk profilaksis ini biasanya
direkomendasikan sebelum operasi usus dan ortopedi.

b. Penggunaan antibiotik
Obat antibiotik ampuh melawan bakteri apabila digunakan dengan
cara yang tepat. Dokter jamak merekomendasikan cara penggunaan
antibiotik dengan mengonsumsi obat ini sesuai dosis sampai habis. Alasan
mengapa antibiotik harus dihabiskan terkait dengan efektivitas obat. Apabila
pengobatan antibiotik berhenti di tengah jalan, infeksi dapat kambuh. Selain
itu, menghentikan konsumsi antibiotik sebelum sesi pengobatan tuntas bisa

11
meningkatkan risiko bakteri kebal terhadap pengobatan di masa mendatang.
Akibatnya, bakteri bisa terus hidup dan berkembang biak di dalam tubuh
dengan membawa kekebalan dari obat antibiotik. Kondisi ini dikenal dengan
resistensi antibiotik.
Beberapa jenis antibiotik perlu diminum dalam kondisi perut belum
terisi makanan, tapi ada juga jenis obat yang dikonsumsi selang beberapa
jam setelah makan. Dokter biasanya juga merekomendasikan pantangan
minuman atau makanan selama minum antibiotik tertentu. Obat antibiotik
terkadang memicu efek samping dan alergi bagi sebagian orang. Segera beri
tahu dokter dan apoteker apabila mengalami kondisi ini. Penderita penyakit
liver, ginjal, ibu hamil, dan ibu menyusui juga perlu berhati-hati
mengonsumsi obat antibiotik. Konsultasikan ke dokter terkait pemilihan
jenis obat ini yang paling aman.

4. Obat Anti Fungi

Obat anti jamur merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan


organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti cendawan dan ragi,
atau obat yang digunakan untuk menghilangkan jamur (Batubara, 2010).

Patofisiologinya infeksi jamur dapat dialami orang yang terpajan pada


keadaan apa pun dalam hidupnya. Faktor predisposisi infeksi ini dapat terjadi
tanpa alasan yang jelas. Tetapi seringkali orang terpajan akibat lingkungan atau
perilakunya. Sebagai contoh, seorang atlet dapat terinfeksi jamur yang tumbuh
di loker dari keringat dan mandi yang sering. Selain itu juga terjadi pada orang
yang mengalami penurunan fungsi imun, misalnya pasien diabetes, wanita hamil,
dan bayi. Mereka yang menderita imunodefisiensi berat, termasuk pengidap
AIDS, berisiko mengalami infeksi jamur yang kronik dan berat. Pada
kenyataannya, infeksi ragzi pada vagina atau mulut seringkali merupakan infeksi
oportunistik yang ditemukan pada para pengidap HIV. Pasien dengan infeksi

12
jamur kronik harus dievaluasi untuk mencari diabetes melitus dan AIDS.
Pengobatan dengan antibiotik untuk infeksi bakteri dapat membunuh bakteri
vagina normal yang biasanya berada dalam keseimbangan dengan ragi vagina.
Hal ini dapat menimbulkan infeksi ragi pada vagina wanita atau perempuan
muda (Farah, 2014).

Penggolongan Obat

Secara klinik, infeksi jamur dapat digolongkan menurut lokasi infeksinya,

yaitu:

a. Mikosis sistemik (infeksi jamur sistemik) terdiri dari deep mycosis (misalnya
aspergilosis, blastomikosis, koksidioidomikosis, kriptokokosis, histoplasmosis,
mukormikosis, parakoksidio – idomikosis, dan kandidiasis) dan sub – cutan
mycosis (misalnya, kromomikosis, misetoma, dan sporottrikosis.
b. Dermatofit, yaitu infeksi jamur yang menyerang kulit, rambut, dan kuku,
biasanya disebabkan oleh epidermofiton dan mikrosporum.
c. Mikosis mukokutan, yaitu infeksi jamur pada mukosa dan lipatan kulit yang
lembab, biasanya disebabkan oleh kandida (UNSRI, 2004).
Menurut indikasi klinis obat – obat antijamur dapat dibagi atas 2 golongan,

yaitu:

a. Antijamur untuk infeksi sistemik, termasuk: amfoterisin B, flusitosin,


imidazol (ketokonazol, flukonazol, mikonazol), dan hidroksistilbamidin.
b. Antijamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan, termasuk
griseofulfin, golongan imidazol (mikonazol, klotrimazol, ekonazol, isokonazol,
tiokonazol, dan bifonazol), nistatin, tolnaftat, dan antijamur topikal lainnya
(kandisidin, asam undesilenat, dan natamisin) (UNSRI, 2004).

5. Obat Anti Virus

13
Beberapa infeksi virus dapat sembuh dengan sendirinya, terapi hanya
diperlukan untuk memperbaiki gejala saja. Misalnya pada penyakit influenza dan
DBD. Dalam hal infeksi virus yang membahayakan jiwa, misalnya pada
ensefalitis herper simpleks, hepatitis B dan C, dan lain-lain, maka diperlukan
suatu kemoterapi untuk melawan virus tersebut. Dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, dimana tahap-tahap replikasi virus semakin dipahami, maka
kemoterapi pada infeksi virus dapat dicapai dengan efek minimal pada sel
hospes.

Penggolongan Obat Anti-Virus

Untuk memudahkan pemahaman, maka obat-obat anti-virus digolongkan atas


dua golongan besar yaitu:

a. Antinonretrovirus, yang terdiri dari:


a) Antvirus untuk herpes.

b) Antivirus untuk influenza.

c) Antivirus untuk HBV dan HCV.

b. Antiretrovirus, yang terdiri dari:


a) NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inibitor)

b) NtRTI (Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor)

c) NNRTI (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)

d) PI (Protease Inhibitor)

e) Viral entry inhibitor (Viral Entry Inhibitor)

Beberapa contoh antivirus dan mekanisme kerja:

SENYAWA MEKANISME KERJA

14
Asiklovir Dimetabolisme menjadi asiklovr trifosfat, yang
menghambat DNA polimerase virus

Valasiklovir Sama dengan asiklovir

Gansikovir Dimetabolisme menjadi gansiklovir trifosfat, yang


menghambat DNA polimerase virus

Pensiklovir Dimetabolisme menjadi pensiklovir trifosfat yang


menghambat DNA polimerase virus

Famsiklovir Sama dengan pensiklovir

Foskarnet Menghambat DNA polimerase dan reverse


transcriptase pada tempat ikata pirofosfat

Ribavirin Mengganggu mRNA virus

Lamivudin Hambatan DNA polimerase dan reverse transciptase


virus
Amantadin
Hambatan kenal ion protein M2 dan modulasi pH
Rimantadin intrasel

Hambatan kenal ion protein M2 dan modulasi pH


intrasel
Interferon alfa Induksi enzim seluler yang mengganggu sintesis
protein virus

NRTI Induksi enzim seluler yang mengganggu sintesis


protein virus

NNRTI Menghentikan perpanjangan rantai DNA virus,


dengan cara bergabung pada ujung 3 rantai DNA
virus

Menghambat HIV-1 reverse transriptase melalui


interaksi dengan allosteric pocket site.
    

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau nonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAIDs) adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengurangi
peradangan, sehingga meredakan nyeri dan menurunkan demam. NSAIDs sering
dikonsumsi untuk mengatasi sakit kepala, nyeri menstruasi, keseleo, atau nyeri sendi.

Antibiotik adalah obat untuk membantu menghentikan infeksi yang disebabkan


oleh bakteri. Obat ini bekerja dengan cara membasmi bakteri atau mencegah bakteri
merebak dengan berkembang biak di dalam tubuh. Dengan pertimbangan manfaat
antibiotik, dunia kesehatan menjuluki obat ini sebagai obat antibakteri.

obat-obat antivirus dipakai untuk membasmi, mencegah atau menghambat


penyebaran infeksi virus. Virus bereplikasi sendiri dalam beberapa tahap. Tujuan dari

16
obat-obat antivirus adalah untuk mencegah replikasi virus dengan menghambat salah
satu dari tahap-tahap tersebut, sehingga dengan demikian menghambat virus untuk
bereproduksi. Kelompok obat-obat ini efektif untuk melawan influenza, spesien
herpes, human immunodeficiency virus (HIV).

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kami meminta agar pembaca berkenan memberikan kritik dan saran demi
kesempurnaan dimasa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Batubara, P. 2010. Farmakologi Dasar. Jakarta: Leskonfi.


Hayes dan Joyce. 1996. Farmakologi Proses Pendekatan perawat. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Farah, Nur. 2014. Asuhan keperawatan infeksi pada kulit akibat jamur, bakteri, virus.
Tersedia online di http://nurs_farah- fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-
93836-Umum- Asuhan%20Keperawatan%20infeksi%20pada%20kulit%20akibat
%20jamur
,%20bakteri,%20virus.html [Diakses pada 18 januari 2021].

Marianti. 2019. “Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs)”,


https://www.alodokter.com/obat-antiinflamasi-nonsteroid, diakses pada 18 Januari
2021

17
Siswandono. 2016. Kimia Medisinal 2 Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.

dr. Junita br Tarigan. 2020.


https://www.alomedika.com/penyakit/reumatologi/gout/epidemiologi, Annete,
Johnstone. 2005.

Gout Farmakologi. https://www.academia.edu/8608056/GOUT_Farmakologi.

Afifah, Mahardini Nur. 2020. Fungsi Antibiotic dan Penggunaanya.


https://health.kompas.com/read/2020/11/24/120200968/fungsi-antibiotik-dan-
penggunaannya?page=all.

18

Anda mungkin juga menyukai