Anda di halaman 1dari 4

PAPER SIROSIS HEPATIS

Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul, sehingga menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro sel
hepar tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut . (Smeltzer
& Bare, 2001).

Sirosis hepatis merupakan penyakit pada hepar yang merupakan bentuk lanjutan
dari fibrosis hepar berupa konversi jaringan hepar normal menjadi nodul abnormal.
Sirosis yang tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan penyakit hepar
stadium akhir (end stage liver disease).

Gejala dari sirosis hepatis sendiri dapat berkembang secara bertahap, atau
mungkin tidak terlihat gejala sama sekali. Ketika timbul gejala, dapat meliputi:
Jaundice, yaitu menguningnya kulit, mata, dan selaput lendir karena bilirubin yang
meningkat. Urin juga terlihat menjadi lebih gelap seperti air teh. warna tinja pucat /
tinja menjadi hitam, kehilangan nafsu makan, mual & muntah darah, mimisan &
gusi berdarah, kehilangan berat badan. Komplikasi yang dapat timbul yaitu
pembekakkan atau penumpukan cairan pada kaki (edema) dan pada perut (asites)
(Perhimpunan Penelitian Hati Indonesia /PPHI 2013).

Untuk penilaian derajat edema yaitu derajat I apabila kedalamannya 1- 3 mm


dengan waktu kembali 3 detik, derajat II jika kedalamannya 3-5 mm dengan waktu
kembali 5 detik, derajat III jika kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7
detik dan derajat IV jika kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik.

Konsep penyakit sirosis hepatis

1) Definisi

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progesif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodolus regenerative (Nurarif & Kusuma, 2015). Sirosis hati
adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul.biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
Distori arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi
tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul (Diyono& Sri Mulyanti, 2013).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur hati
yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodula-nodula regenerasi sel hati,
yang tidak berkaitan dengan vaskulator normal (Andra Saferi Wijaya, 2013).
2) Patofisiologi
Ada 3 tipe sirosis hepatis atau pembentukan parut dalam hati : 1. Sirosis laennec
(disebutkan juga sirosis alkoholik, portal,dan sirosis gizi) dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. 2.
Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. 3. Sirosis biliaris, dimana
pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empedu. Terjadi
akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

4) Etiologi

1. Etiologi yang diketahui penyebabnya, yaitu :

a. Hepatitis virus B & C

b. Alkohol

c. Metabolik

d. Kolestasis kronik/sirosis siliar sekunder intra dan ekstra hepatik

e. Obstruksi aliran vena hepatik, seperti penyakit vena oklisif, sindrom budd chiari,
perikarditis konstriktiva, payah jantung kanan

f. Gangguan imunologis, seperti : hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif g. Toksik dan
obat, seperti : INH, metildopa

h. Operasi pintas usus halus pada obesitas

i. Malnutrisi, infeksi seperti malaria

j. Etiologi tanpa diketahui penyebabnya

k. Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosi kriptogenik/heterogenous


(Diyono & Sri Mulyanti, 2013).

5) Manifestasi Klinis

a. Keluhan pasien :

- Pruritas

- urine berwarna gelap

- ukuran lingkar pinggang meningkat

- turunnya selera makan dan turunnya berat badan

- ikterus (kuning pada kulit dan mata) muncul belakangan


b. Tanda Klasik

- Telapak tangan merah

- Pelebaran pembuluh darah

- Ginekomastiabukan tanda yang spesifik

- Peningkatan waktu protombin adalah tanda yang lebih khas

- Ensefelopati hepatitis dengan hepatitis fulminan akut dapat terjadi dalam waktu
singkat dan pasien akan merasa mengantuk, delirium, kejang dan koma dalam waktu 24
jam

- Onset enselopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan lemah (Nurarif &
Kusuma,2015).

6) Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan fungsi hepar abnormal :

- Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT, dan AST (akibat dari distruksi jaringan hepar)

- Peningkatan kadar amonia darah (akibat dari kerusakan metabolisme protein)

- Peningkatan billirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme bilirubin)

- PT memanjang (akibat kerusakan sintesis protombin dan faktor pembekuan)

2. Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan pemeriksaan
radiologis tak dapat menyimpulkan

3. CT scan, atau MRI dilakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat obstruksi dan
aliran darah hepatik

4. Elektrolit serum menunjukan hipokalemia, alkalosis, dan hiponatremia (disebabkan


oleh peningkatan sekresi aldosteron pada respons terhadap kekurangan volume cairan
ekstraseluler sekunder terhadap asites)

5. TDL menunjukan penurunan SDM, hemoglobin, hematokrit, trombosit dan SDP (hasil
dari depresi sumsum sekunder terhadap kegagalan ginjal dan kerusakan metabolisme
nutrien)

6. Urinalisis menunjukan bilirubinuria

7. SGOT,SGPT,LDH (meningkat) 8. Endoskopi retrograd kolangiopankreatografi (ERCP)


obstruksi duktus koledukus 9. Esofagoskopi (varises) dengan barium esofagografi 10.
Biopsi hepar & ultrasonografi (Nurarif & Kusuma, 2015)

7) Penatalaksanaan Pengobatan sirosis hepatis hati pada prinsipnya berupa :


1. Suportif, yaitu istirahat yang cukup, pengaturan makanan yang cukup seimbang,
pengobatan berdasarkan etiologi misalnya pada sirosis hepatis akibat infeksi virus C
dapat dicoba dengan interferon

2. Terapi dengan interferon, sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi


bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan
IFN, seperti :

a. Kombinasi IFN dengan ribavirin Terapi kombinasi IFN dan ribavirin terdiri dari IFN tiga
juta unit tiga kali seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000
mg untuk berat badan kurang dari 75 kg) yang diberikan dalam jangka waktu 24-48
minggu

b. Terapi induksi IFN Terapi induksi interferon, yaitu interferon diberikan dengan dosis
yang lebih tinggi dari tiga juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan
tiga juta unit tiga kali seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan
RIB

c. Terapi dosis IFN Terapi dosis interferon setiap hari, dasar pemberian IFN dengan dosis
tiga juta atau lima juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.

3. Pengobatan spesifik Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika
telah terjadi komplikasi seperti asites, spontaneus bacterial peritonitis, hepatirenal
syndrom, dan ensefalophaty hepatic.

4. Pengelolaan ascites Untuk ascites dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang
terdiri dari :

a. Istirahat

b. Diet rendah garam

c. Rendah garam dan penderita dapat berobat jalan, dan apabila gagal penderita harus
dirawat

d. Diuretik, pemberian diuretik hanya bagi penderita yang menjalani rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah empat
hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalemia dan
hal ini dapat mencetuskan encephalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretik adalah
spironolacton dan dimulai dengan dosis rendah. Apabila dengan dosis maksimal
diuresinya belumtercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid (Diyono &
Sri Mulyanti, 2013).

Anda mungkin juga menyukai