PROFESI PENDIDIKAN
:DOSEN PENGAMPUH
Dr.EDIZAL HATMI SS M.pd
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 9
Nurhalizah Matondang 6201121005
Rahmat Maulana Akbar 6201121010
Faisal Panjaitan. 6203321038
2021
1. Profesi guru belum diakui sepenuhnya sebagai suatu profesi yang telah mapan
seperti dokter, sementara pada era globalisasi seperti saat ini dengan
perkembangan dalam berbagai bidang terutama IPTEK yang sangat kompetitif, para
pengemban profesi kependidikan dan keguruan juga dituntut untuk dapat bersaing.
2. Perubahan masyarakat yang sangat dinamis dari saat ke saat, sehingga tuntutan
kedinamisan profesi kependidikan dan keguruan juga sangat diharapkan
Refleksi profesional tidak terlepas dari upaya pengembangan sumber daya manusia secara
umum. Kegiatan refleksi dapat dilakukan dengan cara menjabarkan pertanyaan-pertanyaan
berikut.
2. Apakah saya telah melakukan kegiatan pendidikan dan latihan dalam jabatan
(inservice) selama mengemban tugas jabatan profesional di bidang pendidikan ini?
Berapa kali? Berapa lama? Siapa institusi penyelenggaranya?
3. Apakah saya pernah mengikuti atau berperan serta dalam berbagai kegiatan
pengembangan kemampuan keprofesian yang diemban selama ini seperti seminar,
lokakarya, penelitian, penulisan buku atau penulisan karya ilmiah?
4. Apakah saya pernah menjadi anggota organisasi profesi kependidikan dan atau
organisasi lain yang secara langsung atau tidak langsung bertalian dengan
pengembangan keprofesian serta tugas jabatan yang saya emban selama ini?
5. Apakah saya sealu mematuhi aturan kode etik yang melekat dengan jabatan
profesional yang saya emban selama ini? Apakah pernah melakukan
penyimpangan? Apakah pernah mendapat hukuman karena penyimpangan
tersebut?
7. Apakah selama ini telah merasa puas dengan keterlibatan dalam tugas jabatan
profesional kependidikan?
Melalui refleksi profesional, setiap guru dapat mengenali dan memahami profil
jati diri keprofesiannya, sehingga dapat menyadari kekuatan, kelemahan, peluang, dan
hambatannya. Atas dasar itu, guru menentukan bagaimana seharusnya menyikapi hal
tersebut dengan tepat demi kepentingan kelangsungan masa depannya. Sikap kepribadian
guru merupakan fondasi bagi terbentuknya komponen prasyarat kemampuan lain seperti
penguasaan terhadap materi ajar, penguasaan teknis/metodologis, penguasaan pola
berpikir dan bertindak, dan penggunaan kemampuan penyesuaian diri secara luwes.
apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau
teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan
perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak.
Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi
arahan dan dorongan kepada anak didiknya dan bagaimana cara guru berpakaian dan
berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, temantemannya serta anggota masyarakat,
sering menjadi perhatian masyarakat luas. Walaupun segala perilaku guru selalu
diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus
perilaku guru yang berhubungan denga profesinya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana
pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap
kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan itu
akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni sikap profesional keguruan meliputi:
Dalam hal ini ditunjukkan bahwa betapa pentingnya hubungan yang harmonis untuk
menciptakan rasa persaudaraan yang kuat di antara sesama anggota profesi. Di lingkungan
kerja, yaitu sekolah, guru hendaknya menunjukkan suatu sikap yang ingin bekerja sama,
menghargai, pengertian, dan rasa tanggung jawab kepada sesama personel sekolah. Sikap
ini diharapkan akan memunculkan suatu rasa senasib
pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial, sikap, perilaku ataupun yang lainnya
sesuai dengan hakikat pendidikan.
seutuhnya. UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional, yakni : manusia indonesia
seutuhnya yang berjiwa pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing
peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang di
kemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem Amongnya. Tiga kalimat
padat yang terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso,
dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat
memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan
peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan
peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam
handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau
mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan ke
arah pembentukan manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa
pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksakannya menurut
kehendak sang pendidik. Motto tut wuri handayani sekarang telah di ambil menjadi motto
dari Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Guru dalam mendidik seharusnya tidak
hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus
memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik.
Baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini
di maksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu
enghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya sebagai insan dewasa. Peserta didik
tidak dapat di pandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada kehendak dan
kemauan guru.