Anda di halaman 1dari 48

PEMBAHARUAN PEMIKIRAN MUHAMMAD ALI JINNAH, AL-MAUDUDI

DAN BERDIRINYA NEGARA PAKISTAN DAN BENTUK NEGARA


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran
Modern Di Dunia Islam (PPMDI)
Dosen Pengampu: Sri Tuti Rahmawati, MA

Di susun oleh :
Afifah Munawaroh (18311947)
Rifda Sahla Rizkiah (18311981)
Zahra Zakiyah (18311990)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
T.A. 2020/2021 M.

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmatNya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pembaharuan Pemikiran Muhammad Ali
Jinnah, Al-Maududi, dan Berdirinya Negara Pakistan dan Bentuk Negara”. Makalah ini dibuat
dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia
Islam (PPMDI) yang diampu oleh bunda Sri Tuti Rahmawati, MA.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu


dalam penulisan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, baik
dari segi tata bahasa, maupun dari segi isi. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Demikian, harapan penulis makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis, dan
umumnya bagi pembaca.

Jakarta, 6 Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................1

C. Tujuan Masalah ....................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................2

A. Pembaharuan Pemikiran Muhammad Ali Jinnah ............................................2

B. Pembaharuan Pemikirian Al-Maududi ............................................................17

C. Berdirinya Negara Pakistan dan Bentuk Negara ............................................29

BAB III PENUTUP..............................................................................................................43

KESIMPULAN ....................................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................44

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Muhammad Ali Jinnah adalah salah seorang tokoh pembaharu di India terutama
di bidang politik. Ia mengingikan India terlepas dari cengkraman penjajah Inggris
dengan cara tegas dan repolusioner. Dan untuk mewujudkan cita-cita itu maka umat
Islam dan umat Hindu harus bersatu. Namun dalam perjalanan kedua umat atau agama
tersebut sangat susah untuk dipersatukan karena agama yang berbeda dan pandangan
hidup yang berbeda sehingga Muhammad Ali Jinnah merubah pendiriannya dengan
melahirkan ide baru, yaitu umat Islam harus mempunyai negara tersendiri. Ide tersebut
berhasil pada tanggal 14 Agustus 1947 lahirlah Pakistan sebagai negara bagi umat
Islam, dan India sebagai negara untuk umat Hindu.
Abul A’la Al-Maududi merupakan salah satu pembaharu pemikiran Islam yang
gagasan dan cita-citanya sangat berpengaruh dalam pembangunan Islam. Pemikiran
nya yang sistematik dan komprehensif membuat tata pikir Al-Maududi sangat terpadu.
Menurut Al-Maududi asas terpenting dalam Islam adalah tauhid dan tugas utama para
Nabi dan Rasul adalah mengajarkan tauhid (the unity of Godhead) kepada seluruh umat
manusia. Ajaran tauhid itu sendiri sangatlah sederhana yaitu “Tidak ada Tuhan selain
Allah dan Muhammad itu Rasul Allah”. Kita meyakini adanya Allah berarti
menjalankan perintahnya dan menjauhi segala larangannya dan meyakini Nabi
Muhammad SAW adalah utusan Allah dengan mencintai dan menjadikan teladan
dalam hidup kita.
Republik Islam Pakistan adalah suatu Negara yang berpenduduk 122,8 juta jiwa
(perkiraan 1993) yang lebih dari 97 persennya adalah pemeluk agama Islam.1
Bermacam-macam agama dan budaya telah masuk ke negeri ini, namun pengaruh
islamlah yang paling mengakar. Agama dan pandangan hidup Islam telah memberi
negeri ini suatu identitas khusus.
Pada dasarnya, terbentuknya Negara Pakistan tidak terlepas dari beberapa
pemikiran tokoh yang sangat berpengaruh besar terhadap berdirinya Negara Pakistan.
Pemikiran ini dapat dianggap sebagai embrio dan jantung berdirinya Pakistan. Oleh
sebab itu, maka dalam rangka pembicaraan tentang Negara Pakistan tidak dapat
dilepaskan dari telaah terhadap pemikiran pembentukan Negara Pakistan tersebut. Atas
latar belakang inilah kemudian penulis tertarik untuk mengkaji pemikiranpemikiran

1
yang melandasi berdirinya negaran Pakistan yang penulis tuangkan dalam judul,
“PEMIKIRAN PEMBENTUKAN NEGARA PAKISTAN”.
Kesusahan terhadap apa yang dihadapi Sayid Ahmad Khan tidak dapat
digambarkan, ia merasa bahwa India bukan tempat bagi seorang muslim yang tahu
harga dirinya sehingga ia memutuskan untuk meninggalkan India dan kemudian
menetap di Mesir. Namun keinginan itu ia urungkan karena ia berpendapat “ adalah
merupakan suatu perbuatan pengecut dan mementingkan diri sendiri untuk mencari
suatu tempat yang aman sementara rakyat dalam keadaan sangat menyedihkan
Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran bahwa pada dasarnya proses
berdirinya Negara Pakistan tidak dapat dilepaskan dari beberapa faktor yaitu faktor
agama dan budaya, ekonomi, pendidikan, dan politik, dan juga kiprah tiga tokoh
penting yaitu Muhammad Iqbal, Muhammad Ali Jinnah dan Abu Al-A’la AlMaududi.
Dalam hal ini terdapat benang merah antara pemikiran dan kiprah dari ketiga
tokoh ini dalam konteks sejarah berdirinya Pakistan. Muhammad Iqbal dapat dikatakan
sebagai tokoh awal yang menelurkan ide pembentukan Negara terpisah dari India, yang
kemudian dilanjutkan oleh Ali Jinnah dalam mewujudkannya melalui partai Liga
Muslim yang kemudian membuahkan hasil, di mana Pakistan berdiri pada tahun 1947.
Akan tetapi, setelah Pakistan berdiri, muncul persoalan-persoalan internal yang salah
satunya adalah mengenai ideologi Pakistan. Seiring dengan ini, muncullah Abu A’la
Al-Maududi sebagai tokoh yang dapat dikatakan bapak konstitusi Pakistan. Sebab, ia
memiliki pengaruh besar terhadap konstitusi Pakistan pasca berdirinya Negara baru itu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dan Apa Saja Pembaharuan Pemikiran Muhammad Ali Jinnah?
2. Bagaimana dan Apa Saja Pembaharuan Pemikiran Al-Maududi?
3. Bagaimana Sejarah Berdirinya Negara Pakistan dan Bentuk Negara?

C. Tujuan Pembuatan Makalah


1. Untuk mengetahui Bagaimana dan Apa Saja Pembaharuan Pemikiran
Muhammad Ali Jinnah.
2. Untuk mengetahui Bagaimana dan Apa Saja Pembaharuan Pemikiran
Al-Maududi.
3. Untuk mengetahui Bagaimana Sejarah Berdirinya Negara Pakistan dan
Bentuk Negara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi dan Pembaharuan Pemikiran Muhammad Ali Jinnah


1. Biografi Muhammad Ali Jinnah
Muhammad Ali Jinnah lahir di Karachi,
25 Desember 1876. Dia adalah seorang politikus
muslim India, pendiri negara Pakistan. Ia anak
seorang saudagar. Muhammad Ali Jinnah pernah
belajar di Bombay, ketika ia berusia 10 tahun.
Setelah itu ia meneruskan pendidikannya di
tempat kelahirannya, Karakhi, pada salah satu
Madrasah al-Islam, semenjak sekolah menengah.
Pada tahun 1891, ketika berusia 15 tahun, ia
Muhammad Ali Jinnah belajar pada Mission High School. Ia meneruskan
‫محمد علی جناح‬
મુહમ્મદ અલી જિન્નાહ pendidikannya pada University of Bombay.
Karena kecerdasan dan kecemerlangan otaknya
sejak dari kecil, sehingga kawan ayahnya Frederich Leigh Crft (berkebangsaan Inggris)
memberikan nasihat agar mengutus anaknya ke Inggris untuk belajar ilmu hukum. Oleh
karena itu ia menuju Inggris pada usia 16 tahun. Di sana ia memilih Lincoln’s sebagai
tempat pendidikannya. Di lembaga pendidikan tersebut para mahasiswa dipersiapkan
untuk meraih keahlian di bidang hukum dan menjadi pengacara. Beliau menyelesaikan
studinya hanya dalam jangka waktu 2 tahun. Dari uraian tersebut di atas memberi
isyarat kepada kita bahwa, Muhammad Ali Jinnah dibekali, dan diwarnai oleh dua
corak. Yaitu corak dari Timur (Bombay) dan corak dari Barat (Inggris). Kedua corak
tersebut terpadu menjadi satu. Namun dengan menelaah perjalanan pendidikannya
maka kemungkinan yang dominan membentuk kepribadiannya adalah pendidikannya
di Bombay. 1
Di masa remaja Jinnah telah pergi ke London untuk meneruskan studi dan
disanalah ia memperoleh kesarjanaannya dalam bidang hukum di tahun 1896. Pada
tahun itu juga Jinnah kembali ke India dan bekerja sebagai pengacara di Bombay. Tidak
lama sesudah itu, ia menggabungkan diri dengan Partai Kongres Nasional India. Politik

1
Zainuddin Hamka, Muhammad Ali Jinnah dan Ide Pembaharuannya, Jurnal Pendidikan dan Studi
Islam, Volume 2, Nomor 2, Juli 2016, hlm, 191

3
patuh dan setia pada pemerintah Inggris yang terdapat dalam Liga Muslimin tidak
sesuai dengan jiwanya. Ia lebih sesuai dengan jiwa menentang Inggris untuk
kepentingan nasional India yang terdapat dalam Partai Kongres. Oleh karena itu, ia
menjauhkan diri dari Liga Muslimin sampai pada tahun 1913, yaitu ketika organisasi
ini merobah sikap dan menerima ide pemerintahan sendiri bagi India sebagai tujuan
perjuangan.2
Mulai dari waktu itu, sampai akhir hayatnya, sejarah hidup dan perjuangannya
banyak berkait dengan Liga Muslimin dan perjuangan ummat Islam India untuk
menciptakan Pakistan. Maka, Jika Iqbal merupakan pencetus ide Pakistan, Jinnahlah
yang memperjuangkan sehingga Pakistan mempunyai wujud.
Ketika Jinnah dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin, pada waktu itu Jinnah
masih mempunyai keyakinan bahwa kepentingan ummat Islam India dapat dijamin
melalui ketentuan-ketentuan tertentu dalam Undang-undang dasar. Untuk itu Jinnah
mengadakan pembicaraan dan perundingan dengan pihak Kongres Nasional India.
Salah satu hasil dari perundingan ialah, Perjanjian Lucknow 1916. Menurut perjanjian
itu ummat Islam India akan memperoleh daerah pemilihan terpisah dan ketentuan ini
akan dicantumkan dalam Undang-undang Dasar India yang akan disusun kelak kalau
telah tiba waktunya.3
Dengan berjalannya waktu, berangsur-angsur Jinnah meyadari bahwa untuk
memperoleh pandangan yang sama antara golongan Islam dan golongan Hindu amat
sulit. Hal ini disebabkan karena Gandhi mengeluarkan konsep Nasionalisme India yang
di dalamnya ummat Islam dan Hindu tergabung menjadi satu bangsa. Konsep Gandhi
ini dan politik non-koperasinya Jinnah tentang dan akhirnya Jinnah meninggalkan
Partai Kongres. Selanjutnya dalam konferensi Meja Bundar London yang diadakan
pada tahun 1930-1932, Jinnah menjumpai hal-hal yang menimbulkan perasaan kecewa
dalam dirinya. Pada akhirnya Jinnah mengambil keputusan untuk mengundurkan diri
dari lapangan politik dan menetap di London. Di sana ia bekerja sebagai pengacara.
Dalam pada itu Liga Muslimin perlu pada pimpinan baru lagi aktif, maka di tahun 1934
ia diminta pulang oleh teman-temannya dan pada tahun itu juga ia dipilih menjadi Ketua
tetap dari Liga Muslimin.

2
Ali Mukti, Alam Pikiran Islam Modern: Di India dan Pakistan, (Bandung, 1993), Penerbit Mizan.
Hlm. 122
3
Rajmohan Gandhi, Eight Live, A Study of The Hindu-Muslim Encounter, Press State University
Plaza, New York, 1986, hal.196

4
Setelah kembalinya Jinnah pada Liga Muslib, Jinnah merobah Liga Muslimin
gerakan rakyat yang kuat. Di masa-masa sebelumnya Liga hanya merupakan
perkumpulan golongan atas yang terdiri dari hartawan, pegawai tinggi dan inteligensia.
Hubungan dengan ummat Islam awam boleh dikata belum ada.
Pada tahun 1937 diadakan pemilihan daerah di India. Di dalam pemilihan ini
Liga Muslimin tidak memperoleh suara yang berarti, sedang Partai Kongres mendapat
kemenangan besar. Atas kekalahan itu Liga Muslimin mulai tidak diindahkan lagi oleh
Partai Kongres dan dalam hubungan ini. Nehru pernah mengatakan bahwa yang ada di
India hanya dua kekuatan politik, yaitu Partai Kongres dan Pemerintah Inggris.
Golongan Nasional India merasa kuat untuk mengangkat anggota-anggotanya menjadi
menteri di daerah-daerah, dan kalaupun ada yang diangkat dari golongan Islam, maka
mereka adalah pengikut Partai Kongres dan bukan pengikut Liga Muslimin.
Seiring berjalannya waktu, dan dengan adanya perkembangan ini ummat Islam
India tiba-tiba mulai sadar, demikian Al-Biruni menulis, bahwa apa yang ditakutkan
Sir Sayyid Ahmad Khan dan Viqar Al-Mulk sebelumnya, sekarang mulai menjadi
kenyataan, kekuasaan Hindu mulai terasa. ( Al-Biruni, 1950, hal. 186) Ummat Islam di
daerah-daerah mayoritas Islam, mulai melihat perlunya barisan diperkuat dengan
menyokong Liga Muslimin sebagai satu-satunya organisasi ummat Islam untuk seluruh
India. Para Perdana Menteri Punjab, Bengal dan Sindh juga mulai mengadakan
kerjasama dengan Jinnah.4
Kata-kata putus asa hampir tidak pernah menghampiri Muhammad Ali Jinnah.
kelihatannya belum putus asa untuk mengadakan persesuaian faham dengan Partai
Kongres, mengenai masa depan India. Didorong oleh kekuatan baru yang diperoleh
Liga Muslimin diwaktu itu, Jinnah mengadakan perundingan-perundingan dengan
organisasi itu, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan. Golongan Nasional India,
belum mau mengakui Liga Muslimin sebagai satu-satunya organisasi politik ummat
Islam India.
Pengalaman-pengalaman ini membuat Jinnah merubah haluan politiknya.
Kepercayaannya kepada Partai Kongres hilang dan keyakinan timbul dalam dirinya
bahwa kepentingan ummat Islam India tidak bisa lagi dijamin melalui perundingan dan
panyantuman hasil perundingan dalam Undang-undang Dasar yang akan disusun.

4
Hamidah, PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH DALAM PEMBENTUKAN
NEGARA PAKISTAN, Institut Agama Islam Negri Raden Fatah (Palembang: 2010), hlm. 32.

5
Kepentingan ummat Islam India bisa terjamin hanya melalui pembentukan negara
tersendiri dan terpisah dari negara ummat Hindu di India.
Masalah ini dibahas dirapat tahunan Liga Muslimin yang diadakan di Lahore
pada tahun 1940. Atas rekomendasi dari panitia yang khusus dibentuk untuk itu, sidang
kemudian menyetujui pembentukan negara tersendiri untuk ummat Islam India sebagai
tujuan perjuangan Liga Muslimin. Negara itu diberi Nama Pakistan, tetapi perincian
mengenai Pakistan belum ada, baik mengenai daerahnya, maupun mengenai corak
pemerintahannya.
Liga Muslimin, sesudah mempunyai tujuan perjuangan yang jelas ini bertambah
banyak mendapat sokongan dari ummat Islam dan dengan demikian kedudukannya
bertambah kuat. Pemuka-pemuka Islam yang bergabung dengan Partai Kongres
Nasional India kehilangan pengaruh. Sebagian menyeberang ke Liga Muslimin,
sebahagian tetap tinggal di Partai Kongres seperti Abul Kalam Azad, dan sebagian lagi
meninggalkan Medan politik. Organisasi-organisasi Islam India lain, pada akhirnya,
juga menyokong Liga Muslimin dalam menuntut pembentukan Pakistan.
Partai Kongres juga mulai melihat kekuatan Jinnah dan Liga Muslimin yang
dipimpinnya. Berlainan dengan di masa lampau organisasi ummat Islam ini tidak bisa
diabaikan begitu saja lagi. Di tahun 1944, diadakan perjumpaan antara Jinnah dengan
Gandhi mengenai aksi bersama terhadap Inggris. Tetapi karena perbedaan faham
tentang masa depan India masih besar, perjumpaan itu tak membawa hasil apa-apa.
Dalam pada itu Jinnah mulai menjelaskan apa yang dimaksud dengan Pakistan.
Negara baru itu akan mencakup enam daerah. Daerah Perbatasan Barat Laut,
Balukhistan, Sindh dan Punjab disebelah Barat serta Bengal dan Assam disebelah
Timur. Penduduk Islam dari daerah ini, menurut Jinnah, berjumlah 70 juta dan
merupakan 70 persen dari seluruh penduduk. Pemerintahan di daerah-daerah itu akan
berada di tangan ummat Islam, dengan tidak melupakan turut sertanya golongan non-
Islam dalam pemerintahan dan jumlahnya akan disesuaikan dengan persentase mereka
di tiap-tiap daerah.5
Sokongan ummat Islam India kepada Jinnah dan Liga Muslimin bertambah
kuat lagi dan ternyata dari hasil pemilihan 1946. Umpamanya di Assam, Liga Muslimin
memperoleh 31 dari 34 kursi dan di Sindh 29 dari 34 kursi. Di dewan pusat (Central

5
Hamidah, Perjuangan dan Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam Pembentukan Negara Pakistan,
Institut Agama Islam Negri Raden Fatah (Palembang: 2010), hlm. 35.

6
Assembly) seluruh kursi yang disediakan untuk golongan Islam, dapat diperoleh oleh
Liga Muslimin. Kedudukan Jinnah dalam perundingan dengan Inggris dan Partai
Kongres Nasional India mengenai masa depan Ummat Islam India bertambah kuat.
Di tahun 1942 Inggris telah mengeluarkan janji akan memberi kemerdekaan
kepada India sesudah Perang Dunia II selesai. Pelaksanaannya mulai dibicarakan dari
tahun 1945, tetapi pembicaraan selalu mengalami kegagalan. Akhirnya pemerintah
Inggris memutuskan untuk membentuk Pemerintahan sementara yang terdiri atas
orang-orang yang ditentukan Inggris sendiri. Jinnah menentang usaha ini dan
pemerintah Inggris menunjuk Presiden Partai Kongres Nasional India, Pandit Nehru,
untuk menyusun pemerintahan sementara. Huru-hara timbul dan Jinnah diminta supaya
turut menyusun pemerintahan sementara itu. Ia menunjuk lima pemimpin Liga
Muslimin untuk turut serta dalam pemerintahan, tetapi huru-hara tak dapat diatasi.
Dalam pada itu diputuskan untuk mengadakan sidang dewan konstitusi pada
bulan Desember 1946, dan Jinnah melihat bahwa dalam suasana demikian sidang tidak
bisa diadakan dan oleh karena itu meminta supaya ditunda. Permintaannya tidak di
dengar dan ia mengeluarkan pernyataan membeikot sidang Dewan Konstitusi.
Pemerintah Inggris merobah sikap dan memutuskan akan menyerahkan kedaulatan
pada waktu lain sebelum Junni 1948. Setahun kemudian keluarlah putusan Inggris
untuk menyerahkan kedaulatan kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk Pakistan dan
satu untuk India. Pada tanggal 14 Agustus 1947, Dewan Konstitusi Pakistan dibuka
dengan resmi dan keesokan harinya 15 Agustus 1947 Pakistan lahir sebagai negara bagi
Ummat Islam India. Jinnah diangkat menjadi Gubernur Jendral dan mendapat gelar
Quaid-i-Azam (Pemimpin Besar) dari rakyat pakistan. Jinnah masih sempat
menghayati hasil perjuangannya setahun lebih. Jinnah meninggal pada bulan september
1948 di Karachi.6

2. Latar Belakang Pendidikan Muhammad Ali jinnah

Sebagai anak, Jinnah menjalani kehidupan yang nyaman tetapi ia tidak memiliki
minat dalam penelitian dan pendidikan, dan karena itu dihadiri beberapa sekolah sampai
usia lima belas tahun. Ketika Jinnah berusia enam tahun, ia diterima disebuah sekolah
di Karachi. Pada usia sepuluh tahun, Jinnah dkirim ke Bombay dan di sana ia belajar
dalam Sekolah Dasar. Setahun kemudian, pada usia sebelas tahun, ia pergi ke

6
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Pergerakan, Bulan Bintang,
Jakarta, 1975, hal. 194.

7
“Madrasah Sindh ” di Karachi. Akhirnya pada usia lima belas tahun, ia pergi ke tempat
yang lebih disiplin “Sekolah Misionaris Kristen”, di mana ia sangat dipengaruhi oleh
tradisi dan keyakinan Kristen dan merasa senang dengan natal dan perayaan. Tak lama
kemudian, ia ingin mengubah tanggal lahir sampai 25 Desember 1876 dan menikmati
hari ulang Tahunnya dengan Yesus Kristus.7
Karena kurang fokus dan minat dalam studi, ayahnya khawatir, dan atas
rekomendasi teman ayahnya, Jinnah dikirim ke London untuk pendidikan lebih lanjut.
Tapi sebelum itu, Muhammad Ali Jinnah menikah, pada usia 16 tahun dengan seorang
perempuan yang bernama Amai Bhai, seorang gadis Khoja, dari masyarakat dan
temanteman keluarga mereka. Jinnah tidak sempat menghabiskan waktu bersama
istrinya karena ia segera dikirim ke London. Bersamanya, ia membawa beberapa
kenangan masa lalu ketika ia meminjam buku dari seorang wanita, Fatimah Bhai, dan
membacanya sepanjang malam di dalam gelap, atau menghabiskan waktu berjam-jam
dengan bermain kelereng dengan Nanaji Ja’far dan teman-teman lain.
Setelah menyelesaikan studi di Inggris pada usia 18 tahun, Muhammad Ali
jinnah bekerja sebagai pengacara di London selama 2 tahun. Kemudian, ia kembali ke
tanah airnya. Pada tahun 1897 (usia 21 tahun). Setelah beliau sampai di kampung
halamannya. Ia membuka praktek sebagai pengacara di Bombay. Di sini, ia sempat
berkenalan dengan seorang tokoh Jaksa Agung Bombay, bernama Macpherson.
Macpherson sangat dikenal oleh Muhammad Ali Jinnah sebagai ahli hukum. Ia
memberi kesempatan yang berharga kepada Muhammad Ali Jinnah untuk
memanfaatkan perpustakaan pribadinya. Hal ini merupakan kesempatan baik yang
tidak pernah diduga sebelumnya oleh Muhammad Ali Jinnah.8

3. Ide Pembaharuannya pada Bidang Politik

Untuk mewujudkan ide pembaharuannya di bidang politik, beliau mencari


strategi yang paling tepat. Beliau harus lebih awal menggabungkan diri dengan partai
yang sudah ada pada saat itu, yaitu partai Kongres Nasional India. Pada tahun 1906,
beliau diutus oleh Presiden Dadabha Pada tahun 1906, beliau diutus oleh Presiden
Dadabhay Naoroji untuk meng- hadiri sidang All India National Congres Calcutta, dan
jabatan beliau waktu itu sebagai Sekretaris pribadi Presiden. Pada Kongres tersebut,

7
Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Ali_Jinnah, pada tanggal 16 Januari 2021
pukul 10.27.
8
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam. Cet.III. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994. Hlm. 324.

8
beliau tampil berbicara mengenai masalah yang berhubungan dengan umat Islam India,
yaitu soal “Waqful-Aulad”.9
Di kemudian hari ketika ia dipilih menjadi anggota Dewan Legislatif kerajaan,
ia mendukung rencana undang-undang pengesahan Wakaf (Waqaf Faliditing Bill) yang
membawanya semakin dekat dengan peminpin-peminpin Muslim, dan bantuannya
dalam beberapa hal banyak diminati oleh komunitas Muslim. Ia bahkan menghadri
suatu sidang dari All India Muslim League sebagai undangan, tetapi ia menolak untuk
menandatangani perjanjian menjadi anggota, karena beliau berfikir bahwa tujuan
organisasi tersebut tidak memperlihatkan sikap permusuhan terhadap penguasa Inggris,
bahkan sebaliknya. Liga itu patuh dan setia kepada pemerintahan Inggris. Namun pada
tahun 1913, Liga Muslim mengubah anggaran dasarnya, yaitu berusaha untuk
memperoleh suatu bentuk pemerintahan sendiri dari yang tadinya patuh dan setia
kepada Inggris kemudian menjadi anti dan memusuhinya. Pada saat terjadi perubahan
tersebut, Muhammad Ali Jinnah masih berada di Inggris, dan pada akhir tahun itu juga
Sir Sayid Wazir Hasan, Sekretaris Liga Muslim, dan Maulan Muhammad Ali
mengunjungi Inggris dalam hubungannya dengan masjid Cownpore.10
Kedua orang tersebut meminta kepada Muhammad Ali Jinnah agar kembali ke
daerahnya dan bergabung ke Liga Muslim yang sudah diubah anggaran dasarnya.
Karena keberatan pokok yang menyebabkan tidak mau menggabungkan diri pada Liga
Muslim pada saat itu sudah tidak ada, maka Muhammad Ali Jinnah setuju untuk
bergabung dengan Liga Muslim, dan dengan demikian Liga memperoleh orang yang
sangat kuat.
Dari uraian tersebut di atas, dapatlah dipahami bahwa penampilan Muhammad
Ali Jinnah dalam bidang politik India menempuh metode revolusioner dan tegas.
Buktinya salah satu penyebabnya sehingga beliau tidak akan menggabungkan diri
dengan Liga Muslim pada awalnya adalah karena Liga tersebut sangat Lunak terhadap
Inggris. Ternyata setelah anggaran dasar Liga sudah diubah, dan sudah memperlihatkan
sikap permusuhannya terhadap Inggris, baru Muhammad Ali Jinnah rela
menggabungkan diri dengan Liga Muslim. Setelah Muhammad Ali Jinnah terpilih
menjadi Presiden Liga Muslim pada tahun 1913, maka upaya beliau selain ditujukan
untuk kemajuan umat Islam, juga pada mulanya untuk persatuan umat Islam dan umat

9
Umar Syihab, Gerakan Pembaharuan Umat Islam di Indonesia dan di India. Ujung Pandang , t.tp.,
1989. hlm. 50.
10
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan. Cet. I, Bandung : Mizan, 1993. h.190

9
Hindu meraih kepentingan bersama, yaitu kemerdekaan seluruh wilayah India dari
cengkraman penjajah (Inggris).
Jinnah adalah seorang introvert sejauh hubungan persahabatan ataupun hubungan
dengan orang yang bersangkutan. Dia tidak pernah mengeluarkan perasaannya yang
sebenarnya di depan orang dan menikmati ruang sendiri. Beberapa teman-temanya
termasuk saudaranya, Fatimah Jinnah dan beberapa pemimpin Muslim, seperti Liaquat
Ali Khan. Ia juga akrab dengan seorang pemimpin Brahmana, Gopal Krishna Gokhale,
yang juga pemimpin terkemuka dalam politik. Pertentangan dengan lawan politiknya
sering terjadi terutama karena ada ide di antara mereka saling bertentangan. Beberapa
orang yang dianggap musuh Jinnah yaitu Gandhi, Nehru dan Dr. Annie Besant. Di
antara mereka ada bentrokan antara pikiran, watak dan gagasan.11
Untuk pertama kali pada Maret 1940, Muhammad Ali Jinnah meletakkan
permintaan Pakistan. Dia mengungkapkan pendapat ribuan umat Islam yang
menginginkan tanah mereka sendiri dan kebebasan. Jinnah pernah berkata:

“Pembentukan Negara baru telah meletakkan tanggung jawab yang besar pada
warga Pakistan. Ini memberikan mereka kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia
betapa suatu bangsa yang mengandung banyak unsur dapat hidup dalam damai dan
persahabatan dan bekerja untuk kemajuan semua warganya terlepas dari kasta atau
kepercayaan. Objek kita harus dalam kedamaian dan tanpa perdamaian. Kami ingin
hidup damai dan memelihara hubungan yang bersahabat, ramah dengan tetangga dekat,
dan dunia pada umumnya.” (Official website, Government of Pakistan”The statesman:
Quaid-i-Azam’s fourteen points” Retrieved on 2006-04-20)
Umat Islam, meski menjadi minoritas, itu belum suatu kelompok besar di India,
dan karenanya mereka menginginkan tanah dimana hak-hak mereka tidak akan
tertindas, dimana mereka bisa berdo’a kepada Allah dengan penuh kebebasan. Mereka
ingin merayakan semua acara-acara Islam dengan bebas tanpa menyakiti tubuh mereka.
Dengan demikian, permintaan untuk Pakistan adalah diterima, dan karenanya negara
Islam yang independen dibentuk pada 15 Agustus 1947 dikenal sebagai ‘Republik
Islam Pakistan”. Salah satu pidato Jinnah yang terkenal adalah:

“Anda bebas untuk pergi ke kuil, masjid atau tempat ibadah lainnya di negara
Pakistan. Anda mungkin milik agama apapun, kasta atau kepercayaan yang tidak ada
hubungannya dengan prinsip dasar tapi kita semua adalah warga negara dari satu
negara.” The statesman: Quaid-i-Azam’s fourteen points” Retrieved on 2006-04-20)

11
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Cet. II. Jakarta : Bulan
Bintang, 1996. Hlm. 200.

10
Setelah kemerdekaan, Jinnah merasa hidup bahagia. Ia senang melihat semua
orang memandang ke arahnya dan berterima kasih atas sumbangannya. Tapi, tak lama
kemudian Jinnah di diagnosis dengan penyakit paru-paru. Jinnah menderita penyakit
tersebut dengan penuh penderitaan. Akhirnya, pada 11 September 1948, pemimpin
besar ini menghembuskan nafas terakhir. Ada kesedihan diseluruh negeri dan lebih dari
80.000 orang menghadiri upacara pemakaman, yang bertepat di kota kelahirannya yaitu
di Karachi, Pakistan.

4. Perjuangannya untuk Mendirikan Negara Pakistan


Setelah bulan Maret 1940, jalan perjuangan Muhammad Ali Jinnah mulai jelas.
Liga Muslim memutuskan berdirinya negara Pakistan. Keputusan itu diambil setelah
melalui pembahasan pada rapat tahunan Liga Muslim yang diadakan di Lahore atas
rekomendasi dari panitia yang khusus dibentuk untuk itu. Hanya pada waktu itu,
perincian mengenai Pakistan belum ada, baik mengenai daerahnya, maupun mengenai
corak pemerintahannya. Liga Muslim sudah mempunyai tujuan perjuangan yang jelas.
Ia semakin banyak mendapat sokongan dari umat Islam dan dengan demikian
kedudukannya bertambah kuat. Pemuka-pemuka Islam yang bergabung dengan partai
Kongres Nasional India mulai kehilangan pengaruh. Sebahagian menggabungkan diri
ke Liga Muslim, sebahagian tetap bertahan di partai Kongres seperti Abul Kalam Azad,
dan sebahagian lagi meninggalkan medan politik.
Organisasi-organisasi Islam India lain, pada akhirnya, juga menyokong Liga
Muslim dalam menuntut pembentukan Pakistan. Partai Kongres juga mulai melihat
kekuatan Muhammad Ali Jinnah dan Liga Muslim yang dipimpinnya. Di tahun 1944,
Gandi melakukan perjumpaan dengan Muhammad Ali Jinnah mengenai aksi bersama
terhadap Inggris. Akan tetapi karena perbedaan pahan tentang masa depan India masih
besar, perjumpaan itu tak membawa hasil apa-apa.
Dalam pada itu Muhammad Ali Jinnah menjelaskan apa yang dimaksud dengan
Pakistan. Negara baru itu akan mencakup enam daerah. Daerah perbatasan Barat laut,
Balukhistan, Sindi dan Punjab di sebelah Barat serta Bengal dan Assam di sebelah
Timur. Penduduk Islam dari daerah ini, menurut Muhammad Ali Jinnah, berjumah 70
juta dan merupakan 70 persen dari seluruh penduduk.12

12
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam. Cet.III. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994. Hlm. 333.

11
Pemerintah di daerah-daerah itu akan berada di tangan umat Islam, dengan tidak
melupakan turut sertanya golongan non Islam dalam pemerintahan, dan jumlahnya akan
disesuaikan dengan persentase mereka di tiap-tiap daerah. Sokongan umat Islam India
kepada Muhammad Ali Jinnah dalam Liga Muslim bertambah banyak dan tambah kuat.
Hal ini dapat dilihat dari hasil pemilihan umum 1946.
Umpamanya di Assam, Liga Muslim memperoleh 31 dari 34 kursi dan di Sindi
29 dari 34 kursi. Dari hasil-hasil yang disebutkan itu, maka Muhammad Ali Jinnah
semakin popular dan semakin berwibawa, baik di mata Inggris, maupun di mata Partai
Kongres Nasional India.13
Hal itu terbukti ketika ia dengan tegas mengatakan dihadapan pemerintahan
Inggris dan Partai Kongres bahwa ia ingin membentuk pemerintahan sementara. Selain
itu, ia juga berani membaikot rencana sidang Dewan Konstitusi tahun 1946. Kemelut
politik bertambah panas ketika terjadi pertikaian antara umat Islam dan umat Hindu,
pertikaian itu antara lain terjadi di Calcutta yang menewaskan 5000 orang dari kedua
belah pihak, dan di Binhar yang menewaskan sekitar 7000-8000 orang. Persitiwa
tersebut membuat umat Islam semakin gigih menuntut berdirinya negara Pakistan
sebagai negara umat Islam. Dari peristiwa yang sangat mengerikan itu, Inggris semakin
susah dan sulit mengendalikan situasi.
Pada tahun 1942, Inggris telah mengeluarkan janji akan memberi kemerdekaan
kepada India sesudah Perang Dunia II selesai. Pelaksanaannya mulai dibicarakan dari
tahun 1945, tetapi pembicaraan selalu mengalami kegagalan. Akhirnya, pemerintah
Inggris memutuskan untuk membentuk pemerintahan sementara yang terdiri atau
orang-orang yang ditentukan oleh Inggris sendiri.
Muhammad Ali Jinnah menentang usaha ini dan pemerintah Inggris menunjuk
Presiden Partai Kongres Nasional India, Pandit Nehru, untuk menyusun pemerintahan
sementara. Huru hara timbul dan akhirnya juga Muhammad Ali Jinnah diminta supaya
turut menyusun pemerintahan sementara itu. Ia menunjuk lima pemimpin Liga Muslim
untuk turut serta dalam pemerintahan, tetapi huru hara tak dapat diatasi. Dalam pada itu
diputuskan untuk diadakan sidang Dewan Konstitusi pada bulan Desember 1946,
Muhammad Ali Jinnah melihat bahwa dalam suasana demikian tidak bisa diadakan
sehingga meminta supaya ditunda. Permintaannya tidak didengar dan ia mengeluarkan
pernyataan memboikot sidang Dewan Konstitusi.

13
. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan. Cet. I, Bandung : Mizan, 1993. h.211.

12
Dari pernyataan itu ternyata Inggris mengubah sikap dan memutuskan akan
menyerahkan kedaulatan pada waktu lain sebelum Juni 1948. Setahun kemudian
keluarlah keputusan Inggris untuk menyerahkan kedaulatan kepada dua Dewan
Konstitusi, India diberikan kepada umat Hindu, dan satunya lagi Pakistan diberikan
kepada umat Islam. Pada tanggal 14 Agustus ada juga yang mengatakan 15 Agustus
1947, lahirlah Pakistan sebagai negara bagi umat Islam.
Keberhasilan Muhammad Ali Jinnah melahirkan negara Pakistan sebagai
negara umat Islam tidak terlepas dari usaha tokohtokoh pembaharu yang
mendahuluinya. Misalnya Syah Waliyullah pada abad ke18, kemudian dikembangkan
oleh Sayid Ahmad Khan dan tokoh-tokoh gerakan Aligarrh pada abad ke 19, dan pada
abad ke 20 dipacu oleh pemikiran-pemikiran Amir Ali, Muhammad Iqbal dan
Muhammad Ali Jinnah sendiri. Tokoh-tokoh yang disebutkan di atas, masing-masing
mempunyai sasaran utama dalam pembaharuannya untuk menciptakan negara Pakistan
sebagai negara umat Islam. Misalnya Sayid Ahmad Khan dengan idenya tentang
pentingnya ilmu pengetahuan, Sayid Amir Ali dengan idenya bahwa Islam tidak
menentang kemajuan modern, dan Iqbal dengan ide dinamiknya membentuk negara
tersendiri Pakistan, lalu datang Muhammad Ali Jinnah yang melanjutkan perjuangan
itu sehingga terwujudlah negara Pakistan sebagai negara umat Islam.14
5. Pakistan Sebagai Negara Baru;

Perdebatan Ideologi Negara Setelah Pakistan merdeka, kemudian muncul


persoalan baru terkait dengan ideologi Negara baru ini. Masalah ideologi bangsa ini
adalah topik yang terus diperdebatkan di kalangan cendikiawan Pakistan. Masalah ini
telah memunculkan dua mazhab, yang satu menegaskan bahwa Pakistan harus berdiri
atas nama Islam. Oleh sebab itu, Pakistan hanya dapat eksis sebagai Negara Islam.
Sedangkan yang lain menekankan bahwa Negara ini diciptakan utnuk menjaga
kepentingan politik dan ekonomi kaum Muslim selatan serta tidak pernah diniatkan
sebagai Negara berbasis ideologi agama. Apapun motif dan kepentingan sesungguhnya
dari pimpinan Liga Muslim pada tahun 1940an, terdapat banyak bukti bahwa rakyat
Muslim di India yang membentuk tulang punggung perjuangan demi Pakistan dan
memberi suara berjumlah besar untuk kandidat Liga Muslim menginginkan Pakistan
menjadi Negara Islam.

14
Zainudin Hamka, Muhammad Ali jinnah dan Ide Pembaharuannya, (Ash-shahabah: 2016), Jurnal
Pendidikan dan studi islam, Vol 2 Nomor 2, hal. 191-194

13
Maulana Syabbir Ahmad Usmani dan beberapa ulama Deoband yang
menentang dukungan mayoritas untuk persatuan India juga membenarkan seruan
mereka untuk Pakistan atas potensinya sebagai Negara Islam. Namun visi Negara Islam
ini lebih terbentuk dari keidealan keadilan sosial – ekonomi, kesetraan, dan
persaudaraan daripada hal-hal spesifik dari syariat. Unsur “agama” dalam visi ini
terutama adalah kerangka kerja budaya yang akan mencakup dan dalam cara yang
konkret, menciptakan kondisi di tanah air baru mereka yang menciptakan keidealan
sosialbudaya Islam. Dengan demikian, bagi rakyat Muslim, membangun Negara Islam
berarti membangun masyarakat yang baik. Oleh karena itu, jarang terlihat penerapan
hukum Islam yang spesifik mislanya hudud (hukum pidana Islam yang dirumuskan
dalam Al-qur’an), dalam literatur rakyat pra pemisahan tantang Pakistan. Senada
dengan hal itu, pernyataan dan pidato para pemimpin Liga Muslim tidak menunjukkan
bahwa Negara yang baru itu akan diatur oleh syariat.
Pemikiran mereka tentang Negara Pakistan sebagai Negara Islam antara lain;
1. Pemulihan kekuasaan politik Muslim di anak benua itu atau setidaknya di
sebagian anak-benua.
2. Penghidupan kembali tradisi budaya dan intelektual peradaban Islam dalam
konteks era modern.
3. Pendirian Negara yang modern dan berdaulat bagi kaum Muslim India –
tempat mereka untuk bebas mempraktikkan agama dan mengerjar
kepentingan ekonomi serta politik – tanpa harus takut didominasi oleh kaum
Hindu.
Meksipun agamalah yang menyediakan basis untuk semua upaya ini, jelas
bahwa visi Pakistan mereka sebagai Negara Islam dipengaruhi oleh keidealan politik
dan budaya serta kepentingan ekonomi yang sebagian terbentuk dan terkondisikan oleh
gagasan nasionalisme modern. Dengan demikian gagasan klasik tentang komunitas
agama Islam yang hidup dalam wilayah politik otonominya sendiri di bawah hukum
Allah, dan gagasan modern bahwa orang yang berbeda secara budaya berhak
menentukan sendiri dalam urusan politik, digunakan dengan penekanan yang setara
dalam gerakan Pakistan.15

15
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam. Cet.III. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994. Hlm. 340.

14
Dalam hal ideologi Negara baru ini, Jinnah berpandangan sama dengan
pendahulunya Muhammad Iqbal, yang berpandangan bahwa tidak memandang Islam
pada perincian syariat dan fiqih, akan tetapi pada tingkat yang lebih luas dan universal
dan saling berkaitan yaitu;
1) Islam sebagai iman, sistem agama-moral yang keyakinan utamanya
mengidentifikasi pemeluknya sebagai Muslim.
2) Islam sebagai kebudayaan, cara hidup yang akan mengintegrasi Muslim sebagai
suatu Negara bangsa.
3) Islam sebagai suatu system ideologi politik yang rangkaian nilainya akan
menjadikan Muslim suatu komunitas politik yang hidup dan terpisah.16
Kebulatan tekadnya dibahas pada pertemuan tahunan Liga Muslim yang
diadakan di Lahore pada tahun 1940. Sidang kemudian menyetujui pembentukan
Negara tersendiri untuk Umat Muslim India sebagai tujuan dari Liga Muslim India.
Negara yang kelak akan dikenal dengan nama Pakistan dan pembahasan yang terjadi
antara Muhammad Iqbal dan Jinnah ketika berada di Inggris dikenal dengan “Rencana
Pakistan”. Nama Pakistan sendiri menurut suatu sumber dari seorang mahasiswa Islam
India di London yang bernama Khaudri Rahmat, diambil dari huruf P dari Punjab, A
dari Afghan, Ki dari Kashmir, S dari Sind, dan TAN dari Balukhistan. Setelah rapat
Liga Muslim jalan perjuangan Jinnah semakin terarah pada satu titik dan ia berjuang
untuk mewujudkan tujuan itu dengan gigih yang beberapa tahun sebelumnya ia telah
melakukan hal yang sama terhadap perjuangannya untuk mewujudkan persatuan
HinduMuslim di India.
Perjuangan Liga Muslim yang melibatkan seluruh Umat Muslim baik dari
golongan bawah maupun atas menjadikan Liga Muslim bertambah kuat dan
menyebabkan pemuka-pemuka Islam yang yang bergabung dengan Partai Kongres
kehilangan pengaruh karena dianggap tidak sesuai dengan tujuan Umat Muslim India.
Pada tahun 1944, Jinnah mulai menjelaskan apa yang dimaksud dengan Pakistan.
Negara itu akan mencakup enam daerah yaitu Daerah perbatasan barat laut,
Balukhistan, Sind dan Punjab di sebelah Barat, serta Bengal dan Assam di sebelah
Timur. Dengan jumlah penduduk 70 Juta. Dan pemerintah Inggris menunjuk Pandit
Nehru dari Partai Kongres India untuk menyusun pemerintahan sementara.

16
Muhammad Ruslan, Pemikiran Pembentukan Negara Pakistan, (Tesis: 2012), hal. 39-44

15
Setahun kemudian keluarlah putusan Inggris untuk menyerahkan kedaulatan
kepada dua Dewan Konstitusi satu untuk Pakistan dan satu untuk India. Muhammad
Ali Jinnah sebagai Gubernur Jendral Pakistan yang pertama karena memang tidak ada
orang yang berusaha sedemikian keras selain Jinnah. Pada tanggal 14 Agustus 1947
Dewan Konstitusi Pakistan dibuka secara resmi oleh Viscount Mounbatten Raja Muda
India dan sehari setelahnya lahirlah Pakistan sebagai negara bagi Umat Muslim India.
Selain diangkat menjadi Gubernur Jendral, Jinnah Juga mendapat gelar Qaid-i-Azam.
Ketika Jinnah menjadi pemimpin Pakistan, banyak umat muslim yang tinggal
di India merasa kurang senang dengan hal itu, karena menurut mereka lebih baik Jinnah
tinggal di India untuk memperhatikan kesejahteraan umat muslim India yang
kemungkinan akan mengalami kemunduran dengan tidak adanya kekuatan yang netral.
Ketika Pakistan diresmikan sebagai negara, sebagaimana layaknya suatu negara yang
baru berdiri banyak pernasalahan yang harus segera diselesaikan antara lain para
pengungsi dari India menuju Pakistan, masalah administrasi, dan juga kekacauan
komunikasi dengan terjadinya tukar menukar pegawai yang belum pernah ada.
Pada saat seperti itu peranan Jinnah sangat diharapkan, banyak permasalahan
yang diajukan kepadanya dan dapat terselesaikan. Kesulitan-kesulitan negara yang baru
ini sangat menguras energinya, teman-temanya berusaha untuk membebaskannya dari
kesibukan-kesibukan rutin, tetapi karena kemauannya yang keras dan kebiasaannya
teliti dalam bekerja maka usaha teman-temannya ia abaikan. Pada bulan Juni, karena
nasihat dari dokter, terpaksa ia meninggalkan Karachi yang saat itu merupakan ibukota
Pakistan. Ia bertempat di Baluchistan.
Pada tanggal 30 Juni ia memaksa kembali ke Karachi untuk mengambil bagian
dalam Pembukaan Bank Negara Pakistan yang merupakan simbol kemerdekaan
ekonomi dari Dominion yang baru. Kelelahan dan panasnya udara Karachi sangat
mempengaruhi kesehatannya, serangan Influenza dan Bronchitis menyebabkan
kesehatannya turun secara drastis. Sore hari pada tanggal 11 September 1948 ia
menghembuskan nafas terakhirnya. Kematiannya merupakan pukulan yang hebat bagi
Pakistan. Untuk kemudian Pakistan berada di bawah pimpinan tangan kanan Jinnah
sendiri yaitu Liaquat Ali Khan.17

17
Hamidah, Perjuangan dan Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam Pembentukan Negara Pakistan,
(Kontekstualita: 2017), Jurnal Penelitian Sosial dan Keagamaan, Vol. 33 No. 1, hal. 40-43

16
B. Biografi Dan Pembaharuan Pemikiran Al-Maududi
1. Biorafi Al-Maududi
Abu A’la Al Mawdudi dilahirkan di
Aungabad, pada 3 Rajab 1321 H atau 25 September
1903 M. kota Aungabad merupakan kota terkenal di
kesultanan Hyderabad (Decan) yang sekarang ini
masuk diwilayah Andhra Predes India. Jika ditengok
dari garis silsilah keturunannya ia berasal dari
keluarga yang terhormat. Nenek moyangnya dari
garis Ayah yang merupakan keturunan Nabi
Muhammad Saw, maka dari itu pada namanya ia

Sayyid Abul A'la Maududi memakai nama “Sayyid”.18 Maududi berasal dari
keluarga yang agamamis. Ayahnya yang mendidik
dari pendidikan dasar dan beberapa tutor yang didatangkan kerumahnya ikut berperan.
Saat masih kecil beliau belajar bahasa Urdu, Persia, Arab, Fiqh, dan Hadist. Ayahnya
memnginginkan jika Maududi menjadi seorang Maulai, dan tidak memperbolehkan
maududi belajar bahsa inggris. Namun akhirnya beliau memepelajari bahsa inggri dan
berbagai disiplin ilmu pengetahuan modern lainnya setelah sang ayah meninggal dunia.
Pemikiran yang mempengaruhi dirinya dan berperang penting dalam pembentukan
pemikirannya yaitu pemikiran dari ibnu taimiyah, ibnu Qoyim, dan Syah Waliullah.19
Nenek moyang al-Mawudui berasal dari para syaikh besar pengikut tarekat
Chistiyah jika dilihat dari catatan sejarah serta karya-karyanya. Tarekat ini banyak
berperan dalam dalam penyebaran dan pengembangan islam di India. Dilihat dari
sejarah keluarga Al-Mawdudi memiliki hubungan erat dengan dinasti Moghul,
utamanya pada pemerintahan Bahadur Syah Zhafar (penguasa terakhir). Hal yang
menarik juga berkaitan dengan nama tokoh yang akan dibahas ini adalah jika dilhat dari
namanya. Abu A’la berarti ayah dari yang maha kuasa. Nama tokoh ini mendapatkan
banyak kritikan dari pihak-pihak khusus. Maka Al Maududi merasa kesal dan merasa
tidak nyaman akan kritikan yang menuju kepadanya itu. Ahmaad Hasan sendiri selaku
ayah pun turut memberikan penjelasan mengenai nama anaknya tersebut. Ia berkata
bahwa pada tiga tahun sebelum al-Mawdudi lahir,seseorang yang suci mendatanginya

Kesuma dkk, Pemikiran Politik Abu A’la Al Mawdudi, IAIN Raden Intan Lampung, 2015, hlm 326.
18

Ainur Ropik, Studi Komparasi Pemikiran Abul A’la Maududi Dengan Muhammad Natsir Tentang
19

Konsep Negara Islam, Palembang: IAIN Raden Fatah, 2012, hlm 174-175.

17
dan mengatakan padanya bahwa Allah Swt akan memberkahinya seorang anak laki-
laki yang ditakdirkan akan besar dan berbakti pada agamanya.
Kemudian ia mendatangi tokoh sufi yang terkenal dikotanya, tokoh sufi tersebut
mengatakan bahwa Allah akan memberikannya putra yang suatu hari nanti akan
dihormati serta mendapatkan kedudukan yang tinggi, dan di ujung ceritanya tokoh sufi
ini berpesan agar memberikan nama kepada putra tersebut nama Abu al A’la. Setelah
mendengar berita baik itu, Ayah al-Maududi sangat berbahagia dan mengharapkan
kabar tersebut akan menjadi kenyataan.20
Samir Abdul Hamid Ibrahim mengatakan bahwa nama al-Mawdudi merupakan
nama sebuah keluarga yang garis keturunannya telah ada sejak 300 tahun yang lalu.
Nenek moyang yang pertama datang berasal dari Jarirah Arab dan tinggal disuatu
tempat yang bernama “Jasyat”, yang tidak jauh dari kota Harat. Dan dipenghujug abad
ke 9 H seorang nenek moyangnya bergelar Tuan maudud yang hijrah ke india. Orang
yang memiliki nama Maudud adalah Khawajah Qutbuddun Maudud yang merupakan
pendiri tarekat Christi.21
2. Tentang keluarga
Al-Mawdudi sangat erat dengan dunia Sufi atau tarekat secara khusus, dan
memiliki tradisi terdapat hubungan dan pengenalan rangkaian guru serta murid serta
mengutamakan nasab. Selama kiprahnya seorang pemikir dan penulis, tidak kurang dari
130 buku yang dihasilkannya. Dari karya yang semakin banyak karya yang ditulis
dengan bahasa Arab, Inggris dan Urdu, al-Mawdudi membahas berbagai disiplin ilmu:
Tafsir, hadis, Sejarah, Politik, Hukum Islam, serta Ekonomi. Karya-karya al-Mawdudi
ternyata mendapatkan tanggapan yang hangat dimasyrakat luas , tidak hanya di India
dan Pakistan akan tetapi diseluruh dunia. Hal ini dibuktikan dengan hampir semua
karya al-mawdudi telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa.
Ayahnya berprofesi sebagai pengacara yang taat beragama sekaligus menjadi
guru pertama bagi Maududi. Sang ayah, Ahmad Hasan pernah menempuh pendidikan
di Universitas Aligarh, namun ayahnya hanya menempuh pendidikan sebentar
dikarenakan pola pendidikan di Universitas tersebut adalah kebarat-baratan. Ketika
menjadi seorang pengacara, beliau sangat selektif dalam memilih kliennya. Beliau

20
Ahmad Idris, Abu al-A’la Al Mawdudi; Sahafatun min Hayatihi wa Jihadihi, cet 1, al-Qahirah: al-
Muktar al-Islami, 1979, hal 19
21
Ali Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Cet.II, Bandung: Mizan, 1995, hal 238

18
enggan mengerjakan hal-hal yang menyimpang dari agama dan bertentangan dengan
hati kecilnya, maka dari itu beliau banyak ditinggalkan oleh para kliennya.
Oleh karena itu beliau berhenti menjadi pengacara. Kemudian beliau lebih
memusatkan pengajaran dan pendidikan untuk sang anak. Al-maududi mengawali
pendidikannnya di rumah hingga tamat tingkat dasar. Setelah itu, beliau meneruskan
pendidikannnya ke Madrasah Fauqaniyah yang menggabungkan pendidikan modern
barat dengan pendidikan islam tradisional. Beliau dikenal sebagai anak yang cerdas
serta merampungkan pendidikannya tepat waktu dan mendapatkan Ijazah Maulawi.22
Keinginan Maududi untuk melanjutkan pendidikan harus terkubur dikarenakan
perekonomian dan keadaan ayahnya yang sakit. Kemudian beliau ikut ayahnya pindah
ke Hyderabad, disana beliau dapat melanjutkan pendidikan di Dar al-ulum, di Deoband,
sebuah institut tempat untuk mencetak para ulama yang kharismatik di India saat itu.
Maududi menempuh pendidikannya hanya enam bulan saja, dikarekan harus merawat
ayahnya yang sakit, namun akhirnya meninggal dunia. Al-Maududi terus belajar
menambah ilmu secara mandiri, walaupun pendidikan formalnya terlah terputus. Hal
ini bisa terjadi berkat kemampuannnya menguasai bahasa asing yaitu bahasa urdu
(bahasa ibu), arab, persia, dan inggris. Sehingga dari kemampuannya ini beliau dapat
belajar dari para ulama yang berpengalaman.
Setelah tidak bersekolah lagi, Maududi bekerja sebagai Jurnlaisme. Pada 1918
beliau banyak menyumbangkan tulisan-tulisan dan mengirimnya ke surat kabar dengan
menggunakan bahasa urdu. Saat usia 7 tahun beliau menjadi editir harian Taj, Jabalpur,
lalu menjadi editor di Al-Jami’ah, Delhi, yang merupakan satu surat kabar Muslim
India yang populer pada abad ke 19-20. Tahun 1929 ketika beliau berumur 26 tahun,
beliau telah menerbitkan sebuah karya yang cemerlang dan fenomenal, yaitu al-jihad fi
al-islam (Perang Suci Dalam Islam). Buku ini belum pernah ada sebelumnya di literatur
islam dan tidak ada bandingannya walaupun dalam bahasa arab. Maududi pindah ke
Hyderabad (Deccan) serta tahun 1932 mulai menerbitkan Tarjuman Al-qur’an jurnal
bulanan yang dipersembahkannya demi kebangkitan islam. Jurnal ini menjadi pelopor
untuk kebangkitan kembali kaum elit terpelajar India.
Pakistan menjadi negara merdeka pada tahun 1947, Maududi pindah di Pakistan
dan muncul sebagai tokoh pejuang yang berusaha menjadikan islam sebgai pedoman

22
Muhammad Iqbal, Implementasi Pemikiran Politik Abu Al A’la Al-Maududi Dalam Dinamika Politik
Kontemporer, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006, hlm 16

19
hidup dan inti dari konstitusi negara yang baru merdeka itu. Beliau melihat bahwa
pendiri Pakistan, seperti Ali janah lebih tidak konsisten dalam menerapkan islam dalam
kehidupan bernegara. Sebagai ancaman oleh para penguasa begitulah pejuang politik
maududi di pandang. Hal ini menyebabkan Maududi sebanyak empat kali ditahan dan
masuk penjara pada tahun 1948-1967. Penahanan dilakukan karena oposisi yang beliau
lakukan kepada penguasa di Pakistan.23
3. Karya Ilmiyah
Selain menjadi pejuang politik, Maududi juga berjuang dalam dakwah sebagai
seorang da’i, semua kegiatan dakwanya dipusatkan pada kepentingan untuk
mewujudkan cita-citanya, yaitu islam sebagai pedoman hidup. Disamping berdakwah,
beliau menyisihkan waktu untuk mengajar di Fakultas Theologi di Islamic Collage,
Lahore. Selain menjadi seorang Da’i beliau juga merupakan seorang ilmuan yang telah
menciptakan banyak karya ilmiah, diantaranya24:
No. Karya Ilmiyah Tahun
1 Al-jihad fi al-Islam 1927
2 Risala-I Diniyah 1932
3 Tafhim Al-Qur’an 1942-1972
4 first Principle of the Islamic state 1968
5 Fundamentalisme of Islam 1960
6 Islamic Law and Constitution 1960
7 Islamic wayof life 1967
8 The Moral Foundamentalis of the Islamic Moment Constitutions 1952
9 The political theory of Islam (Ltd), The Process of the Revivalist 1963
Movement in Islam
10 Toward Understanding Islam 1948
11 The true Conduct of life 1962
12 Unity of the Muslim World 1967

23
Chindi Ayu Shonia dan Lia Hermawati, Pemikiran Politik Abu A’la Almaududi, Jurnal Universitas
Sriwijaya Vol. 3, No 1, Januari 2020, Hlm. 18-19.
24
Ainur Ropik, Studi Komparasi Pemikiran Abul A’la Maududi Dengan Muhammad Natsir Tentang
Konsep Negara Islam, Palembang: IAIN Raden Fatah, 2012, hlm 175.

20
Pendirian negara Islam menurut Al-Mawdudi haruslah diperjuangkan
dimanapun dan melalui cara apapun, jika kita berkeinginan menjalankan syariat Islam
dalam dunia nyata. Beliau merasa yakin bahwa dengan adanya negara Isam, ajaran
islam yang sempurna bisa mewujudkan cita-cita Islam menjadi sebuah negara yang
damai dan sejahtera, dan hal ini adalah cita-cita oleh Islam sendiri dalam Al-Quran.
Menurut Maududi islam adalah sebuah prinsip moral etika, serta berbagai
petunjuk dibidang politik dan ekonomi. Beliau menyimpukan bahwa islam tidak hanya
suatu kepercayaan, namun merupakan suatu sistem yang lengkap dan didalamnya
terkandung semua jawaban terhadap masalah yang dialami oleh ummat manusia.
Maududi memepertegas bahwa semua ini tidak dapat diterjemahkan menjadi suatu
tindakan praktis kecuali ada jaminan untuk pelaksanaannya. Ketika umat muslim
berkeringinan untuk mendirikan agama Islam, tidak cukup hanya dengan mendirirkan
sholat, puasa, zakat, dan haji.
4. Pembaharuan Pemikiran Al-Maududi

Nama abul A’la Al-Maududi tidak mungkin dapat dipisahkan dari cita-cita
kebangkitan Islam pada abad ke-15 Hijriyah sekarang ini. Suatu cita-cita yang telah
merata di seluruh polosok Dunia Islam. Dapat dikatakan bahwa Al-Maududi
merupakan salah satu tokoh pembaharu pemikiran Islam yang gagasan dan citacitanya
telah berpengaruh besar pada fenomena pembangunan Islam dewasa ini.
Salah satu hal penting yang mempengaruhi pemikiran Maududi dari ibnu
taimiyah yaitu “keharusan pelaksanaan ajaran syari’ah secara penuh dalam
kehidupan masyarakat maupun pribadi”. bercermin dari pemikiran itu maududi
menyimpulkan bahwa pekerjaan penting dalam pembaharuan masyarakat dan
pemerintah dengan cara memperbarui pelaksanaan Syari’ah dan memperpendek jarak
perbedaan antara teori daan praktik. Beliau juga mengatakan dengan dasar pemikiran
ini bahwa pekerjaan pemerintah dan agama sebaiknya didak dipisahkan.25
Mengenai konsep pemikiran al-Mawdudi tentang negara dilatarbelakangi oleh
konsepnya tentang kebutuhan akan sebuah kekuasaan dalam rangka mewujudkan
pesan-pesan dalam al-Quran dalam kehidupan nyata. Karena menurutnya, al-quran
tidak hanya meletakkan sikap dan etika semata, tetapi juga memberikan bimbingan-
bimbingan dalam politik,sosial, dan ekonomi. Juga ditetapkan tentang hukuman untuk

25
Abu Al A‟la Al Maududi, Jamaati Islami, (Lahore:Markazi Maktabah Jama‟ati Islami, 1953),
hlm. 24..

21
tindak yang tidak baik, juga ditetapkan prinsip kebijaksanaan keuangan. Semua ini
tidak dapat diwujudkan serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, kecuali
ditegakkan dalam suatu negara islam.
Dalam hal ini al-mawdudi menyatakan perihal pentingnya pembentukan suatu
negara islam sebagai raelisasi dari sayariat islam yang telah di tentukan dalam Al-quran.
Konsep tersebut terdapat dalam Q.S: An-Nur ayat 2 yang berbunyi:

‫اح ٍد ِِّمْن ُه َما ِمائَةَ َجلْ َدةٍ َّۖوَل ََتْ ُخ ْذ ُك ْم ِبِِ َما‬ ِ ‫الزِاِن فَاجلِ ُدوا ُك َّل و‬
َ ْ ْ ْ َّ ‫اَ َّلزانيَةُ َو‬
ِ
ۤ
‫ال ِخ ِِۚر َولْيَ ْش َه ْد َع َذ َاِبَُما طَا ِٕى َف ٌة‬
‫اّللِ اِ ْن ُكْن تُ ْم تُ ْؤِمنُ ْو َن ِِب هِّّللِ َوالْيَ ْوِم ْ ه‬ ِ ِ ٌ‫رأْفَة‬
ِّ‫ِف ديْ ِن ه‬ْ َ
﴾۲﴿‫ي‬ ِِ ِ
َْ ‫ِّم َن الْ ُم ْؤمن‬
Terjemahan
Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya
seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian
orang-orang yang beriman .( Q.S: An-Nur:2)

Beliau mengembangkan gagasan mengenai Wahyu Allah dengan untuk


menegaskan keutamaan ajaran islam, setelah penolakannya terhadap pandangan barat.
Sehingga pandangan yang digunakan pemimpin islam yang berpengetahuan barat
menjadi berpandangan islam. Menurutnya pandangan barat tidak hanya bertentang
dengan pandangan islam, tetapi mengancam kepentingan muslim. Padahal islam adalah
agama yang mencakup semua aspek kehidupan manusia, seperti islam memiliki
kekuatan sosio-politik yang efektif dan ungul untuk menggantikan pandangan barat
seperti kapitalisme dan sosialisme.26
Ideologi maududi semakin agamamis, beliau berpendapat bahwa pandangan
islam tidak dapat di tandingi oleh pemikiran manusia, sehingga tidak ada lagi dalih bagi
umat islam untuk menggunakan pandangan barat lagi, yang hanya merupakan
gambaran dari manusia. Dibalik kritiknya yang tajam terhadap pandangan barat,

26
Adiguna, Pemikiran Politik Sayyid Abul A’la AlMaududi dan Kontribusinya bagi Pakistan, Skripsi,
Yogyakarta: Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2009, hlm 5.

22
Maududi masih memakai istilah-istilah barat, misalnya revolusi islam, Negara Islam,
dan Ideologi Islam.
Al-Mawdudi berpendapat agama islam melalui al-Quran tidak hanya terkait
dengan perihal ibadah saja layaknya Shalat, Puasa, Haji, serta Zakat, juga hukum
negara dan lembaga kenegaraaan. Apabila hendak mendirikan agama Allah, maka
tujuan tersebut tidak akan dapat dicapai dengan shalat dan puasa saja, melainkan juga
haruslah menegakkan hukum Ilahi dan menjadikan Syariat sebagai undang-undang
negara. Apabila tidak ditegakkan meskipun pranata Salat dan sebagainya sudah
dikerjakan tidak akan menyebabkan ditegakkannya agama. Ia hanyalah penegakan
secara din, bukan din secara penuh. Apabila yang ditegakkan malah hukum-hukum lain
selain hukum Tuhan, maka yang terjadi ialah penolakan atas din itu sendiri. Ayat Al-
Qur’an menjadi sandaran oleh al-Mawdudi adalah (QS: al-Isra’: 80).

‫ّل ِم ْن‬
ِّْ ِ ‫اج َع ْل‬ ٍ ِ ٍ ِ ِ ِ ‫وقُل َّر‬
ْ ‫ب اَ ْدخلْ ِ ِْن ُم ْد َخ َل ص ْدق َّواَ ْخ ِر ْج ِ ِْن ُمَُْر َج ص ْدق َّو‬ِّ ْ َ
ِ ‫ك سلْطهنًا ن‬
﴾٨٠﴿‫َّص ْ ًْيا‬ ُ َ ْ‫لَّ ُدن‬
Terjemahan
Dan katakanlah (Muhammad), ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk
yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah
kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku). (QS: al-Isra’: 80)

Al-Mawdudi paham bahwa ayat ini yang berbunyi ”berilah aku sebuah
kekuasaan dan bantuan dari pemerintah yang memiliki kekuasaan yaitu negara,
sehingga dengan dibantu kekuasaan tersebut serta sumber-sumber kekuasaan yang
memaksa negara mampu menegakkan kebajikan, membasmi kejahatan, meumbangkan
korupsi, kecabulan dan dosa, meluruskan hal-hal yang bengkok yang sudah menjalar di
kehidupan sosial serta mengatur keadilan sesuai dengan hukum yang telah
diwahyukan”. Tetapi apabila kekuasaan yang dicari adalah untuk menegakkan din
Allah, maka tentulah ia merupakan tindakan ilahiyah dan saleh maka sama sekali tidak
boleh dicampur adukkan dengan kekuasaan dan keharusan.27

27
Muhammad, Akbar, Abu al-A’la al-Mawdudi; Tafhimal-Quran, Vol. Viii, Lahore: Islamic, 1989,
hlm 638.

23
Pada tahun 1948, Maududi memberikan
5 tausyiah melalui Radio Pakistan, yang Moral

dimaksudkan untuk untuk seluruh umat islam


tidak hanya di Pakistan, melainkan untuk umat Sosial Politik

islam di seluruh dunia. Tausyiah tersebut


mencakup 5 aspek pokok di kehidupan muslim,
yaitu aspek moral, politik, spiritual, ekonomi, Ekonomi Spiritual
dan sosial. Dari kelima tausyah tersebut
kemudian diterbitkan menjadi buku yang
berjudul Islamic Way of life oleh Islamic Research Academy.
Pada tahun 1937, beliau baru benar-benar terlibat lebih dalam dan langsung
mengenai persoalan politik. Saat itu, india berada di gerbang pintu kemerdekaan setelah
kurang lebih 150 tahun dijajah oleh kerajaan Inggris. Dalam keadaan itu, beliau
menyadari bahaya yang mengancam eksistensi umat islam. Tanggal 28 maret 1953,
Maududi di tangkap dan dipenjara akibat tulisannya yang berjudul “The Qadiani
Problems” yang memiliki tujuan untuk memberikan dukungan terhadap tuntutan rakyat
yang berkeinginan agar masyarakat Qadiani harus diperlakukan sebagai kelompok
minoritas atau non-muslim pada konstitusi Pakistan, namun pemerintah tidak
menyetujui tututan tersebut dan Maududi di tuduh sebagai penghasut. Maududi di jatuhi
hukuman gantung oleh pengadilan.
Mendengar vonis tersebut Maududi tak sedikitpun gentar, dan beliau berkata:
“Jika ajal saya telah tiba, tak seorangpun dapat mencegah saya dariNya. Dan jika ajal
saya belum tiba, mereka tidak dapat menggiring saya ke tiang gantungan meskipun
mereka menggantung diri mereka sendiri untuk menggantung saya”. Akibat dari
desakan dan protes dari kaum muslimin dari dalam ataupun luar negeri, akhirnya
pemerintah merubah keputusan pengadilan tersebut menjadi 14 tahun penjara. Namun
pada 25 mei 1955, Maududi dinyatakan bebas oleh pengadilan tinggi dikarenakan UU
yang membuatnya ditahan telah dibatalkan. Walupun kerapkali ditahan, namun
perjuangan agar berdirinya negara islam Pakistan dapat terwujud tak pernah berhenti.28

Menjadi seorang pemikir islam beliau sangat memperhatikan paham dan ajaran
islam. Berdasarkan al-qur’an dan sunnah, beliau selalu berusaha membangun

28
Muhammad Iqbal, Implementasi Pemikiran Politik Abu Al A’la Al-Maududi Dalam Dinamika Politik
Kontemporer, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006, hlm. 22.

24
paradigma pemikiranya. Maududi merupakan seorang pemikir yang fundamentalis,
yang berpikiran bahwa islam merupakan agama yang lengkap dan sempurna.
Perbedaan pemikiran Maududi dengan pemikiran kaum fundamentalis lainnya.
Hal ini karena Maududi bergerak dalam aspek kenegaraan. Dalam aspek ini, ada
sejumlah konsep Maududi yang membuatnya berbeda dengan kaum konservatif
ataupun dengan kaum modernis. Contohnya konsepsi kedaulatan Tuhan dalam negara
islam. Interpretasi ini menunculkan faham theo-demokrasi, yaitu kekuasaa Tuhan
berada di tangan umat islam yang melakukan sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah.
Dalam konsepsi khilafah, Maududi mempunyai pendapah bawah seorang laki-laki
ataupun perempuan dapat menjadi khilafah, jadi tidak hanya kepala negara yang dapat
menjadi khilafah.
Konsep Maududi mengenai negara islam didasarkan atas Syariah, yang
mengkontribusikan dogma-dogma dasarnya. Dalam pandangan syariah, bagi Maududi
terdapat 4 dogma yang manjadi dasar negara islam:
a) mengklaim kedaulatan Tuhan,
b) mengklaim otoritas Nabi,
c) mengklaim status perwakilan Tuhan dan
d) melakukan musyawarah bersama (mutual consultation).
Jadi negara islam berdasarkan konsep Maududi adalan negara teokratis. Namun
dengan tetap menekankan pada musyawarah bersama maka negara ini juga bersifat
demokratis. Dengan theo-demokrasi Maududi menginginkan manifestasi terhadap
konsep antitesis atas demokrasi Barat Sekuler yang baginya hanya berdasarkan pada
kedaulatan rakyat, serta dikarenakan itu bertentangan dengan Islam. Negara islam
bertumpu pada dua prinsip: kedaulatan (sovereighty) Tuhan dan perwakilan
(vicegerency) manusia.
Dari sudut pandang Al-Mawdudi, pemerintahan harus seperti masa Khalifah al-
Rasyidin. Tetapi jika dilihat pada perumusan konstitusi dalam dewan konstituante
1956, dan dalam rumusan tersebut mencantumkan nama “Republik Islam Pakistan”.
Dan al-mawdudi menyetujui hal ini, walaupun dalam konsepnya al-Mawdudi
menghendaki bentuk negara seperti khalifah al-Rasyidin akan tetapi dia menyetujui
bentuk pemerintahan negara republik.29

29
Muhammad Asnad, Sebuah Kajian Tentang Sistem Pemerintahan Islam,(Bandung: Pustaka, 1985),
hlm. 125.

25
Pokok pikiran dari Maududi mengenai kenegaraan, dilihat dari banyak
pemikiran mengenai politik islam, hanya Maududi yang mengemukakan konsep
kenegaraan yang lebih rinci dan lengkap. Terdapat 3 pokok dasar yang menjadi
landasan dalam pemikiran Maududi mengenai kenegaraan antara lain menurut islam:

1. Islam merupakan agama yang lengkap, dengan segala petunjuk untuk setiap
aspek kehidupan manusia, termasuk kehidupan politik. Yang berarti dalam
islam ada sistem politiknya. Jadi umat islam jika ingin berpolitik tidak perlu
atau bahkan tidak boleh menggunakan politik dari barat. Hanya cukup
menggunakan sistem politik islam dengan merujuk pada politik pada masa
Khulafaur Ar Rasyidin sebagai model politik islam.
2. Kekuasaan tertinggi yang terdapat di istilah politik disebut kedaulatan, adalah
pada Allah, insan hanya sebagai pelaku dari kedaulatan Allah tersebut sebagai
khalifah Allah di bumi, maka dari itu kedaulatan rakyat tidak dapat dibenarkan,
sebagai khalifah Allah di bumi, manusia dan negara seharusnya mematuhi
hukum-hukum yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Yang
dimaksud khalifah disini adalah laki-laki islam dan perempuan islam.
3. Sistem politik islam merupakan sistem unversal, tanpa mengenal batas, dan
ikatan-ikatan geografi, bahasa dan kebangsaan.30
Dalam formula pemikiran Al Maududi, secara singkat model negara yang
ditegakkan adalah pokok tahuhid (kemahaesaan Allah), risalah (Kerasulan
Muhammad), dan yang terakhir Khalifah. Syarat-syarat penguasa:
a) Seorang muslim
b) Seorang laki-laki
c) Dewasa dan berakal
d) Warga negara dari negara islam dimana pemilihan itu berlangsung.
Menurut al-Mawdudi cuma Amir lah satu-satunya yang dapat menerima
ketaatan serta kesetiaan rakyat, rakyat juga telah mewakilkan sepenuhnya hak mereka
untuk mengambil sebuah keputusan tentang semua masalah yang berkaitan dengan
kebutuhan mereka. Kedudukan pemimpin menurutnya sangat berbeda dengan raja
ataupun ratu layaknya di Inggris ataupun presiden bahkan perdana menteri. Didalam
konsepnya, al-Mawdudi tidak menyebutkan bentuk pemerintahan yang bagaimana, ia

Muhammad Iqbal, Implementasi Pemikiran Politik Abu Al A’la Al-Maududi Dalam Dinamika Politik
30

Kontemporer, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006, hlm. 41.

26
hanya berkata bentuk pemerintahan yang ia gagas bukanlah seperti pemerintahan
modern layaknya sekarang ini. Beliau juga menyampaikan bahwa bentuk konsep
kedaulatan Tuhan (Teo-demokrasi) yang tepat diaksanakan apabila negara Islam
nantinya terwujud di pakistan.
Al-Mawdudi menempatkan Amir(pemimpin) negara islam sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi. Beban yang diemban seorang Amir bukan sekedar sebagai
pemimpin eksekutif tetapi juga harus bertanggungjawab dalam urusan keagamaan.
Pendapat Al-mawdudi tersebut didasari pada tradisi yang pernah dilakukan oleh Nabi
pada masa Khulafa al-Rasyidin yakni “Amir” memiliki kewajiban menjadi imam dalam
shalat fardu,dan menjadi Khatib disetiap salat jum’at di masjid tersebut. Dalam memilih
seorang pemimpin harus memilih orang yang bertakwa. Pencalonan kepala negara
(imarah) dipilih dari Muslim yang sudah dilihat biografinya, sikap, dan akhlak yang
amanah oleh masyarakat. Apabila masyarakat telah menyetujui hal ini, maka calon baru
diperbolehkan memimpin umat. Dan rakyat wajib mematuhi segala aturannya. Dan
dalam pelaksanaan hukum seluruhnyya bersandar pada Khlifah dan khalifah berjanji
pada syariat yang telah digariskan oleh Al-Quran dan Hadist Rasulullah saw.31
Al-Mawdudi memaparkan mengenai sikap yang mesti dimiliki oleh seorang
pemimpin dalam menjalankan suatu pemerintahannya yaitu: selalu memperhatikan asas
musyawarah dan menetapkan peraturan, peraturan harus berdasarkan pada suara
terbanyak berdasarkan rapat anggota MPR, lembaga pengadilan dan kejaksaan islam
sepenuhnya berada pada luar aturan-aturan lembaga eksekutif, karena tugas seorang
hakim adalah melaksanakan undang-undang Alllah untuk umatnya. Pemikiran al-
Mawdudi tentang Amir cukup menarik, karena Amir berada pada kedudukan lembaga
eksekutif. Pemikiran al-Mawdudi berbeda dengan mekanisme struktur negara yang
berkembang di dunia modern. Menurutnya, model seperti inilah yang membedakan
antara sistem negara yang diterapkan didunia barat dengan model negara islam.
Dalam konsepsi al-Mawdudi Ahl al-Hall wa-Aqd tidak sama dengan konsep
yang ada dalam teori Trias Politica. Menurutnya, badan ini lebih dekat pada Majlis
Syura. Fungsi utama badan ini adalah menjadi lembaga penengah dan pemberi fatwa ,
jika terdapat pedomen-pedoman yang jelas dari Allah dan Rasulnya, menegakkannya
dalam suana dan bentuk pasal, menggunakan pengertian yang berkaitan serta rincian-
rinciannya; ketika jika pedoman al-qur’an dan sunnah mempunyai kemungkinan

31
Kesuma dkk, Pemikiran Politik Abu A’la Al Mawdudi, IAIN Raden Intan Lampung, 2015, hlm 333.

27
interpretasi lebih dari satu, maka lembaga legislatif yang berhak memutuskan
penafsiran mana yang harus ditempatkan dalam uud. Jika ada isyarat yang jelas dalam
al-qu’an dan sunnah , fungsi lembaga ini adalah untuk menegakkan hukum yang
berhubungan dengan masalah yang sama yang harus sesuai dengan hukum islam, jika
al-qur’an dan sunnah tidak memberikan petunjuk atau tidak ada dalam konvensi.
Khulafaur rasyidin, maka kita harus mengartikan bahwa Tuhan telah membiarkan kita
bebas melakukan legalisa mengenai masalah ini menurut apa yang terbaik.32
Mengenai badan Qadi (hakim) menurut al-Mawdudi haruslah yang berdiri
sendiri, pertunjukkan badan ini dilakukan secara langsung dilakukan oleh Amir.Tugas
badan Qadi yaitu menentukan status hukum ,memeriksa serta menguji peraturan-
peraturan yang diduga peraturan-peraturan yang diduga bertentangan dengan syariat.
Badan ini secara penuh dapat membatalkan serta mengganti dengan hukum yang baru.
Posisi Amir adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu pemerintahan, tetapi
dalam penentuan hukum yang berkuasa adalah Qadi.
Konsep dasar tentang struktur pemerintahan yang dirancang oleh Abu A’la Al-
Mawdudi adalah konsep-konsep yang idelis,bahkan utopis. Konsep ini tidak realistis
dan sulit untuk diwujudkan dalamdunia nyata. Kondisi ini disadari oleh Abu a’la Al-
Mawdudi dan ia tulis dalam bukunya bahwa konsep yang disusun akan terwujudkan
secara maksimal apabila semua masyarakat telah dididik dengan ajaran-ajaran islam
yang revolusioner.
Tujuan pembentukan negara adalah menegakkan suatu keadilan dalam
kehidupan manusia serta menghentikan kedzaliman serta mengahncurkan kesewenang-
wenangan. Tujuan pokok berdirinya negara islam ialah melaksanakan sistem keadilan
sosial yang baik, seperti yang diperintahkan Allah dalam kitab-Nya, disamping itu juga
menawarkan konsep-konsep maslahat yang diridhai oleh Allah. Al-Mawdudi
menegaskan bahwa kejahatan yang tidak dapat dimusnahkan melalui ajaran-ajaran
Qur’an yang membutuhkan kekuasaan memaksa dari pihak negara untuk melakukan
pembasmian.33

32
Chindi Ayu, Lia Hermawati, Pemikiran Politik Abu A’la Al-Maududi, ISTIGHNA, Vol. 3, No 1,
(Januari 2020). Hlm. 29.
33
Kesuma dkk, Pemikiran Politik Abu A’la Al Mawdudi, IAIN Raden Intan Lampung, 2015, hlm 363.

28
C. Berdirinya Negara Pakistan dan Bentuk Negara
1. Sejarah Pembentukkan Negara Pakistan

Nama “Pakistan” berasal dari pemikiran seorang mahasiswa Islam India


bernama Khaudri Rahmat Ali di London. Pakistan merupakan singkatan dari kata P
(Punjab), A (afgan, K (Kashmir), S (Sindi), dan Tan (Bulu khistan). Menurut sumber
lain “Pekistan” berasal dari bahasa persia “FAK” berarti suci dan STAN berarti Negara.
Sebelum pakistan terbentuk, wilayah-wilayah yang menjadi wilayah bagian dari
Pakistan adalah wilayah bagian India. Wilayah-wilayah tersebut berupaya melepaskan
diri dari India karena umat Islam yang minoritas tidak diberikan kebebasan hak politik
untuk mengembangkan agama islam. Mereka menganggap hanya dengan memisahkan
diri dari kekuatan hindu India, umat Islam akan mendapatkan kedaulatannya untuk
menciptakan masyarakat Islam yang utuh sesuai dengan Syari’at agama.
Sejak jatuhnya dinasti Mughal pada tahun 1857 dan pada tahun 1858 Bahadur
Syah, raja terakhir Dinasti Mughal di India diusir dari istana. Berakhirnya kerajaan
Mughal tersebut berarti Inggris yang menguasai perdagangan India mulai berkuasa.34
Ummat islam yang minoritas tertindas dan berjuang mengembalikan kejayaan Islam
dengan Liga muslim dan masyarakat mayoritas hindu dengan partai kongres nasional
India, sebagai masyarakat mayoritas seringkali memojokkan kaum mislim di mata
Inggris. Sehingga liga muslim selalu tersudutkan oleh partai Inggris.
Oleh karena itu para tokoh Islam seperti Syah Waliyullah, Sayyid Ahmad
Sayyid, Sayyid Ahmad Khan, Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnal telah
berjuang dengan gigih berupaya mendirikan pemerintah Islam secara terpisah melalui
gerakan-gerakan dan ide-ide mereka.
Pakistan adalah sebuah negara baru di tanah kuno di Asia Selatan. Wilayah yang
saat ini menjadi negara Pakistan memiliki sejarah selama ribuan tahun yang dimulai
sejak Peradaban Sungai Indus, yang sampai saat ini masih bisa dilihat sisa-sisa
peninggalannya. Namun negara Pakistan Modern pertama kali didirikan pada tahun
1947, yang diciptakan dari daerah kekuasaan Inggris di India yang memiliki penduduk
mayoritasMuslim.35
Pakistan secara resmi bernama Republik Islam Pakistan adalah negara di Asia
Selatan. Negara ini memiliki garis pantai sepanjang 1.046-kilometer (650 mil) dengan

34
Dewantara, Analisis Beridirnya Negara Islam Pakistan dalam Perkembangan Sejarah Islam di
Indonesia, vol III, Januari-Juni 2017
35
Bandri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995

29
laut Arab dan teluk Oman di bagian selatan, berbatasan dengan negara Afghanistan dan
Iran di bagian barat, India di bagian timur dan China di arah timur laut. Pakistan yang
berpenduduk122.8 juta jiwa (perkiraan tahun 1993) adalah bangsa muslim terbesar
kedua di dunia, dan memliki latar belakang etnik yang cukup beragam, yakini Punjabi,
Shindhi, Pathan, Baluch dan etnis India. 36
Pakistan adalah negara di Asia Selatan yang terbesar kedua baik secara
geografis maupun demografis setelah India. Luas wilayahnya adalah 803,940 km2,
yang terdiri dari empat provinsi, yaitu Balochistan 349,190km2, Punjab 205,344km2,
Sindh 140,914km2, dan North West Frontier Province (NWFP) 74,521 km, dengan
jumlah penduduk sekitar 165.803.560 jiwa pada tahun 2006. Mayoritas penduduknya
adalah pemeluk Islam Sunni. Pakistan merupakan wilayah konflik terpanas di Asia
Selatan. Konflik-konflik yang terjadi memliki kompleksitas yang tinggi karena
disamping permasalahan internal negara tersebut menghadapi berbagai permasalahan
politik, etnis, sosial, dan agama , sedangkan secara eksternal Pakistan masih memiliki
persoalan perbatasan dengan India. Pakistan juga meiliki keterkaitan erat dengan
konflik agama di negara tetangganya, yaitu Afghanistan.
Negara Pakistan modern terbentuk akibat pemisahan dengan pemerintahan
India pada 14 Agustus 1947, yang sejak awal abad ke-19, Inggris mulai mendominasi
wilayah tersebut. Secara integral fenomena tersebut berkaitan erat dengan perjuangan
umat muslim menentukan sendiri nasib dalam pembentukan wilayah merdeka.37
Berawal dari Sir Sayyid Ahmad Khan dalam bidan reformasi pendidikan dan
intelektual agama serta kegigihannya untuk politik yang terpisah dan penuntutan hak-
hak bagi kaum Muslimin di India, kebangkitan agama pun akhirnya bermunculan
melalui semangat Islam, seperti Gerakan Mujahidin yang dipimpin Sayyid Ahmad
Syahid dan Gerakan Deoband pimpinan Qasim Nanautvi (1821-1880) serta Maulana
Mahmud Al-Hasan (1851-1920). Pada saat gerakan tersebut melancarkan jihad
bersenjata untuk memulihkan politik mereka pada masa kesultanan Mughal. Konsep
daerah politik muslim berdaulat tetap dipelihara oleh Mahmud Ali (1878-1931) dan
Bahadur Yar (1905-1944), dan diperkuat dengan munculnya gerakan khilafah pada
1920-an dibawah pimpinan Ali bersaudara.

36
Cecep Zakaria el-Bilad, Balochistan Islam, dan masalah Nasional Indentity di Pakistan,
http://zakariaekbilad.wordpress.com/2009/0709/191/ , diunduh pada Minggu, 18 Januari 2021 pukul 00.48
37
Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), Hal 213.

30
Sejak 1930-an ketika Muhammad Ali Jinnah dan Liga Muslim menggerakkan
dukungan massa demi merdekanya tanah pakistan dengan seruan “Islam dan Bahaya”,
agama telah menjadi suatu faktor penentu dalam perkembangan politik Pakistan, yaitu
sumber bagi identitas nasional, legitimasi, dan protes sosial. Nasionalisme Muslim
mestinya dapat menyatukan hampir dua pertiga kaum muslim di Asia Selatan di dalam
sebuah Negara yang memiliki beragam identitas atau komunitas linguistik, etnik,
regional dan budaya dan yang kedua sayapnya (Pakistan Barat dan Pakistan Timur)
dipisahkan oleh lebih dari seribu mil wilayah India. Meskipun nasionalisme Muslim
Pakistan berakar pada warisan sejarah Muslim dan seruan untuk memiliki tanah air
Muslim, maknanya sama majemuknya dengan penduduknya. Meskipun Muhammad
Ali Jinnah dan Muhammad Iqbal sama-sama menyerukan pembentukan Pakistan, visi
ideologi mereka sangat berlainan. Teori dua negara Jinnah menyatakan bahwa kaum
Muslim dari anak benua itu mempunyai identitas budaya yang sama dan karenanya
merupakan komunitas yang terpisah dari kaum Hindu.38
Sedangkan Iqbal dan banyak kalangan lainnya meyakini bahwa berdirinya
Pakistan sebagai sebuah Negara Islam, yaitu negara yang pranata dan hukumnya harus
didasarkan pada ajaran Islam. Sebuah gagasan pemisahan tanah air bagi umat Islam
telah mengalami kemajuan, atas nama bangsa yang diciptakan oleh pelajar Universitas
Cambridge, Inggris. Chauduri Rahmat Ali menuliskan dalam sebuah pamflet “now or
never” menyerukan negara federal yang meliputi Punjab (P), Afghanistan (A), Kashmir
(K), Sindh (S), dan Balochistan (Stan). Sistemnya menemukan cara untuk mengirim
delegasi pada ketiga putaran meja konferensi, tetapi hal itu diremehkan dan dianggap
sekedar fantasi anak sekolah.39 Meskipun begitu, Pakistan dengan cepat telah menjadi
istilah yang diterapkan untuk wilayah anak benua yang berkependudukan mayoritas
Muslim di barat laut.
Dahulu, wilayah Pakistan saat ini merupakan situs dari kebudayaan kuno seperti
budaya Neolitik, Mehgarh dan Peradaban Lembah Sungai Indus. Dan merupakan
bagian dari sejarah Veda, Persia, Indo-Yunani, peradaban Islam, dinasti Turki-Mongol
dan kebudayaan Sikh melalui berbagai invasi. Sebagai akibatnya, tempat ini memiliki
berbagai peninggalan dari dinasti-dinasti seperti dinasti Persia, Khalifah Umayyah,
kekaisaran Maurya, kekaisaran Mongol, kesultan Mughal, kesultanan Sikh dan terakhir

38
John. L. Esposito, John O. Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim, (Bandung: Mizan, 1991),
Hal 134-135.
39
Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009) Hal 213

31
Imperialisme Inggris pada tahun 1947 setelah gerekan kemerdekaan yang dipimpin
oleh Muhammad Ali Jinnah yang menginginkan negara merdeka dari bagian barat dan
timur Kemaharajaan Britania Raya yang didominasi oleh Islam. Setelah mengadopsi
konstitusi baru pada tahun 1956, Pakistan secara resmi menjadi negara Republik Islam.
Pada tahun 1971, sebuah perang sipil terjadi di negara bagian Pakistan Timur yang
akhirnya membuat negara bagian tersebut berpisah menjadi negara baru bernama
Bangladesh.
Akhirnya Pakistan berhutang eksistensinya pada orang-orang Arab atas
kemenangannya dari anak Benua India, dan dalam kontek sejarah, kelahiran negara
yang berasaskan Islam tersebut menjadi sangat berarti. Secara formal orang-orang Arab
memasuki anak benua pada delapan abad selama kekhilafahan Umayyah masa Walid 1
(705-715) dengan mengirimkan pemuda Arab (Muhammad Ibn Qasim) untuk
menaklukkan bajak laut di pesisir Sind. Belakang khalifah Umayyah lainnya, Umar II
(717-720), juga menyampaikan undangan formal untuk menaklukkan rakyat agar
menerima Islam.40
Pada 711, seorang tentara Arab membawa agama baru ke India denan
kepercayaan hanya pada satu Tuhan. muhammad bin Qasim, pemuda berusia tujuh
belas tahun, keponakan dari Hajjaj yang merupakan pengusaha Iraq dan Persia,
memimpin pasukan yang terdiri dari 12.000 orang dan 6.000 kuda melewati
Balochistan dan menuju Sind untuk membalas tindakan pembajakan. Dengan panah
yang terbakar, dan ketapel untuk melempar batu yang dengan bangga tentara Arab
menyebutkan “pengantin”, Qasim dan umat Islam lainnya menaklukkan Sind dan
memasukkannya ke dalam kerajaan Arab yang luasnya membentangkan ke arah barat
sampai ke Spanyol.
Selama tiga ratus tahunn telah menjadi bagian dari india di bawah kuasa
Muslim, bahkan selama itu puluhan ribu umat budha dan hindu yang berkasta rendah
telah memeluk islam. Mereka menyatukan kosa kata bahasa arab dengan bahsa mereka,
yang bermula terbentuk oleh basha hindi, hingga terbentuk bahsa yang disebut basha
Sindhi. Muslim Sindh memperkenalkan kemajuan arab dalam kedokteraan,
penggunaan angka nol, sinus, decimal, dan yang disebut angka arab seperti yang kita
gunakan saat ini.

40
John. L. Esposito, John O. Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim, Hal 138

32
Pada 977, tentara Afghan bernama Mahmud Ghanzi memimpin ribuan pemanah
muslim di atas punggung kuda melewati Khyber Pass pada tujuh belas serangan
pertama yang mengarah jauh ke dalam India. Selama tiga puluh tahun Mahmud
menghancurkan dan merobohkan ratusan candi Hindu dan Buddha, yang ia anggap
sebagai monumen berhala dan kekejian di mata Tuhan. ia menghancurkan tentara
kerajaan Hindu dan menggerebek istana mereka, dan orang-orangnya merampas
banyak emas dan perhiasan dan juga beberapa budak yang bisa mereka urus.
Meskipun semula Mahmud tertarik pada penjarahan, ia menambahkan Punjab
dan Sind dalam kerajaannya, pada 1021 menjadikan Lahore sebagai ibukota Punjab.
Seluruh wilayah yang saat ini merupakan Pakistan berada di bawah kekuasaan muslim,
dan akan tetap demikian selama delapan ratus tahun.41
Mahmud wafat pada 1030, dan selama 150 tahun orang-orang Afghan
meninggalkan India dengan damai. Namun di tahun 1179 Muhammad Ghur memimpin
pasukan baru Afghanistan menyebrangi Khyber Pass, dan ia tidak hanya tertarik pada
penjarahan, tapi juga dalam penaklukan. Penemuan behel besi memungkinkan anak
buahnya untuk menembakkan busur di tengah-tengah pacuan, dan oleh 1203 mereka
telah menaklukkan Punjab, Sind, dan seluruh India bagian utara. Untu memperingati
penaklukannya, Muhammad Ghur memerintahkan pembangunan masjid dari kekuatan
Islam di kota Delhi pada 1200, yang meliputi menara yang tingginya 240 kaki,
dibangun di atas situs kuil Hindu yang dibongkar, dengan batu 27 kuil Hindu lainnya.
Kekaisaran Mughal adalah masa keemaasan bagi muslim India. Luasnya daerah
taklukan, mewahnya kehidupan istana, serta kemegahan arsitektur tetap menjadi
kebanggaan yang mendalam bagi masyarakat Pakistan. Monumen yang terkenal di era
saat ini adalah Taj Mahal, yang terletak di India, bukan di Pakistan, namun orang-orang
Pakistan tetap senang dalam kenyataan bahwa simbol India, sebuah negara yang berisi
83 persen hindu, adalh makam Muslim yang dibangun untuk ratu Mughal yang cantik.
Era Mughal juga merupakan masa terakhir bagi muslim memegang kekuasaan
sebelum terbentuknya Pakistan pada 1947, maka saat Pakistan melihat masa lalu,
mereka melihat pada Mughal. Mereka mengingat khususnya enam raja besar Mughal
yang memerintah antara tahun 1526 dan 1707, yaitu Babur, Humayun, Akbar, Jahangir,

41
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam melacak akar-akar Sejarah Sosial,
Politik, dan Budaya Umat Islam, (Cet I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2004) Hal 199

33
Shah, Jahan, dan Aurangzeb. Beberapa orang Pakistan masih menikmati pembahasan
mengenai salah satunya merupakan kaisar terbaik.42
Penerima manfaat dari kosongnya kekuasaan di India adalah Perusahaan Inggris
di India Timur. Sejak 1690 perusahaan telah mengoperasikan pos perdagangan kecil di
Bombay dan Calcutta. Namun pada paruh kedua abad ke-18 Perusahaan India Timur
dibiayai tentara yang disiplin secara bertahap memenangkan kontrol dari sebagian besar
wilayah Delhi, sekalipun terus menunda kaisar Mughal untuk meminimalkan kebencian
Muslim. Kairas yang berkuasa hanya memerintahkan atas sekitar 2 mil persegi wilayah
Delhi dalam dinding Benteng Merah kota.
Pada 1845, kerajaan Inggris telah memperluas wilayahnya dari Bengal hingga
Sind, dari semua wilayah yang tetap bebas adalah Punjab. Sikh yang memerintah atas
Punjab dan setelah perang kedua Sikh di tahun 1848 berhasil dikuasai Inggris melalui
Indus. Perang kemerdekaan pecah pada Januari dan Maret 1857. Tentara Inggri telah
merekrut orang-orang India lokal ke dalam pasukan mereka. Tentara ini diberikan
peluru yang diminyaki dengan lemak hewan, namun mereka menolak menggunakan
peluru tersebut.43
Pada 1857 merupakan permulaan dari pemberontakan di Meerut, pasukan
dalam tentara Inggris di Bengal meluncurkan pemberontakan skala penuh melawan
Inggris. Pemberontakan tersebut dengan cepat di seluruh anak benua India.

Pada 1906, pemerintahan baru Inggir merencanakan pemilihan untuk kursi di


dewan yang disarankan raja muda, penguasa kolonial Inggris. Setiap orang India
menyambut baik pemilihan tersebut, namun beberapa Muslim khawatir bahwa politisi
Hindu mungkin akan memenangkan seluruh kursi, karena orang-orang Hindu meliputi
tiga perempat populasi India.
Untuk melindungi kepentingan Muslim, tujuh puluh tuan tanah kaya dan
pengacara bertemu pada Desember 1906 dan membentuk Liga Muslim seluruhIndia,
sebuah organisasi yang akhirnya menyebabkan kemerdekaan Pakistan pada 1947. Liga
Muslim meminta pada Inggris untuk mnyisihkan kursi dewan untuk Muslim, dan untuk
mengadakan pemilihan terpisah untuk kursi tersebut sehingga pemilih Muslim bisa
memilih wakil mereka sendiri.

42
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975) Hal 194
43
Harun Nasution, hal 194

34
Salah seorang Muslim yang terpilih untuk dewan nasional pada 1910 adalah
Muhammad Ali Jinnah, yaitu orang yang mendirikan Pakistan pada 1947.Jinnah
merupakan seorang pengacara cerdas dari Bombay yang percaya bahwa umat Hindu
dan Muslim hanya butuh persatuan untuk memenangkan kemerdekaan India dari
Britania. Ia bekerja keras tidak hanya sebagai anggota Liga Muslim, namun juga
sebagai anggota Partai Kongres, sebuah kelompok utama umat Hindu yang terdiri dari
kekuatan pengacara dan editor yang percaya bahwa India harus mengatur dirinya
sendiri sebagai negara sekuler. 44
Pada 1916 di kota Lucknow, Jinnah bertemu dengan presiden Partai Kongres
dan menegosiasikan Pakta Lucknow, sebuah perjanjian antara Liga Muslim dan Partai
Kongres. Di bawah perjanjian, Liga Muslim mendukung tuntutan partai agar Britania
menjadikan India sebagai kekuasaan dengan pemerintahannya sendiri, seperti Kanada
atau Australia.Sebagai imbalannya, Partai Kongres menyetujui prinsip kursi legislatif
terpisah untuk Muslim, yang dipilih dalam pemilu yang terpisah.
Pakta Lucknow menenangkan kekhawatiran Muslim atas dominasi Hindu dan
menempatkan dukungan Muslim tepat di belakang permintaan kongres untuk status
kekuasaan bagi India.Hal tersebut merupakan kemenangan bagi Jinnah, sebagai “duta
besar” dari persatuan Hindu-Muslim.
Meskipun Jinnah dan Muslim lainnya telah diasingkan oleh Partai Kongres
setelah penolakan mereka pada 1920 atas pemisahan pemilu bagi Muslim, Jinnah dan
pengikutnya tetap mempercayai persatuan Hindu-Islam sebagai cara untuk
memenangkan kemerdekaan India dari Inggris. Namun keinginan untuk persatuan
bahkan hancur pada 1982, ketika Partai Kongres mengeluarkan laporan yang
menyangkal persetujuan masa lalu atas pemilihan terpisah bagi perwakilan Muslim.
Gagasan pemisahan bangsa Muslim di India dimulai oleh seorang penyair besar
Urdu Muhammad Iqbal.Dalam pidatonya pada 1930 untuk Liga Muslim, Iqbal
menawarkan visinya untuk membentuk negara Muslim tersendiri yang terpisah dari
India.45
Pakistan adalah salah satu negara yang mampu membuat senjata nuklir.Pada
1986, beberapa ilmuan Pakistan telah selesai membangun komponenkomponen dari

44
Wilfred C. Smith, Islam in Modern History, diterjemahkan oleh Bharatara dengan judul, Dunia Islam
Modern, (Jakarta: 1979) hal 352
45
Taufik Adnan Amal, Pelajaran Berharga dari Pakistan, Dalam Islam Liberal Com, tanggal 5 Juni
2011, http/Islamlib.com/id/artikel/pelajaran berharga dari Pakistan.

35
beberapa bom atom, membuat Pakistan sebagai negara Islam pertama yang menjadi
kekuatan nuklir.Pakistan adalah suatu negara baru, yang terbentuk sebagai tanah
Muslim pada tahun 1947.Tetapi orang-orangnya telah hidup dalam batas-batas sejak
peradaban sungai Indus berkembang 4.500 tahun yang lalu.Pakistan adalah suatu
negara yang didominasi oleh kaum laki-laki yang di mana jutaan kaum perempuannya
terbatas melakukan kegiatan di dalam rumah, dan hanya 15 persen prempuan dewasa
yang bisa membaca dan menulis. Namun Pakistan juga memiliki beberapa dokter,
pengacara-pengacara dan guru-guru perempuan, dan dari tahun 1988 hingga 1990,
Perdana Menteri Pakistan adalah seorang perempuan.
Pakistan seperti halnya negara bekas jajahan lainnya, telah dihadapkan dengan
masalah yang berulang-ulang mengenai pemerintahan ketika suatu konsensus yang
berbasis sistem politik dibutuhkan untuk sebuah kebangsaan yang kohesif yang sejauh
ini sering muncul.Seringkali pengambil alihan militer dan pemisahan Pakistan Timur
sebagai negara yang berdaulat (Bangladesh) pada 1971 telah menjadi gejala
permasalahan ini. Lebih dari enam dekade setelah kemerdekaannya, orang-orang
Pakistan menyebarkan secara luas rasa kewarganegaan, seperti menggunakan bahasa
Urdu sebagai bahasa nasional, dan telah saling bergantung secara ekonomi, karena fitur
sejarah dan ekologi dari wilayah lembah Indus. Ketegangan etnis dan regional dengan
perselisihan antara elemen-elemen negara dan rekan-rekan modernisnya,
bagaimanapun telah terlibat dengan negara dalam perdebatan ideologis panjang yang
ditarik ulur.

2. Pergerakan Politik di India

Ketika Inggris memulai usaha penjajahannya, ia berhadapan dengan orang


muslim sebagai penentangnya. Karena itu sejak awal, penjajahan Inggris atas india
menghilangkan pengaruh politik, ekonomi, budaya dan agama bagi umat muslim.
Kebijakannya diteruskan dengan cara yang paling sistematik setelah kegagalan
pemberontakan 1857 yang menyebabkan jatuhnya imperium Moghul. Sejak saat itu,
muslim India merasa makin dikesampingkan oleh kekuasaan penjajah Inggris. Inggris
dalam administrasinya lebih memilih orang-orang Hindu sehingga dengan pergantian
abad ke abad 20, muslim telah kehilangan bagian terbanyak dari pengaruh yang mereka
punyai selama lebih dari seribu tahun.46

46
M. Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005)
Hal 161

36
Penjajahan Inggris yang sekaligus untuk menghancurkan pengaruh muslim
menyebabkan banyak orang-orang Islam memilih kemerdekaan, pemisahan di daerah-
daerah dimana mayoritas penduduk beragama Islam. Hal ini juga disebabkan karena
tidak cukupnya jaminan dari mayoritas Hindu untuk melindungi identitas, budaya dan
agama orang-orang Islam. Sikap ini menyebabkan terbentuknya Pakistan yang akhirnya
terpecah menjadi dua negara yaitu Pakistan dan Bangladesh. Orang-orang merasa
nasibnya membaik dikedua Negara tersebut karena mendapat kedaulatan dan
kemerdekaan untuk hidup selamanya sebagai muslim.
Inggris yang datang mula-mula sebagai pedagang , memulai penaklukan anak
benua ini pada abad ke delapan belas dimulai dengan daerah-daerah pantai. Selanjutnya
memperluas kekuasannya melalui Bengal ke Oudh, India tengah, dan Rajputana. Kaisar
Moghul, Bahadur Syah menjadi tawanan Inggris. Ia diturunkan dari tahta oleh Inggris
pda tahun 1858 setelah tentara India berontak. Peristiwa ini menyempurnakan
pendudukan Inggris atas india, dan India secara resmi dinyatakan sebagai bagian dari
kolonial kerajaan Inggris.
Untuk membalas serbuan Inggris massa muslim mengambil tanggungjawab
mempertahankan wilayahnya. Pada tahun 1820 gerakan mujahidin didirikan oleh Syeh
Ahmad Shahid dengan tujuan mengusir Inggris secara militer. Tahun 1858 sampai 1906
merupakan tahun-tahun kemunduran bagi muslim India. Pada tahun 1906 Liga muslim
dibentuk untuk mendapatkan hak-hak politik dan memelihara komunitas muslim dari
dominasi Hindu dan penganiayaan Inggris. Liga Muslim bekerja sama dengan Kongres
India yang didominasi Hindu untuk mengusahakan kemerdekaan India. Ide suatu
negara muslim terpisah diajukan oleh Muhammad iqbal tetapi ditolak oleh orang-orang
Islam sendiri.
Ketegangan yang terjadi di India berlangsung cukup lama dan menimbulkan
perhatian dari berbagai kalangan salah satunya adalah Lord Mayo, Raja Muda India. Ia
merasa gelisah dengan timbulnya kekerasan yang terjadi secara terus menerus akibat
ketidakpuasan umat muslim terhadap pemerintahan Inggris. Ia meminta kepada salah
seorang pegawai sipil terkemuka yang bernama Sir William Hunter untuk mempelajari
persoalan, menganalisis dan memberikan saran-saran untuk mencegahnya.
Dalam menjalankan tugas dari Raja Muda India, Hunter mengumpulkan semua
hasil usaha dalam sebuah buku yang diberi judul “ Our Indian Musalmans : Are they
bound in conscience to rebel against the Queen ? ”. Buku ini yang menjadi sumber
informasi yang baik sekali mengenai posisi yang dicapai orang-orang muslim India
37
selama pendudukan Inggris di India. Dalam buku itu Hunter menyarankan agar
pemerintah menghilangkan rasa tidak senang berlebihan yang tumbuh di hati umat
Islam terhadap pemerintahan Inggris. 47
Rasa tidak senang yang timbul di hati umat muslim tentunya mempunyai dasar
dan ditunjukkan oleh Hunter dengan fakta-fakta tentang kasus di wilayah Bengal yang
ia tahu betul dari dekat. Kehidupan yang penuh dengan penderitaan dimana penduduk
Islam hidup dalam suasana kumuh, penuh dengan hutang dan tidak mempunyai
kesempatan untuk melakukan sesuatu bagi dirinya sendiri dalam kehidupan karena
tekanan dari pemerintah. Dalam segi pemerintahan, Hunter menjelaskan, pada tahun
1869 terjadi ketidakseimbangan jumlah perwakilan orang-orang Islam di kantor
pemerintahan posisi dimana umat muslim tampak begitu disingkirkan. Dalam kantor
kehakiman dan keuangan jumlah muslim hanya berjumlah sepersepuluh dari seluruh
pegawai, dalam tingkat tiga asisten insinyur pemerintahan terdapat 14 orang Hindu dan
tidak ada satupun orang Islam, diantara pembantu-pembantu insinyur terdapat 4 orang
Hindu dan 2 orang Inggris dan tidak ada satupun orang muslim, diantara inspektur-
inspektur terdapat 2 orang Islam dibandingkan dengan 63 orang Hindu, di kantor
akuntansi terdapat 50 orang Hindu dan tidak ada satupun orang Islam.
Di salah satu departemen yang besar pernah suatu hari ditemukan tidak ada
seorang pegawaipun yang dapat membaca bahasa orang-orang Islam, dan pada
kenyataannya jarang sekali seorang muslim dapat mengharap kedudukan yang lebih
tinggi dari penjaga pintu, pesuruh, pengisi tinta, dan tukang memperbaiki pena.
Fakta yang diberikan oleh Hunter itu pada umumnya adalah kasus di Bengal,
tetapi keadaan serupa juga terjadi di bagian lain wilayah India. Umat muslim bukan
hanya secara ekonomi ditindas tetapi juga dalam posisi pendidikan. Di perguruan tinggi
Inggris yang berada di Calcutta dari 300 anak tidak sampai 1% adalah orang Islam.
Di sisi lain dengan disingkirkannya umat Islam, terjadi ketidakharmonisan
hubungan antara Inggris dengan penduduk India secara keseluruhan baik dari umat
muslim maupun umat Hindu. Keadaan seperti ini memicu munculnya pemikir-pemikir
Islam yang berjuang untuk menyatukan perseteruan antara Hindu-Muslim di India.
Sayid Ahmad Khan dalam menyatukan umat Islam dan Hindu dan membawa
perdamaian di India menyatakan “ Pemerintah tidak pernah tahu tentang baiknya

47
Mukti Ali, Alam Pemikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, cet IV, 1998) hal
51

38
hukum dan peraturan yang diputuskan. Pemerintah tidak pernah mendengar, padahal
sesungguhnya harus mendengarkan suara rakyat. Rakyat tidak mempunyai alat untuk
memprotes terhadap apa yang mereka rasakan sebagai peraturan yang jelek atau
memberikan pandangan-pandangan pada harapan-harapan mereka.”
Kesusahan terhadap apa yang dihadapi Sayid Ahmad Khan tidak dapat
digambarkan, ia merasa bahwa India bukan tempat bagi seorang muslim yang tahu
harga dirinya sehingga ia memutuskan untuk meninggalkan India dan kemudian
menetap di Mesir. Namun keinginan itu ia urungkan karena ia berpendapat “ adalah
merupakan suatu perbuatan pengecut dan mementingkan diri sendiri untuk mencari
suatu tempat yang aman sementara rakyat dalam keadaan sangat menyedihkan.”
Perjuangan yang dilakukan terus berlanjut dalam menyatukan Hindu-Muslim
dari Sayid Ahmad Khan, Hali, Mohsinul Mulk, Viqarul Mulk, Syibli, Sayid Amir Ali,
Abdul Kalam Azad, Maulana Muhammad Ali, Muhammad Iqbal, hingga akhirnya
masyarakat muslim memiliki kedaulatan sendiri di bawah kepemimpinan Muhammad
Ali Jinnah.

3. Sistem Pendidikan pada Negara Pakistan

Dengan latar belakang ideologis perjuangan untuk menegakkan berdirinya


Negara Pakistan, banyak orang berharap bahwa suatu saat sistem pendidikan yang
berideologi Islam akan berkembang di negeri ini dan Islam akan ditafsirkan dan
diperinci secara cukup untuk seluruh segi kehidupan masyarakat dan perincian
ideologis ini harus sesuai dengan ideal Islam.
Upaya mewujudkan sistem pendidikan seperti ini mendapat respon dana ada
dalam pikiran Negara Pakistan, seperti yang terlihat pada tanggal 16 agustus 1947
Qa’id-I-Azham Muhammad Ali Jinnah pernah berkata kepada para tokoh tokoh
pendidikan dalam suatu pertemuan anggota dewan perwakilan: “sekarang, setelah kita
memilki Negara sendiri, terserahlah kepada anda untuk menciptakan suatu sistem
pendidikan yang kuat, produktif dan sehat sesuai dengan kebutuhan kita. Sistem ini
haruslah mencerminkan sejarah kita dan cita cita nasional kita ”48
Sejalan dengan ide diatas, dalam suatu konferensi pendidikan pada tanggal 27
November 1947, menteri pendidikan, Fazlur Rahman ketika itu, mengatakan:
“Karenanya adalah merupakan suatu kepuasan yang besar bagi sayam sebagaimana

48
Gana Priatna, Analisis beridirnya negara Islam Pakistan dalam perkembangan sejarah islam di
Indonesia, (Dewantara, vol III, Januari-Juni 2017, hal 65-66.

39
tentunya juga bagi anda, bahwa kita sekarang mempunyai kesempatan untuk
mengorientasikan kembali seluruh kebijaksanaan pendidikan kita agar seserasi
mungkin dengan kebutuhan kebutuhan zaman dan mampu mencerminkan cita cita yang
terkandung dalam upaya mendirikan Negara Islam Pakistan. Ini adalah suatu
kesempatan yang besar, dan unik, tetapi juga membawa tantangan tugas yang sama
besarnya bagi kita. Dalam pidato ini, tekanan besar diletakkan pada penanaman ideal
ideal moral melalui pendidikan.49
Pidato-pidato Fazlur Rahman sebagai menteri pendidikan yang pertama, yang
demikian itu mengingatkan para pemimpin Negara Pakistan yang pada saat lahirnya
sebagai suatu Negara, para pemimpin tersebut umumnya masih berwatak sangat liberal,
dan dalam keinginan mereka untuk menjiwai sistem pendidikan dengan orientasi Islam.
Maka dalam pandangan mereka orientasi Islam tersebut bukan hanya orientasi yang
toleran, tapi juga positif liberal. Kenyataa ini terutama bias dinisbatkan pada latar
belakakang pendidikan Inggris. Pidato menteri pendidikan ini sebagai kesaksian yang
jelas atas kenyataan tersebut.
Sesudah pemisahan India-Pakistan, madrasah-madrasah di Pakistan tumbuh
subur terutama sesudah tahun 1960 dan madrasah madrasah itu banyak ditemukan di
kota kota kecil maupun besar. Sedemikian rupa banyaknya hingga orang biasa
mengatakan telah muncul satu kelompok inteligensi baru yang dipengaruhi oleh
madrasah. Dengan demikian terjadi semacam “kemajuan agama” di wilayah pedesaan
maupun perkotaan. Namun masih dipengaruhi oleh pemikiran Islam ortodoks dan
masih sama seperti keadaan mereka pada tahun 1947, dan hanya sedikit saja bahasa
inggris dasar diajarkan pada madrasah madrasah yang lebih maju.50
Secara umum, Pakistan belum mampu menciptakan basis intelektual bagi
dirinya sendiri. Dalam bidang ke-Islaman, misalnya orang mungkin mengharakan
Pakistan dapat berbuat lebih banyak dalam pendidikan Islam disektor negeri (semenjak
berdirinya Negara Pakistan), secara praktis belum menampakkan lembaga lembaga
yang memunculkan kurikulumnya dengan gagasan baru mengenai pendidikan Islam
sedemikian pula terdapat pada lembaga lembaga pendidikan Islam disektor swasta.
Ketika India-Pakistan adalah universitas Punjab di Lahore. Mata kuliah agama pada
universitas ini diberikan sebagai mata kuliah umum, hinggga dalam kasus Islam, dan

49
Faztur Rahman, Membentuk Pendidikan Baru di Pakistan, (Bandung: Pustaka, 1985) hal 234.
50
Gana Priatna, Analisis beridirnya negara Islam Pakistan dalam perkembangan sejarah islam di
Indonesia, (Dewantara, vol III, Januari-Juni 2017, hal 67-68.

40
tidak mengajarkan pengetahuan bahasa Arab sebagai ilmu penunjang dalam
mempelajari ke-Islaman.51 Sedangkan diakademi ketimuran Lahore, pada universitas
ini, pengajaran bahasa dan kesusastraan Islam dan hindu diajarkan dan gelar diberikan.
Hal ini sebagai buah keinginan penguasa Inggris untuk menghidupkan kembali kajian
bahasa dan kebudayaan antara hindu dan muslim. Sehingga mata kuliah ini yang
diajarkan bukan agama melainkan kebudayaan, standarnya pun masih relative tinggi.
Namun ketika Negara Pakistan berdiri, semangat menghidupkan kajian Islam tetap
mengalami peningkatan dengan pesat. Seperti universitas Punjab yang mendirikan
departemen Islamiyah (1920), universitas sind mendirikan departemen sejarah dan
kebudayaan Islam.

Kendala yang dihadapi dalam mengembangkan kajian kajian keIslaman pada


perguruan tinggi tersebut, belum mterdapat tenaga pengajar yang memadai dan ini
termasuk menjadi masalah yang dihadapi oleh hamper seluruh dunia Islam.
Di masa pemerintahan rezim Muhammadiyah Ayub Khan (1961)
perkembangan pendidikan yang patut dicatat antara lain: departemen wakaf di Lahore
mendirikan akademi ulama. Kegiatan akademi ini memberikan panataran penataran dan
diskusi diskusi oleh pejabat pejabat pemerintah, para ahli ekonomi dan sebagainya
kepada para alim ulama.52 Departemen ini pula telah mengubah madrasah jami’ah
abbasiyah bagian bahawal pun (1985) menjadi sebuah universitas Islam (Aljami’ah Al
Islamiyah) yang kurikulumnya banyak dipengaruhi oleh AlAzhar , Mesir. Lembaga
ketiga yang dirancang pemerintahan ini berupa Institut Pusat Penilitian Islam, suatu
lembaga yang dirancang untuk penyelidikan dan penafsiran Islam tingkat tinggi.
Lembaga ini kemudian diresmikan menjadi Insitut Penelitian Islam setelah diumumkan
konstitusi 1962.
Demikianlah proses perkembangan pendidikan dan lembaga Islam yang
diharapkan mampu mengembangkan pendidikan ideologis Islam yang dapat dijiwai
seluruh segi kehidupan masyarakat Islam. Upaya ini terus melakukan pengembangan
pengembangan dibidang pendidikan hingga akhir tahun 1980 pemerintah Pakistan telah

51
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah pemikiran dan gerakan, (Jakarta:Bulan Bintang,
1994), hal 165.
52
Gana Priatna, Analisis beridirnya negara Islam Pakistan dalam perkembangan sejarah islam di
Indonesia, hal 68-69

41
berhasil mendirikan Universitas Syaria’ah di Islam abad yang menjadi kebanggaan bagi
umat Islam Pakistan.53

Letak Geografis Negara Pakistan

Lambang Organisasi Liga Muslim

53
Istaq Husain Qureshi, Education Inn Pakistann dan terjemahannya, (Bandung: Pustaka, 1985) hal
276

42
BAB III
KESIMPULAN
Muhammad Ali Jinnah lahir di Karachi, 25 Desember 1876. Dia adalah seorang
politikus muslim India, pendiri negara Pakistan. Ia anak seorang saudagar. Muhammad Ali
Jinnah pernah belajar di Bombay, ketika ia berusia 10 tahun. Setelah itu ia meneruskan
pendidikannya di tempat kelahirannya, Karakhi, pada salah satu Madrasah al-Islam, semenjak
sekolah menengah. Pada tahun 1891, ketika berusia 15 tahun, ia belajar pada Mission High
School. Ia meneruskan pendidikannya pada University of Bombay.
Penampilan Muhammad Ali Jinnah dalam bidang politik India menempuh metode
revolusioner dan tegas. Buktinya salah satu penyebabnya sehingga beliau tidak akan
menggabungkan diri dengan Liga Muslim pada awalnya adalah karena Liga tersebut sangat
Lunak terhadap Inggris. Ternyata setelah anggaran dasar Liga sudah diubah, dan sudah
memperlihatkan sikap permusuhannya terhadap Inggris, baru Muhammad Ali Jinnah rela
menggabungkan diri dengan Liga Muslim. Setelah Muhammad Ali Jinnah terpilih menjadi
Presiden Liga Muslim pada tahun 1913, maka upaya beliau selain ditujukan untuk kemajuan
umat Islam, juga pada mulanya untuk persatuan umat Islam dan umat Hindu meraih
kepentingan bersama, yaitu kemerdekaan seluruh wilayah India dari cengkraman penjajah
(Inggris).
Abu A’la Al Mawdudi dilahirkan di Aungabad, pada 3 Rajab 1321 H atau 25 September
1903 M. kota Aungabad merupakan kota terkenal di kesultanan Hyderabad (Decan) yang
sekarang ini masuk diwilayah Andhra Predes India. Jika ditengok dari garis silsilah
keturunannya ia berasal dari keluarga yang terhormat. Nenek moyangnya dari garis Ayah yang
merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw, maka dari itu pada namanya ia memakai nama
“Sayyid”
Secara umum, Pakistan belum mampu menciptakan basis intelektual bagi dirinya
sendiri. Dalam bidang ke-Islaman, misalnya orang mungkin mengharakan Pakistan dapat
berbuat lebih banyak dalam pendidikan Islam disektor negeri (semenjak berdirinya Negara
Pakistan), secara praktis belum menampakkan lembaga lembaga yang memunculkan
kurikulumnya dengan gagasan baru mengenai pendidikan Islam sedemikian pula terdapat pada
lembaga lembaga pendidikan Islam disektor swasta. Ketika India-Pakistan adalah universitas
Punjab di Lahore. Mata kuliah agama pada universitas ini diberikan sebagai mata kuliah umum,
hinggga dalam kasus Islam, dan tidak mengajarkan pengetahuan bahasa Arab sebagai ilmu
penunjang dalam mempelajari ke-Islaman.

43
DAFTAR PUSTAKA

Zainuddin Hamka, 2016, Muhammad Ali Jinnah dan Ide Pembaharuannya, Jurnal Pendidikan
dan Studi Islam, Volume 2, Nomor 2.

Ali Mukti, 1993, Alam Pikiran Islam Modern: Di India dan Pakistan, Penerbit Mizan.

Rajmohan Gandhi, 1986, Eight Live, A Study of The Hindu-Muslim Encounter, Press State
University Plaza, New York.

Hamidah, 2010, PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH DALAM


PEMBENTUKAN NEGARA PAKISTAN, Institut Agama Islam Negri Raden Fatah.

Harun Nasution, 1975, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Pergerakan, Bulan
Bintang, Jakarta.

Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Ali_Jinnah, pada tanggal 16 Januari


2021 pukul 10.27.

Dewan Redaksi, 1994, Ensiklopedi Islam. Cet.III. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

Umar Syihab, 1989, Gerakan Pembaharuan Umat Islam di Indonesia dan di India. Ujung
Pandang , t.tp.

Kesuma dkk, 2015, Pemikiran Politik Abu A’la Al Mawdudi, IAIN Raden Intan Lampung.

Ainur Ropik, 2012, Studi Komparasi Pemikiran Abul A’la Maududi Dengan Muhammad
Natsir Tentang Konsep Negara Islam, Palembang: IAIN Raden Fatah.

Ahmad Idris, 1979, Abu al-A’la Al Mawdudi; Sahafatun min Hayatihi wa Jihadihi, cet 1, al-
Qahirah: al-Muktar al-Islami.

Chindi Ayu Shonia dan Lia Hermawati, 2020, Pemikiran Politik Abu A’la Almaududi, Jurnal
Universitas Sriwijaya Vol. 3, No 1.

Adiguna, 2009, Pemikiran Politik Sayyid Abul A’la AlMaududi dan Kontribusinya bagi
Pakistan, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga.

Muhammad, Akbar, 1989, Abu al-A’la al-Mawdudi; Tafhimal-Quran, Vol. Viii, Lahore:
Islamic.

Dewantara, 2017, Analisis Beridirnya Negara Islam Pakistan dalam Perkembangan Sejarah
Islam di Indonesia, vol III, Januari-Juni.

44
Bandri Yatim, 1995, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Cecep Zakaria el-Bilad, 2021, Balochistan Islam, dan masalah Nasional Indentity di Pakistan,
http://zakariaekbilad.wordpress.com/2009/0709/191/ , diunduh pada Minggu, Januari
pukul 00.48.

Ajid Thohir, 2013, Studi Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Press).

John. L. Esposito, John O. Voll, 1991, Demokrasi di Negara-negara Muslim, (Bandung:


Mizan,),

Wilfred C. Smith, Islam in Modern History, diterjemahkan oleh Bharatara dengan judul, Dunia
Islam Modern, (Jakarta: 1979).

Taufik Adnan Amal, Pelajaran Berharga dari Pakistan, Dalam Islam Liberal Com, tanggal 5
Juni 2011, http/Islamlib.com/id/artikel/pelajaran berharga dari Pakistan.

M. Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2005) .

Faztur Rahman, Membentuk Pendidikan Baru di Pakistan, (Bandung: Pustaka, 1985).

Gana Priatna, Analisis beridirnya negara Islam Pakistan dalam perkembangan sejarah islam di
Indonesia, (Dewantara, vol III, Januari-Juni 2017.

Istaq Husain Qureshi, Education Inn Pakistann dan terjemahannya, (Bandung: Pustaka, 1985).

45

Anda mungkin juga menyukai