TINJAUAN PUSTAKA
Kompos merupakan jenis pupuk yang terjadi karena proses penghancuran oleh alam atas
dan lain-lain(Sarief, 1989 dalam Agustina 2007). Pengomposan atau dekomposisi merupakan
peruraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologi dalam temperatur yang tinggi
dengan hasil akhir bahan yang bagus untuk digunakan ke tanah tanpa merugikan
semula menjadi fisik yang baru. Perubahan itu terjadi karena adanya kegiatan jasad renik untuk
Bahan organik yang dapat digunakan sebagai kompos dapat berasal dari limbah hasil
pertanian dan non pertanian (limbah kota dan limbah industri) (Kurnia dkk.,2001 dalam Harizena
2012). Limbah hasil dari pertanian antara lain berupa sisa tanaman (jerami dan brangkasan),sisa
hasil pertanian (sekam, dedak padi, kulit kacang tanah, ampas tebu,dan belotong). Limbah kota
atau sampah organik kota biasanya dikumpulkan dari pasar atau sampah rumah tangga dari daerah
Kompos dapat diperkaya dengan kotoran sapi yang merupakan sumber unsur hara makro
dan mikro yang lengkap. Kadar rata-rata komposisi pupuk kandang sapi adalah C-organik 8,58%;
N-total 0,73%; P-total 0,93%; K-total 0,73%; bahan organik14,48%;dan rasio C/N sebesar 12,0
(Sutanto,2002 ). Proses pengomposan atau membuat kompos adalah proses biologis karena selama
proses tersebut berlangsung, sejumlah jasad hidup yang disebut mikroba, seperti bakteri dan jamur,
berperan aktif (Unus, 2002 dalamSulistyorini,2005). Dijelaskan lebih lanjut agar peranan mikroba
8
di dalam pengolahan bahan baku menjadi kompos berjalan secara baik, persyaratan-persyaratan
1. Kadar air bahan baku: daun-daun yang masih segar atau tidak kering, kadar airnya memenuhi
syarat sebagai bahan baku. Dengan begitu, daun yang sudah kering, yang kadar airnya juga akan
berkurang, tidak memenuhi syarat. Hal tersebut harus diperhatikan karena banyak pengaruhnya
terhadap kegiatan mikroba dalam mengolah bahan baku menjadi kompos. Seandainya sudah
kering, bahan baku tersebut harus diberi air secukupnya agar menjadi lembab.
2. Bandingan sumber C (Karbon) dengan N (zat lemas) bahan : bandingan ini umumnya disebut
rasio/bandingan C/N. dengan bandingan tersebut proses pengomposan berjalan baik dengan
menghasilkan kompos bernilai baik pula, paling tinggi 30, yang artinya kandungan sumber C
sebagai bahan baku kompos, nilai rasio C/N-nya berkisar 15 – 25, jadi terlalu rendah. Karena itu,
bahan baku tersebut harus dicampur dengan benar agar nilai rasio C/N-nya berkisar 30. Misalnya,
lima bagian sampah yang terdiri atas daun-daunan dari pekarangan dicampur dengan dua bagian
kotoran kandang, akan mencapai nilai rasio C/N mendekati 30, atau lima bagian sampah tersebut
dicampur dengan lumpur selokan (lebih kotor akan lebih baik) sebanyak tiga bagian, juga akan
mencapai rasio C/N sekitar 30. Sementara itu, untuk jerami, lima bagian jerami harus ditambah
dengan tiga bagian kotoran kandang, atau kalau tidak ada dengan empat bagian Lumpur selokan
Pengomposan bahan organik secara aerobik merupakan suatu proses humifikasi bahan
organik tidak-stabil (rasio C/N >25) menjadi bahan organik stabil yang dicirikan oleh pelepasan
panas dan gas dari substrat yang dikomposkan (Diaz et al., 1993 dalamSulistyorini,2005).
Lamanya waktu pengomposan bervariasi dari dua sampai tujuh minggu, bergantung pada teknik
pengomposan dan jenis mikroba dekomposer yang digunakan (FAO, 2003 dalam
dengan aktivitas mikroba) menentukan mutu kompos yang ditunjukkan oleh berbagai perubahan
sifat fisik, kimia, dan biologi substrat kompos.Pada kompos yang belum matang, proses
dekomposisi bahan organik masih terus berlangsung yang dapat menciptakan suasana anaerobik
di lingkungan perakaran (penggunaan oksigen oleh mikroba) dan kahat N (imobilisasi N oleh
kerap menghasilkan senyawa fitotoksin seperti fenolat yang dalam banyak kasus menghambat
pertumbuhan bibit tanaman (Zucconi et al. 1981 dalamSulistyorini,2005) atau menjadi tempat
transien bagi mikroba patogen.Untuk menghindari hal ini, sosialisasi tentang teknik pembuatan
kompos yang tepat dan penggunaan mikroba dekomposer yang sesuai perlu terus diupayakan
sebagai langkah strategis dalam meningkatkan mutu kompos.Selain itu, tingkat kemudahan
pembuatan kompos dan aplikasi mikroba dekomposer dengan biaya yang relatif murah tidak bisa
Menurut Unus (2002, dalam Sulistyorini, 2005) banyak faktor yang mempengaruhi proses
pembuatan kompos, baik biotik maupun abiotik. Faktor -faktor tersebut antara lain:
a. Pemisahan bahan: bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar untuk didegradasi/diurai,
harus dipisahkan/diduakan, baik yang berbentuk logam, batu, maupun plastik. Bahkan, bahan-
bahan tertentu yang bersifat toksik serta dapat menghambat pertumbuhan mikroba, harus benar-
b. Bentuk bahan : semakin kecil dan homogen bentuk bahan, semakin cepat dan baik pula proses
pengomposan. Karena dengan bentuk bahan yang lebih kecil dan homagen, lebih luas permukaan
bahan yang dapat dijadikan substrat bagi aktivitas mikroba.Selain itu, bentuk bahan berpengaruh
pula terhadap kelancaran difusi oksigen yang diperlukan serta pengeluaran CO2 yang dihasilkan.
c. Nutrien : untuk aktivitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan sumber nutrien
Karbohidrat, misalnya antara 20% – 40% yang digunakan akan diasimilasikan menjadi komponen
sel dan CO2, kalau bandingan sumber nitrogen dan sumber Karbohidrat yang terdapat di dalamnya
maksimum 10 : 1
d. Kadar air bahan tergantung kepada bentuk dan jen is bahan, misalnya, kadar air optimum di
dalam pengomposan bernilai antara 50 – 70, terutama selama proses fasa pertama. Kadang-kadang
dalam keadaan tertentu, kadar air bahan bisa bernilai sampai 85%, misalnya pada jerami.
Disamping persyaratan di atas, masih diperlukan pula persyaratan lain yang pada pokoknya
bertujuan untuk mempercepat proses serta menghasilkan kompos dengan nilai yang baik, antara
lain, homogenitas (pengerjaan yang dilakukan agar bahan yang dikomposkan selalu dalam
keadaan homogen), aerasi (suplai oksigen yang baik agar proses dekomposisi untuk bahan-bahan
yang memerlukan), dan penambahan starter (preparat mikroba) kompos dapat pula dilakukan,
misalnya untuk jerami. Agar proses pengomposan bisa berjalan secara optimum, maka kondisi
saat proses harus diperhatikan. Kondisi optimum proses pengomposan bisa dilihat padaTabel
(kompos matang) ditandai oleh pembentukan panas dan produksi CO2. Selama proses
pengomposan, komposisi populasi mikroba berubah dari tahap mesofilik (suhu 20-40oC) ke tahap
termofilik (suhu bisa mencapai 80oC), dan terakhir tahap stabilisasi atau pendinginan. Mikroba
mesofilik memulai dekomposisi substrat mudah hancur seperti protein, gula, dan pati yang
selanjutnya digantikan oleh mikroba termofilik yang secara cepat merombak substrat organik.Pada
tahap akhir stabilisasi, jumlah populasi mikroba meningkat. Panas yang timbul selama fase
termofilik mampu membunuh mikroba patogen (>55oC) dan benih gulma (>62oC) (FAO 2003
dalam Husen dan Irawan 2008 ), sehingga kompos matang sering dipakai sebagai media
pembibitan tanam. Penggunaan kompos matang mampu menstimulasi perkembangan mikroba dan
menghindari bibit dari serangan patogen tular tanah (Husen dan Irawan,2008).
Kompos mengalami tiga tahap proses pengomposan yaitu Padatahap pertama yaitu tahap
penghangatan (tahap mesofilik), mikroorganisme hadir dalam bahan kompos secara cepat dan
temperatur meningkat. Mikroorganisme mesofilik hidup pada temperatur 10-45oC dan bertugas
memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan
mempercepat proses pengomposan. Pada tahap kedua yaitu tahap termofilik, mikroorganisme
termofilik hadir dalam tumpukan bahan kompos.Mikroorganisme termofilik hidup pada tempratur
45-60oC dan bertugas mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat
proses dekomposisi mulai melambat dan temperatur puncak dicapai. Setelah temperatur puncak
ketiga yaitu tahap pendinginan dan pematangan.Pada tahap ini, jumlah mikroorganisme termofilik
berkurang karena bahan makanan bagi mikroorganisme ini juga berkurang, hal ini mengakibatkan
selulosa dan hemiselulosa yang tersisa dari proses sebelumnya menjadi gula yang lebih sederhana,
tetapi kemampuanya tidak sebaik organism termofilik. Bahan yang telah didekomposisi menurun
sumber karbon untuk mendapatkan energi dan bahan bagi sel-sel baru, bersama dengan pasokan
nitrogen untuk protein sel. Nitrogen merupakan unsur hara paling penting. Perbandingan karbon
dan nitrogen (C/N) berkisar antara 25-35 : 1. Jika perbandingan jauh lebih tinggi, proses
metabolisme membutuhkan waktu lama sebelum karbon dioksidasi menjadi karbon dioksida,
sedangkan jika perbandingan lebih kecil, maka nitrogen yang merupakan komponen penting pada
Ukuran partikel berperan dalam pergerakan oksigen ke dalam tumpukan kompos (melalui
pengaruh porositas), akses mikroorganisme dan enzim untuk substrat. Partikel ukuran besar
mendifusikan oksigen akibat rata-rata pori besar. Namun, partikel yang lebih besar juga
meminimalkan permukaan spesifik dari substrat, yang merupakan rasio luas permukaan dengan
volume, sehingga sebagian besar substrat tidak terakses pada mikroorganisme atau enzim mereka.
Pengomposan yang efisien membutuhkan akses terhadap oksigen dan nutrien di partikel (Sylvia
Pengomposan pada kondisi aerob meningkatkan laju dekomposisi, sehingga terjadi peningkatan
temperatur. Apabila aerasi tidak terhambat, maka tidak dihasilkan bau tidak sedap (Holmes, 1983
dalam Anon,2011). Menurut Outerbridge (1991)dalam Anon., 2001, tidak adanya udara (kondisi
anaerobik) akan menimbulkan perkembangbiakan berbagai macam mikroorganisme yang
menyebabkan pengawetan keasaman dan pembusukan tumpukan yang menimbulkan bau busuk.
Aerasi diperoleh melalui gerakan alami dari udara ke dalam tumpukan kompos, dengan
membolak-balik.
20 % menyebabkan pengomposan terhenti. Jika kelembaban diatas 55 %, air akan mulai mengisi
ruang antara bahan, menyebabkan pengurangan jumlah oksigen dan terbentuk kondisi anaerob,
sehingga temperatur menurun dan menimbulkan bau tidak sedap (Holmes, 1981 dalam Anon.,
2011).
kompos bervariasi dengan waktu selama proses pengomposan dan digunakan sebagai indikator
dekomposisi dalam massa kompos. pH awal bahan pengomposan sekitar 5,0 sampai 7,0. Setelah
tiga hari pengomposan, pH menurun menjadi 5,0 atau kurang karena hasil penguraiannya adalah
asam organik sederhana dan kemudian meningkat sekitar 8,5 sebagai akibat sisa dari proses aerob
pengomposan akan lebih baik dengan penambahan inokulan dari kultur mikroorganisme.
Mikroorganisme berkembangbiak dengan sangat cepat, dan dalam beberapa hari jumlahnya dapat
mencapai titik maksimum yang dimungkinkan oleh kondisi lingkungan dalam tumpukan
kompos.Kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan yang cukup dengan
dicirikan warna sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, berbau seperti tanah, kadar air
Standar Nasional Indonesia (SNI) memiliki syarat mutu produk kompos untuk melindungi
konsumen dan mencegah pencemaran lingkungan.Standar ini dapat dipergunakan sebagai acuan
bagi produsen kompos dalam memproduksi kompos.Adapun standar kualitas kompos dari sampah
organik diubah menjadi karbondioksida dan air,disertai dengan pembebasan energi oleh mikroba.
Sebagian energi tersebut dipergunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan selnya dan
sebagian lain menyebabkan peningkatan suhu (Atmaja, 2006). Mikroba mengambil energi untuk
kegiatannya, dari kalori yang dihasilkan dalam reaksi biokimia perubahan bahan limbah hayati
terutama bahan zat karbohidrat, terus menerus sehingga kandungan zat karbon sampah organik
turun makin rendah, karena ujung reaksi pernapasannya mengeluarkan gas CO2 dan H2O yang
Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif
dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang
mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos
akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu
akan meningkat hingga di atas 500- 700C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba
yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu
tinggi.Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahanorganik yang sangat aktif. Mikroba-
mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik
menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan
berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan
mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat
(Djuarnani dkk.,2005).
Proses pengomposan pada tahap awal,beberapa spesies flora aktif dan berkembang dalam
waktu yang relatif singkat, dan kemudian hilang untuk memberikan kesempatan untuk jenis lain
berkembang. Minggu kedua dan ketiga, kelompok fisiologi yang berperan aktif dalam proses
pektinolitik 103, dan bakteri penambat nitrogen 103. Kelompok mikroorganisme meningkat mulai
hari ketujuh dan setelah hari ke empat belas terjadi penurunan jumlah kelompok, kemudian terjadi
Bakteri dan jamur akan memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi yang
menyebabkan terjadinya proses mineralisasi. Selama proses mineralisasi dalam suasana aerob,
nitogen akan mengalami proses oksidasi sehingga terbentuk nitrat (NO3-). Oleh karena itu,
semakin banyak bahan organik yang dapat dirombak maka proses perkembangbiakan
Mikroorganisme yang berperan dalam pelarut fosfat pada proses pengomposan secara garis
berbeda. Perubahan senyawa P anorganik tak larut menjadi senyawa P yang larut oleh
organik antara lain asam asetat, malat,glukonat,oksalat,butitar,dan malonat yang dapat langsung
melarutkan fosfat (Thomas dkk.,1985 dalam Atmaja, 2006). Beberapa contoh bakteri yang dapat
sp.(Atmaja,2006).
satu metode yang paling sederhana untuk mengukur aktivitas mikroorganisme. Karbondioksida
sebagai produk akhir respirasi dilepaskan secara kimiawi melalui aktivitas mikroorganisme yang
dalam EM4 terdiri dari Lumbricus (bakteri asam laktat) serta sedikit bakteri foto sintetik,
fermentasi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan unsur hara untuk tanaman,
mempercepat proses pengolahan limbah (Djuarnani dkk., 2005). Teknologi EM4 dikembangkan
untuk menunjang pembangunan pertanian ramah lingkungan, menekan penggunaan pupuk kimia
dan pestisida dengan sistem alami yang akhirnya dapat meningkatkan produktivitas tanah,
mengurangi biaya produksi dan menghasilkan bahan pangan yang bebas bahan kimia sehingga
bersih dan sehat untuk di konsumsi.EM4 mengandung beberapa mikroorganisme utama yaitu
bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, Ragi (yeast), Actinomycetes dan jamur fermentasi.
senyawa-senyawa bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan gas-gas berbahaya
dengan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat yang terbentuk
anatara lain, asam amino asam nukleik, zat bioaktif dan gula yang semuanya berfungsi
mempercepat pertumbuhan. Hasil metabolisme ini dapat langsung diserap tanaman dan berfungsi
karena itu bakteri ini dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan,
lignin dan selulosa serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang
ditimbulkan dari pembusukan bahan organik Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan fusarium,
yaitu mikroorganime merugikan yang menimbukan penyakit pada lahan/ tanaman yang terus
menerus ditanami.
pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau
bahan organik dan akar-akar tanaman. Ragi juga menghasilkan zat-zat bioaktif seperti hormon dan
enzim untuk meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi Ragi adalah substrat
4. Actinomycetes
Actinomycetes menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dihasilkan bakteri
fotosintetik.Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri. Actinomycetes
5. Jamur Fermentasi
Jamur fermentasi (Aspergillus dan Penicilium) menguraikan bahan secara cepat untuk
menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba. Pertumbuhan jamur ini membantu
menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga dan ulat-ulat merugikan dengan cara
EM4 terpenting. Bakteri ini disamping mendukung kegiatan mikroorganisme lainnya dan juga
Dari hasil penelitian Siburian,2008 menyatakan bahwa kadar N,P dan K yang diperoleh
akibat penambahan activator mempunyai range yang masuk pada kisaran standar untuk kadar N,
P dan K yakni > 1,2%; 0,5%; dan 0,3%, dengan konsentrasi EM4 2,5% paling efektif terhadap
kadar N yaitu 1,25 %. Pada penelitian Verawaty dan Tania,(2004) didapat waktu pengomposan
sampah perkebunan tercepat setelah diberi EM4 dengan dosis 5mL/3kg sampah,namun pada akhir