NIM : 01970213235
Jurusan/Semester : D3 Manajemen Perusahaan Semester 3
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Dosen : Ere Mardella Arbiani, S.Pd,. M.Pd.
A. Ejaan
Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat,
dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
2. Ejaan Soewandi
Ejaan ini menggantikan Ejaan van Ophuijsen setelah diresmikan pada
tanggal 19 Maret 1947 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A.
Kenapa disebut Ejaan Soewandi? Karena penyusunnya adalah Mr. Raden
Soewandi yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan. Ejaan ini dikenal juga sebagai Ejaan
Republik.
Pembaharuan dari Ejaan Soewandi terletak dalam penggunaan diftong
(gabungan dua huruf vokal) oe yang diganti menjadi huruf u, dan
dihapuskannya tanda apostrof. Tanda apostrof ini diganti menjadi huruf k
atau tidak dituliskan sama sekali
3. Ejaan Pembaharuan
Melalui Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954, Prof. M.
Yamin menyarankan agar ejaan Soewandi disempurnakan. Pembaharuan
yang disarankan panitia yang diketuai Prijono dan E. Katoppo antara lain:
membuat standar satu fonem satu huruf, dan diftong ai, au, dan oi dieja
menjadi ay, aw, dan oy. Selain itu, tanda hubung juga tidak digunakan
dalam kata berulang yang memiliki makna tunggal seperti kupukupu dan
alunalun.
4. Ejaan Melindo
Melindo ini akronim dari Melayu-Indonesia. Draft penyusunan ejaan ini
disusun pada tahun 1959 atas kerja sama Indonesia dan Persekutuan Tanah
Melayu, yang dalam hal ini adalah Malaysia. Perubahan yang diajukan
dalam ejaan ini nggak jauh berbeda dari Ejaan Pembaharuan.
Ejaan Melindo ini bertujuan untuk menyeragamkan ejaan yang
digunakan kedua negara. Secara ‘kan ya Indonesia dan Malaysia bahasanya
mirip-mirip gitu. Tapi sayang, ejaan ini pun gagal diresmikan akibat
ketegangan politik antara Indonesia dan Malaysia waktu itu.