Anda di halaman 1dari 22

KOGNITIVISME DALAM PEMBELAJARAN

MATEMATIKA

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur

Mata Kuliah : Teori Belajar Matematika


Dosen Pengampu : Widodo Winarso, M.Pdi

Disusun oleh : Kelompok 2 (2C)

1. FikriahAbdillahAssiddiqi (2008105062)
2. Vera Rosiana (2008105063)
3. Ferry Adyansyah (2008105064)

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Kognitivisme Dalam Pembelajaran
Matematika ini tepat pada waktunya.

Sholawat serta salam yang tetap tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi kita Nabi
Muhammad SAW, Nabi diakhir zaman.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Terstruktur Mata
Kuliah Teori Belajar Matematika. Selain itu, Makalah ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan tentang materi Kognitivisme Dalam Pembelajaran Matematika bagi para pembaca dan
juga penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Widodo Winarso, M.Pdi. selaku dosen
Mata Kuliah Teori Belajar Matematika yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun untuk kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Subang, 8 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................4

1.3 Tujuan....................................................................................................................................5

BAB II KOGNITIVISME....................................................................................................................6

2.1 Teori Pembelaran Kognitivisme............................................................................................6

2.2 Tokoh Atau Pemuka Teori Pembelajaran Kognitivisme........................................................7

2.3 Implementasi Teori Kognitif Dalam Pembelajaran..............................................................15

2.4 Transformasi Teori Kognitivisme dalam Kegiatan Pembelajaran........................................16

2.5 Dampak Teori Kognitivisme Dalam Pembelajaran..............................................................17

BAB III PENUTUP............................................................................................................................19

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................19

3.2 Saran....................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................21

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan,
maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak
terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa mempelajari sesuatu yang ada
dilingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadan alam, benda-
benda atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar.

Tindakan belajar dari suatu hal tersebut nampak sebagai perilaku belajar yang nampak
dari luar. Pengertian dari belajar sangat beragam, banyak dari para ahli yang
mengartikansecara berbeda-beda definisi dari belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar
merupakan hal yang penting dalam bidang pendidikan. Tentu saja dalam proses belajar
terdapat teori-teori yang memunculkan adanya belajar.

Dari zaman dahulu, para ilmuwan terus mengembangkan teori-teori belajar sebagai
temuan mereka untuk mengembangkan pemikiran belajar mereka. Era globalisasi telah
membawa berbagai perubahan yang memunculkan adanya teori-teori belajar yang baru guna
menyempurnakanteori-teori yang telah ada sebelumnya.

Dengan bermunculnya teori-teori yang baru akan menyempurnakan teori-teori yang


sebelumnya. Berbagai teori belajar dapat dikaji dan diambil manfaat dengan adanyateori
tersebut. tentunya setiap teori belajar memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan, tak jarang
dalam setiap teori belajar juga terdapat kritikan-kritikan untuk penyempurnaan teori tersebut.
Salah satu teori yang akan dikaji adalah teori kognitifisme. Teori ini biasa disebut
teoripemprosesan informasi, teori ini adalah salah satu teori perkembangan teori pendidikan
modern dengan alasan tersebut maka ini dibuat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian kognitifisme
2. Penjelasaan kognitivisme menurut ilmuan
3. Implementasi teori kognitivisme dalam pembelajaran
4. Transformasi Teori Kognitivisme dalam Kegiatan Pembelajaran
5. Dampak teori kognitivisme dalam pembelajaran

4
1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian teori kognitifisme


2. Mengetahui penjelasan kognitivisme menurut para ilmuan
3. Mengetahui implementasi teori kognitivisme dalam pembelajaran
4. Mengetahui transformasi teori kognitivisme dalam kegiatan pembelajaran
5. Mengetahui dampak penerapan teori kognitivisme dalam pembelajaran

5
BAB II KOGNITIVISME

2.1 Teori Pembelaran Kognitivisme

Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai persamaan


dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luaskognition/kognis ialah
perolahan penataan, penggunaan pengetahuan. Teori belajar kognitivisme lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Baharudin menerangkan
teori ini lebih menaruh perhatian dari pada peristiwa-peristiwa Internal. Belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon sebagaimana dalam teori
behaviorisme, lebih dari itu belajar dengan teori kognitivisme melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses
yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha
yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari
proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam
bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat
relatif dan berbekas.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar
tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan
interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terusmenerus sepanjang
hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yangmerupakan “pusat”
penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihatberbagai masalah,
menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menariksimpulan dan sebagainya.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil
interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi
dan akomodasi. Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan
individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga
menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Dalam pembelajaran pada
teori ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belum
dapat berfikir secara abstrak
Teori kognitif mendasarkan kepada metafor komputer. Sehingga setiap
informasi yang masuk (melalui sensori register) akan diproses mirip seperti pemprosesan
dalam computer Akhirnya informasi tersebutapabila mungkin akan disimpan berupa
struktur representasi pengetahuan. Sedangkan informasi dalam pembelajaran metematika

6
lebih banyak mengacu pada objek-objek matematika. Proses kognitif merupakan sebuah
istilah yang digunakan oleh seorang psikolog dalam menjelaskan semua aktifitas mental
yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang
memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, serta
merencanakan masa depan, atau semua proses yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, serta
memikirkan lingkungannya.
kognitivistik ini terdapat ciri-ciri pokok. Adapun ciri-ciri dari aliran
kognitivistik yang dapatdilihat adalah sebagai berikut:

1) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia


2) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
3) Mementingkan peranan kokognitif
4) Mementingkan kondisi waktu sekarang
5) Mementingkan pembentukan struktur kognitif

Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan


mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang mewakili obyek-obyek itu di
representasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau
lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang
menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah
kembali kenegerinya sendiri. Tempat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain
negara tidak dapat dibawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat
itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semua tanggapan-tanggapan, gagasan dan
tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang
mendengarkan ceritanya.

2.2 Tokoh Atau Pemuka Teori Pembelajaran Kognitivisme

1. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.


Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan
pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Jean
Piaget (1896-1980) lahir di Swiss. Pada awal mulanya ia ahli biologi, dan dalam usia 21
tahun sudah meraih gelar doktor. Ia telah berhasil menulis lebih dari 30 buku bermutu, yang
bertemakan perkembangan anak dan kognitif. Pengaruh pemikiran Jean Piagert baru
mempengaruhi masyarakat, seperti di Amirika Serikat, Kanada, dan Australia baru sekitar
tahun 1950-an. Menurut Bruno (dalam Muhibin Syah), hal ini disebabkan karena terlalu

7
kuatnya cengkeraman aliran Behaviorisme gagasan Watson (1878-1958). Piaget membagi
proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu :
a) Asimilasi. Proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada
Contoh : seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya
memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip
penjumlahan
b) Akomodasi. Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru.
Penerapan proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah
mengetahui prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
c) Equilibrasi. Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Hal ini sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya.
Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses
penyeimbang

1) Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Jean Piaget


a) Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun). individu memahami sesuatu atau tentang dunia
dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris, (seperti melihat, dan
mendengar) dan dengan tindakan-tindakan motorik fisik. Dengan kata lain, pada usia
ini individu dalam memahami sesuatu yang berada di luar dirinya melalui gerakan,
suara atau tindakan yang dapat diamati atau dirasakan oleh alat inderanya.
Selanjutnya sedikit demi sedikit individu mengembangkan kemampuannya untuk
membedakan dirinya dengan bendabenda lain.
b) Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun). Individu mulai melukiskan dunia melalui
tingkah laku dan kata-kata. Tetapi belum mampu untuk melakukan operasi, yaitu
melakukan tindakan mental yang diinternalisasikan atau melakukan tindakan mental
terhadap apa yang dilakukan sebelumnya secara fisik. Pada usia ini individu mulai
memiliki kecakapan motorik untuk melakukan sesuatu dari apa yang dilihat.
c) Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun). Individu mulai berpikir secara
logis tentang kejadian-kejadian yang bersifat konkret. Individu sudah dapat
membedakan benda yang sama dalam kondisi yang berbeda.
d) Tahap operasional formal (11 tahun ke atas). Sementara Salvin menjelaskan
bahwa pada operasional formal terjadi pada usia 11 sampai dewasa awal. Pada
masa ini individu mulai memasuki dunia “kemungkinan” dari dunia yang
sebenarnya atau individu mengalami perkembangan penalaran abstrak.
Individu dapat berpikir secara abstrak, lebih logis dan idealis.

8
Kecepatan perkembangan setiap individu melalui urutan, dan setiap tahap
tersebut berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap tersebut.
Setiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang
memungkinkan orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks. Hal ini
berarti bahwa semakin bertambah umur seseorang, maka semakin kompleks susunan sel
syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuan kognitifnya.
2) Implikasi Teori Kognitif Piaget dalam Pembelajaran
a) Individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri
Yang menjadi titik pusat dari teori belajar kognitif Piaget ialah individu
mampu mengalami kemajuan tingkat perkembangan kognitif atau pengetahuan ke
tingkat yang lebih tinggi. Maksudnya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh setiap
individu dapat dibentuk dan dikembangkan oleh individu sendiri melalui interaksi
dengan lingkungan yang terus-menerus dan selalu berubah. Dalam berinteraksi
dengan lingkungan tersebut, individu mampu beradaptasi dan mengorganisasikan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan dalam struktur kognitifnya, pengetahuan,
wawasan dan pemahamannya semakin berkembang. Atau dengan kata lain, individu
dapat pintar dengan belajar sendiri dari lingkungannya.
Walaupun demikian, pengetahuan yang diperoleh individu melalui interaksi
dengan lingkungan, adakalanya tidak persis sama dengan apa yang diperoleh dari
lingkungan itu. Individu mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri, mampu
memodivikasi pengalaman yang diperoleh dari lingkungan, sehingga melahirkan
pengetahuan atau temuantemuan baru. Hal ini terbukti banyak ilmuwan yang
menghasilkan temuan-temuan baru yang selama ini tidak dipelajari di bangku
sekolah. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya sekedar transfer of
knowledge, tetapi juga bagaimana merangsang struktur kognitif individu sehingga
mampu melahirkan pengetahuan dan temuan-temuan baru.
b) Individualisasi dalam pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, perlakuan terhadap individu harus didasarkan
pada perkembangan kognitifnya. Atau dengan kata lain, dalam proses pembelajaran
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan individu. Belajar akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Hal ini
disebabkan karena setiap tahap perkembangan kognitif memiliki karakteristik
berbeda-beda. Susunan saraf seorang akan semakin kompleks seiring dengan
bertambahnya umur. Hal ini memungkinkan kemampuannya semakin meningkat.41
Oleh karena itu, dalam proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap
perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Penjenjangan ini bersifat hirarki,

9
yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat
mempelajari sesuatu yang diluar kemampuan kognitifnya .
Tingkat perkembangan peserta didik harus dijadikan dasar pertimbangan
guru dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam kurikulum. Hunt
(dalam Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono) mempraktekkan di dalam program
pendidikan TK yang menekankan pada perkembangan sensorimotoris dan
praoperasional. Misalnya: belajar menggambar, mengenal benda, menghitung dan
sebagainya. Seorang guru yang bila tidak memperhatikan tahapan-tahapan
perkembangan kognitif, maka akan cenderung menyulitkan siswa. Contoh lain,
mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang shalat kepada sekelompok siswa kelas
dua SD, tanpa adanya usaha untuk mengkongkretkan konsep-konsep tersebut, tidak
hanya sia-sia, tetapi justru akan lebih membingungkan siswa.

2. Belajar Bermakna David P. Ausubel


Ausubel seorang psikologist kognitif, ia mengemukakan bahwa yang perlu diperhatikan
seorang guru ialah strategi mengajarnya. Teori belajar Ausubel menitik beratkan pada
bagiamana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut Ausubel terdapat dua jenis
belajar hafalan (rote-learning) dan belajar bermakna (maeaningful-learning). Contoh
pelajaran berhitung bisa menjadi tidak berhasil jika siswa hanya disuruh menghafal
formula-formula tanpa mengetahui arti formula-formula itu. Sebaliknya bisa lebih
bermakna jika murid diajari fungsi dan arti dari formula-formula tersebut
a. Belajar melalui Teori Ausubel

Menurut Ausubel, belajar dapat dilkasifikasikan ke dalam dua dimensi.


Dimensi pertama, berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan
pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang ada.
Struktur kognitif tersebut mencakup faktafakta, konsep-konsep dan generalisasi-
generalisasi yang telah dipelajari dan diinginkan oleh siswa.

1) Dimensi Pertama (Belajar Harapan)


Materi dalam pelajaran matematika bukanlah pengetahuan yang terpisah-pisah
namun merupakan satu kesatuan, sehingga pengetahuan yang satu dapat berkait
dengan pengetahuan yang lain. Seorang anak tidak akan mengerti penjumlahan dua
bilangan jika ia tidak tahu arti dari “1” maupun “2”. Ia harus tahu bahwa “1”
menunjuk pada banyaknya sesuatu yang tunggal seperti banyaknya kepala, mulut,

10
lidah dan seterusnya; sedangkan “2” menunjuk pada banyaknya sesuatu yang
berpasangan seperti banyaknya mata, telinga, kaki, dan seterusnya. Sering terjadi,
anak kecil salah menghitung sesuatu. Tangannya masih ada di batuke-4 namun ia
sudah mengucapkan “lima” atau malah “enam”. Kesalahan kecil seperti ini akan
berakibat pada kesalahan menjumlah dua bilangan. Hal yang lebih parah akan terjadi
jika ia masih sering meloncat-loncat di saat membilang dari satu sampai sepuluh.

2) Dimensi Kedua (Belajar Bermakna)


Agar proses mengingat bilangan kedua dapat bermakna, maka proses
mengingat bilangan kedua (yang baru) harus dikaitkan dengan pengetahuan yang
sudah dimiliki, yaitu tentang 17-08-1945 akan tetapi dengan membalik urutan
penulisnya menjadi 5491-80-17. Untuk bilangan pertama, yaitu 89-107-145. Bilangan
hanya akan bermakna jika bilangan itu dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang
sudah ada di dalam pikiran kita. Contohnya jika bilangan itu berkait dengan nomor
telfon atau nomor yang dapat kita kaitkan.
Kedua dimensi tersebut, (penerimaan/penemuan dan bermakna/hafalan) tidak
menunjukkan dikotomi, melainkan menunjukkan kontinum. Kedua kontinum tersebut
dapat dilihat gambar di bawah ini :

Pada kontinum mendatar dalam gambar di atas menunjukkan bahwa, dari kiri
ke kanan semakin berkurangnya belajar menerima, dan bertambahnya belajar penemuan.
Sedangkan pada kontinum vertikal, dari bawah ke atas berkurangnya belajar hafalan dan
bertambahnya belajar bermakna. Menurut teori Ausubel, belajar dengan cara menerima

11
informasi dapat dibuat bermakna apabila dijelaskan, kemudian dihubungkan antara
konsep yang satu dengan yang lainnnya. Begitu sebaliknya, belajar penemuan (termasuk
penemuan mandiri) akan kurang bermakna apabila hanya dilakukan dengan hafalan
(coba-coba).
Implikasi Teori Belajar Ausubel dalam Pembelajaran:
1) Kunci keberhasilan dalam belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang
diterima atau yang dipelajari oleh siswa.
2) Belajar bermakna akan berhasil apabila ada motivasi intrinsik dari dalam diri siswa.
Motivasi yang terpenting adalah motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datang dari
dalam diri individu. Dengan adanya motivasi intrinsik ini akan menumbuhkan minat
dalam diri individu, dan menggerakkan individu untuk mempersiapkan diri untuk
belajar, baik mempersiapkan diri secara fisik maupun psikis.

3. Teori Belajar J.S Bruner


Bruner memusatkan perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia terhadap
informasi diterimanya dan apa yang dilakukan setelah menerima informasi untuk
pemahaman dirinya.

a Tiga Tahap Proses Belajar


1) Tahap Enaktif
Pembelajaran yang dilakukan dengan cara memanipulasi obyek secara aktif.
Contohnya, ketika ketika akan membahasa penjumlahan dan pengurangan di awal
pembelajaran, siswa dapat belajar dengan menggunakan kelereng, batu, permen, atau
dapat menggunakan alat peraga lainnya, seperti sempoa dll.
2) Tahap Ikonik
Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran pengetahuan, dimana pengetahuan itu
direpresentasikan dalam bentuk bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau
diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada
tahap enaktif tersebut di atas. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media yang
didasarkan pada pengindraan ke penyajian simbolik yang didasarkan pada berpikir
abstrak.
3) Tahap Simbolik
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol
atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek seperti pada
tahap sebelumnya. pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa
ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini,
b Teorema Belajar dan Mengajar

12
Menurut Bruner, pembelajaran sebaiknya dimulai dengan menggunakan benda nyata
terlebih dahulu. Karenanya, seorang guru ketika mengajar matematika hendaknya
menggunakan model atau benda nyata untuk topik-topik tertentu yang dapat membantu
pemahaman siswa. Bruner mengembangkan empat teori yang terkait dengan asas
peragaan, yakni:
1) Teorema konstruksi menyatakan bahwa siswa lebih mudah memahami ide-ide
abstrak dengan menggunakan peragaan kongkret (enactive) dilanjutkan ke tahap
semi kongkret (Iconic) dan diakhiri dengan tahap abstrak (symbolic). Dengan
menggunakan tiga tahap tersebut siswa dapat mengkonstruksi suatu representasi dari
konsep atau prinsip yang sedang dipelajari.
2) Teorema notasi menyatakan bahwa simbol-simbol abstrak harus dikenalkan secara
bertahap, sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya, sebagai contoh : Notasi
3×2 dapat dikaitkan dengan 3 × 2 tabel. Soal seperti ....+ 4 = 7 dapat diartikan
sebagai menentukan bilangan yang kalau ditambah 4 akan menghasilkan 7. Notasi
yang baru adalah 7- 4 = ...
3) Teorema kekontrasan atau variasi menyatakan bahwa konsep matematika
dikembangkan melalui beberapa contoh dan bukan contoh seperti yang ditunjukkan
gambar di bawah ini tentang contoh dan bukan contoh pada konsep trapesium.

4) Teorema konektivitas menyatakan bahwa konsep tertentu harus dikaitkan dengan


konsep-konsep lain yang relevan. Sebagai contoh, perkalian dikaitkan dengan luas
persegipanjang dan penguat daratan dikaitkan dengan luas persegi. penarikan akar
pangkat dua dikaitkan dengan menentukan panjang sisi suatu persegi jika luasnya
diketahui.
c. Guru sebagai tutor, fasilitator, motivator dan evaluator

13
Guru bukan lagi sebagai pusat pembelajaran, tetapi guru memiliki peran sebagai berikut :
1) Merencanakan pelajaran demikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-
masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa.
2) Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk
memecahkan masalah. Materi pelajaran itu diarahkan pada pemecahan masalah yang
aktif dan belajar penemuan.
3) Guru harus memperhatikan tiga cara penyajian, yaitu cara enaktif (melakukan
aktifitas), cara ikonik (dengan gambar atau visualisasi), dan cara simbolik. Dengan
kata lain, perkembangan kognitif individu dapat ditingkatkan dengan cara menata
strategi pembelajaran sesuai dengan isi bahan akan dipelajari dan karakteristik kognitif
individu.
4) Bila siswa memecahkan masalah di laboratonium atau secara teoretis, guru berperan
sebagai seorang pembimbing atau tutor. Sebagai seorang tutor, guru sebaiknya
memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. Umpan balik sebagai perbaikan
hendaknya diberikan dengan cara demikian rupa, hingga siswa tidak tergantung pada
pertolongan guru.
5) Penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip
dasar mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk menerapkan
prinsip-prinsip itu pada situasi baru

4. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Robert M. Gagne


Menurut gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak
manusia. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia :
1) Reseptor
2) Sensory register
3) Short-term memory
4) Long-term memory
5) Response generator.

Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan
informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang
sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak
manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut :

14
1) Reseptor (alat indra) : menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi
rangsaangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan kemudian di
teruskan.
2) Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris) : yang terdapat pada syaraf pusat,
fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk
suatu kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori
jangka pendek dan sebagian hilang dalam system.
3) Short term memory ( memori jangka pendek ) : menampung hasil pengolahan perceptual
dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk menentukan maknanya. Memori
jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja, kapasitasnya sangat terbatas,
waktu penyimpananya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat di transformasi
dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.
4) Long Term memory (memori jangka panjang) :menampung hasil pengolahan yang ada di
memori jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan lama,
dan siap untuk dipakai kapan saja.
5) Response generator (pencipta respon) : menampung informasi yang tersimpan dalam
memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.

2.3 Implementasi Teori Kognitif Dalam Pembelajaran

Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori
kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna
Ausubel. Ketiga tokoh teori penting ini yang dapat mengembangkan teori belajar kognitif. Teori
Kognitif Piaget Brunner Ausubel, Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan
tertentu sesuai dengan umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:

a) Asimilasi (penyesuaian (peleburan) sifat asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar.
b) Akomodasi (penyesuaian mata untuk menerima bayangan yang jelas dari objek yang berbeda.
c) Equilibrasi. Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaranan
bukan ditentukan oleh umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
1) Enaktif (aktivitas)
2) Ekonik (visual verbal)
3) Simbolik.
Dari teori diatas jelas masing-masing mempunya implikasi yang berbeda, namun secara
umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami struktur kognitif siswa, dan
ini tidaklah mudah, Dengan memahami struktur kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran
bahasa disesuaikan sejauh mana kemampuan siswanya. Selain itu, juga model penyusunan materi

15
pelajaran bahasa arab hendaknya disusun berdasarkan pola dan logika tertentu agar lebih mudah
dipahami. Penyusunan materi pelajaran bahasa arab di buat bertahap mulai dari yang paling
sederhana ke kompleks. hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa mungkin tidak hanya
terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang sedang dipelajari, dengan demikian jauh
akan lebih baik dari sekedar menghafal kosa kata.
Siswa sekolah dasar mengalami peningkatan kemampuan membaca dengan adanya
interaksi siswa dengan media belajar, dalam hal ini berupa media cerita bergambar. Belajar
dengan menggunakan media pembelajaran akan terbentuk proses penguasaan karena adanya
interaksi dalam belajar.

2.4 Transformasi Teori Kognitivisme dalam Kegiatan Pembelajaran

Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar yang
berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Kegiatan
pembelajaran yang berpihak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan (Syah,
2013: 109). Dalam menemukan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan
pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan
behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat
diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya
mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berfikirnya. Mereka
mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2) Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama jika
mendengarkan benda-benda kongrit.
3) Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman
dapat terjadi dengan baik.
4) Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan pengalaman atau
informasi baru dengan struktur kognitif yang telah memiliki si belajar.
5) Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan
pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6) Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar mneghafal.
7) Adanya perbedaan individual pada diri siswa pelu diperhatikan karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa
Dalam praktiknya serial learning dan free recall learning terdapat beberapa cara:

16
a. organisasi atau penyusunan misalnya dengan menyusun daftar informasi yang akan dipelajari
menjadi kategori yang mempunyai arti dan mudah diingat.
b. metode loci, artinya tempat. Ialah metode alat bantu mengingat dimana seorang membuat
gambaran pikiran yang berkaitan dengan tempat-tempat tertentu.
c. irama, metode mengingat dalam bentuk nyanyian. Misalnya untuk mengenalkan urutan
rukun Islam atau rukun iman dengan nyanyian.

2.5 Dampak Teori Kognitivisme Dalam Pembelajaran

Setiap teori pembelajaran pastilah di bandingkan dengan teori pembelajaran yang


lain. Selain itu setiap teori pembelajaran juga melengkapi dan menambah dari kekurangan
teori-teori pembelajaran yang telah diungkapkan oleh para ahli sebelumnya. Teori
pembelajaran kognitif memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :
a Kelebihan Teori Kognitivisme
1) Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar
secara lebih mudah.
2) Sebagian besar dalam kurikulum pendidikan negara Indonesia lebih menekankan pada teori
kognitif yang mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada setiap
individu.
3) Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu memeberikan dasar-dasar dari
materi yang diajarkan unruk pengembangan dan kelanjutannya deserahkan pada peserta
didik, dan pendidik hanya perlu memantau, dan menjelaskan dari alur pengembangan materi
yang telah diberikan.
4) Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat memaksimalkan ingatan yang
dimiliki oleh peserta didik untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan karena pada
pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat peserta didik untuk selalu
mengingat akan materi-materi yang telah diberikan.
5) Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau pembuatan satu hal baru atau
membuat suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam metode belajar
kognitif peserta didik harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau
menginovasi hal yang yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
6) Metode kognitif ini mudah untuk diterapkan dan juga telah banyak diterapkan pada
pendidikan di Indonesia dalam segala tingkatan

b Kekurangan Teori Kognitivisme

17
1) Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan khususnya di
tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih
belum tuntas.
2) selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang sama
dan tidak dibeda-bedakan.
3) tidak memperhatikan cara peserta didik dalam mengeksplorasi atau mengembangkan
pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya dalam mencarinya, karena pada dasarnya
masing-masing peserta didik memiliki cara yang berbeda-beda.
4) Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode kognitif, maka dipastikan peserta
didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang diberikan.
5) Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa adanya metode
pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi.
6) Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu diperhatikan kemampuan peserta
didik untuk mengembangkan suatu materi yang telah diterimanya.

18
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang
melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi
aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan,
pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

teori kognitif sebagaimana dikemukakan oleh Piaget setidaknya ada dua hal penting
yang dapat diambil, yaitu : Pertama, individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Artinya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu dapat dibentuk oleh individu
sendiri melalui interaksi dengan lingkungan yang terus-menerus dan selalu berubah. Kedua, perlu
adanya individualisasi dalam pembelajaran. Artinya, dalam proses pembelajaran, perlakuan
terhadap individu harus didasarkan pada perkembangan kognitifnya. Setiap tahap perkembangan
kognitif memiliki karakteristik berbeda-beda. Susunan saraf seorang akan semakin kompleks
seiring dengan bertambahnya umur.

teori belajar J.S. Bruner, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam
pembelejaran, Pertama, dalam pembelajaran harus ada partisipasi aktif individu dan mengenal
perbedaan. Pembelajaran harus menekankan pada cara individu mengorganisasikan apa yang
telah dialami dan dipelajari. Kedua, guru dalam proses pembelajaran perperan sebagai tutor,
fasilitator, motivator dan evaluator. Dengan kata lain, guru tidak begitu mengendalikan proses
pembelajaran.

Teori belajar Ausubel, Pertama, kunci keberhasilan dalam belajar terletak pada
kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Kedua, belajar
bermakna akan berhasil apabila ada motivasi intrinsik dari dalam diri siswa. Dengan adanya
motivasi intrinsik ini akan menumbuhkan minat dalam diri individu, dan menggerakkan individu
untuk mempersiapkan diri untuk belajar, baik mempersiapkan diri secara fisik maupun psikis.

Teori perkembangan kognitif oleh Robert M. Gagne mengemukakan bahwa belajar


dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Dalam pembelajaran terjadi
proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam
bentuk hasil belajar.

19
Implikasi Teori Balajar Psikologi Kognitif dalam Pembelajaran. Dalam perkembangan
setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori
perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga tokoh teori
penting ini yang dapat mengembangkan teori belajar kognitif. Dari ketiga macam teori diatas
jelas masing-masing mempunya implikasi yang berbeda, namun secara umum teori kognitivisme
lebih mengarah pada bagaimana memahami struktur kognitif siswa, dan ini tidaklah mudah,
Dengan memahami struktur kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa disesuaikan
sejauh mana kemampuan siswanya.

3.2 Saran
Dari permasalahan di atas, kita menyadari bahwa, sebuah teori pembelajaran sebaiknya
juga menyangkut suatu praktek untuk membimbing seseorang bagaimana caranya siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan, pandangan hidup, serta pengetahuan akan
kebudayaan masyarakat sekitarnya. Akan hal itu, perlu adanya penjelasan dan pembahasan
terkait dengan teori pembelajaran. Agar lebih spesifik dan terfokus, dalam makalah ini akan
hanya akan menguraikan dan menjelaskan satu dari beberapa teori pembelajaran yang sudah ada,
yaitu pada Teori Pembelajaran Kognitivistik. Dan dari penjelasan ini nantinya diharapkan bisa
memberikan pemahaman yang utuh dan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Dengan
berbekal pemahaman yang utuh terkait teori pembelajaran yang dijadikan sebagai pemahaman
dasar dalam pembelajaran diharapkan siswa dapat menerima pembelajaran yang akan kita
sampaikan dengan baik

20
DAFTAR PUSTAKA

Asri, B. (2014). Belaja dan Pembelaaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Bambang, W. d. (2016). Teknologi Pembelajaran; Landasan dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Barbara, G. K. (2014). Brain-Based Teaching. merancang kegiatan belajar mengaar yang melibatkan
otak, emosional, sosial, kognitif, kinestetik, dan reflektif. Bandung: Kaifa.

Budi Ningsih, A. (2015). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Chantib, M. (2014). Sekolahnya Manusia. Bandung: Kaifa.

Dahar, R. W. (1988). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Diektorat P dan K.

Djamata, S. B. (2002). Psikologi Belajar . Jakarta: Rineka Cipta.

Muljono, D. d. (2006). Belajar dan Pembelajaran . Jakarta: Rineka Cipta.

Nasution, A. R. (2011). Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: Perdana Publising.

Noval, J. d. (1985). Learning How to Learning Cambridge. Cambridge: University Press.

Nugroho, P. (2015). Pandangan Kognitifisme Dan Aplikasinya Dalam Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam Anak Usia Dini. ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Islam Anak Usia Dini.

Nurhadi. (2018). Teori Belajar Dan Pembelajaran Kognitivistik. Riau Pekanbaru: UIN Sultan Syarif
Kasim.

Pahliwandari, R. (2016). Penerapan Teori Pembelajaran Kognitif dalam Pembelajaran Pendidikan


Jasmani dan Kesehatan. Pendidikan Olahraga , Vol. 5, No. 2, desember.

Prasetya, A. A. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Purwanto, M. N. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Riyanto, Y. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Guru/Pendidik dalam
Implementasi Pembelajaran yan Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana.

Suryabrata, S. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raa Grafindo Persada.

Sutiah. (2013). Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. Malang: Universitas Negri Malang.

21
Syah, M. (2010). Psikologi Pendekatan : Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syah, M. (2013). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Syah, M. (2005). Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wahyuni, B. d. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Ar Ruzz Media.

22

Anda mungkin juga menyukai