Perkembangan dan institusional cultural studies telah lama bertautan dengan studi media. Media
massa sebagai sarana komunkasi sebagian besar masyarakat adalah pokok perhatian cultural
studies selama beberapa dekade. Media yang lebih menjadi kepemilikan semua orang yaitu
Televisi merupakan media yang paling disorot dalam hal ini. Tetapi secara menyeluruh studi
kebudayaan ini memiliki proyeksi yang cukup besar terhadap perkembangan media massa di
dalama kehidupana masyarakat.
Kita tidak boleh lengah dalam memerhatikan fakta bahwa, di dunia yang makin dibanjiri oleh
produk industri media, arena utama yang sepenuhnya baru telah diciptakan bagi proses
pemolesan diri. Inilah yang mampu menghadapi kendala-kendala temporal dan parsial yang
berlaku dalam interaksi tatap muka dan karena aksebilitas televisi dan ekspansi globalnya ia
semakin tersedia bagi banyak individu di seluruh dunia (Thompson, 1995: 43).
Pernyataan ini merupakan bentuk upaya dari pemerhati studi kebudayaan akan pentingnya
menghapus sekat atau membiaskan keberadaan media baik televisi maupun konvensional sebagai
alur komunikasi yang cari tanpa adanya sifat parsial didalamnya. Hal ini mengarah pada
keinginan untuk menggunakan pendekatan multideimensional dan multiprespektif terhadap
pemahaman tentang media yang mereduksi suatu wacana atau informasi yang dapat menjelaskan
hubungan antara dimensi ekonomi , politik, sosial dan kultural media ini.
Media masa diartikan sebagai proses komunikasi dengan bantuan media dan digunakan untuk
menacakup jangkauan target audiens yang lebih besar, konten yang yang dibagikan bersifat
umum dan menyangkur kepentingan masyarakat umum. Prospek keberadaan media massa
seiiring waktu memiliki kontrol sosial tersendiri sesuai trend dan kebutuhan pada zamannya.
Keberadaan media tidak dapat dilepaskan dari budaya manusia sebagai sumber informasi dalam
memamahi fenomena sosial maupun alam. Sejarah kehidupan manusia tercatat sebagai
pertukaran inforrmasi dalam hal produksi kebudayaan dalam interpretasi hegemoni yang
menyatukan seluruh umat manusia.
Hal yang sangat erat kaitannya dengan media masa ialah produk jurnalistik sebagai wadah
pertukaran informasi yang menciptakan sirkulasi informasi terhadap masyarakat yang bersifat
berkelanjutan. Pengolahan informasi dalam aktifitias jurnalistiik memiliki berbagai presepsi serta
sarat akan media massa sebagai kontrol sosial. Menjamurnya media massa mainstream maupun
alternatif memiliki repon yang berbeda terhadap aktualisasi masyarakat dalam
mengintervensikan informasi tersebut dengan kepentingannya.
Media massa mainstream maupu alternatif tetap memiliki kekuatan sebagai rujukan informasi
masyarakat. Menurut McQuail (2005:58), “media beroperasi di ruang publik sesuai kepentingan
pengguna, kegiatan utamanya adalah memproduksi, mendistribusikan konten simbolik, dan
partisipasi bersifat professional, terarah serta bebas nilai kepentingan”. Untuk itu tulisan ini
mencoba memberikan upaya bagaimana retorika yang terbentuk didalam masyakat akan
banyaknya kepentingan yang ingin di representasikan terhadap pola pikir masyarakat akan
informasi berbasis jurnalistik.
Paul F. Lazarsfeld menggunakan istilah adminsitrative research dan critical research dalam
memamahi komunikasi media masa1. Yang dimaksudkan dengan adminsitratif ialah bagaiamana
informasi diolah untuk memenuhi kepentingan institusi media, sedangkan kritikal berkembang
1
Lazarferld, P.F, 1941 “Remaks on Administratif and critical comunication research”. Dalam studies in Philosophy
and Social Science, 9 Hal 2-16
dari prespektif marxis dengan menganalisa adanya perna dominan di media massa dalam
mengkultuskan informasi yang hanya relevan pada kepentingan penguasa.
Prespektif studi komunikasi lainnya ialah cultural studies approach yang mencoba mengkaji
lingkungan simbolik yang dihasilkan oleh media massa dalam peran kebudayaan masyarkaat.
James Carey (1989) berpendapat bahwa kajian komunikasi selama ini didomnisasi oleh model
transmisisi komunikasi dimana komunikasi dipahami sebagai mengatransmisikan pesan dalam
hal kontrol sosial. Dia menyarankan model pengganti dia sebut sebagai ritual view of
communication2, yang diamana berdasarkan prespektif ini tindakan mengkonsumsi surat kabar
tidak lagi berkaitan dengan kontrol sosial ataupun pencarian infromasi yang terjari
4
Chris Barker, “Cultular Studies : Theory and Practice” Sage Publications London, 2000