Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No.

4, Desember 2012: 313-325


ISSN : 2088-3137

STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI SUNGAI CITARUM HULU


JAWA BARAT

Adie Wijaya Putra*, Zahidah** dan Walim Lili**

*) Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad


**) Staf Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas plankton serta melihat
hubungannya dengan tata guna lahan dan diharapkan dapat memberikan informasi tentang
keberadaan plankton sebagai bagian dari upaya pemantauan kualitas lingkungan di Sungai
Citarum Hulu. Metode yang dipergunakan yaitu metode purposive sampling dengan
menetapkan 8 stasiun, serta 6 kali waktu sampling secara time series setiap 1 minggu sekali
yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2012. Komunitas plankton di Sungai
Citarum Hulu terdiri dari 5 kelas fitoplankton dan 3 kelas zooplankton. Kelimpahan terbesar
dari fitoplankton adalah dari kelas Bacillariophyceae (13 individu L-1), sedangkan dari
zooplankton adalah kelas Crustacea (19 individu L-1). Kisaran nilai indeks diversitas
Simpsons untuk fitoplankton 0,18 – 0,90 dan 0,15 – 0,87 untuk zooplankton. Tata guna
lahan di DAS Citarum Hulu sangat berpengaruh terhadap struktur komunitas plankton.
Spesies defisit yang meningkat di stasiun 2 dengan nilai -44 menunjukkan perairan belum
tercemar tetapi di stasiun 3 sampai stasiun 8 pada kisaran 0 – 63 menunjukkan jumlah
genus yang ditemukan berkurang diduga akibat gangguan dari beban cemaran yang masuk
ke badan perairan.

Kata kunci: Plankton, Struktur komunitas, Sungai Citarum Hulu tata guna lahan

ABSTRACT

PLANKTON COMMUNITY STRUCTURE IN UPPER CITARUM RIVER


WEST JAVA

The aim of this research was to determine the structure of plankton communities and
to analyze the relationship with land-use tesearch was expected to provide information about
the existence of plankton as part of an effort to monitor the environmental quality in upper
Citarum river. The research used purposive sampling method with eight stations, and six
times sampling time every one week which had been conducted in June to July 2012.
Plankton communities in upper Citarum river consisted of 5 classes phytoplankton and 3
classes of zooplankton. The greatest abundance of phytoplankton was of the class
Bacillariophyceae (13 individuals L-1), while the zooplankton were crustaceans (19
individuals L-1). Simpsons diversity index values for phytoplankton range were 0.18 to 0.90
and 0.15 to 0.87 for zooplankton. Land use in upper Citarum river had great influence on
plankton community structure. Species deficit increased at station 2 with a value of -44
indicates polluted waters but in station 3 to station 8 was in the range of 0-63 indicating the
number of genera that found were reduced due to interference from contaminant loads into
water bodies.

Key words : Community structure, Land-use, Plankton, Upper Citarum River


314 Adie Wijaya Putra, Zahidah dan Walim Lili

PENDAHULUAN
Sungai Citarum Hulu berperan Stasiun 2 : Situ Cisanti, outlet situ
besar karena banyaknya aktivitas yang yang ditumbuhi banyaknya
berada di sekitar Daerah Aliran Sungai tumbuhan eceng gondok. Tata
(DAS). Di perkirakan pemanfaatan Sungai guna lahan sekitar merupakan
Citarum Hulu saat ini telah melebihi daya hutan primer.
tampungnya sebagai Daerah Aliran Stasiun 3 : Wangisagara, merupakan
Sungai dari bagian hulu sampai hilir, bagian sungai yang
mengingat banyaknya industri dan diindikasikan terpengaruh
pemukiman yang berada di sepanjang limbah pertanian seperti:
aliran sungai ini telah menjadikan Sungai pupuk, pestisida, kotoran
Citarum sebagai lokasi pembuangan ternak. Tata guna lahan sekitar
limbah dan sampah. Berdasarkan merupakan daerah pemukiman
inventarisasi industri di Sub DAS Citarum dan lahan pertanian.
Hulu (PUSAIR, 1992), terdapat 6 zona Stasiun 4 : Majalaya, meliputi bagian
industri (cluster) yang merupakan sumber sungai sebelum memasuki
pencemaran industri terbesar pada Sub pertemuan 3 sungai Citarum,
DAS Citarum Hulu, yaitu : Majalaya, sungai Citarik, dan sungai
Rancaekek, Dayeuhkolot/ Bandung Cikeruh. Tata guna lahan
Selatan, Ujungberung, Banjaran dan sekitar merupakan daerah
Cimahi Selatan. Pada umumnya faktor pemukiman.
pemanfaatan suatu perairan ditentukan Stasiun 5 : Sapan, meliputi daerah
oleh tingkat kesuburan perairan yang setelah pertemuan 3 sungai
dapat diukur dengan kelimpahan produsen yaitu sungai Citarum, sungai
primer yang terdapat diperairan tersebut. Citarik, dan sungai Cikeruh.
Keberadaan produsen primer di dalam Tata guna lahan merupakan
ekosistem perairan dapat menunjang daerah pemukiman, pertanian
kelangsungan hidup organisme lainnya. serta berbagai industri.
Salah satu organisme yang dapat Stasiun 6 : Dayeuhkolot, meliputi
dijadikan parameter biologis perairan bagian sungai yang
adalah plankton, karena dengan diindikasikan tercemar limbah
mengetahui struktur komunitas plankton tekstil. Tata guna lahan
yang meliputi komposisi, kelimpahan, dan merupakan daerah pemukiman
keanekragaman serta spesies defisit, serta berbagai industri.
dapat digunakan sebagai salah satu Stasiun 7 : Bojongbuah, meliputi
indikator biologis kualitas perairan. bagian sungai yang
diindikasikan tercemar sampah
rumah tangga. Tata guna lahan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN sekitar merupakan daerah
Bahan yang digunakan dalam pemukiman.
penelitian ini adalah sampel plankton di Stasiun 8 : Cipatik, daerah aliran
setiap stasiun selama 6 kali pengulangan sungai sebelum masuk ke
dan larutan formalin 10% sebagai waduk Saguling . Tata guna
pengawet plankton. lahan sekitar merupakan
Metode penelitian yang digunakan daerah pemukiman.
adalah metode purposive sampling.
Pengambilan sampel plankton dilakukan di Prosedur penelitian yang telah
8 stasiun aliran Sungai Cimanuk Hulu, dilakukan adalah sebagai berikut :
yaitu : 1. Pengambilan sampel plankton
Stasiun 1 : Mata air Cisanti, kaki Pengambilan sampel plankton di
gunung Wayang - Bandung Sungai Citarum Hulu dilakukan antara
Selatan meliputi kondisi pukul 07.00 – 15.00 WIB dengan
perairan yang masih alami. memperhatikan kecepatan arus air yang
Tata guna lahan sekitar tidak lebih dari 30 cm s-1. Pengambilan
merupakan hutan primer. sampel plankton dilakukan dengan cara
menyaring air menggunakan plankton net
diameter 30 cm, mesh size 60 µm
Struktur Komunitas Plankton di Sungai CItarum Hulu Jawa Barat 315

sebanyak 30 Liter, setelah itu air yang Keterangan :


tersaring dimasukkan ke dalam botol N = Kelimpahan plankton (ind L-1)
sampel volume 30 mL dan diawetkan n = Plankton yang teridentifikasi (ind)
dengan formalin dengan konsentrasi 10 Vr = Volume air terkonsentrasi(mL)
% sebanyak 3-4 tetes. Identifikasi plankton Vo = Volume air diperiksa (ml)
dilakukan dengan cara mengamati 2 ml Vs = Volume air disaring (L)
sampel air di counting chamber
menggunakan mikroskop binokuler Keanekaragaman plankton
dengan pembesaran 10 x 10. Plankton dianalisis dengan menggunakan indeks
yang ditemukan setelah itu diidentifikasi keanekaragaman Simpsons dalam
dengan menggunakan buku identifikasi Zahidah (2004), yang dirumuskan sebagai
plankton Sachlan (1982) dan Davis berikut:
(1955).
H′ = 1 − (n /N)
2. Pengambilan sampel air
Pengambilan sampel air di Sungai
Citarum Hulu dilakukan antara pukul 07.00
Keterangan :
– 15.00 WIB. Sampel air diambil
H’ = Indeks keanekaragaman
menggunakan ember berukuran 5 L
Simpsons
setelah itu dimasukkan ke dalam botol
ni = Jumlah individu genus ke i
sampel volume 600 mL, Sampel air
N = Jumlah total individu
dibawa ke laboratorium untuk dilakukan
pengukuran varibel kimiawi air yaitu BOD5.
Nilai indeks keanekaragaman
Simpsons berkisar antara 0 – 1, apabila
3. Pengukuran variabel fisik dan kimiawi
nilai indeks mendekati 1, sebaran individu
perairan
tidak merata dan kestabilan ekosistem
Pengukuran variabel fisik air
dikatakan baik jika mempunyai indeks
meliputi arus, suhu dan transparansi serta
keanekaragaman Simpsons antara 0,6 –
variabel kimiawi yaitu DO dan pH
0,8 (Odum 1993).
dilakukan langsung di lokasi penelitian (In
Spesies defisit merupakan
situ).
perbandingan kelimpahan plankton
dengan melihat perbandingan jumlah
Identifikasi plankton berdasarkan
kelimpahan genus pada stasiun di hilir
buku Planktonologi (Sachlan 1980) dan
dengan stasiun di hulu. Dari perbandingan
buku The Marine and Fresh-Water
itu akan terlihat perbedaan genus plankton
Plankton (Davis 1955).
di masing-masing stasiun. Rumus
Komposisi plankton yang
menghitung spesies defisit yang
teridentifikasi dihitung berdasarkan cacah
dikemukan oleh Kothe (1962) dalam
genus masing-masing total jenis dan
Hellawel (1977) yaitu :
penyusunan daftar sesuai dengan hasil
identifikasi plankton sampai dengan level
genus. −
Kelimpahan plankton dihitung = 100
menggunakan rumus modifikasi Sachlan
(1982) menggunakan persamaan berikut :
Keterangan :
1
= I = Spesies defisit
Su = Jumlah genus di hulu
Sd = Jumlah genus di hilir

Variabel kualitas air yang diamati


selama penelitian meliputi variabel fisik
dan kimiawi, seperti yang tersaji pada
Tabel 1.
316 Adie Wijaya Putra, Zahidah dan Walim Lili

Tabel 1 : Variabel Fisik dan Kimiawi Perairan dan Metode Pengukurannya


No Variabel Metode Analisis Alat Keterangan
Fisik
1 Suhu (oC) Potensiometrik Termometer In situ
2 Transparansi Visual Secchi disk In situ
(m)
3 Arus (cm dt-1) Potensiometrik Floating droudge In situ
Kimiawi
1 pH Potensiometrik pH meter In situ
2 DO Iodometri Titrasi Winkler In situ
3 BOD5 Iodometri Inkubasi 5 hari Laborotorium

Data hasil pengamatan dijelaskan HASIL DAN PEMBAHASAN


secara deskriptif eksplanatif yaitu dengan Hasil identifikasi komunitas
menjelaskan kondisi atau situasi variabel plankton sampai tingkat genus di Sungai
yang diamati serta hubungan antar Citarum Hulu pada permukaan air (0,2 m)
masing-masing variabel. Variabel dalam terdiri dari 31 genus plankton yang terbagi
hal ini adalah struktur komunitas plankton ke dalam 22 genera fitoplankton dan 9
yaitu meliputi kelimpahan, genera zooplankton. Genus plankton
keanekaragaman, jenis plankton dan tersebut terdiri dari 5 kelas fitoplankton
spesies defisit serta melihat hubungannya yaitu kelas Bacillariophyceae,
dengan variabel fisik dan kimiawi perairan Chloropyceae, Cyanophyceae,
(Odum 1993).. Desmidicae, dan Euglenophyceae, serta 3
kelas zooplankton yaitu kelas Crustacea,
Hydrozoa dan Rotifera (Tabel 2).

Tabel 2. Komposisi Plankton Berdasarkan Kelas dan Jumlah Genus


Jenis Kelas Jumlah Genus
Bacillariophyceae 10
Chloropyceae 4
Fitoplankton Cyanophyceae 4
Desmidicae 2
Euglenophyceae 2
Jumlah 22
Crustacea 3
Zooplankton Hydrozoa 1
Rotifera 5
Jumlah 9

Pada Tabel 2, terlihat kelas yaitu 2 genus dari seluruh genus


Bacillariophyceae memiliki jumlah genus fitoplankton. Pada genera zooplankton,
terbanyak yaitu 10 genus, karena kelas kelas Rotifera memiliki jumlah genus
Bacillariophyceae mempunyai terbanyak yaitu 5 genus, dan kelas
kemampuan lebih untuk beradaptasi Hydrozoa memiliki jumlah genus paling
dengan lingkungan (Nybakken 1992), rendah yaitu 1 genus.
sedangkan yang paling rendah adalah
kelas Desmidicae dan Euglenophyceae
Struktur
truktur Komunitas Plankton di Sungai CItarum Hulu Jawa Barat 317

Persentase fitoplankton selama kelas Bacillariophyceae lainnya hanya


penelitian didominasi oleh kelas tersebar
ar di stasiun 1, 2, dan 3. Persentase
Bacillariophyceae meliputi 53% dari fitoplankton terkecil dari kelas Desmidicae,
seluruh genus yang ada (Gambar 1). 1 hanya 4% dari seluruh genus. Kelas
Genus dari kelas Bacillariophyceae yaitu Desmidicae memiliki 2 genus yaitu
Nitzchia dan Surirella tersebar hampir di Closterium dan Penium yang tersebar di
semua stasiun, sedangkan genus dari stasiun 2 dan 3.

14%

4%
Bacillariophyceae
Chloropyceae

15% Cyanophyceae
53%
Desmidicae
Euglenophyceae

14%

Gambar 1. Sebaran Kelas Fitoplankton selama Penelitian

Hal yang menyebabkan kelas indikator biologis perairan yang tidak


Bacillariophyceae dapat hidup dengan tercemar.
subur karena kelas Bacilllariophyceae Persentase zooplankton selama
hidup di kondisi perairan Sungai Citarum penelitian didominasi oleh kelas Crustacea
Hulu yang tidak terlalu hangat, yaitu meliputi 84% (Gambar 2)) dari genus yang
dengan kisaran 18,1oC sampai dengan ada. Kelas Crustacea tersebut terdiri dari
27,4oC. Menurut APHA (1989) suhu 3 genus yaitu Cyclops, Daphnia dan
optimum untuk pertumbuhan fitoplankton Diaphanosoma. Genus Cyclops dan
dan zooplankton berkisar antara 20oC – Daphnia ini tersebar di semua stasiun.
30oC. Kelas Bacillariophyceae merupakan Persentase terkecil zooplankton dari kkelas
kelas alga yang paling mudah ditemukan Hydrozoa hanya 3% (Gambar 2) dari
di dalam berbagai jenis habitat perairan, seluruh genus. Kelas Hydrozoa hanya
terutama di dalam perairan yang relatif memiliki 1 genus yaitu Hydra yang ditemui
dingin, karena kemampuannya ini kelas di stasiun 5 sampai dengan 7.
Bacillariophyceae dapat dijadikan sebagai

13%

3%

Crustacea
Hydrozoa
Rotifera

84%

Gambar 2.. Sebaran Kelas Zooplankton selama Penelitian


318 Adie Wijaya Putra, Zahidah dan Walim Lili

Banyaknya kelas Crustacea yang kelimpahan zooplankton adalah kelas


ditemukan selama penelitian terutama di Crustacea yaitu sebesar 19 individu L-1
stasiun 4 sampai dengan stasiun 8 karena dan genus yang paling dominan yaitu
banyaknya bahan organik yang masuk ke Cyclops dengan jumlah rata-rata 16
badan perairan yang merupakan makanan individu L-1.
dari kelas Crustacea tersebut, terlihat dari Kisaran kelimpahan rata-rata
tingginya nilai BOD5 (Gambar 3). Hal ini plankton di Sungai Citarum Hulu adalah
sesuai dengan pernyataan Barus (2004) 32 individu L-1 sampai 62 individu L-1
bahwa sebagian besar zooplankton (Gambar 3). Berdasarkan kelimpahan
menggantungkan sumber nutrisinya pada plankton tersebut, perairan Sungai
materi organik, baik berupa fitoplankton Citarum Hulu termasuk dalam kategori
maupun zat-zat organik yang masuk ke perairan oligotrofik. Menurut Landner
badan perairan. (1978) kesuburan perairan berdasarkan
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kelimpahan plankton dibagi
kontribusi terbesar kelimpahan menjadi 3 yaitu, oligotrofik dengan tingkat
fitoplankton adalah kelas kelimpahan plankton berkisar antara 0
Bacillariopphyceae yaitu 13 individu L-1 sampai 2000 individu L-1, mesotrofik
dan genus yang paling dominan adalah dengan tingkat kelimpahan plankton
Nitzchia dengan jumlah kelimpahan rata- berkisar antara 2000 – 15000 individu L-1
rata 7 individu L-1 dan tersebar di semua dan eutrofik dengan tingkat kelimpahan
stasiun, sedangkan kontribusi terbesar plankton lebih dari 15000 individu L-1.

60
Kelimpahan Plankton (Ind L-1)

50
40
30
20
10
0
St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8

Kelimpahan Fitoplankton Kelimpahan Zooplankton

Gambar 3. Kelimpahan Rata-rata Plankton selama Penelitian

Keanekaragaman plankton diukur setelah itu meningkat pada stasiun 7 dan


berdasarkan Indeks keanekaragaman stasiun 8 akibat dari masuknya bahan
Simpsons. Nilai indeks ini berkisar antara organik ke badan perairan yang berasal
0 - 1. Berdasarkan grafik (Gambar 4), nilai dari aktivitas manusia di Daerah Aliran
rata-rata indeks keanekaragaman Sungai Citarum Hulu serta adanya
Simpsons untuk fitoplankton berfluktuatif kecenderungan dominansi oleh genus
pada setiap stasiun dengan kisaran rata- Cyclops.
rata yaitu 0,30 – 0,88. Rata-rata indeks Nilai rata-rata indeks
keanekaragaman fitoplankton berada keanekaragaman yang diperoleh
pada kisaran baik di stasiun 1 sampai mengindikasikan bahwa komunitas
stasiun 3 namun cenderung menurun di tersebut mempunyai keanekaragaman
stasiun 4 sampai stasiun 8. yang kurang baik karena sebaran individu
Nilai kisaran rata-rata indeks yang tidak merata di setiap stasiun. Odum
keanekaragaman Simpsons zooplankton (1993) menyatakan bahwa ekosistem
yang diperoleh yaitu 0,22 – 0,78. Nilai dikatakan baik jika mempunyai indeks
indeks keanekaragaman Simpsons keanekaragaman Simpsons antara 0,6 –
menurun pada stasiun 3 sampai stasiun 6, 0,8.
Struktur Komunitas Plankton di Sungai CItarum Hulu Jawa Barat 319

1.00
0.90

Indeks Keanekaragaman (0-1)


0.80
0.70
0.60
0.50
0.40 Fitoplankton
0.30
Zooplankton
0.20
0.10
0.00
St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8

Gambar 4. Nilai Indeks Keanekaragaman Plankton selama Penelitian

Variabel yang diamati dalam Hasil Pengukuran rata-rata


penelitian ini meliputi variabel fisik dan transparansi cahaya di setiap stasiun
kimiawi perairan. Variabel fisik dan kimiawi penelitian berkisar antara 17,6 cm –
ini terdiri dari arus, suhu perairan, 96,3 cm. Tranparansi yang rendah di
transparansi cahaya, BOD5, DO stasiun 3 sampai stasiun 8 dipengaruhi
(Dissolved Oxygen) dan pH (derajat oleh akumulasi partikel dari hulu dan
keasaman) perairan. Hasil dari banyaknya beban polutan yang masuk ke
pengamatan variabel fisik dan kimiawi badan perairan sehingga menghalangi
perairan menunjukkan nilai yang penetrasi cahaya matahari ke dalam
berfluktuasi dengan perbedaan yang badan air. Rendahnya transparansi
cukup besar (Gambar 5 dan Gambar 6). cahaya di Sungai Citarum Hulu
Suhu air merupakan salah satu menyebabkan terhambatnya penetrasi
faktor abiotik yang memegang peranan cahaya matahari ke dalam badan air
penting bagi kehidupan organisme sehingga proses fotosintesis tidak dapat
perairan (Wardoyo 1975). Hasil berjalan dengan baik. Menurut Agusnar
pengukuran suhu di perairan Sungai (2007), padatan tersuspensi akan
Citarum Hulu berkisar antara 19,7oC – mengurangi penetrasi cahaya ke dalam
27,9oC (Gambar 5). Dengan perbedaan badan air sehingga mempengaruhi
yang cukup besar tentu akan memberikan regenerasi oksigen serta proses
pengaruh yang nyata walaupun hasil fotosintesis. Boyd (1990) menyatakan
pengukuran suhu di perairan Sungai bahwa transparansi cahaya yang baik bagi
Citarum Hulu masih layak untuk pertumbuhan plankton secara optimal
kehidupan plankton dan biota air lainnya. yaitu 30 cm sampai 50 cm.
320 Adie Wijaya Putra, Zahidah dan Walim Lili

100
90
80
70
Kisaran Nilai
60
50
40
30
20
10
0
St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8

Arus (cm/detik) Transparansi Cahaya (cm) Suhu (oC)

Gambar 5. Variabel Fisik Perairan

Angka derajat keasaman (pH) lebih besar dari 7 mg L-1 termasuk


perairan Sungai Citarum Hulu berkisar perairan produktif.
antara 7,19 sampai 8,53. Harris (1986), Nilai BOD5 di stasiun 1 dan
menyatakan bahwa derajat keasaman stasiun 2 yaitu berkisar 4,04 mg L-1 –
(pH) perairan yang ideal untuk plankton 5,07 mg L-1 yang termasuk perairan yang
berkisar antara 6,0 – 9,0. Berdasarkan belum tercemar bahan organik. Berbeda
hasil pengukuran di Sungai Citarum Hulu dengan stasiun 3 sampai stasiun 8 yang
dapat disimpulkan bahwa nilai kisaran pH berkisar 9,41 mg L-1 – 20,88 mg L-1
berada pada kisaran yang ideal untuk sudah termasuk perairan tercemar bahan
pertumbuhan plankton. organik. Menurut Effendi (2003), pada
Oksigen terlarut (DO) berkisar perairan alami yang berperan sebagai
antara 0,72 mg L-1 – 6,22 mg L-1. Terlihat sumber bahan organik adalah
perbedaan yang cukup besar antara pembusukan tanaman. Perairan belum
stasiun 1 dan 2 dengan stasiun 3 sampai tercemar memiliki nilai BOD5 antara 0,5
8. Nilai DO di stasiun 1 dan 2 dengan mg L-1 – 7,0 mg L-1 . Perairan yang
kisaran 6,04 mg L-1 – 6,22 mg L-1 memiliki nilai BOD5 lebih dari 10mg L-1
termasuk perairan kurang produktif, dianggap telah mengalami pencemaran.
sedangkan nilai DO di stasiun 3 sampai 8 Dilihat dari variabel fisik dan
dengan kisaran 0,72 mg L-1 – 4,91 mg kimiawi perairan selama penelitian
-1
L termasuk perairan yang tidak menggambarkan Sungai Citarum Hulu
produktif/tercemar sehingga akan pada stasiun 1 dan 2 merupakan perairan
mengganggu kehidupan organisme yang kurang produktif tetapi masih layak
perairan. Menurut Basmi (1990), perairan untuk kehidupan biota akuatik dan
yang kandungan oksigennya kurang dari pertumbuhan plankton. Berbeda dengan
3 mg L-1 akan mengganggu kehidupan stasiun 3 sampai 8, telah diindikasikan
organisme perairan, jika kandungan tercemar bahan organik dan kurang layak
oksigen antara 5 mg L-1 - 7 mg L-1 untuk kehidupan organisme air terutama
berarti kurang produktif, sedangkan jika pertumbuhan plankton.
Struktur Komunitas Plankton di Sungai CItarum Hulu Jawa Barat 321

25
13

20

Nilai DO dan BOD5 (mg L-1)


11

Nilai pH (1-14)
15 9

7
10
5
5
3

0 1
St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8

DO BOD5 pH

Gambar 6. Variabel Kimiawi Perairan

Spesies defisit merupakan cahaya) dan kimiawi (DO dan BOD5)


perbandingan kelimpahan plankton perairan yang jelek berperan penting
dengan melihat perbandingan kelimpahan dalam menentukan keberadaan dari
pada stasiun di hilir dengan stasiun di genera fitoplankton di masing-masing
hulu. Dari perbandingan kelimpahan stasiun pengambilan sampel. Perairan
plankton terlihat perbedaan genus yang belum tercemar di hulu sungai
plankton di masing-masing stasiun (Tabel (stasiun 1) menyebabkan kelas
3). Desmidicae dan Euglenophyceae (genera
Spesies defisit sangat cocok untuk fitoplankton) serta kelas Hydrozoa (genera
menentukan bagian dari badan perairan zooplankton) tidak ditemukan di hulu
yang mendapat banyak masukan beban sungai, terlihat dari nilai 0 pada Tabel 3.
cemaran sehingga menghilangkan Beban yang berlebihan dari bahan
keberadaan organisme pada bagian hilir organik yang terurai biasanya
sungai. Jumlah genus dari kelas menyebabkan kerusakan lingkungan
Bacillariophyceae paling banyak perairan, seperti yang ditunjukkan dengan
ditemukan di stasiun 2, tetapi menurun di kurang lengkapnya genus yang ditemukan
stasiun 3 sampai dengan stasiun 8 (Uhlmann, 1975). Kelas Hydrozoa dan
dikarenakan kondisi lingkungan perairan Rotifera yang hanya ditemukan di hulu
yang kurang mendukung terlihat dari sungai dan tidak ditemukan di stasiun
kecilnya nilai transparansi cahaya, lainnya disebabkan kemampuan adaptasi
rendahnya nilai DO, dan tingginya nilai yang kurang dari kedua kelas tersebut.
BOD5. Hal ini juga terjadi pada kelas Hal ini berbeda dengan jumlah genus dari
Chlorophyceae yang jumlah genusnya kelas Crustacea yang semakin meningkat
menurun dari stasiun 1 sampai stasiun 3 mulai dari stasiun 1 karena kemampuan
dan tidak ditemukan di stasiun 4 sampai dari kelas Crustacea mempunyai adaptasi
dengan stasiun 8. Kelas Cyanophyceae yang lebih baik terhadap faktor fisik dan
juga hanya ditemukan di stasiun 1, setelah kimiawi perairan serta diduga banyaknya
itu jumlahnya menurun di stasiun 2 dan 3 makanan yang diperoleh dari hasil
dan tidak ditemukan lagi di stasiun 4 dekomposisi bahan-bahan organik yang
sampai dengan stasiun 8. Secara umum ada di perairan
terlihat bahwa faktor fisik (transparansi
322 Adie Wijaya Putra, Zahidah dan Walim Lili

Tabel 3. Perbandingan Jumlah Genus Plankton Berdasarkan Kelas


Genus Jumlah Genus berdasarkan Kelas
Fitoplankton I II III IV V VI VII VIII
-1
Bacillariophyceae - 4 0 71 71 71 71 86
Chlorophyceae - 0 50 100 100 100 100 100
Cyanophyceae - -300 -300 100 100 100 100 100
Desmidicae - 0 0 0 0 0 0 0
Euglenophyceae - 0 0 0 0 0 0 0
Zooplankton
Crustacea - 0 -50 -50 0 -50 -50 -50
Hydrozoa - 0 0 0 0 0 0 0
Rotifera - 0 0 75 50 100 100 100
Total - -44 8 63 0 22 -2 16
*Keterangan: nilai (-) : jumlah genus di hilir lebih banyak dibanding di hulu
nilai (+) : jumlah genus di hilir lebih sedikit dibanding di hulu

Perbedaan nilai kelimpahan rata- matahari yang masuk ke badan perairan


rata yang terjadi dikarenakan banyaknya sehingga proses fotosintesis oleh
aktivitas masyarakat dan kegiatan industri fitoplankton terganggu. Menurut
di sekitar DAS Citarum Hulu, seperti alih Brotowidjoyo et al. (1995) fitoplankton
fungsi lahan hutan primer dan sekunder membutuhkan cahaya untuk fotosintesis
menjadi lahan pemukiman serta dan pertumbuhannya. Selain itu
keberadaan industri di sepanjang DAS rendahnya kelimpahan fitoplankton diduga
Citarum Hulu, meliputi industri tekstil, karena grazing oleh zooplankton, hal ini
kertas, kulit, kimia, farmasi, serta aneka terlihat dengan meningkatnya kelimpahan
industri lainnya yang menyebabkan zooplankton di stasiun 3 sampai stasiun 8
penurunan kelimpahan plankton. pada kisaran 16 sampai 37 individu L-1
Nilai kelimpahan fitoplankton (Gambar 7). Sesuai dengan pernyataan
mengalami penurunan di stasiun 3 sampai Harvey et al. (1935) dalam Basmi (2000)
stasiun 8 pada kisaran 39 sampai perkembangan fitolankton dipengaruhi
14 individu L-1 karena pengaruh oleh zooplankton. Transparansi cahaya
transparansi cahaya yang kecil. Nilai merupakan faktor pembatas bagi
transparansi cahaya di stasiun 3 sampai organisme fotosintetik (fitoplankton)
stasiun 8 yang berkisar antara 17,6 - (Haerlina 1987).
27,1 cm menyebabkan sedikitnya cahaya

60 120

50 100
Nilai Transparansi Cahaya (cm)
Kelimpahan Plankton (Ind L-1)

40 80

30 60

20 40

10 20

0 0
St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8
Kelimpahan Fitoplankton Kelimpahan Zooplankton Transparansi Cahaya

Gambar 7. Grafik Hubungan Kelimpahan Plankton dengan Transparansi Cahaya


Struktur Komunitas Plankton di Sungai CItarum Hulu Jawa Barat 323

Kelimpahan plankton di Sungai Nilai BOD5 digunakan sebagai


Citarum Hulu juga dipengaruhi oleh nilai ukuran kandungan bahan organik perairan
DO dan BOD5 (Gambar 8). Nilai DO yang dengan asumsi bahwa oksigen
rendah dan BOD5 yang tinggi mulai dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk
stasiun 3 sampai stasiun 8 pada kisaran menguraikan bahan organik. Tingginya
DO; 4,92 – 0,72 mg L-1 dan BOD5; 9,41– nilai BOD5 diduga berasal dari beban
20,88 mg L-1 berpengaruh terhadap cemaran yang masuk ke badan perairan
kelimpahan plankton yang ditemukan di akibat aktivitas manusia di DAS Citarum
masing-masing stasiun. Nilai DO yang Hulu, sehingga menyebabkan kelimpahan
rendah pada stasiun 3 sampai stasiun 8 zooplankton yang lebih tinggi
menyebabkan nilai kelimpahan dibandingkan dengan kelimpahan
fitoplankton menjadi kecil. Hal ini sesuai fitoplankton (Gambar 8). Genus Cyclops
dengan pernyataan Effendi (2003), yaitu yang menggantungkan makanannya pada
kadar oksigen terlarut akan rendah karena materi organik dan mampu hidup di
digunakan oleh organisme untuk respirasi. perairan yang buruk banyak ditemukan
Ditemukannya genus Euglena mulai mulai dari stasiun 3 (7 individu L-1) sampai
stasiun 3 sampai stasiun 8 stasiun 8 (individu L-1).
mengindikasikan bahwa perairan tersebut
telah tercemar (Sachlan 1982).

60 25

50
20
Kelimpahan Plankton (Ind L-1)

Nilai DO dan BOD5 (mg L-1)


40
15
30
10
20

5
10

0 0
St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 St. 8

Kelimpahan Fitoplankton Kelimpahan Zooplankton DO BOD5

Gambar 10. Grafik Hubungan Kelimpahan Rata-rata Plankton dengan Variabel Kimiawi
Perairan (DO dan BOD5)

Rendahnya nilai transparansi besar dan perairan yang cukup tergenang


cahaya, DO dan BOD5 di stasiun 3 sampai menyebabkan fitoplankton mampu
stasiun 8 diduga berasal dari tata guna berkembang biak dengan baik
lahan di Daerah Aliran Sungai Citarum dibandingkan di stasiun 4 sampai stasiun
Hulu yang memberikan beban cemaran. 7.
Di tinjau dari tata guna lahan
penambangan pasir dan batu serta limbah
pertanian di stasiun 3, limbah industri KESIMPULAN
(tekstil, kertas, kulit, kimia, farmasi) dan Berdasarkan hasil penelitian yang
kawasan pemukiman yang padat di telah dilakukan, diperoleh 31 genus
stasiun 4 sampai 8 memberikan pengaruh plankton yang ditemukan di Sungai
yang nyata terhadap kelimpahan plankton Citarum Hulu Jawa Barat terdiri dari 22
selama penelitian. Di stasiun 8 terjadi genus fitoplankton dan 9 genus
sedikit kenaikan nilai kelimpahan zooplankton. Kelimpahan terbesar dari
fitoplankton dan zooplankton karena di fitoplankton adalah dari kelas
stasiun 8 merupakan daerah inlet Waduk Bacillariophyceae (13 individu L-1) dengan
Saguling sehingga volume air yang lebih genus utamanya Nitzchia ( 7 individu L-1),
324 Adie Wijaya Putra, Zahidah dan Walim Lili

sedangkan dari zooplankton adalah kelas Davis, C.C. 1955. The Marine and Fresh-
Crustacea (19 individu L-1) dengan genus Water Plankton. Michigan State
utamanya Cyclops (16 individu L-1). Nilai Univ. Press, Chicago : xi +562 hlm.
variabel fisik dan kimiawi perairan
terutama nilai transparansi cahaya, DO, Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
dan BOD5 berpengaruh terhadap Pengelolaan Sumber Daya dan
komposisi, kelimpahan dan Lingkungan Perairan. Kanisius,
keanekeragaman plankton di Sungai Yogyakarta.
Citarum Hulu. Spesies defisit terjadi pada
stasiun 4 sampai stasiun 8 pengambilan Haerlina, E. 1987. Komposisi dan
sampel akibat dari banyak beban cemaran Distribusi Vertikal Harian
organik yang masuk ke badan perairan Fitoplankton Pada Siang Dan
sehingga menyebabkan kondisi Malam Hari di perairan Pantai
lingkungan perairan Sungai Citarum Hulu Bojonegoro, Teluk Banten.
menjadi buruk. Fakultas Perikanan Bogor: IPB

Harris, G. P. 1986. Phytoplankton


DAFTAR PUSTAKA Ecology, Structure, Function and
Fluctuation. Champman and hall.
Agusnar, H. 2007. Kimia Lingkungan. USU London. 464 hlm.
Press. Medan.
Hellawel, J.M. 1977. Pollution Monitoring
APHA. 1989. Standard methods for the Series : Biological Indicators of
examination of water and Freshwater Pollution and
wastewater. (17th ed & 14th ed). Environmental Management. 427
American Water Works p.
Association, Water Pollution
Control Federation. Washington Landner. 1978. Ecology: The Experimental
D.C. 372 hal. Analysis of Distribution and
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Abundance. Harper and Row, New
Studi Tentang Ekosistem Air York. 380 hal.
Daratan. Medan: USU Press.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Suatu
Basmi, J. 1990. Makanan Plankton dan Pendekatan Ekologi.
Plankton sebagai Makanan. Diterjemahkan oleh: M. Eidman,
Fakultas Perikanan Jurusan Koesoebiono dan D. G. Bengen.
Manajemen Sumberdaya Perairan. PT. Gramedia. Jakarta. 456 hal.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Odum, E. P. 1993. Dasar – Dasar Ekologi.
Basmi, J. 2000. Planktonologi : Distribusi Edisi Ketiga. Yogyakarta. Gajah
Plankton dalam Perairan. Jurusan Mada University Press.
Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu PUSAIR. Inventarisasi Industri di Sungai
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Citarum Hulu. 2012.
Bogor.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas
Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Ponds Peternakan dan Perikanan
for Aquaculture, Alabama. Universitas Diponegoro.
Agricultural Experiment Station. Semarang. 117 hlm.
Auburn University, Alabama. 477
p. Uhlmann, D. 1975. Hydobilogy. A Text for
Engineers and Scientists. VEB
Brotowidjoyo, M.D, D. Tribawono, E. Gustav Fischer Verlag. Jena
Mulbyantoro, 1995. Pengantar
Lingkungan Perairan dan Budidaya
Air. Liberty Yogyakarta.
Yogyakarta. 259 hal.
Struktur Komunitas Plankton di Sungai CItarum Hulu Jawa Barat 325

Wardoyo, S. T. H. 1975. Kriteria Kualitas Zahidah. 2004. Komunitas Fitoplankton Di


Air untuk Keperluan Pertanian dan Zone Karamba Jaring Apung (KJA)
Perikanan. Training Analisa dan Non KJA di Waduk Cirata.
Dampak Lingkungan. PPLN- Jurnal Akuatika. Fakultas
UNDP-PUSDI-PSL, IPB. Bogor. 45 Perikanan dan Ilmu Kelautan.
hal. Universitas Padjadjaran.
Jatinangor.

Anda mungkin juga menyukai