Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS
1. DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan
Suddarth. 2002)
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya, dimana hiperglikemia berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan berbagai organ tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. (American
Diabetes Association, 1998)
TIPE DM
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
d. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
2. ETIOLOGI
Diabetes tipe I
Dirumuskan bahwa kerusakan sel beta terjadi diakibatkan karena infeksi ,
biasanya virus dan atau respon autoimun secara genetik pada orang yang
terkena. Awitan dimulai pada saat usia kurang dari 30 tahun.
a. Faktor genetik
b. Faktor-faktor imunologi
c. Faktor lingkungan : virus/toksin
d. Penurunan sel beta : Proses radang, keganasan pankreas, pembedahan.
e. Kehamilan
f. Infeksi lain yang tidak berhubungan langsung.
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.

1
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Gaya hidup
(Brunner & Suddarth, Tucker Susan Martin)
3. Patofisiologi
Karena proses penuaan, gaya hidup, infeksi, keturunan, obesitas dan
kehamilan akan menyebabkan kekurangan insulin atau tidak efektifnya insulin
sehingga sehinga terjadi gangguan permeabilitas glukosa di dalam sel.
Di samping itu juga dapat di sebabkan oleh karena keadaan akut kelebihan
hormon tiroid, prolaktin dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan
peningkatan glukosa darah.peningkatan kadar hormon – hoormon tersebut
dalam jangka panjang terutama hormon pertumbuhan di anggap diabetogenik
( menimbulkan diabet ). Hormon – hormon tersebut merangsang pengeluaran
insulin secara berlebihan oleh sel-sel beta pulau lengerhans paankreas,
sehingga akhirnya terjadi penurunan respon sel terhadap innsulin dan apabila
hati mengalami gangguan dalam mengolah glukosa menjadi glikogen atau
proses glikogenesis maka kadar gula dalam darah akan meningkat.
Dan apabila ambang ginjal dilalui timbulah glukosuria yang menyebabkan
peningkatan volume urine, rasa haus tersimulasi dan pasien akan minum air
dalam jumlah yang banyak ( polidipsi )karena glukosa hilang bersama urine,
maka terjadi ekhilangan kalori dan starvasi seeluler, slera makan dan orang
menjadi sering makan ( polifagi ).
Hiperglikemia menyebabkan kadar gula dalam keringat meningkat, keringat
menguap, gula tertimbun di dalam kulit dan menyebabkan iritasi dan gatal –
gatal. Akibat hiperglikemia terjadi penumpukan glukosa dalam sel yang yang
merusak kapiler dan menyebabkan peningkaatan sarbitol yang akan
menyebabkann gangguan fungsi endotel. Kebocoran sklerosis yang
menyebabkan gangguan – ganguan pada arteri dan kepiler.

2
Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan glikoprotein dan penebalan
membran dasar sehingga kapiler terganggu yang akan menyebebkan gangguan
perfusi jaringan turun yang mempengaruhi organ ginjal, mata, tungkai bawah,
saraf. ( Elizabeth J. Corwin, 2001 )
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Poliuria g. Kesemutan, rasa baal
b. Polifagia h. Pruritus, bisul
c. Polidipsi i. Mata kabur
d. Kelemahan j. Impotensi pada pria
e. Berat badan turun k. Pruritus vulva / keputihan
f. Infeksi Saluran Kencing l. Luka yang lama sembuhnya
(PAPDI, IPD, 2000)
5. KOMPLIKASI
Komplikasi akut DM :
a. Hipoglikemia
b. Hiperglikemia
c. Ketoasidosis Diabetik
Komplikasi kronis DM :
a. Mata : retinopati diabetik, katarak
b. Ginjal : glomerulosklerosis intra kapiler, infeksi
c. Saraf : Neuropati perifer, neuropati kranial, neuropati otonom.
d. Kulit : dermopati diabetik, nekrobiosis lipoidika diabetikorum,
kandidiasis, tukak kaki dan tungkai
e. Sistem kardiovaskuler : penyakit jantung dan gangren pada kaki
f. Infeksi tak lazim : fasilitis dan miositis nekrotikans, meningitis mucor,
kolesistitis emfisematosa, otitis eksterna maligna.
6. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi
vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal.

3
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
DM dengan tujuan :
1)Memberikan semua unsur makanan essensial
2)Mencapai dan mempertahankan BB yang sesuai
3)Memenuhi kebutuhan energi
4)Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya
5)Menurunkan kadar kemak darah jika meningkat.
b. Latihan
Efek latihan dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi
resiko penyakit kardiovaskuler.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri,
penderita DM dapat mengukur terapinya untuk mengendalikan kadar
glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan
pencegahan hipoglikemi serta hiperglikemia lainnya.
d. Terapi (jika diperlukan)
Pada DM tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin. Dengan demikian insulin eksogeneus harus diberikan dalam
jumlah tak terbatas. Pada DM tipe II, insulin mungkin diperlukan terapi
jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan
obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.
e. Pendidikan
Pendidikan mengenai penyuntikan insulin perlu diberikan kepada klien
dan keluarganya.
(Brunner & Suddarth)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa

4
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu < 100 100-200 >200
- Plasma vena <80 80-200 >200
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa <110 110-120 >126
- Plasma vena <90 90-110 >110
- Darah kapiler
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus
 Pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih
b. Aseton plasma : Positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat
e. Elektrolit :
 Natrium : mungkin normal meningkat/menurun
 Kalium : Normal, peningkatan semu selanjutnya akan menurun
 Fosfor : lebih sering menurun
 ureum/ kreatinin : mungkin meningkat/normal
 Insulin darah : mungkin menurun
 Urine : gula dan aseton positif
 Kultur dan sensivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih

5
LUKA GANGRENE
1. DEFINISI
Luka didefinisikan sebagai suatu kelainan dimana terjadi gangguan
keseimbangan terhadap integritas kulit baik kehilangan ataupun kerusakan
sebagian struktur jaringan utuh, akibat trauma mekanik, termal, radiasi, fisik,
pembedahan dan zat kimia. Luka kaki merupakan kejadian luka yang tersering
pada klien diabetik. Neuropati menyebabkan hilangnya rasa pada kondisi
terpotong kaki.
Gangrene atau pemakan luka didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau
jaringan mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli pembuluh darah
besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti, dapat terjadi
akibat proses inflamasi yang memanjang perlukaan bisa akibat digigit
serangga, kecelakaan kerja atau terbakar, proses degeneratif/ateriosklerosis
atau ganggaun metabolik / diabetes mellitus.
2. PENATALAKSANAAN LUKA DIABETIK (GANGRENE)
a. Tujuan perawatan luka
1) Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
2) Optimalisasi suasana luka dalam kondisi lembab
3) Dukungan / kondisi klien termasuk nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor
penyebab.
4) Tingkatkan edukasi klien dan keluarganya.
b. Perawatan luka diabetik
1) Mencuci luka
Mencuci luka merupakan hal yang pokok untuk memperbaiki,
meningkatkan dan mempercepat proses penyembuhan luka serta
menghindari kemungkinan terjadinya infeksi. Tujuan mencuci luka
adalah menghilangkan jaringan nekrosis, menghilangkan cairan luka
yang berlebihan, dan menghilangkan sisa metabolisme tubuh pada
permukaan luka. Cairan yang terbaik untuk mencuci luka adalah
cairan non toksik misalnya normal saline / NaCl 0.9 %. Cairan anti
septik sebaiknya digunakan ketika luka mengalami infeksi atau tubuh

6
dalam keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan
pembilasan kembali dengan normal saline.
2) Debridement
Merupakan upaya untuk membuang jaringan nekrosis / slough pada
luka. Debridement dilakukan untuk menghindari infeksi atau selulitis,
karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan peningkatan
jumlah bakteri.
3) Perawatan kulit sekitar luka
Melindungi kulit di sekitar luka merupakan hal penting untuk
mencegah timbulnya luka baru. Penggunaan Zinc-oxide salep cukup
efektif untuk melindungi kulit sekitar luka dari cairan atau eksudat
berlebihan.
4) Penggunaan balutan pada luka
Penggunaan balutan bertujuan untuk mempertahakan daaerah luka
agar selalu lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50 %,
absorpsi eksudat dan cairan luka yang berlebihan, membuang
jaaringan nekrosis, kontrol terhadap infeksi dan menurunkan rasa sakit
serta menurunkan biaya selama perawatan.
a) Absorbent dressing
Jenis balutan yang paling banyak menyerap cairan pada luka,
juga berfungsi sebagai homeostasis tubuh jika terdapat
perdarahan dan brter terhadap kontaminasi pseudomonas. Contoh
balutan : aliginate, kaltostaat, sorbsan, alevyn.
b) Hydrocoloid
Jenis balutan yang berfungsi untuk mempertahankan luka dalam
keadaan lembab, melindungi luka dari trauma dan menghindari
kontaminasi, digunakan pada keadaan luka berwarna merah.
Contoh balutan : cuntinova-hydro, duoderm CGF, comfell.
Kedua jenis balutan diatas disebut occlusive dressing, merupakan
jenis balutan yang mempertahankan lingkungan luka dalam

7
keadaan optimal, saat penggantian balutan akan tampak peluruhan
jaringan nekrotik dengan dasar luka bersih.
5) Topikal terapi
Hydroactive gel merupakan jenis terapi topicl yang membnatu
peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri (support autolisis
debridement). Contoh : intrasit gel, duoderm-gel.
6) Balutan untuk mengontrol terjadinya edema
Kontrol edema diperlukan guna membantu proses penyembuhan luka
diabetik, seringkali ditemukan edema pada ekstremitas. Kontrol
edema dapat dilakukan dengan cara memberikan kompresi atau
penekanan dengan menggunakan elastic bandage (elastis stoking),
dengan penekanan kurang lebih sekitar 18 mmHg atau kekuatan 50%
tarikan.
3. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
 Identitas klien
 Riwayat kesehatan
 Riwayat pengobatan
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur.
Tanda : Takikardia dan takipneu, letargi dan disorientasi, koma,
penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayaat hipertensi, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki,penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi,
nadi yang menurun, disritmia, krekels, kulit panas,
kering dan kemerahan, mata cekung

8
c. Integritas Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah keuangan.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria/nokturia), rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih, ISK baru/berulang,
nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poluria dapat berkembang
menjadi oligouria/anuria jika terjadi hipovolemia berat,
urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras,
adanya asites, bising usus lemah dan menurun :
hiperaktif (diare)
e. Makanan/Cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, peningkatan masukkan
glukosa dan karbohidrat, penurunan BB, haus,
penggunaan diuretik.
Tanda : Kulit kering, bersisik, turgor jelek, muntah, bau halitosis,
nafas bau aseton.
f. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, parastesia, ganguan
penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor, gangguan memori,
aktifitas kejang.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Abdomen tegang/nyeri.
Tanda : Wajah meringis.
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekuranagn oksigen, batuk
Tanda : Lapar udara, batuk
i. Keamanan

9
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak / ulserasi, menurunnya
kekuatan umum / rentang gerak, parestesia / paralisis otot
termasuk otot-otot pernafasan jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam.
j. Seksualitas
Gejala : Impotensi, kesulitan orgasme pada wanita, luka / lecet pada
vagina.
(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengkajian luka Diabetes Mellitus
(gangrene) adalah :
a. Lokasi / letak luka
Lokasi atau letak luka dapat digunakan sebagai indikator terhadap
kemungkinan penyebab terjadinya luka sehingga luka dapat
diminimalkan.
b. Stadium luka
Dibedakan atas ;
a) Anatomi kulit (Pressure Ulcers Panel, 1990)
1). Partial Thickness : hilangnya lapisan epidermis hingga
lapisan dermis yang paling atas.
2). Full thicknes : hilangya lapisan epidermis hingga lapisan sub
kutan.
Stadium I : Kulit berwarna merah, belum tampak adanya
lapisan epidermis.
Stadium II : Hilangnya lapisan epidermis atau lecet
sampai batas dermis paling atas.
Stadium III : Rusaknya lapisan dermis bagian bawah
hingga lapisan sub kutan.
Stadium IV : Rusaknya lapisan sub kutan hingga otot dan
tulang.

10
b) Warna dasar luka (Nedherlands Woundcare Consultant Society,
1984)
Merah : (pink, merah, merah tua) disebut jaringan sehat,
granulasi / epitelisasi / vaskularisasi.
Kuning: (kuning muda, kuning kehijauan, kuning tua, kuning
kecoklatan) disebut jaringan mati yang lunak,
fibrionilitik, slough, avaskularisasi.
Hitam : Jaringan nekrosis, avaskularisasi.
c) Stadium Wagner untuk luka diabetik
1). Superficial ulcer
Stadium 0: Tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik,
tapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol
(charcot arthropathies)
Stadium I: Hilang lapisan kulit hingga dermis dan kadang-
kadang tampak menonjol.
2). Deep Ulcers
Stadium II: Lesi terbuka dengan penetrasi tulang atau tendon
(dengan goa).
Stadium III: Penetrasi dalam, osteomyelitis, pyartrosis,
plantar abses atau infeksi hingga ke tendon.
3). Gangrene
Stadium IV: Gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian
jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrrene
lembab atau kering.
Stadium V: Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik atau
gangrene.
c. Bentuk dan ukuran luka
Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan
pengukuran tiga dimensi atau mengambil foto untuk
mengevaluasi kemajuan proses penyembuhan luka. Hal yang
harus diperhatikan dalam pengukuran adalah dengan

11
menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat ukur tersebut
digunakan berulang kali, hindari terjadinya infeksi silang
(nosokomial). Lakukan inspeksi dan palpasi pada kulit selitar
luka untuk mengetahui apakah pada luka terdapat selulitis, edema,
benda asing, dermatitis kontak atau maserasi.
a) Pengukuran tiga dimensi
Dilakukan dengan mengkaji panjang-lebar-kedalaman dan
dengan menggunakan kapas lidi steril untuk menilai ada
tidaknya goa (sinus track/undermining0 dengan mengukur
berputar searah jarum jam.
b) Photography
c) Serial foto dapat memberikan gambaran proses penyembuhan
luka secara komprehensif, (catatan berikan inform consent
sebelum pengambilan foto).
d. Status Vaskuler
Menilai status vaskuler berhubungan dengan pengangkutan atau
penyebaran oksigen yang adekuat ke seluruh lapisan sel dan
merupakan unsur penting dalam proses penyembuhan luka.
Pengkajian status vaskuler meliputi perlakuan palpasi,
capillaryrefill, edema dan temperatur kulit.
a) Palpasi
b) Langkah pertama dalam pengkajian status perkusi jaringan
adalah palpasi pada daerah tibia dan dorsal pedis untuk
menilai ada tidaknya denyut nadi. Klien usia lanjut kadang
sulit diraba denyut nadinya dan dapat menggunakan
stetoskop ultrasonic doppler.
Tingkatan denyut nadi :
0 : Nadi tidak teraba
1 : Ada denyut nadi sebentar
2 : Teraba tapi kemudian hilang
3 : Normal

12
4 Sangat jelas kemudian ada bendungan (aneurysm)
c) Capillary Refill
Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberikan
tekanan pada ujung jari, setelah tampak kemerahan segera
lepasksna dan lihatlah apakah ujung jari segera kembali ke
kulit normal. Pada beberapa kondisi menurunnya atau
hilangnya denyut nadi, pucat, kulit dingin, kulit jari tipis dan
rambut yang tidak tumbuh merupakan indikasi iskemik
(arterrial insufficiency) dengan capillary refill labih dari 40
detik.
Capillary Refill Time
Normal : 10 – 15 detik
Iskemik Sedang : 15 – 25 detik
Iskemik berat : 25 – 40 detik
Iskemik sangat berat : lebih dari 40 detik
d) Edema
Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur
lingkar pada midealf, ankle, dorsum kaki kemudian
dilanjutkan dengan menekan jari kaki pada tulang menonjol
di tibia atau maleolus. Kulit yang edema akan tampak lebih
coklat kemerahan atau mengkilat, seringkali merupakan tanda
adanya ganguan darah balik vena.
Tingkatan udema :
0 – ¼ inchi : 1 + (mild)
¼ - ½ inchi : 2 + (moderate)
½ - 1 inchi : 3 + (several)
e) Temperaturkulit
Temperatur kulit memberikan informasi tentang kondisi
perfusi jaringan dan fase inflamasi, serta merupakan variabel
penting dalam menilai adanya peningkatan atau penurunan
perfusi jaringan terhadap tekanan.

13
Cara melakukan penilaian dengan menempelkan punggung
tangan pada kulit sekitar luka, membandingkannya dengan
kulit pada bagian lain yang sehat.
e. StatusNeurologik
a) Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik berhubungan dengan kelemahan
otot secara umum, yang menampakkan adanya perubahan
bentuk tubuh (terutama kaki), seperti jari0jari yang menekuk
atau mencengkram dan telapak kai yang menonjol. Penurunan
fungsi motorik menyebabkan pengguanaan sepatu atausandal
berubah, biasanya akan terjadi penekanan terus menerus pada
ujung-ujung tulang kaki sehingga menimbulkan kalus yang
kemudian menjadi luka.
b) Fungsi Sensorik
Pengkajian fungsi ini berhubungan dengan cara penilaian
terhadap kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas.
Banyak klien DM dengan neuropati sensori akan mengatakan
bahwa lukanya barusaja terjadi namun kenyatannya terjadi
beberapa waktu sebelumnya.
c) Fungsi Autonom
Dilakukan pada klien DM untuk melihat tingkat kelembaban
kulit. Biasanya klien mengatakan keringatnya berkurang dan
kering kulitnya. Penurunan faktor kelembaban kulit akan
mempermudah terjadinya lecet atau pecah-pecah (terutama
pada ektremitas) akibatnya akan timbul fisura yang akan
diikuti oleh formasi luka.
f. Infeksi
Merupakan masalah yang paling serius pada penderita luka DM.
Pseudomonas Aureginase dan staphylococcus aureus, keduanya
merupaka organisme patogenik yang paling sering muncul saat
perawatan luka. Penilaian ada tidaknya infeksi pada luka didasari

14
pengertian bahwa seluruh jenis luka kronik adalah jenis luka yang
terkontaminasi oleh adanya kolonisasi bakteri, tetapi tidak
semuanya terinfeksi. Pada keadaan luka terinfeksi akan
memperlihatkan adanya :
a) Sistematik Tubuh
Bertambahnya jumlah leukosit dan mekrofag melebihi
batas normal yang diikuti dengan peningkatan suhu tubuh.
b) Lokal Infeksi
Jumlah eksudat yang bertambah banyak danmenjadi lebih
kental, berbau tidak sedap dan disertai dengan penurunan
panas dan nyeri. Infeksi dapat meluas dengan cepat
hingga tulang (osteomyelitis dapat dilihat dengan X –
rays) jika tidak dibatasi segera. Kultur merupakan
rekomendasi yang dikerjakan untuk menentukan
pemberian antibiotik.

B. Analisa Data
Data Penyebab Masalah

15
DS : Diuresis Osmotik Kekurangan
Os mengatakan sering volume cairan
merasa haus, sering
kencing.
DO :
 Tekanan darah turun
 Tekanan nadi cenderung
cepat dan lemah
 Capillary refill diatas
normal
 Turgor kulit kering
DS : klien mengatakan  Intake kurang Nutrisi kurang dari
sengaja membatasi makan  Peningkatan kebutuhan tubuh
karena takut gulanya naik, metabolism
badan lemah protein &
DO ; lemak
 Diet yg disajikan tidak
dihabiskan
 BB turun ( tidak sesuai
BB normal)
 HB turun
DS : Klien mengatakan Kadar glukosa Gangguan
nyeri pada daerah luka tinggi integritas kulit
DO :
 Tampak luka di daerah
oedema, kemerahan,
keluar pus
 Hasil lab GD diatas
normal
C. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b.d. diuresis osmotik

16
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda
vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian
kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit
dalam batas normal.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
2) Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
3) Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu
nafas
4) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
5) Pantau masukan dan pengeluaran
6) Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
7) Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
8) Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan
BB, nadi tidak teratur
9) Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa
dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan
masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolism protein dan
lemak
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
 Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.

17
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut
kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
4) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien)
dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui oral.
5) Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan
indikasi.
6) Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala.
7) Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
8) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
9) Kolaborasi dengan ahli diet.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
1) Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,
frekuensi ganti balut.
2) Kaji tanda vital
3) Kaji adanya nyeri
4) Lakukan perawatan luka
5) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
6) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
c. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan

18
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami
injury
Intervensi :
1) Hindarkan lantai yang licin.
2) Gunakan bed yang rendah.
3) Orientasikan klien dengan ruangan.
4) Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
5) Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Smeltzer Suzanne C, Bare Brendo G Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner, Suddart, Edisi 8, vol 2, Jakarta: EGC 2002
2. Soegondo Sidartawan, Soewondo Pradana, Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu, Jakarta : Heul 2002
3. Reeves,Roux,Lockhart; Keperawatan medikal Bedah (2001),Salemba
Medika, Jakarta.
4. Price, Wilson, Patofisiologi Konsep klinis Proses
Penyakit(1995),EGC,Jakarta.
5. Doenges, ME and Moor House, Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ke 3,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
6. Tucker, et al, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan Diagnosis
dan Evaluasi (1998) Ed. V, Vol.2, EGC, Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai