Anda di halaman 1dari 3

RESUME STUDIUM GENERALE

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Nama : Aisyah Maharani


NIM : 119220121
Kelas : SG PWK RC
Judul Kuliah /Seminar Online yang diikuti : Geliat Wisata Kawasan Perdesaan di Era New
Normal (Tantangan dan Peluang)
Topik/Tema yang diangkat : Kawasan Perdesaan
Pemateri : Drs. Mulyadi Malik, M.Si
Odo R.M Manuhutu
Abdul Faris Umlati, S.E
Fitri Ningrum
Gunadi
Tanggal Release Kuliah/Seminar Online : 27 Agustus 2020
Sumber berupa alamat web/ur : https://www.youtube.com/watch?v=DJOaRa-riHY
Tanggal akses oleh mahasiswa : 16 Oktober 2020
Bukti Foto Ketika mengikuti SG/Kuliah Umum secara daring:
Resume/ ringkasan :

Pandemi COVID-19 yang sedang tejadi di dunia, termasuk Indonesia tentunya memberikan
dampak yang cukup besar pada segala bidang. Khususnya pada sektor industri pariwisata. Sikap
yang harusnya dilakukan dalam menyikapi situasi seperti ini ialah tidak perlu larut terlalu lama
terkait solusi menghadapinya. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini yaitu Kementerian
Pariwisata telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait bagaimana pariwisata ini akan tetap
jalan dalam rangka adaptasi dengan pandemi COVID-19. Terdapat tiga strategi pengembangan
destinasi wisata kawasan perdesaan yang saling berhubungan. Pertama adalah atraksi, yang
mencakup pengembangan objek wisata alam, objek wisata budaya, dan objek wisata buatan.
Kedua adalah aksesibilitas, yang mencakup konektifitas lokasi, akses antarmoda, dan kualitas
jalan. Ketiga adalah amenitas yang mencakup fasilitas umum serta fasilitas wisata.

Kawasan Perdesaan merupakan bagian dari suatu kabupaten/kota yang terdiri dari beberapa
desa yang berbatasan dalam sebuah wilayah perencanaan terpadu yang memiliki kesamaan dan/
atau keterkaitan masalah atau potensi pengembangan. Tentunya sebuah pariwisata tidak bisa
berdiri sendiri, sehingga desa-desa yang memiliki potensi wisata dapat melakukan kerja sama
atau kolaborasi sehingga menjadi satu kesatuan sebuah kawasan perdesaan yang memiliki basis
pariwisata. Relevansi kawasan perdesaan yang berkolaborasi tersebut tentunya memiliki nilai
tambah dan skala ekonomi karena memperluas skala ekonomi dengan memproduksi komoditas
unggulan kawasan, kemudian memiliki posisi daya tawar yang lebih besar serta mencegah
adanya kanibalisasi antar desa yang memiliki potensi pariwisata yang sama.

Namun kawasan perdesaan memiliki permasalahan utama berupa penurunan aktivitas wisata
yang tajam akibat pandemi COVID-19 yang merebak di berbagai belahan dunia. Adanya
kebijakan mengenai kondisi ini diperlukan untuk memulihkan sektor pariwisata dari yang
bersifat massal ke yang lebih berkualitas dengan fokus lama tinggal, pengeluaran wisatawan, dan
penerapan protokol kesehatan serta keselamatan. Salah satu dampak pandemi terhadap
pariwisata di Indonesia adalah di bidang transportasi darat, udara serta laut. Menurut BPS, total
kedatangan penerbangan (domestik dan internasional ) turun rata-rata 90% sejak awal Maret,
terutama di seluruh bandara internasional utama Indonesia, misalnya Jakarta, Bali, Surabaya, dan
Medan. Bahkan tercatat sampai Juni tidak terdapat kedatangan penerbangan yang masuk ke
Yogyakarta dan Labuan Bajo. Demikian pula perekeretaapian yang sejak April mengalami
penurunan sebesar 84%. Hal tersebut tentunya disebabkan oleh kebijakan yang membatasi
mobilitas masyarakat guna mencegah penyebaran virus COVID-19.

Adanya pandemi COVID-19 tak dapat dipungkiri memang mengubah tren industri pariwisata
dari pariwisata massal ke pariwisata berkualitas (Quaity Tourism). Desa wisata merupakan salah
satu solusi untuk pengembangan wisata alternatif dan wisata perdesaan untuk wisatawan kelas
premium. Pandemi ini juga dapat dijadikan momentum bagi Indonesia untuk meningkatkan
kualitas destinasi wisata (khususnya desa wisata) baik dari aspek atraksi, amenitas, aksesibilitas
dan fasiiltas keamanan serta keselamatan.

Salah satu wisata terkenal yang ada di Indonesia adalah Raja Ampat yang berada Kabupaten
Raja Ampat, Provinsi Papua Barat yang kini diwujudkan sebagai destinasi pariwisata ekologis
yang mendunia, berbasis konservasi alam, dan pelestarian budaya bahari, serta mampu menjadi
penggerak perekonomian lokal pada tahun 2035. Namun sejak pandemi COVID-19 yang
melonjak pada bulan Maret, pariwisata Raja Ampat menjadi lumpuh. Pelabuhan Waisai, Raja
Ampat juga sepi aktivitas. Kapal hanya bersandar di dermaga tanpa penumpang. Raja Ampat
mengambil keputusan tidak akan membuka pariwisata dalam waktu dekat dan sedang
mempersiapkan protokol kesehatan dan pedoman pariwisata lainnya menyambut kenormalan
baru yang akan berlangsung. Persiapan akan berlangsung pada bulan Juni hingga Juli. Kemudian
dilakukan sosialisasi pada bulan Agustus dan simulasi pada bulan September. Setelah itu, Raja
Ampat akan membuka diri secara bertahap mulai Oktober sampai Desember 2020. Pada bulan
Oktober, Raja Ampat rencananya akan dibuka dengan fokus pada wisatawan domestik.
Kemudian di bulan November akan dilakukan evaluasi sebelum akhirnya pada bulan Desember
akan mulai dibuka secara normal. Pada saat itu, Raja Ampat menerapkan konsep wisata yang
sehat dan berfokus pada wisata yang ekologis. Pada praktiknya, wisata Raja Ampat dapat
dijadikan percontohan. Objek wisata tersebut kini telah dibuka dengan mengutamakan protokol
kesehatan. Hal itu dapat dilakukan dengan kolaborasi serta dukungan dari masyarakat lokal,
satgas desa dan pemerintah daerah berupa regulasi terkait penganggulangan COVID-19 serta
menjalankan manajemen pengunjung dan menerapkan SOP kesehatan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai