Anda di halaman 1dari 40

UNIVERSITAS DIPONEGORO

ANALISIS KERENTANAN PADA WILAYAH PEMUKIMAN TERHADAP


BENCANA BANJIR DAN TANAH LONGSOR
DI KABUPATEN JEPARA

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Sarjana (Strata-1)

NELLA WAKHIDATUS SHOLEKHAH


21110116120035

FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
APRIL 2020
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal Tugas Akhir ini diajukan oleh :

NAMA : NELLA WAKHIDATUS SHOLEKHAH

NIM : 21110116120035

DEPARTEMEN/FAKULTAS : S1-TEKNIK GEODESI/TEKNIK

JUDUL SKRIPSI :

” ANALISIS KERENTANAN PADA WILAYAH PEMUKIMAN


TERHADAP BENCANA BANJIR DAN TANAH LONGSOR
DI KABUPATEN JEPARA”

Telah diseminarkan dan diterima sebagai Proposal Tugas Akhir Departemen


Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Semarang, April 2020

Menyetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Arief Laila Nugraha, S.T., M.Eng Moehammad Awaluddin, ST.,MT


NIP. 198105302006041001 NIP. 197408212005011001

Mengetahui :
Ketua Departemen Teknik Geodesi

Dr. Yudo Prasetyo, ST., MT


NIP. 197904232006041001

ii
ABSTRAK

Kabupaten Jepara merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk yang


setiap tahunnya mengalami peningkatan. Salah satu permasalahan yang sering
terjadi setiap tahunnya yaitu banjir dan tanah longsor. Berdasarkan data Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Jepara, terdapat 61 kejadian
bencana pada awal tahun 2020. Kejadian terbanyak terjadi pada minggu pertama
bulan Januari, yaitu kejadian bencana mencapai 33 kejadian. Pada minggu
selanjutnya terdapat 19 kejadian bencana. Sedangkan pada minggu terakhir total
terdapat 9 kejadian bencana. Bencana tersebut meliputi bencana banjir, tanah
longsor, pohon tumbang, dan rumah roboh (Jawa Pos, 2020). Bencana banjir dan
tanah longsor mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik bangunan rumah dan
sarana prasarana umum, tetapi juga terganggunya aktivitas sosial dan ekonomi
masyarakat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan kajian
mitigasi bencana di Kabupaten Jepara. Aspek terpenting dalam mitigasi bencana
adalah penilaian terhadap kerentanan wilayah berpotensi rawan bencana dengan
menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Pemetaan daerah rawan banjir
Kabupaten Jepara menggunakan dua metode yaitu Atlas BMKG. Sedangkan
bencana tanah longsor menggunakan metode Perka BNPB No. 2 Tahun 2012.
Berdasarka Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2
Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko, terdapat parameter-
parameter penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu parameter
kerentanan sosial dan kerentanan fisik.

Kata Kunci: Atlas BMKG, Banjir Kota, Kerentanan, Perka BNPB, Tanah
Longsor
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii

ABSTRAK..............................................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi

DAFTAR TABEL..................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................I-1

I.1 Latar Belakang........................................................................................I-1


I.2 Rumusan Masalah...................................................................................I-2
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian...............................................................I-2
I.3.1 Tujuan..............................................................................................I-2

I.3.2 Manfaat............................................................................................I-2

I.4 Ruang Lingkup Penelitian......................................................................I-3


I.5 Sistematika Penulisan Laporan...............................................................I-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................II-1

II.1 Kajian Penelitian Terdahulu..................................................................II-1


II.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.....................................................II-4
II.3 Pengertian Bencana...............................................................................II-4
II.4 Banjir.....................................................................................................II-6
II.4.1 Faktor Penyebab Banjir..................................................................II-7

II.5 Tanah Longsor.......................................................................................II-9


II.5.1 Jenis-Jenis tanah Longsor..............................................................II-9

II.6 Kerentanan...........................................................................................II-12
II.7 Pemetaan Rawan Banjir Metode Atlas BMKG...................................II-13
II.8 Pemetaan Tanah Longsor Metode Perka BNPB.................................II-14
II.9 Sistem Informasi Geografis.................................................................II-16
II.9.1 Definisi Sistem Informasi Geografis............................................II-16
II.9.2 Analisis Spasial............................................................................II-17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.......................................................III-1

III.1 Peralatan Penelitian..............................................................................III-1


III.2 Bahan Penelitian..................................................................................III-1
III.3 Diagram Alir........................................................................................III-2
III.4 Jadwal Penelitian..................................................................................III-9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar II-1 Peta Administrasi Kabupaten Jepara...............................................II-4


Gambar II-2. Longsoran Translasi ...................................................................II-10
Gambar II-3. Longsoran Rotasi.........................................................................II-10
Gambar II-4. Pergerakan Blok...........................................................................II-10
Gambar II-5. Runtuhan Batu..............................................................................II-11
Gambar II-6. Rayapan Tanah.............................................................................II-11
Gambar II-7. Aliran Bahan Rombakan..............................................................II-12
Gambar II-8. Diagram Alir Metodologi Analisis...............................................II-13
Gambar III-1 Diagram Alir Penelitian................................................................III-2
Gambar III-2. Diagram Alir Pembuatan Peta Rawan Banjir.............................III-4
Gambar III-3. Diagram Alir Pembuatan Peta Risiko Tanah Longsor................III-5
Gambar III-4. Diagram Alir Pengolahan Kerentanan Banjir..............................III-6
Gambar III-5. Diagram Alir Pengolahan Kerentanan tanah Longsor.................III-7
DAFTAR TABEL

Table II-1. Penelitian Terdahulu..........................................................................II-1


Table II-2. Nilai Klasifikasi Parameter..............................................................II-13
Table II-3. Parameter Penyusun Peta Tanah Longsor........................................II-14
Table II-4. Pengkelasan Zona Kerentanan Gerakan Tanah dan perhitungan Indeks
Bahaya ...............................................................................................................II-15
Table III-1. Jadwal Penelitian.............................................................................III-9
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Jepara merupakan salah satu daerah yang rawan terjadi bencana pada
rentang waktu bulan Januari 2020, yaitu telah terjadi sebesar 61 kejadian bencana.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Jepara, terdapat 61 kejadian bencana pada awal tahun 2020. Kejadian terbanyak
terjadi pada minggu pertama bulan Januari, yaitu kejadian bencana mencapai 33
kejadian. Pada minggu selanjutnya terdapat 19 kejadian bencana. Sedangkan pada
minggu terakhir total terdapat 9 kejadian bencana. Bencana tersebut meliputi
bencana banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan rumah roboh (Jawa Pos,
2020).
Dampak kejadian bancana di Kabupten Jepara khususnya bencana tanah
longsor mengakibatkan tertutupnya akses jalan, rusaknya rumah warga, dan
terdapat beberapa warga yang terluka. Sedangkan dampak dari bencana banjir
yaitu banyak rumah warga yang terendam dan menyebabkan kerugian.
Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu upaya penanggulangan bencana dan
pemetaan bencana. Pemetaan bencana sangat penting karena dapat digunakan
sebagai suatu analisis bencana berbasis spasial dan database. Dengan pemetaan,
sebaran-sebaran ancaman yang ada dan kondisi kerentanan yang berada di daerah
rawan bencana nantinya dapat dijadikan acuan bagi pemerintah dalam pembuatan
perencanaan penanggulangan bencana.
Berdasarkan Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Pengkajian Risiko Bencana, terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi tingkat
kerentanan suatu wilayah baik itu fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Apabila
dikaitkan dengan tingkat kerentanan terhadap suatu wilayah, maka semakin padat
pemukiman maka tingkat kerentanan wilayah tersebut semakin tinggi.
Belum terdapatnya kajian mengenai kerentanan sosial dan fisik yang
dimodelkan melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Jepara yaitu
analisis tingkat kerentanan terhadap wilayah pemukiman di Kabupaten Jepara
terhadap bencana banjir dan tanah longsor. Hal ini dapat digunakan sebagai
langkah untuk mengurangi dan mengantisipasi banyaknya kerugian.
Metode yang digunakan dalam pemetaan bencana banjir yaitu Atlas BMKG
sedangkan bencana tanah longsor menggunkan metode Perka BNPB No. 2 Tahun
2012. Pemetaan kerentanan dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Pengolahan parameter pada setiap metode diberikan bobot dan
nilai yang kemudian ditumpang susunkan (overlay) yang menghasilkan data
geospasial untuk memetakan kerentanan di Kabupaten Jepara.
Urgensi dari penelitian ini sebagai referensi bagi pemerintah setempat dalam
upaya penanggulangan risiko bencana khususnya kerentanan bencana banjir dan
bencana tanah longsor. Harapan dan hasil dari pemetaan ini dapat dijadikan
sebagai salah satu tindakan dalam pengambilan kebijakan untuk penanggulangan
bencana banjir dan bencana tanah longsor di Kabupaten Jepara.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, adapun rumusan masalah
yang digunakan ialah:
1. Bagaimana analisis pemodelan ancaman banjir dan tanah longsor yang
sesuai di Kabupaten Jepara?
2. Bagaimana analisis tingkat kerentanan di Kabupaten Jepara?
3. Bagaimana analisis dampak pemukiman terhadap ancaman bencana?
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.3.1 Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui analisis pemodelan ancaman bencana banjir dan tanah longsor
yang sesuai di Kabupaten Jepara.
2. Mengetahui analisis tingkat kerentanan di Kabupaten Jepara.
3. Mengetahui analisis dampak pemukiman terhadap ancaman bencana.
I.3.2 Manfaat
Manfaat dalam penelitian ini yaitu terbagi menjadi 2 meliputi:
1. Manfaat bagi penulis.
Penelitian ini memberikan manfaat kepada penulis yaitu dapat menjadikan
individu yang lebih peduli akan permasalahan yang terjadi di sekitar
masyarakat dan mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang
ada.
2. Manfaat bagi pemerintah.
Penelitian ini dapat digunakan pemerintah sebagai salah satu pedoman
dalam pengambilan kebijakan untuk penanggulangan bencana banjir dan
bencana tanah longsor di Kabupaten Jepara.
I.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1) Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah dengan
letak astronomis 110°9' 48,02'' – 110°58'37,40'' BT dan 5°43' 20,67'' –
6°47'25,58'' LS.
2) Penelitian ini hanya membahas tentang bencana banjir dan bencana tanah
longsor yang pernah dialami di Kabupaten Jepara.
3) Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode skoring dan
tumpang susun (overlay) dengan menggunakan Metode Atlas BMKG dan
Perka BNPB No.2 Tahun 2012.
4) Indikator kerentanan sosial yang digunakan yaitu kepadatan penduduk, rasio
jenis kelamin, rasio golongan umur, rasio orang cacat, dan rasio kemiskinan.
5) Indikator kerentanan fisik yang digunakan yaitu jumlah rumah dan jumlah
fasilitas umum.
I.5 Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika dalam penulisan Proposal Tugas Akhir ini adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, batasan masalah, ruang lingkup penelitian, metodelogi
penelitian dan sistematika penulisan laporan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang tinjauan pustaka yang terkait dengan penelitian
yang dikaji. Tinjauan pustaka akan disajikan pada subbab yang membahas
tentang studi literature.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Bab ini menguraikan tentang metode dan prosedur pelaksanaan penelitian
yaitu terdiri dari peralan dan data penelitian, metodologi penelitian dan
tahapan pelaksanaan penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kajian Penelitian Terdahulu
Kajian penelitian ditujukan sebagai referensi bagi penulis dalam melakukan
penelitian, berikut beberapa jurnal hasil studi literatur dapat dilihat pada Tabel II-
1:
Table II-1. Penelitian Terdahulu

No Judul Penulis Tahun Keterangan


1. Aplikasi Viona 2019 Kesesuaian model banjir
Kesiapsiagaan Yashinta dengan menggunakan
Bencana Banjir di metode Atlas BMKG dan
Kota Semarang SNI 8197 2015.
Dengan
Menggunakan Data
Open Street Map
(OSM) dan Infase
2. Analisis Siti Haeriah 2018 Pembuatan peta
Kerentanan Pada kerentanan bencana erupsi
Wilayah Gunung Merapi dengan
Pemukiman Akibat menggunakan metode
Bencana Erupsi analisis spasial SIG dan
Gunung Merapi metode NDBI.
(Studi Kasus:
Kabupaten Sleman)
3. Kajian Pemetaan Dede 2017 Kerentanan wilayah
Kerentanan Kota Handoko berpotensi rawan bencana
Semarang Terhadap dengan menggunakan
Multi Bencana metode Penginderaan Jauh
Berbasis dan SIG.
Penginderaan Jauh
dan Sistem
Informasi
No Judul Penulis Tahun Keterangan
geografis.
4. Pemetaan risiko Sabda 2019 Pemetaan risiko bencana
Tanah Longsor Lestari tanah longsor dengan
kabupaten menggunakan metode
Semarang Berbasis pembobotan, overlay, dan
Sistem Informasi perkalian matriks VCA.
Geografis.
5. Kerentanan Fisik Lulu Mari 2019 Analisis risiko bencana
Terhadap Bencana Fitria berdasarkan tingkat
Banjir di Kawasan ancaman bahaya dan
Perkotaan kerentanan fisik.
Yogyakarta Menggunakan metode
penilaian dan pembobotan
berdasarkaan Perka
BNPB.

Yashinta, Viona, dkk (2019) meneliti kesiapsiagaan bencana banjir di kota


Semarang. Penelitian ini menggunakan data dari Open Street Map (OSM) yang
diolah menggunakan perangkat lunak QGIS dengan plugin InaSAFE. Identifikasi
kawasan rawan banjir dan dampaknya menggunakan Sistem Informasi Geografis
(SIG). Metode yang digunakan pada peneitian ini yaitu metode Atlas BMKG dan
SNI 8197 Tahun 2015. Metode dibandingkan dan diambil metode terbaik
berdasarkan validasi data kejadian banjir dan data lapangan. Persamaan penelitian
yang dilakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yashinta, Viona, dkk
(2019) adalah penggunaat metode Atlas BMKG yang digunakan untuk pemodelan
rawan banjir, sedangkan perbedaan dengan dengan penelitian yang dilakukan
pada penelitian Yashinta, Viona, dkk (2019) adalah kesiapsiagaan bencana banjir
yaitu mengidentifikasi dengan InaSAFE merupakan bangunan dan infrastuktur
jalan terpapar banjir kota.
Haeriah, Siti, dkk (2018) meneliti mengenai kerentanan pada wilayah
pemukiman akibat bencana erupsi gunung merapi di Kabupaten Sleman. Metode
pembuatan peta kerentanan menggunakan metode scoring, pembobotan dan
overlay dan untuk informasi pemukiman menggunakan metode Normalized
Difference Built-up Index (NDBI). Penelitian ini bertujuan untuk mngetahui
seberapa rentan wilayah pemukiman yang berbeda diwilayah Kabupaten Sleman.
Persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian ini adalah penggunaan
scoring, pembobotan dan overlay dalam membuat peta kerentanan pemukiman.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah penelitian Haeriah, Siti, dkk (2018)
mengkaji mengenai bencana erupsi gunung merapi sedangkan pada penelitian ini
akan dianalisis kerentanan wilayah permukiman terhadap bencana banjir dan
tanah longsor.
Handoko, Dede, dkk (2017) meneliti mengenai pemetaan kerentanan Kota
Semarang terhadap multi bencana. Metode yang digunakan dalam pengkajian
penelitianya menggunakan kombinasi dari metode pengukuran jauh dan Sistem
Informasi Geografis (SIG). Hasil penelitian ini yaitu berupa analisis pemetaan
kerentanan. Persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian ini adalah
penggunaan parameter penilaian dan pembobotan berdasarkan Perka BNPB No.2
tahun 2012. Hal yang membedakan adalah penelitian Handoko, Dede, dkk (2017)
menganalisis kerentanan terhadap multi bencana sedangkan pada penelitian ini
akan menganalisis kerentanan terhadap wilayah pemukiman terhadap bencana
banjir dan tanah longsor.
Lestari, Sabda, dkk (2019) meneliti pemetaan risiko tanah longsor di
Kebupaten Semarang. Pemetaan risiko bencana tanah longsor menggunakan
metode pembobotan dan overlay. Persamaan penelitian yang dilakukan dengan
penelitian ini adalah penggunaan metode Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam
membangun peta risiko tanah longsor, namun penelitian Lestari, Sabda, dkk
(2019) hanya memetakan risiko tanah longsor, sedangkan pada penelitian ini
melakukan analisis kerentanan terhadap wilayah pemukiman.
Fitria, Lulu, dkk (2019) meneliti mengenai pemetaan risiko bencana banjir
terhadap kerentanan fisik di kawasan perkotaan Yogyakarta. Pemetaan risiko
bencana banjir menggunakan metode pembobotan. Persamaan penelitian yang
dilakukan dengan penelitian ini adalah penggunaan metode pembobotan dan
parameter kerentanan fisik. Perbedaan dalam penelitian ini adalah penelitian
Fitria, Lulu, dkk (2019) hanya mengkaji risiko bencana banjir menggunakan
parameter kerentanan fisik saja, sedangkan pada penelitian ini melakukan analisis
kerentanan terhadap wilayah pemukiman menggunakan parameter kerentanan
fisik dan sosial.

II.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Jepara. Secara geografis
wilayah Kabupaten Jepara terletak di koordinat 110°9’48,02” – 110°58’37,40” BT
dan 5°43’20,67” – 6°47’25,83” LS. Luas Wilayah 100.413,189 Ha atau sekitar
1.004,13 Km2. Secara administratif Kabupaten Jepara terbagi menjadi 16
Kecamatan, 184 Desa dan 11 Kelurahan.
Batas wilayah administratif Kabupaten Jepara adalah
4. Sebelah Barat : Laut Jawa
5. Sebelah Timur : Kabupaten Pati dan Kudus
6. Sebelah Selatan : Kabupaten Demak
7. Sebelah Utara : Laut Jawa
Adapun peta Kabupaten Jepara adalah seperti gambar Gambar II-1 berikut
ini:

Gambar II-1 Peta Administrasi Kabupaten Jepara

II.3 Pengertian Bencana


Berdasarkan International Strategy for Disaster Reduction bencana
merupakan kejadian yang disebabkan oleh alam mapun manusia yang terjadi
secara tiba-tiba maupun perlahan, sehingga peristiwa ini dapat menyebabkan
jatuhnya korban jiwa, harta benda, serta kerusakan lingkungan, hal tersebut diluar
dari kemampuan manusia dan segala sumberdayanya.
Bencana adalah peristiwa yang mengancam maupun mengganggu
kehidupan atau penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, faktor
non alam, serta faktor manusia itu sendiri, sehingga akan menimbulkan rusaknya
lingkungan, jatuhnya korban, mengalami kerugian harta benda dan juga akan
berdampak pada psikologis (Kemendagri, 2007).
Adapun jenis-jenis bencana yaitu (Kemendagri, 207):
a. Bencana alam
Merupakan bencana yang disebabkan karena peristiwa alam yaitu meliputi
bencana tsunami, gempa bumi, banjir, gunung meletus, angin topan,
kekeringan, serta tanah longsor.
b. Bencana nonalam
Merupakan bencana yang disebabkan karena peristiwa nonalam yang
meliputi wabah penyakit, epidemik, gagal teknologi, serta gagal
modernisasi.
c. Bencana sosial
Merupakan bencana yang disebabkan karena ulah manusia yaitu berupa
ancaman ataupun terror sehingga menyebabkan terjadinya konflik sosial
antar komunitas masyarakat.
Jenis utama bencana menurut UN International Strategy for Disaster
Reduction sebagai berikut:
Bencana alam dibagi menjadi:
1) Bencana hydro-meteorological
Merupakan bencana yang meliputi bencana banjir, banjir bandang, angin
topan, kekeringan serta tanah longsor.
2) Bencana geophysical
Merupakan bencana yang meliputi bencana tsunami, gempa, dan aktifitas
vulkanik.
3) Bencana biological berupa epidemik, penyakit tanaman dan hewan.
Bencana teknologi dibagi menjadi:
1. Kecelakaan industri
Merupakan kecelakaan yang terjadi akibat kerusakan infrastrukur industri,
kebocoran gas atau zat kimia, keracunan, serta adanya radiasi.
2. Kecelakaan transportasi
Merupakan kecelakaan yang terjadi di jalan, udara, rail, ataupun terjadi pada
transportasi air.
3. Kecelakaan miscellaneous
Merupakan kecelakaan yang diakibatkan karena kebakaran, struktur non-
industrial, dan ledakan.
II.4 Banjir
Banjir merupakan tergenangnya tempat akibat air yang meluap secara
berlebihan dari kapasitas pembuangan air diwilayah tersebut sehingga
menyebapkan adanya kerugian, baik itu kerugian secara fisik, ekonomi, maupun
sosial. Banjir dikategorikan sebagai ancaman musiman yang meluap dan dapat
menggenangi wilayah yang berada disekitarnya. Banjir merupakan bencana alam
yang sering terjadi yang mengakibatkan kerugian bagi manusia dari segi ekonomi
(Rahayu dkk, 2009).
Bencana banjir adalah suatu peristiwa yang dapat mengancam dan
mengganggu keberlangsungan kehidupan ataupun penghidupan masyarakat.
Banjir dapat dikategorikan berdasarkan sumber air, mekanisme, posisi, dan
berdasarkan aspek penyebabnya (Ferad Puturuhu 2015):
1. Banjir berdasarkan sumber air.
Banjir berdasarkan sumber air sebagai tempat penampung di bumi meliputi:
a. Banjir sungai, merupakan banjir yang disebabkan karena air sungai yang
meluap.
b. Banjir danau, merupakan banjir yang disebabkan karena air danau yang
meluap atau bendungan jebol.
c. Banjir laut pasang, merupakan banjir yang disebabkan karena adanya
badai dan gempa bumi.
2. Banjir berdasarkan mekanisme terjadinya.
Banjir berdasarkan dari posisi sumber banjir terhadap daerah yang
digenanginya dibedakan menjadi:
a. Banjir biasa (regular)
Merupakan banjir yang terjadi karena jumlah curah hujan yang sangat
tinggi sehingga melebihi kapasitas pembuangan air yang ada (existing
drainage).
b. Banjir tidak biasa (irregular)
Merupakan banjir yang disebabkan oleh adanya bencana seperti bencana
tsunami, gelombang pasang, atau keruntuhan dam (dam break).
3. Banjir berdasarkan posisi sumber air.
Banjir berdasarkan posisi sumber banjir terhadap daerah yang digenanginya
dibagi menjadi:
a. Banjir lokal, adalah banjir yang terjadi disebabkan adanya hujan lokal.
b. Banjir bandang (flash flood), adalah banjir yang disebabkan karena
adanya kenaikan aliran curah hujan yang tinggi dari daerah hulu di
daerah tangkapan.
4. Banjir berdasarkan aspek penyebabnya.
Banjir berdasarkan aspek penyebabnya dikategorikan menjadi:
a. Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, yaitu intensitas menjadi
rendah (hujan siklonik atau frontal) selama beberapa hari.
b. Banjir yang disebabkan adanya salju yang mengalir, hal ini disebabkan
karena tumpukan salju mengalir dan mengakibatkan kenaikan suhu
udara yang sangat cepat di atas lapisan salju.
c. Banjir bandang (flash flood) disebabkan karena tipe hujan biasa dengan
kedalaman yang tinggi terjadi di wilayah dengan keadaan topografi yang
curam di hulu sungainya.
d. Banjir yang disebabkan karena pasang surut atau air balik (back water)
terjadi pada daerah muara sungai atau pertemuan pada dua sungai.
II.4.1 Faktor Penyebab Banjir
Terdapat babebrapa faktor penyebab terjadinya banjir. Faktor penyebab
banjir yang terjadi karena faktor alami dan faktor manusia (Kodoatie dan
Sugiyanto, 2007).
a. Adapun banjir yang terjadi akibat faktor alami yaitu:
1. Pengaruh air pasang.
Air laut yang pasang dapat menyebabkan lambatnya aliran air dari
sungai ke laut. Apabila terjadi air pasang dengan banjir secara
bersamaan, maka akan terjadi banjir yang menggenang menjadi besar.
Hal ini karena adanya aliran air yang balik (backwater).
2. Curah Hujan
Curah hujan yang tinggi dengan durasi yang sangat lama dapat
menyebabkan terjadinya banjir di daerah yang luas.
3. Pengaruh fisiografi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya banjir dapat dilihat
berdasarkan keadaan fisik dari sungai itu sendiri, yaitu dilihat dari
bentuk, kemiringan sungai, lokasi sungai, fungsi sungai, kemiringan
daerah pengaliran sungai, serta bentuk penampang sungai seperti
lebar, kedalaman, material dasar sungai dll.
4. Erosi dan Sedimentasi
Masalah yang umum terjadi pada sungai-sungai yang ada di Indonesia
yaitu karena terjadinya erosi dan sedimentasi. Hal ini menyebabkan
pada daerah pengaliran sungai akan terjadi pengurangan kapasitas
penampang sungai, sehingga akan menimbulkan terjadinya genangan
air dan terjadi banjir di sungai.
5. Menurunnya kapasitas sungai.
Terjadinya pengendapan akibat erosi pada daerah pengaliran sungai
dan erosi yang berlebihan pada tanggul sungai dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan kapasitas pada aliran banjir di sungai. Hal ini
karena vegetasi penutup di daerah tersebut tidak ada dan terjadinya
penggunaan lahan yang tidak sesuai.
6. Kapasitas drainase yang tidak memadai
Beberapa kota yang ada di Indonesia pada saat musim penghujan tiba
kerap menjadi langganan banjir. Hal ini terjadi karena drainase yang
ada pada daerah tersebut tidak memadai.
II.5 Tanah Longsor
Menurut Perka BNPB No.2 tahun 2012, tanah logsor adalah gerakan massa
tanah atau batuan maupun keduanya, yang menuruni lereng akibat tanah atau
batuan penyusun lereng tersebut mengalami ganguan atau tidak stabil.
Tingkatan kawasan kerawanan pada daerah yang berpotensi longsor,
dibedakan menjadi:
1. Tingkat kerawanan tinggi.
Pada tingkatan ini, daerah yang berpotensi tinggi merupakan daerah dengan
tingkat pemukiman yang cukup padat yang mengalami gerakan tanah. Pada
saat musim hujan maupun gempa bumi derah dengan tingkat pemukiman
yang cukup padat akan sering terjadi longsoran.
2. Tingkat kerawanan sedang.
Pada tingkatan ini, tidak terdapat pemukiman maupun konstruksi bangunan
yang bersifat mahal dan tidak penting yang terancam meskipun pada daerah
ini memiliki potensi yang tinggi mengalami gerakan tanah.
3. Tingkat kerawanan rendah.
Pada tingkatan ini, terdapat pemukiman maupun konstruksi bangunan
penting ataupun mahal yang kurang berpotensi mengalami longsoran. Pada
daerah ini memiliki potensi gerakan tanah yang tinggi, akan tetapi tidak
adanya risiko jatuhnya korban jiwa maupun kerugian bangunan.
II.5.1 Jenis-Jenis tanah Longsor
Karakterisktik gerakan tanah berdasarkan jenisnya menurut Permen PU
No.2/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana
Longsor, dibagi menjadi:
1. Longsoran Translasi
Bidang pada longsor translasi yang berbentuk rata ataupun
menggelombang landai yang mengalami pergerakan massa tanah maupun
batuan pada bidang gelincirnya.
Gambar II-2. Longsoran Translasi (Permen PU No.2/PRT/M/2007)
2. Longsoran Rotasi
Bidang pada longsoran transalasi yang berbentuk cekung pada bidang
gelincirnya mengalami pergerakan massa tanah dan batuan.

Gambar II-3. Longsoran Rotasi (Permen PU No.2/PRT/M/2007)


3. Pergerakan blok
Bidang yang batuannya mengalami pergerakan dengan bentuk rata pada
bidang gelincirnya. Pada longsoran ini dapat disebut juga sebagai longsoran
translasi blok batu.

Gambar II-4. Pergerakan Blok (Permen PU No.2/PRT/M/2007)


4. Runtuhan Batu
Longsoran ini biasanya terjadi pada lereng yang terjal dengan posisinya
yang menggantung di daerah pantai yang terjal. Hal ini terjadi apabila
sejumlah batuan maupun material lain mengalami pergerakan ke bawah
secara jatuh bebas.

Gambar II-5. Runtuhan Batu (Permen PU No.2/PRT/M/2007)


5. Rayapan tanah
Longsoran ini terjadi pada selang waktu yang cukup lama, sehingga
menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, dan rumah akan mengalami
kemiringan kebawah. Hal ini disebabkan karena jenis longsoran ini hampir
tidak dikenali dan pergerakannya lambat dengan jenis tanah yang bersifat
butiran kasar dan halus.

Gambar II-6. Rayapan Tanah (Permen PU No.2/PRT/M/2007)


6. Aliran bahan rombakan
Pada longsoran ini aliran tanah akan menelan korban yang cukup banyak.
Hal ini disebabkan karena massa tanah yang bergerak di sepanjang lembah
yang mampu mencapai ratusan meter didorong oleh air dengan kecepatan
aliran yang tergantung pada kemiringan lereng, tekanan dan volume air,
serta jenis materialnya. Dibeberapa tempat dapat mencapai ribuan meter
pada daerah aliran sungai disekeliling gunung api.
Gambar II-7. Aliran Bahan Rombakan (Permen PU No.2/PRT/M/2007)

II.6 Kerentanan
Kerentanan (vulnerability) merupakan meningkatnya kecenderungan
(susceptibility) sebuah komunitas terhadap dampak bahaya yang ditentukan
berdasarkan faktor-faktor maupun proses-proses baik secara fisik, sosial,
ekonomi, dan lingkungan (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Menurut Perka
BNPB No 2 Tahun 2012, kerentanan merupakan ketidakmampuan komunitas
ataupun masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana.
Kerentanan sendiri lebih menekankan pada aspek manusia pada tingkat
komunitas yang secara langsung berhadapan dengan ancaman (bahaya). Maka
dari itu kerentanan merupakan salah satu faktor utama dalam suatu tatanan sosial
yang mempunyai resiko bencana lebih tinggi apabila tidak didukung oleh
kemampuan (capacity) yaitu seperti kurangnya pendidikan dan pengetahuan,
kemiskinan, kondisi sosial, dan kelompok rentan yang terdiri dari lansia, balita,
ibu hamil, dan cacat fisik atau mental. Kapasitas (capacity) suatu tindakan
kombinasi kekuatan dan sumber daya untuk mengurangi tingkat risiko yang tinggi
terhadap dampak suatu bencana yang dilakukan oleh suatu komunitas,
masyarakat, maupun lembaga (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Kerentanan memiliki beberapa faktor yang digunakan dalam pengkajian
risiko bencana. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor lingkungan, sosial budaya,
kondisi sosial seperti kemiskinan, tekanan sosial dan lingkungan yang tidak
strategis, yang menurunkan daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman.
II.7 Pemetaan Rawan Banjir Metode Atlas BMKG
Untuk mengetahui dan mengantisipasi kejadian banjir, Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyusun Buku Atlas Rawan Bencana
Banjir yang bekerjasama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) dan
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Atlas BMKG ini dapat
digunakan untuk keperluan mitigasi bencana dan dapat juga digunakan sebagai
perencanaan kegiatan pembangunan di berbagai sektor.
Adapun metode yang digunakan untuk menganalisis data parameter dalam
pembuatan peta rawan banjir adalah metode overlay yang dapat dilihat pada
Gambar II-2.

Gambar II-8. Diagram Alir Metodologi Analisis (BMKG, 2012)


Parameter yang digunakan dalam metode Atlas BMKG:
Table II-2. Nilai Klasifikasi Parameter

No Parameter Klasifikasi Nilai


>200 mm 4
Curah Hujan Dasarian rata-rat 100-200 mm 3
1.
(C) 50-100 mm 2
≤ 50 mm 1
Wilayah berpotensi banjir 2
2. Sistem Lahan (L)
Wilayah tidak berpotensi banjir 0
Pernah banjir 2
3. Kejadian Banjir
Belum pernah banjir 0
Pemukiman 5
Sawah, Danau, Tambak, Rawa 4
3. Penutupan Lahan (P) Ladang, Tegalan 3
Semak Belukar, Tanah Kosong 2
Hutan 1
II.8 Pemetaan Tanah Longsor Metode Perka BNPB
Bahaya tanah longsor diklasifikasikan berdasarkan pengklasifikasian zona
kerentanan gerakan tanah yang dikeluarkan oleh PVMBG. Terdapat bebrapa
parameter yang digunakan dalam penyusunan peta risiko tanah longsor dengan
menggunakan metode deterministik. Adapun parameter-parameter dan
pengkelasan tersebut dapat dilihat pada Tabel II-3 dan Tabel II-4.
Table II-3. Parameter Penyusun Peta Tanah Longsor (BNPB, 2012)

Nilai
No Data Parameter Pengkelasan Skor Bobot
Kelas
1. DEM 1. Kemiringan Lereng 15-30% 1 0.250 0.3
30-15% 2 0.500
50-70% 3 0.750
>70% 4 1.000
2. Arah Lereng Datar 0 0.000 0.05
Utara 1 0.125
(Aspect)
Barat Laut 2 0.250
Barat 3 0.375
Timur Laut 4 0.500
Barat Daya 5 0.625
Timur 6 0.750
Tenggara 7 0.875
Selatan 8 1.000
3. Panjang/Bentuk <200 m 1 0.250 0.05
200-500 m 2 0.500
Lereng
500-1000 m 3 0.750
>1000 m 4 1.000
2. Geologi 1. Tipe Batuan Batuan 1 0.333 0.2
Alluvial
Batuan 2 0.667
Sedimen
Batuan 3 1.000
Vulkanik
2. Jarak dari >400 m 1 0.200 0.05
300-400 m 2 0.400
patahan/sesar
200-300 m 3 0.600
100-200 m 4 0.800
0-100 m 5 1.000
3. Tanah 1. Tipe tanah (tekstur Berpasir 1 0.333 0.1
Berliat- 2 0.667
tanah)
Berpasir
Berliat 3 1.000
2. Kedalaman Tanah <30 cm 1 0.250 0.05
Nilai
No Data Parameter Pengkelasan Skor Bobot
Kelas
(Solum) 30-60 cm 2 0.500
60-90 cm 3 0.750
>90 cm 4 1.000
4. Hidrologi 1. Komponen <2000 mm 1 0.333 0.2
2000-3000 2 0.667
Hidrologi (Curah
mm
Hujan Tahunan)
>3000 mm 3 1.000

Adapun pengkelasan pada zona kerentanan gerakan tanah sebagai berikut:


Table II-4. Pengkelasan Zona Kerentanan Gerakan Tanah dan perhitungan Indeks
Bahaya (BNPB, 2012)

Zona Kerentanan
Nilai Kelas Indeks bahaya
Gerakan Tanah
Sangat Rendah 1 Nilai Kelas/ Nilai Kelas Maks
Rendah 2
Sedang 3
Tinggi 4
Sangat Tinggi 5

II.9 Sistem Informasi Geografis


II.9.1 Definisi Sistem Informasi Geografis
Sistem informasi geografis merupakan sistem yang penyajian informasinya
menggunakan peta sebagai antar muka dalam bentuk grafis yang tersusun
berdasarkan beberapa lapisan (layer) yang relasi. Mengintegrasikan berbagai
operasi basis data merupakan kemampuan dasar dari Sistem Informasi Geografis
(SIG). Kemampuan Sistem Informasi Geografis (SIG) yaitu meliputi proses
analisis data, query, serta menampilkan data pemetaan berdasarkan letak
geografisnya (Prahasta, E.2009).
Sistem Informasi Geografis (SIG) memberikan informasi untuk
menganalisis dan penerapan database keruangan kepada pengambil keputusan.
Selain itu Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk perencanaan
dan pengambilan keputusan secara terpadu melalui kemampuannya yang dapat
menganalisis informasi spasial.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu proses pengumpulan,
pemetaan, pengolahan, penganalisisan, serta penyajian data ruang muka bumi
berupa data geografis maupun data fakta spasial. Proses ini bertujuan untuk
menyelesaikan masalah yang ada dalam ruang bumi dengan mendapatkan suatu
gambaran mengenai kondisi ruang muka bumi melalui serangkaian proses
tersebut dan menghasilkan informasi secara geografis atau secara spasial. SIG
merupakan akronim dari:
1. Sistem

Sistem merupakan gabungan dari elemen-elemen yang saling menyatu


dan saling berkaitan satu sama lain pada lingkungan yang dinamis yang
digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Informasi
Data merupakan suatu informasi, akan tetapi belum tentu informasi
mengandung data. Informasi sendiri merupakan gabungan dari beberapa
data. Informasi dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) memiliki
kapasitas yang sangat besar pada setiap objek geografi. Akan tetapi tidak
sepenuhnya data yang ada dapat terwakili dlam suatu peta. Maka perlu
adanya penyatuan data dengan objek spasial untuk membuay peta dengan
kualitas yang baik.
3. Geografis

Geografis merupakan suatu objek yang lebih mengarah kepada lokasi


pada suatu tempat yang berupa fisik, budaya, ataupun ekonomi alamiah.
Peta yang disajikan akan memberikan informasi gambaran spasial objek
yang sesuai dengan kenyataan yang ada di bumi. Untuk mewakili setiap
data spasial yang berbeda yang ada pada peta dua dimensi maka
digunakan simbol maupun garis warna (Prahasta, 2002).
II.9.2 Analisis Spasial
Analisis spasial merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
pengolahan data Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dapat dilakukan dengan
pendekatan perhitungan matematis mengenai data keruangan (spasial) dengan
menggunakan fungsi analisis spasial. Permaslahan keruangan dapat diselesaikan
dengan menggunakan analisis spasial melalui pengolahan data Sistem Informasi
Geografis (SIG). manfaat dari analisis spasial meliputi:
1. Membuat, memilih, memetakan, dan menganalisis data raster berbasis sel.
2. Melaksanakan analisis data vektor/raster yang digabung.
3. Mendapatkan informasi baru berdasarkan data yang sudah ada
sebelumnya.
4. Mampu memilih informasi dari beberapa layer data.
5. Menggabungkan sumber data raster dengan data vektor.
Fungsi-fungsi dari analisis spasial berdasarkan kemampuan Sistem
Informasi Geografis (SIG) meliputi (Eddy Prahasta 2002):
1. Overlay: merupakan teknik yang digunakan untuk memasukkan data
yang berbeda-beda dan beragam untuk dilakukan suatu analisis yang
sesuai melauli proses penggabungan dari data lapisan layer yang berbeda
yang ditumpang susunkan secara fisik untuk dianalisis secara visual.
Adapun tools dari overlay yaitu :
a) Erase: merupakan fitur luar kelas yang digunakan untuk menghapus.
b) Identity: merupakan alat yang digunakan untuk menggabungkan data
yang sudah ditumpang tindihkan sehingga akan terbuat kelas fitur
baru.
c) Intersect: berfungsi untuk membuat kelas fitur baru dari fitur
berpotongan umum dari kedua kelas fitur.
d) Spatial join: berfungsi untuk membuat jenis tabel yang terdiri dari
gabungan dalam field dari tabel atribut satu ke tabel atribut lapisan
lainnya berdasarkan lokasi relatif dari fitur dalam dua lapisan.
e) Simmtrical difference: berfungssi untuk membuat kelas fitur
berdasarkan fitur-fitur atau bagian dari fitur yang tidak umum untuk
salah satu masukan lainnya
f) Union: berfungsi untuk membuat kelas fitur baru dengan cara
menggabungkan fitur degan atribut pada masing-masing kelas fitur.
g) Update: berfungsi untuk memperbaruhi atribut dan geometri kelas
fitur input atau lapisan oleh kelas fitur Update atau lapisan yang
tumpang tindih.
2. Extract merupakan teknik yang digunakan untuk mengambil subset sel
dengan atribut atau lokasi spasial. Adapun tools dari extract yaitu :
a) Clip
b) Select
c) Split
d) Table select
3. Proximity adalah teknik yang dilakukan dengan cara menganalisis
geografis yang berdasar pada jarak antar layer. Analisis proximity pada
Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakan proses buffering.
Buffering merupakan proses membuat atau membangun lapisan
pendukung pada sekitar layer dengan menggunakan jarak tertentu untuk
menentukan pencarian lokasi pada data spasial dan atribut jarak. Adapun
tools dari proximity yaitu :
a) Buffer: berfungsi untuk memberikan informasi spasial daerah yg
memenuhi kriteria serta luasan dan jarak daerah dengan memperluas
fitur keluar dari titik, garis, atau fitur poligon lebih dari jarak tertentu.
b) Create thiessen polygons: berfungsi untuk merubah poin masukan
untuk kelas fitur output dari poligon Thiessen proximal.
c) Multiple ring buffer: berfungsi untuk membuat kelas baru dari fitur-
fitur penyangga menggunakan satu set jarak buffer berdasarkan nilai
jarak atau sebagai seperangkat fitur individu.
d) Generate near table: berfungsi untuk menghitung jarak dari setiap
fitur dalam Fitur Input ke fitur terdekat di Fitur Dekat, dalam Radius
Cari yang nantinya hasilnya akan dicatat dalam tabel output
e) Near: berfungsi menghitung jarak pada setiap fitur input dengan
menggunakan fitur terdekat dalam kelas fitur lain.
f) Point distance: berfungsi untuk menghitung jarak antara fitur titik
dalam satu kelas fitur untuk semua titik dalam kelas Fitur kedua yang
berada dalam radius pencarian ditentukan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Peralatan Penelitian


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Perangkat Keras :
a. Laptop, dengan spesifikasi sebgai berikut:

Operating System Windows 10 Pro 64-bit (10.0, Build 18362)

System Model ASUS Laptop X456UQX


Intel ® Core ™ i7-7500U CPU @2.70 GHz
Processor
(4 CPUs), 2.9 GHz
Memory 8192MB RAM
b. Mouse
c. Printer
2. Perangkat Lunak :
a. Ms. Office Word 2013 digunakan dalam pembuatan laporan.
b. Ms. Excel 2013 digunakan dalam pengolahan data.
c. Ms. Office Visio digunakan dalam pembuatan diagram alir penelitian
d. Perangkat Lunak ArcGIS 10.7
III.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang diperlukan demi mendukung keberjalanan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Data curah hujan kabupaten jepara (bmkg jawa tengah)
b. data tutupan Lahan Kabupaten Jepara (Bappeda Kabupaten Jepara)
c. Data kejadian banjir Kabupaten Jepara (BPBD Kabupaten Jepara)
d. Citra DEMNAS Resolusi 8 M (Badan Informasi Geospasial)
e. Data SHP Administrasi Kabupaten Jepara.
f. Data kependudukan Kabupaten Jepara
g. Data fasilitas umum Kabupaten Jepara
h. Data jenis kelamim Kabupaten Jepara
i. Data penduduk miskin Kabupaten jepara
j. Data penduduk cacat kabupaten Jepara
k. Peta Jenis Tanah Kabupaten Jepara
l. Peta Jaringan Jalan

III.3 Diagram Alir

Gambar III-9 Diagram Alir Penelitian

Gambar III-1 merupakan diagram alir penelitian. Berikut penjelasan


diagram alir Gambar III-1:
1. Identifikasi masalah dilakukan untuk menentukan masalah yang ada di
kabupaten Jepara yang kemudian dilakukan studi literatur. Adapun
permasalahan yang diperoleh berdasarkan identifikasi masalah yaitu
terkait bencana banjir dan tanah longsor yang rutin terjadi pada setiap
musim penghujan. Penyelesaian masalah tersebut akan dilakukan dengan
pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) yaitu berupa pembuatan
peta kerentanan bencana banjir dan tanah longsor.
2. Pengumpulan Data
a. Peta Administrasi Kabupaten Jepara yang diperoleh dari BAPPEDA
Kabupaten jepara.
b. Data Kependudukan Kabupaten Jepara yang digunakan sebagai
parameter dalam menganalisis kerentanan bencana banjir dan tanah
longsor. Data ini diperoleh dari Disdukcapil Kabupaten Jepara.
c. DEMNAS dengan resolusi 8,3 M yang diperoleh dari portal BIG.
d. Data penilaian skoring dan pembobotan banjir yang mengacu Atlas
BMKG. Sedangkan data penilaian skoring dan pembobotan Tanah
Longsor mengacau pada Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 Tentang
pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana.
e. Data kejadian banjir dan tanah longsor yang diperoleh dari BPBD
Kabupaten Jepara.
f. Data curah hujan rata-rata dasarian dengan menggunakan interpolasi
IDW (Inverse Distance Weighting).
g. Data tutupan lahan yang diperoleh dari peta tata guna lahan Kabupaten
Jepara.
3. Melakukan pembobotan AHP dengan menggunakan Ms. Excel dan
melakukan skoring secara spasial dengan menggunakan perangkat lunak
ArcMap 10.7.
4. Membuat peta rawan banjir BMKG dan peta risiko tanah longsor.
Pengolahan model tersebut dapat dilihat pada Gambar III-2 dan Gambar
III-3 :
Gambar III-10. Diagram Alir Pembuatan Peta Rawan Banjir
Berdasarkan Gambar III-2 pemetaan rawan banjir dengan menggunakan
metode Atlas BMKG dilakukan dengan cara pemberian skor yang kemudian
dilakukan overlay pada data primer yang nantinya akan didpat kelas rawan banjir.
Parameter yang digunakan pada metode ini meliputi parameter curah hujan
dasarian, tutupan lahan, kejadian banjir, dan sistem lahan.
Gambar III-11. Diagram Alir Pembuatan Peta Risiko Tanah Longsor
Diagram alir Gambar III-3 merupakan pembuatan peta dimulai dari
melakukan pengumpulan data DEM, Geologi, Tanah, dan hidrologi. Metode
Perka BNPB menggunakan 8 parameter yang meliputi dari data DEM
menggunakan parameter kemiringan lereng, arah lereng, dan panjang/bentuk
lereng. Data Geologi mengguakan parameter tipe batuan dan jarak patahan atau
sesar aktif. Data tanah menggunakan parameter tipe tanah dan kedalaman tanah.
Data hidrologi menggunakan parameter curah hujan. Metode tersebut diolah
dengan menggunakan pembobotan dan skoring, overlay, hingga menghasilkan
peta risiko tanah longsor yang kemudian divalidasi.
5. Melakukan Overlay yang selanjutnya memperoleh data yang digunakan
untuk pengkalsifikasian yang mengacu pada rentang dari hasil pembobotan
AHP. Pengolahan parameter dan analisis hasil dapat dilihat pada Gambar
III-4 dan Gambar III-5:
Gambar III-12. Diagram Alir Pengolahan Kerentanan Banjir
Berikut tahapan-tahapan pembuatan peta kerentanan banjir:
a. Pengumpulan data indikartor kerentanan.
Setiap parameter kerentanan mempunyai indikator-indikator penyusun.
Adapun data parameter kerentanan sebagai berikut:
(1) Parameter Fisik: kepadatan rumah, fasilitas umum, dan fasilitas krisis.
(2) Parameter Sosial: kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio
kemiskinan, rasio orang cacat.
Untuk memudahkan dalam pengolahan data tersebut dirapikan dengan
menggunakan Ms. Excel. Selain itu juga menggunakan data model rawan
banjir BMKG yang sudah diolah sebelumnya. Kemudian data tersebut
dilakukan overlay.
b. Pembobotan dan skoring parameter kerentanan.
Pengkelasan tingkat kerentanan disesuaikan dengan Perka BNPB No. 2
tahun 2012. Kemudian dilakukan perhitungan skor akhir setiap parameter
yang dihasilkan dari hasil perkasilan skor dan bobot.
c. Pembuatan Peta Kerentanan
Pada tahap ini semua indikator kerentanan parameter digabungkan.
Selanjutnya melakukan perhitungan nilai total dari parameter kerentanan
fisik dan sosial. Nilai total merupakan hasil penjumlahan dari skor akhir
indikator setiap parameter kerentanan.
d. Pengkelasan kerentanan.
Nilai interval kelas dihitung dengan menggunakan rumus:
Interval kelas = Nilai max – Nilai min
Jumlah Kelas
Nilai interval kelas ini digunakan untuk mengkelaskan kerentanan.

Gambar III-13. Diagram Alir Pengolahan Kerentanan tanah Longsor


Berikut tahapan-tahapan pembuatan peta kerentanan tanah longsor:
e. Pengumpulan data indikartor kerentanan.
Setiap parameter kerentanan mempunyai indikator-indikator penyusun.
Adapun data parameter kerentanan sebagai berikut:
(3) Parameter Fisik: kepadatan rumah, fasilitas umum, dan fasilitas krisis.
(4) Parameter Sosial: kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio
kemiskinan, rasio orang cacat.
Untuk memudahkan dalam pengolahan data tersebut dirapikan dengan
menggunakan Ms. Excel. Selain itu menggunakan data Peta Risiko tanah
longsor yang sudah diolah sebulnya yang kemudian dilakukan proses
overlay.
f. Pembobotan dan skoring parameter kerentanan.
Pengkelasan tingkat kerentanan disesuaikan dengan Perka BNPB No. 2
tahun 2012. Kemudian dilakukan perhitungan skor akhir setiap parameter
yang dihasilkan dari hasil perkasilan skor dan bobot.
g. Pembuatan Peta Kerentanan
Pada tahap ini semua indikator kerentanan parameter digabungkan.
Selanjutnya melakukan perhitungan nilai total dari parameter kerentanan
fisik dan sosial. Nilai total merupakan hasil penjumlahan dari skor akhir
indikator setiap parameter kerentanan.
h. Pengkelasan kerentanan.
Nilai interval kelas dihitung dengan menggunakan rumus:
Interval kelas = Nilai max – Nilai min
Jumlah Kelas
Nilai interval kelas ini digunakan untuk mengkelaskan kerentanan.
III.4 Jadwal Penelitian
Penelitian ini saya lakukan dalam jangka waktu 5 bulan, dengan rincian sebagai
berikut:
Table III-5. Jadwal Penelitian

No Tahapan Bulan Ke-1 Bulan Ke-2 Bulan Ke-3 Bulan Ke-4 Bulan ke-5
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pendefinisian
Masalah
2. Studi Literatur
3. Seminar
Proposal
4. Survei
lapangan dan
pengumpulan
data
5. Pengolahan
data dan
asistensi
6. Penarikan
Kesimpulan
7. Seminar Hasil
8. Sidang Akhir
DAFTAR PUSTAKA
BMKG. 2012. Atlas Rawan Banjir Kabupaten Jepara. Semarang. BMKG.
BNPB. 2012. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No.2
Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. BNPB.
Jakarta.
International Strategy for Disaster Reduction (ISDR), 2004 Dalam Masyarakat
Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), 2007.
Kodoatie Robert J. dan Sugiyanto. 2007. Banjir. Beberapa Penyebab dan Metode.
Nurjanah,dkk. 2012. Manajemen Bencana. Bandung: ALFABETA.
Rahayu. Dkk. (2009). Banjir dan Upaya Penanggulangannya. Bandung: Pusat
Mitigasi Bencana (PMB-ITB)
Republik Indonesia. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2007 tentang penanggulangan Bencana. Lembaran Negara RI Tahun 2007
Nomor 66. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Jakarta.
Peraturan Menteri PU No 2/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang
Kawasan Rawan Bencana Longsor.
Prahasta, Eddy. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.
Informatika: Bandung
Puturuhu, Ferad. 2015. Mitigasi Bencana dan Pengindraan Jauh. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Pustaka dari internet:
Jawa Pos. 2020. Belum Sebulan 61 Bencana Landa Jepara, Lima Orang Tewas.
https://radarkudus.jawapos.com/read/2020/01/27/176596/belum-sebulan-
61-bencana-landa-jepara-lima-orang-tewas. Diakses pada 1 April 2020.

Anda mungkin juga menyukai