Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN SEKSUAL

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DAN MENYUSUI


pada masa nifas dan menyusui. Beberapa pengertian tentang masa nifas sebagai berikut:
1. Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. masa nifas berlangsung
kirakira 6 minggu, akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti
keadaan sebelum hamil dalam waktu 3 bulan (Prawirohardjo, 2009; Saifuddin, 2002).
2. Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu. selama masa ini,
fisiologi saluran reproduktif kembali pada keadaan yang normal (Cunningham,
2007).

3. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas 6-8 minggu
(Mochtar, 2010).

4. Masa puerperium atau masa nifas dimulai setelah persalinan selesai, dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu (Wiknjosastro, 2005).

5. Periode pasca partum (Puerperium) adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2004).

tujuan asuhan kebidanan nifas dan menyusui, sebagai berikut:


1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun pisikologis dimana dalam
asuhan pada masa ini peranan keluarga sangat penting, dengan pemberian nutrisi,
dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan bayi selalu terjaga.

2. Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) dimana bidan harus


melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu masa nifas secara sistematis yaitu
mulai pengkajian, interpretasi data dan analisa masalah, perencanaan, penatalaksanaan
dan evaluasi. Sehingga dengan asuhan kebidanan masa nifas dan menyusui dapat
mendeteksi secara dini penyulit maupun komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi.

3. Melakukan rujukan secara aman dan tepat waktu bila terjadi penyulit atau komplikasi
pada ibu dan bayinya, ke fasilitas pelayanan rujukan.

4. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan nifas dan


menyusui, kebutuhan nutrisi, perencanaan pengaturan jarak kelahiran, menyusui,
pemberian imunisasi kepada bayinya, perawatan bayi sehat serta memberikan
pelayanan keluarga berencana, sesuai dengan pilihan ibu.
PENGALAMAN SEKSUALITAS PADA IBU NIFAS PRIMIPARA POST
EPISIOTOMIDI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WULUHAN KABUPATEN
JEMBER Immatuzahro
1 , Diyan Indriyani2 , Cipto Susilo 3 1 Mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
UNMUH Jember Immatuzzahra@gmail.com
2Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UNMUH Jember, dieindri@yahoo.com
3Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan UNMUH Jember, Cipto.susilo@ymail.com
Makna kebutuhan seksual pada ibu nifas primipara post episiotomi dimana hubungan seksual
merupakan pilar inti dalam sebuah rumah tangga. Hal ini bukan hanya sekedar kewajiban,
namun juga bernilai kenikmatan dan senang-senang. Arti demikian itu membuat mustahil
pernikahan ada, tanpa adanya kontak seksual di dalamnya. Setelah dilakukan wawancara
didapatkan dua kategori antara lain : “Kebutuhan seksual dalam rumah tangga itu penting, dan
Kebutuhan seksual dalam rumah tangga itu tidak penting”.
 Mahmudi (2009) menyatakan, seks menjadi satu elemen terpenting dalam sebuah
rumah tangga
 Chayatin (2008) menyatakan, seksualitas merupakan suatu kebutuhan, tak
terkecuali pada ibu post partum dengan tindakan episiotomi maupun bagi
suaminya.

Menurut pendapat peneliti, pada dasarnya wanita primipara post episiotomi yang ditemukan
dalam hasil penelitian ini tetap memandang penting hubungan seksual itu. Namun cara
pemaknaan mereka akan hubungan seksual tidak selaras dengan aplikasinya.Maka dari itu
Peneliti berpendapat, Peran perawat atau penolong persalinan amat penting dalam memberikan
wawasan seksual saat persalinan maupun pasca persalinan terutama bagi mereka yang dilakukan
tindakan episiotomi.
Strategi komunikasi yang dilakukan pasangan dalam mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan
seksual pada ibu nifas primipara post episiotomi dimana banyak wanita yang tidak bergairah
untuk melakukan hubungan seks pada minggu-minggu pertama dan bulan-bulan awal setelah
melahirkan.
tujuh belas kategori antara lain : “Meminta maaf kepada suami, Luka jahitan masih sakit, Luka
jahitan masih basah, Takut robek saat berhubungan, Bicara langsung pada suami, Ada nanahnya,
Suami harus sabar dulu, Masih ada luka jahitan, Jangan sering-sering minta berhubungan,
Menuruti permintaan suami, Belum ikut KB, KB mempengaruhi ASI, Kasian adek masih kecil,
Suami tahu secara langsung, Suami menemani proses bersalin, Bidan mengatakan langsung ke
suami, Proses bersalin mengalami pengguntingan”. Setelah dilakukan wawancara didapatkan
tiga kategori antara lain : “Suami dapat mengerti, Suami memahami, dan Suami menerima”.
Menurut pendapat peneliti, hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang suami-isteri berarti
komunikasi itu sendiri. Jadi meskipun strategi komunikasi dalam pemenuhuan kebutuhan seksual
ibu primipara post episiotomi secara fenomenologis nampaknya verbalis, namun peneliti memiliki asumsi
dan keyakinan yang kuat bahwa bahasa isyarat, dan bahasa tubuh (body language) pasti tetap dilakukan
oleh isteri pada suami maupun sebaliknya dalam pemenuhan kebutuhan seksualitas.

Jurnal SMART Kebidanan, 2019, 6 (2), 93-100 ©SJKB 2019


DOI: http://dx.doi.org/10.34310/sjkb.v6i2.277 pISSN: 2301-6213, eISSN:
2503-0388
http://stikesyahoedsmg.ac.id/ojs/index.php/sjkb
93
KUALITAS FUNGSI SEKSUAL IBU POSTPARTUM DENGAN JAHITAN PERINEUM DIUKUR
MENGGUNAKAN FEMALE SEXUAL FUNCTION INDEX
Ester Ratnaningsih
Prodi Pendidikan Profesi Bidan Universitas Respati Yogyakarta
Jl. Raya Tajem KM 1.5 Maguwoharjo, Depok, Kenayan, Wedomartani, Kecamaran Ngemplak,
Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. 08156731268
Email: esteratna@gmail.com

ABSTRAK
Aktivitas seksual wanita berubah pada berbagai tahap kehidupan, salah satunya karena proses
persalinan. Masalah seksual wanita setelah melahirkan adalah trauma perineum saat melahirkan seperti
ruptur perineum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran indeks fungsi seksual ibu
postpartum dengan jahitan perineum di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang tahun 2019.
Desain penelitian ini adalah study deskritif, dengan besar sampel 45 orang,
pengambilan sampel dilakukan dengan teknik aksidental sampling. Disfungsi seksual dinilai dengan
kuesioner FSFI.Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berumur 20-35 tahun sebanyak
40 responden (88,9%), mayoritas ibu multipara sebanyak 28 responden (62,2%), mayoritas responden
berpendidikan SMA sebanyak 30 responden (66,7%), dan mayoritas responden menyusui sebanyak 41
responden (91,1%) dan mayoritas responden melakukan hubungan seksual 3 bulan setelah bersalin
sebanyak 24 responden (53,3%), Skor indeks fungsi seksual ibu postpartum dengan jahitan
perineum dengan rentang 4 – 34,2. Kejadian disfungsi seksual pada ibu nifas dengan jahitan perineum
sebanyak 86,7%.
Kata kunci : disfungsi seksual; postpartum; jahitan perineum

Kesehatan seksual merupakan salah satu pilar penyokong dalam status “sehat” seseorang. Menurut
World Health Organization (WHO), kesehatan seksual didefinisikan sebagai integrasi aspek somatik,
emosional, intelektual dan sosial dalam berbagai cara yang memperkaya dan menambah kualitas
kepribadian, komunikasi dan cinta. (Kammerer- Doak D, 2008). Fungsi seksual merupakan komponen
yang penting dalam kehidupan perempuan dan memiliki peran penting dalam keharmonisan dalam
rumah tangga. Aktivitas seksual wanita berubah pada berbagai tahap kehidupan dan dipengaruhi oleh
banyak faktor, salah satunya karena kehamilan dan persalinan.
seksual pada wanita didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi pada salah satu atau lebih dari
keseluruhan siklus respons seksual normal yang berpengaruh terhadap aktivitas seksualnya. Penyebab
disfungsi seksual setelah melahirkan salah satunya adalah cedera jalan lahir. Sampel penelitian ini
adalah ibu postpartum dengan jahitan perineum dalam persalinan, karena adanya robekan perineum
secara spontan ataupun episiotomi.

Anda mungkin juga menyukai