Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

“Tahap perkembangan dan peran keluarga dan gangguan atau konflik pada peran dan proses
koping keluarga”

DI SUSUN

OLEH

KELOMPOK 5 :

1. Elisabeth Pattian ( aktif)


2. Els Parinussa (aktif)
3. Selfonsina Larwuy (aktif)
4. Regina Awawata (aktif)
5. Jerzy Tamtelahitu (aktif)
6. Irawati Tulak (aktif)
7. Lidia Sambonu (aktif)
8. Restinisksky Resdul (tidak aktif )

KELAS B

Mata kuliah “ KEPERAWATAN KELUARGA ”

FAKULTAS KESEHATAN

PRODI KEPERAWATAN

UKIM 2021
TAHAP PERKEMBANGAN DALAM KELUARGA.

A. Defenisi keluarga :

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawainan, kelahiran dan adopsi
yang bertujun untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional, serta social dari setiap anggota keluarga (Duvall dan Logan, 1986).
Keluarga adalah lebih dari dua individu yg hidup dalam satu rumah tanggakarena adanya
hubungan darah, perkawinan dan adopsi.

Mereka saling berinteraksi satu dengan yg lain, mempunyai peran masing” dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon dan maglaya, 1978). Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yg terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yg
berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Departemen Kesehatan RI,1988).

Dalam keluarga terdapat 8 tahap dan perkembangan keluarga, tahan dan perkembangan
dimuali ketika pasangan memulai hidup baru dalam jenjang pernikahan dan berakhir pada
kategori lanjut usia, berikut ini tahapan dan perkembangan dalam keluarga

1. Pasangan baru atau keluarga baru

Pada tahap ini suami dan istri yang membentuk keluarga baru melalui pernikan yang sah dan
meninggalkan keluarga masing-masing, dalam membentuk keluarga baru suami istri perlu
mempersiapkan kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan penyesuayan peran dan
fungsi sehari-hari. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan keniasaan
sendiri dengan pasangan, misalnya kebiasaan makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya. Dan hal
ini yang harus di putuskan adalah kapan waktu yang tepat untuk mempunyai anak dan berapa
jumlah anak yang diharapkan.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :

 Membina hubungan intim dan kepuasan bersama


 Menetapkan tujuan bersama
 Merencanakan anak (KB)
2. Keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing)

Tahap ini terjadi ketika pasangan suami istri menantiakn kelahiran anak pertama, dan berlanjut
sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun)

Tugas perkembangan pada masa ini antara lain :

 Persiapan menjadi orang tua


 Membagi peran dan tanggung jawab
 Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita\

3. Keluarga dengan anak pra sekolah

Tahap ini dimuali saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5 tahun,
pada tahap ini orang tua berdaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan dan minat dari anak pra
sekolah dalam meningkatkan pertumbuhannya. Keluarga juga mulai memiliki anak kedua
sehingga orang tua harus membagi fokus antara menyiapkan kebutuhan anak sekolah dengan
kebutuhan anak kedua yang masi bayi.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :

 Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti : kebutuhan tempat tinggal, privasi, dan
rasa aman
 Membantu anak untuk bersosialisasi
 Beradaptasi dengan anak yang baru lahir,serta kebutuhan anak lain juga harus terpenuhi

4. Keluarga dengan anak usia sekolah (families with children)

Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun dan berakhir
pada usia 12 tahun. Pada tahap ini keluarga mencapai jumlah anggota keluarga maksimal,
sehingga keluarga sangat sibuk. Pada tahap ini orang tua perlu belajar berpisah dengan anak,
memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik dalam aktifitas di sekolah maupun di
luar sekolah.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :


 Memberikan perhatian tentang kegiatan social anak, pendidikan dan semangat belajar
 Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
 Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual

5. Keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)

Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berkhir sampai pada usia 19-
20 tahun., pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuan keluarga melepas anak
remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri
menjadi lebih dewasa

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :

 Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang
sudah bertambah dan meningkat otonominya
 Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga
 Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan,
kecurigaan dan permusuhan

6. Keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching center families)

Tahap ini dimilai pada saat anak pertama meninggalkan rumah, pada tahap ini orang tua bertugas
membantu anak untuk mandiri sambil menata kembali peran mereka di dalam rumah tangga
dengan anggota keluarga yang masih ada

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :

 Memperluas keluarga ini menjadi keluarga besar


 Mempertahankan keintiman pasangan
 Manciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya

7. Keluarga usia pertengahan (middle age families)

Tahap ini dimulai saat anak yang pertama meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun. Pada
tahap ini semua anak maninggalkan rumah, maka pasangan akan berfokus untuk menjaga dan
mempertahankan kesehatan dengan berbagai aktifitas
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :

 Mempertahankan kesehatan
 Memelihara hubungan/ kontak dengan anak dan keluarga
 Persiapan masa tua atau pensiun dengan meningkatkan keakraban pasangan

8. Keluarga lanjut

Tahap terakhir perkembangan dalam keluarga dimulai saat salah satu pasangan pensiun,
berlanjut salah satu pasangan meninggal. Pada tahap ini suami istri bertugas untuk saling
merawat dan mempertahankan hubungan baik dengan anak dan social masyarakat. Usia lanjut
umumnya lebih dapat beraptasi tinggal dirumah sendiri dari pada tiggal bersama anaknya

Tugas perkembangan tahap ini antara lain :

 Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan


 Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
 Melakukan life review

REFERENSI : Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. (S, Riyadi, Ed). Yogjakarta:
Pustaka Pelajar
PERANAN KELUARGA

Dalam hal ini peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat
serta kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan
pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan
masyarakat. Adapun berbagai peranan yang terdapat dalam sebuah keluarga ialah sebagai
berikut:

 Peranan ayah.

Ayah sebagai suami dari istri, berperanan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan
pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya, serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

 Peranan ibu.

Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga,
sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari
peranan sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga
dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

 Peranan anak :

Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik


fisik, mental, sosial dan spiritual.

REFERENSI : Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan
Praktek. Edisi ke-5. Jakarta: EGC.
Muhlisin, A. 2012. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Andarmoyo, S. (2012). Keperawatan Keluarga (Pertama.). Yogyakarta: Graha

Ilmu.
MASALAH DALAM KELUARGA

Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa keluarga ialah tempat atau kelompok kecil
untuk seseorang itu bisa bertumbuh dan berkembang pertama kalinya dan seterusnya. Oleh
karena itu lingkungan keluarga sangatlah berpengaruh dan berperan penting di dalamnya. Karena
ada banyak hal yang akan di bangun dan di pelajari bersama oleh satu keluarga tersebut, dan
apabila keluarga itu tidak menciptakan suasana yang nyaman dan tidak mampu mengarahkan
keluarga kecil mereka kearah yang lebih baik, maka akan munculah berbagai banyak masalah
yang akan hadir. Berupa masalah pada anak-anak kecil maupun remaja dan juga orang dewasa.
Masalah keluarga secara langsung berkaitan dengan kondisi dan perilaku kedua atau salah satu
pihak orang tua, yang kemudian jadi berdampak langsung terhadap perkembangan anak.

Berikut beberapa hal yang berisiko menyebabkan suatu keluarga bermasalah, di antaranya:

 Orang tua yang ketergantungan narkoba atau alcohol :

Ketergantungan zat terlarang merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan hilangnya
figur orang tua dalam keluarga, munculnya perilaku kekerasan, dan kesulitan finansial.

 Konflik antara kedua orang tua :


Selain berpotensi pada perceraian, konflik antar orangtua dapat menimbulkan dampak
serius ketika pertengkaran jadi melibatkan anak dan salah satu pihak secara sengaja
membatasi hubungan anak dengan yang lain.
 Kekerasan dalam rumah tangga
Akibat konflik orang tua sehingga menyebabkan situasi keluarga jadi tidak kondusif dan
tidak aman bagi anak-anak serta dapat menyebabkan seorang anak tumbuh menjadi
seseorang yang kasar ketika dewasa.
 Pola asuh yang terlalu mengekang
Pola asuh orang tua kepada anak yang terlalu mengendalikan aktivitas anak dapat
menyebabkan anak tidak berkembang sebagaimana mestinya. Dan Anak-anaknya pun
juga akan cenderung berperilaku memberontak atau bersikap antisosial terhadap keluarga
dan orang lain di sekitarnya.
Hidup di tengah keluarga bermasalah juga menyebabkan anak jadi kehilangan
kesempatan untuk berkembang secara optimal sebagaimana mestinya, sehingga mereka
jadi memiliki kemampuan sosial, emosional dan coping skill yang lebih rendah
dibandingkan individu seusianya.   Hambatan ini kemudian bisa berwujud
pada munculnya beberapa masalah berikut:
 Gangguan kecemasan
Masalah kesehatan mental yang umum ditemui dan sudah sejak lama diketahui berkaitan
dengan kondisi keluarga yang bermasalah. Kecemasan berlebih pada seseorang dapat
dipicu oleh perilaku orangtua atau kondisi keluarga yang selalu menimbulkan masalah
atau kekhawatiran anggota keluarga. Hal ini juga dapat disebabkan oleh perilaku
orangtua yang teralu keras sehingga menimbulkan tekanan mental dengan cara memarahi
atau meremehkan hal yang dilakukan anak atau kecemasan berlebih orang tua sehingga
mereka melarang anak untuk beraktivitas merupakan penyebab utama munculnya
gangguan kecemasan pada anak ketika dewasa.
 Kesulitan berinteraksi dengan orang lain
Apapun masalah yang menyebabkan suatu keluarga jadi bermasalah, efek kecemasan
yang timbul sebagai akibatnya  juga akan memengaruhi kemampuan anak untuk
berinteraksi dan membentuk suatu hubungan dengan orang lain. Hal tersebut dapat dipicu
oleh pemikiran atau pandangan negatif dari orangtua yang “ditularkan” terhadap anak
bahwa setiap orang tidak dapat dipercaya, ataupun rasa cemas jika orang lain mengetahui
kondisi keluarganya.
 Kesulitan menerima kenyataan
Hal ini dapat disebabkan oleh konflik yang muncul dari perbedaan pandangan antara
orangtua dan anak, serta orangtua yang memaksakan pendapatnya pada anak — alias cuci
otak. Akibatnya, anak tumbuh besar sulit mempercayai hal yang dialaminya dan
cenderung kurang mempercayai emosi milik sendiri bahkan apa yang ditangkap oleh
indera mereka.

Adapun artikel lain yang saya abaca, menjelaskan bahwa :

Masalah keuangan juga bisa memicu datangnya masalah keluarga. Perbedaan penghasilan
yang dihasilkan oleh suami dan istri memicu masalah keuangan dalam keluarga. Selain itu,
masalah pengaturan keuangan juga bisa memicu masalah keluarga. Perbedaan cara mengelola
uang dan tertutup masalah kebutuhan, seringkali memicu pertikaian dalam keluarga. Biasanya
ditandai dengan salah satu pihak yang ingin berhemat dan mengumpulkan uang, sedangkan
pihak lain ingin lebih santai dan menikmati hasil kerja kerasnya selama ini.

Perbedaan pada pola asuh anak juga berpengaruh, dimana Mengasuh dan memberikan
pendidikan bagi anak tidak selamanya berjalan sesuai apa yang diinginkan. Sebab, sebagai
seorang individu ,kita pasti memiliki pandangan dan rencana tentang bagaimana cara mendidik
anak yang baik sesuai dengan kemauan kita.

Dan yang terakhir Memiliki orang tua atau saudara tiri, Ketika kamu berada dalam situasi
memiliki orang tua atau saudara tiri baru dalam keluargamu, kamu akan melakukan penyesuaian
dengan orang tua atau saudara tirimu, bukan? Beruntunglah kamu, jika orang tua atau saudara
tirimu tergolong orang yang bisa mengerti posisi mereka di rumahmu. Masalah keluarga yang
ditimbulkan oleh keadaan ini, nyatanya sering membuat anak atau individu yang mengalaminya
menjadi tidak nyaman tinggal di rumah.

REFERENSI :
https://www.lifeline.org.au/get-help/topics/family-relationship-problems

https://www.youthlineuk.com/what-is-counselling/family-problems/

https://hellosehat.com/parenting/remaja/penyebab-dampak-masalah-keluarga/#gref
PROSES KOPING PADA

MASALAH DALAM KELUARGA

Koping digambarkan sebagai berbagai macam strategi yang digunakan oleh seseorang
untuk mengatasi situasi sehari-hari atau situasi yang luar biasa. Strategi dan proses koping
keluarga ini berfungsi sebagai proses dan mekanisme yang vital, melalui proses dan mekanisme
tersebut fungsi keluarga akan menjadi nyata.

Koping adalah sebuah istilah yang terbatas pada perilaku atau kognisi aktual yang
ditampilkan seseorang, bukan pada sumber yang mungkin mereka gunakan. Koping keluarga
menunjukkan tingkat analisa kelompok keluarga (atau sebuah tingkat analisis interaksional).
Koping keluarga didefinisikan sebagai proses aktif saat keluarga memamfaatkan sumber yang
ada dan mengembangkan perilaku serta sumber baru yang akan memperkuat unit keluarga dan
mengurangi dampak peristiwa hidup penuh stress(McCubbin,1979).

Menurut Friedman (1998), terdapat dua tipe strategi coping keluarga yaitu :

1. Internal (intrafamilial) :

 Mengandalkan kemampuan dari dalam keluarga sendiri. Misalnya, dengan


membuat jadwal dan tugas rutinitas yang dipikul oleh setiap anggota keluarga.
Hal ini bertujuan agar anggota keluarga dapat lebih disiplin.
 Penggunaan humor agar dapat memberikan perubahan sikap keluarga terhadap
masalah yang dihadapi.
 Musyawarah bersama (memelihara ikatan keluarga) untuk membawa keluarga
lebih dekat satu sama lain.
 Memahami suatu masalah dengan keyakinan yang optimis serta penilaian yang
postif agar tidak memicu terjadinya stress.
 Pemecahan masalah bersama, dimana setiap anggota keluarga mendiskusikan
masalah yang dihadapi agar dapat ditemukannya jalan keluar dari masalah
tersebut.
 Normalisasi, merupakan cara untuk mengkonseptualisasikan bagaimana keluarga
mengelola ketidakmampuan seorang anggota keluarga, sehingga dapat
menggambarkan respons terhadap keluarga yang stress.

2. Eksternal (ekstrafamilial) :

 Memelihara hubungan aktif dengan komunitas


 Mencari pendukung social, dalam hal ini diperoleh dari system kekerabatan
keluarga, tokoh masyarakat,dll. yang didasarkan pada kepentingan bersama.
 Mencari dukungan spiritual, kepercayaan kepada Tuhan dan berdoa merupakan
cara paling penting keluarga dalam mengatasi stress.

Adapun menurut pendapat lain yang kami temukan ialah :

Strategi hubungan

1). Mengandalkan kelompok keluarga tertentu saat mengalami tekanan mengatasi dengan
menjadi lebih bergantung pada sumber mereka sendiri. Bersatu adalah satu dari proses penting
dalam badai kehidupan keluarga. Keluarga berhasil melalui masalah dengan menciptakan
struktur dan organisasi yang lebih besar dirumah dan keluarga.

2). Kebersamaan yang lebih besar Salah satu membuat keluarga semakin erat dan memelihara
sreta mengelola tingkat stress dan moral yang dibutuhkan keluarga adalah dengan berbagi
perasaan dan pemikiran serta terlibat dalam pengalaman aktivitas keluarga

3). OFleksibitas peran.lson (199) dan Walsh (1998) telah menekankan bahwa fleksibitas peran
adalah satu dari dimensi utama adaptasi keluarga.Keluarga harus mampu beradaptasi terhadap
perubahanperkembangan dan lingkungan. Ketika keluarga berhasil mengatasi, keluarga mampu
memelihara suatu keseimbangan dinamik antara perubahan dan stabilitas.

Strategi kognitif

1). Normalisasi Strategi koping keluarga fungsional lainnya adalah kecenderunagan bagi
keluarga untuk normalisasi suesuatu sebanyak mungkin saat mereka mengatasi stressor jangka
panjang yang cenderung mengganggu kehidupan keluarga dan aktivitas rumah tangga.
2).Pengendalian makna masalah dengan membingkai ulang dan penilaian pasifKeluarga yang
menggunakan strategi koping ini cenderung melihat aspek positif dari peristiwa hidup penuh
stress dan membuat peristiwa penuh stress menjadi tidak terlalu penting dalam hierarki nilai
keluarga.

3). (Klien, 1983; Reis, 1981; Strauss, 1968) dan dalam lingkungan alami ( Chesler & Barbari,
1987). Pemecahan masalah keluarga yang efektif meliputitujuh langkah spesifik :

a) Mengidentifikasi masalah

b) Mengkomunikasikan tentang masalah

c) Menghasilkan solusi yang mungkin

d) Memutuskan satu dari solusi

e) Melakukan tindakan

f) Memantau atau memastikan bahwa tindakan dilakukan

g) Mengevaluasi seluruh proses pemecahan masalah

4). Mendapatkan informasi dan pengetahuan, Keluarga yang berbasis kognitif berespon
terhadap stress dengan mencari pengetahuan informasi berkenaan dengan stressor dan
kemungkinan stressor

Strategi Komunikasi

1) Terbuka dan jujur, Anggota keluarga yang menunjukkan keterbukaan, kejujuran, pesan
yang jelas dan perasaan serta afeksi yang lebih besar dibutuhkan pada masa ini

2) Menggunakan humor dan tawa,Studi mengenai resilience menekankan bahwa humor tidak
terhingga nilainya dalam mengatasi penderitaan (Walsh, 1998). Humor tidak hnya dapat
menyokong semangat, humor juga dapat menyokong sistem imun seseorang dalam mendorong
penyembuhan

Strategi Koping Keluarga Eksternal


a. Strategi komunitas ,Kategori ini merujuk pada upaya koping keluarga yang terus menerus,
jangka panjang, dan umum bukan upaya seseorang menyesuaikan untuk mengurangi stressor
khusus siapapun. Pada kasus ini, anggota keluarga ini adalah peserta aktif (sebagai anggota aktif
atau posisi pimpinan) dalam klub, organisasi dan kelompok komunitas.

b. Memamfaatkan sistem dukungan social

1). Dukungan social keluarga

Dukungan social keluarga merujuk pada dukungan social yang dirasakan oleh anggota keluarga
ada atau dapat diakses (dukungan social dapat atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga
dapat menerima bahwa orang pendukung siap memberikan bantuan dan pertolongan jika jika
dibutuhkan).

2).Sumber dukungan keluarga

Menurut Caplan (1974) terdapat tiga sumber dukungan social umum. Sumber ini terdiri atas
jaringan informalyang spontan. Dukungan terorganisasi yang tidak diarahkan oleh petugas
kesehatan professional dan upaya terorganisasi oleh professional kesehatan.

3). Cara koping yang berbasis spiritual bervariasi secara signifikan lintas budaya. Penelitian
mengenai koping keluarga dan individu serta resilience secara konsisten menunjukkan bahwa
dukungan spiritual adalah penting dalam mendukung kepercayaan keluarga sehingga mereka
dapat mengatasi penderitaan

REFERENSI :

Friedman. M, Marilyn. 1998. Keperawatn Keluarga. Jakarta. EGC

Friedman. M, Marilyn. 2002. Keperawatn Keluarga. Edisi 3. Jakarta. EGC

Friedman, M, Marilyn. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori & Praktek. Edisi 5.
Jakarta. EGC

Murwani, arita. 2009. Pengantar konsep dasar keperawatan. Pengantar konsep dasar
keperawatan. Yogyakarta: fitraatmaja
Setiawati, santun. 2008. Asuhan keperawatan keluarga. Jakarta: tim-2008

Tamher, sayuti dkk.2009.pengkajian keperawatan jadi individu, keluarga & komunitas. Jakarta:
tim-2009

Maryam S. 2017. Strategi Coping Teori dan Sumberdayanya. Jurnal Konseling Andi Mantapa.

Anda mungkin juga menyukai