Anda di halaman 1dari 10

Nama : VERA SYAHRINISYA

S1 KEPERAWATAN VA

ANATOMI SISTEM PERSARAFAN MODEL DIAGRAM

Sistem saraf adalah sistem kontrol atau sistem koordinasi yang bertugas memberikan
tanggapan dan menerima terhadap rangsangan tersebut. Dalam menanggapi
rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf, yaitu reseptor,
konduktor, efektor. Struktur Saraf Manusia
Struktur sel saraf manusia terdiri atas sel-sel berikut.

1. Sel saraf (neuron)


Sel saraf atau neuron berperan dalam menghantarkan rangsangan (impuls). Neuron
terdiri dari tiga bagian utama yaitu sebagai berikut.

1. Badan sel (di dalamnya terdapat inti), mengandung nukleus yang dikelilingi
oleh sitoplasma.
2. Dendrit, merupakan serabut saraf pendek yang bercabang-cabang keluar dari
badan sel. Berfungsi menghantarkan impuls (rangsangan) yang datang dari neuron
lain untuk dibawa menuju badan sel saraf.
3. Akson (neurit), merupakan serabut saraf panjang dan umumnya impuls dari
badan sel saraf ke kelenjar-kelenjar dan serabut-serabut ke otot. Kebanyakan
diselubungi oleh selubung myelin (yang dihasilkan oleh sel Schwann) yang berfungsi
melindungi, memberi nutrisi, dan mempercepat jalannya impuls.
Berdasarkan fungsinya, neuron dibedakan menjadi empat macam, yaitu sebagai
berikut.

1. Neuoron sensorik, berfungsi menghantarkan rangsangan dari reseptor ke pusat


susunan saraf. Dendritnya berhubungan dengan neurit dan reseptornya berkaitan
dengan neuron lain.
2. Neuron motorik, berfungsi menghantarakan impuls motorik dari susunan saraf
pusat ke efektor. Dendritnya mendapati impuls dari akson neuron lain dan neuritnya
berkaitan dengan efektor.
3. Neuron konektor, berfungsi mengubungkan neuron satu dengan neuron yang
lain.
4. Neuron adjustor, berfungsi mengubungkan neuron sensorik dengan neuron
motorik pada pusat saraf (otak dan sumsum tulang belakang).
2. Sel glial
Sel glial merupakan sel penyusun jaringan (neuroglia). Sel glial berfungsi memberi
nutrisi pada sel saraf. Neuroglia terdiri dari beberapa macam, antara lain astrosit,
oligodendrosit, mikroglia, dan makroglia.

Susunan Sistem Saraf Manusia


Sistem saraf manusia tersusun atas dua sistem, yaitu sebagai berikut.

1. Sistem saraf pusat


Susunan saraf pusat manusia terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.

Sumsum tulang belakang


Sumsum tulang belakang merupakan lanjutan ke bawah dari medula oblongata.
Sumsum tulang belakang terletak memanjang dari ruas tulang leher sampai dengan
antara tulang pertama dan kedua

2. Sistem saraf tepi


Sistem saraf tepi adalah sistem saraf yang berasal dari saraf-saraf yang keluar dari
otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf dibagi menjadi dua sistem, yaitu
sebagai berikut.

2.1. Sistem saraf kraniospinal


Saraf kraniospinal, terdiri atas sistem saraf kranial dan sistem spinal. Sistem kranial
disusun oleh 12 pasang saraf otak, yang berhubungan dengan reseptor dan efektor
untuk daerah kepala. Sedangkan sistem saraf spinal tersusun oleh 31 saraf sumsum
tulang belakang, yang melayani reseptor dan efektor dari organ tubuh lainnya.

2.2. Sistem saraf otonom


Saraf otonom adalah saraf yang mengendalikan gerak organ tubuh yang bekerja di
luar kesadaran, misalnya denyut jantung, pencernaan, dan pengeluaran keringat.
Berdasarkan cara kerjanya, saraf otonom dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sebagai
berikut.

 Saraf simpatik yang berasal dari sumsum tulang belakang pada medulla
spinalis daerah leher dan pinggang, disebut saraf torakolumbar, yang memiliki fungsi
untuk mengaktifkan organ agar bekerja secara otomatis. Saraf simpatik menuju ke otot
polos, alat peredaran darah, pencernaan makanan, dan pernapasan.
 Saraf parasimpatik, berpangkal pada medula oblongata dan daerah sacrum,
bekerja berlawanan dengan saraf simpatik.
CEDERA KEPALA
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan
otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara
penyakit  neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan
raya (Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak
akibat  atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan
peningkatan tekanan inbakranial,
Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a.       Kecelakaan lalu lintas.
b.      Terjatuh
c.       Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d.      Olah raga
e.       Benturan langsung pada kepala.
f.       Kecelakaan industri.
Klasifikasi CEDERA KEPALA 
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka  dapat kita lihat sebagai berikut:
1.      Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan
kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada
penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).
2.      Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau
amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi
ringan ( bingung ). 
3.      Cedera kepala berat ( CKB )  jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga
meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada
istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut : 
-          Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak
tulang  tengkorak.
-          Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema
cerebra.
Jenis-Jenis Cedera Kepala
1.      Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan
tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam
jaringan otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi
disebabkan oleh pemberian kekuatan yang amat  berlebih terhadap luas area tengkorak
tersebut dan fraktur tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini
bisa menjadi cukup serius karena les dapat keluar melalui fraktur ini.
2.      Cedera otak dan gegar otak 
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak
tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel
selebral membutuhkan suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan.
Kerusakan otak belakang dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah
yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja  dan keruskan neuron tidak dapat
mengalami regenerasi.
Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah
yang menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan
kesadaran pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori
sementara ,kurang konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat.
Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio, laserasi dan
hemoragi.
3.      Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur.
Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang
berakhir selama beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya
akan menimbulkan amnesia atau disonentasi.
4.      Kontusio cerebral 
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan
kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema
cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan
meningkatkan mortabilitas (45%).
5.      Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi ) 
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural)
diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak
yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri
ini benda diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang
temporal.Hemorogi karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.
6.      Hemotoma subdural 
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling
sering  disebabkan oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan
dengan serius dan aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan
merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural.
Dapat terjadi akut, subakut atau kronik.
-          hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi
kontusio atau lasersi.
-          Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai
pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.
-          Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada
lansia.
7.      Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid
dengan diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut
terluka. Sering kali bersifat kronik.
8.      Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau
lebih pada parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur,
gerakan akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba.
Manifestasi Klinis.
1.    Nyeri yang menetap atau setempat.
2.    Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3.    Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat
di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral
( cairan cerebros piral keluar dari telinga  ), minorea serebrospiral (les keluar dari
hidung).
4.    Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5.    Penurunan kesadaran.
6.    Pusing / berkunang-kunang.
7.    Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8.    Peningkatan TIK
9.    Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
10.Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang
dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan
asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis
metabolik.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah
arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Penatalaksanaan
 Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka
mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing
dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
Pedoman Resusitasi Dan Penilaian Awal
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan
gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang  collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu
jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak
beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera
dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk
menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung  bahkan
terancan/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta
saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh
ahli anestesi
3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua
perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra
abdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang
EKG.Pasang  jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan
kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus
diobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt
diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB
6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang
belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas
setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal
7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :
-     Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih
efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tdk
menambah edema cerebri
-     Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia darah
-     Lakukan CT scan 

Pasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :


1.      Hematoma epidural
2.      Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
3.      Kontusio dan perdarahan jaringan otak
4.      Edema cerebri
5.      Pergeseran garis tengah
6.      Fraktur kranium

8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi
lakukan :
-     Elevasi kepala 30
-     Hiperventilasi
-     Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan dapat
diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai
maksimal 48 jam I
-     Pasang kateter foley
-     Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom
sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)
Pengkajian
1. Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
a.       Aktifitas dan istirahat
                 :  merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
                : -     Perubahan kesadaran, letargi
          `        -     hemiparese
                   -     ataksia cara berjalan tidak tegap
                   -     masalah dlm keseimbangan
                   -     cedera/trauma ortopedi
                   -     kehilangan tonus otot

b.      Sirkulasi
                 : -     Perubahan tekanan darah atau normal
                   -     Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg diselingi   bradikardia
disritmia
c.       Integritas ego
                 : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
                :  Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi, 
                   bingung, depresi
d.      Eliminasi
                 :  Inkontensia kandung kemih/usus mengalami 
                   gangguan fungsi
e.       Makanan/cairan
                 :  Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
                : Muntah,gangguan menelan
f.       Neurosensori
                 :  -     Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran
                   -     Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang
pandang, gangguan pengecapan dan penciuman
                : -     Perubahan kesadran bisa sampai koma
                   -     Perubahan status mental
                   -     Perubahan pupil
                   -     Kehilangan penginderaan
                   -     Wajah tdk simetris
                   -     Genggaman lemah tidak seimbang
                   -     Kehilangan sensasi sebagian tubuh
g.      Nyeri/kenyamanan
                 ; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda 
                   biasanya lama
                :  Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan 
                   nyeri nyeri yg hebat,merintih
h.      Pernafasan
                :  Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor,
                   tersedak, ronkhi,mengi
i.        Keamanan
                 : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
                : -     Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
                   -     Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya aliran
cairan dari telin ga atau hidung
                   -     Gangguan kognitif
                   -     Gangguan rentang gerak
                   -     Demam
2. Prioritas Keperawatan
a)      Memaksimalkan perfusi serebral
b)      Mencegah dan meminimalkan komplikasi
c)      Mengoptimalkan fungsi otak
d)     Menyokong proses koping 
e)      Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit
2.9    Diagnosa Keperawatan 
1.      Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya
tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada
sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal. 

Intervensi:
-          Kaji Airway, Breathing, Circulasi 
-          Kaji  apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari kepala ekstensi dan
hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra. 
-          Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera
lakukan pengisapan lendir 
-          Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas 
-          Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan
15 – 30 derajat. 
-          oksigen sesuai program. 
2.       Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing
hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
Intervensi :
-          Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk
menurunkan tekanan vena jugularis. 
-          Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan intrakranial: 
-          Bila akan memiringkan klien,  harus menghindari adanya tekukan pada anggota
badan, fleksi (harus bersamaan) 
-          Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver  
-          Ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari
percakapan yang emosional. 
-          Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai
program. 
-          Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat
meningkatkan edema serebral. 
-          Monitor intake dan out put. 
-          Lakukan kateterisasi bila ada indikasi. 
-          Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan
nutrisi. 
-          Pada pasien , libatkan keluarga dalam perawatan klien dan jelaskan hal-hal yang
dapat meningkatkan tekanan intrakranial. 
3.      Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari klien terpenuhi yang ditandai dengan berat badan
stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh klien
bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
-          Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan
pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan. 
-          Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi. 
-          Perawatan kateter bila terpasang.
-          Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan
BAB.
-          Libatkan keluarga  dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan klien.
4.       Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang
ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit
dalam batas normal.
Intervensi :
-          Kaji intake dan out put. 
-          Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau
mata cekung dan out put urine. 
-          Berikan  cairan intra vena sesuai program. 
5.       Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan : klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan klien tidak mengeluh nyeri,
dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
-          Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,
serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
-           Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.
-          Kurangi rangsangan.
-          Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
-          Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
-          Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi. 
6. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya
tekanan intrakranial.
Tujuan : klien terbebas dari injuri. 
Intervensi :
-          Kaji status neurologis klien: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap
nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan
kejang. 
-          Kaji tingkat kesadaran dengan GCS 
-          Monitor tanda-tanda vital klien setiap jam.
-          Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
-          Berikan analgetik sesuai program.

Anda mungkin juga menyukai