Terus terang, menghadapi pertanyaan seperti ini, penulis jadi bingung sendiri dan
bertanya kembali “memangnya waktu nyusun rencana umum pengadaan tidak
ditetapkan cara pengadaannya terlebih dahulu?”
Sebelum terlalu dalam, penulis juga mengkritisi istilah “pihak ketiga” yang sering
digunakan untuk menggambarkan penyedia barang/jasa. Hal ini karena dalam
pelaksanaan pekerjaan, yang mengikat perjanjian hanyalah 2 pihak, yaitu pihak
K/L/D/I dan pihak penyedia barang/jasa. Jadi siapa yang dimaksud pihak ketiga?
Jangan-jangan kena istilah, “apabila ada 2 orang yang bukan muhrimnya berdua-
duaan, maka pihak ketiga adalah…. (isi sendiri titik-titiknya)”
Berdasarkan Pasal 22 dan Penjelasan Pasal 22 Ayat 3 Huruf c angka 3, salah satu
tugas Pengguna Anggaran (PA) adalah menetapkan cara pengadaan barang/jasa,
apakah akan menggunakan swakelola atau melalui penyedia barang/jasa. Penetapan
ini merupakan bagian dari rencana umum pengadaan yang disusun sebelum
penyusunan dokumen anggaran. Hal ini karena Pengguna Anggaran berdasarkan
identifikasi kebutuhan yang telah dilakukan seharusnya juga memahami kekuatan
sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa.
Dari pengertian ini terlihat bahwa swakelola bersifat mandiri dan dikerjakan oleh
diri sendiri, bukan melalui penyedia. Jadi, apabila tetap menggunakan penyedia
barang/jasa, misalnya toko, kontraktor, konsultan, tenaga ahli dari swasta, PT, CV,
dan lain-lain, maka itu bukanlah swakelola.
Swakelola bukan berarti dikelola sendiri. Bukan berarti diberikan uang, kemudian
beli sendiri ke toko. Karena kalau sudah membeli ke toko, artinya sudah
menggunakan penyedia, dimana toko inilah yang menjadi penyedianya.
Sebuah sekolah, diberikan bantuan dana dari APBN atau APBD untuk pengadaan
meubelair sejumlah Rp. 300 Juta. Dalam petunjuk teknis (juknis) disebutkan bahwa
pengadaannya dilaksanakan dengan cara “swakelola” sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Karena melihat juknis ini, maka Kepala Sekolah segera mencairkan anggaran yang
telah diterima melalui rekening sekolah, kemudian mendatangi toko meubelair
terdekat dari beberapa toko yang ada, kemudian membelanjakan semua uang
tersebut untuk membeli meubelair untuk sekolahnya. Ini dengan alasan bahwa yang
namanya swakelola adalah “dikelola sendiri.”
Pemahaman ini adalah pemahaman yang tidak benar. Kalau sudah membutuhkan
penyedia, itu berarti sudah bukan swakelola lagi, dan pemilihan penyedianya harus
menggunakan metode pemilihan penyedia. Beberapa metode pemilihan penyedia
adalah pelelangan umum, pelelangan sederhana atau pemilihan langsung.
6. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat
khusus untuk pengembangan teknologi/ metode kerja yang belum dapat
dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa;
Yang perlu diingat, bahwa walaupun kondisi tersebut terpenuhi, artinya pelaksanaan
pengadaan dapat dilakukan dengan cara swakelola, di dalamnya bisa saja terdapat
penyedia barang/jasa.
Hal ini karena konsekwensi dari metode tersebut berujung kepada struktur anggaran
yang akan dimasukkan dalam rencana kerja dan anggaran tahun berikutnya.
Misalnya, apabila pelaksanaan lokakarya akan dilakukan dengan cara swakelola,
maka dalam KAK dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) sudah harus diuraikan tugas
dan fungsi masing-masing pihak yang akan terlibat. Kemudian RAB ini dimasukkan
sebagai bagian dari dokumen anggaran. Dalam dokumen aanggaran juga sudah
terurai komponen akomodasi dan konsumsi, honorarium panitia, narasumber, Alat
Tulis Kantor (ATK), dan berbagai pernak-pernik lainnya. Namun apabila hendak
menggunakan penyedia, maka dalam RAB walaupun diuraikan secara detail, namun
dalam dokumen anggaran hanya dimasukkan dalam 1 mata anggaran secara
gelondongan. Rincian RAB akan berubah menjadi rincian HPS yang sifatnay rahasia,
sedangkan total RAB menjadi total anggaran yang masih harus disusun HPS-nya dan
kemudian dilakukan pemilihan terhadap penyedia menggunakan metode pemilihan
yang sesuai (Pelelangan, Penunjukan Langsung, atau Pengadaan Langsung).
Pelaksana kedua adalah instansi pemerintah lain. Yang perlu digarisbawahi adalah,
pelaksana wajib berupa instansi pemerintah, bukan swasta dan bukan juga instansi
yang “mengaku-ngaku pemerintah.” Contoh instansi pemerintah adalah Perguruan
Tinggi Negeri, Lembaga Negara, atau Institusi Pemerintah seperti BPPT,
Bakosurtanal, dan lain-lain.
Dalam penyusunan KAK dan Anggaran, Pengguna Anggaran (PA) dapat langsung
menetapkan instansi pemerintah yang menjadi target dan sasaran kerjasama. Hal ini
didahului dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) terlebih
dahulu sebagai landasan legal kerjasama. Sehingga nama instansi pemerintah
pelaksana swakelola dapat dimunculkan dalam dokumen anggaran.
Hal ini mencegah kebingungan tentang instansi mana yang dapat diajak kerjasama
saat anggaran telah tersedia? Semua sudah harus direncanakan dan dipersiapkan
sebelumnya.
Demikian juga dengan pelaksana swakelola yang berasal dari kelompok masyarakat.
Target kelompok masyarakat pelaksana swakelola sudah harus dipersiapkan
sebelumnya dan harus dipastikan bahwa kolompok masyarakat tersebut mampu
melaksanakan pekerjaan. Jangan sampai kelompok nelayan yang tidak memiliki
pengetahuan mengenai konstruksi, diminta untuk membangun dermaga ber-tiang
pancang.
Akhir kata, jangan memilih swakelola atau penyedia setelah dokumen anggaran
ditetapkan, tetapi pilihlah pada saat perencanaan pengadaan.