Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Kasus yang menimpa anak-anak khususnya anak-anak di

Indonesia dalam beberapa tahun ini mengalami peningkatan yang cukup

tajam. Kasus yang muncul pada umumnya adalah berupa kekerasan

seksual terhadap anak-anak dan perdagangan anak. Peningkatan kasus

berupa perdagangan anak dipicu dengan terjadinya krisis ekonomi yang

berkepanjangan yang pada akhirnya membawa dampak pada anak-anak.

Data memprihatinkan diungkapkan tim ahli Komisi Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI) Rachmat Sentika. Menurutnya, berdasarkan data

yang dihimpun dari Kejaksaan Agung pada 2006 dan telah diteruskan ke

Komite Anak Dunia, dalam laporan III dan IV, terungkap berbagai data yang

merisaukan perihal kekerasan terhadap anak yang telah resmi diproses

sesuai hukum. Pada laporan tersebut tercantum, terdapat 600 kasus yang

telah resmi diputus oleh Kejaksaan Agung. Dari total tersebut, 41% di

antaranya terkait dengan tindak pencabulan dan pelecehan seksual.

Adapun 41% lainnya, berkenaan dengan perkosaan. Sisanya, 3%

merupakan kasus perdagangan anak, 3% kasus pembunuhan, 7% tindak

penganiayaan, sedangkan lainnya 5% tidak diketahui. Sementara itu,

sepanjang 2007, berdasarkan hasil penghimpunan berbagai berita di 19

koran dalam rentang satu tahun terungkap, terdapat 470 kasus kekerasan

pada anak. Dari jumlah itu 67 di antaranya terbunuh, sedangkan 23 kasus

lainnya merupakan tindak perkosaan yang umumnya dilakukan pihak

keluarga dekat. Rachmat juga mengungkapkan, dari kasus perdagangan


2

anak, rata-rata 290 ribu anak per tahunnya menjadi buruh migran di luar

negeri. Dari jumlah itu, 10% di antaranya umumnya terkait dengan anak-

anak.1

Data diatas menunjukkan pada kita betapa rentan

kedudukan anak atas tindakan-tindakan kekerasan. Tindakan lain yang

mungkin terjadi pada anak-anak adalah berupa perdagangan anak (child

trafficking) yang menimpa anak-anak Indonesia. Bahkan menurut data

yang ada kasus trafficking Indonesia berada di urutan nomor dua di dunia

dan khususnya di Kepulauan Riau menempati urutan pertama ditanah air.

Kepulauan Riau menempati urutan pertama bagi banyaknya kasus

trafficking dikarenakan letak wilayahnya yang berbatasan langsung dengan

Singapura.2 Beberapa bentuk perdagangan perempuan dan anak yang

sering ditemukan kasusnya dilapangan dapat disebutkan sebagai berikut:

- pelacuran dan eksploitasi seksual termasuk eksploitasi seksual anak

(pedofilia)

- menjadi buruh migran baik legal maupun illegal

- adopsi anak

- Pekerja rumah tangga (PRT)

- Pengemis

- Industri pornografi

- Pengedaran obat terlarang

- Penjualan organ tubuh.

Bentuk-bentuk perdagangan semacam ini akan sangat banyak kita temui

dalam kenyataan hidup sehari-hari.


1
Kasus Kekerasan Terhadap Anak Naik 300%, www.gugustugastrafficking.org. 12
Juli 2011
2
Bayi Kepri Dijual Untuk Diambil Organnya, Republika Online, 05 September 2005.
3

Beberapa faktor sosial menjadi pemicu terjadinya human

trafficking dan lebih khusus lagi adalah perdagangan anak (child trafficking)

di Indonesia. Kelompok masyarakat tertentu menjadi rawan bagi terjadinya

perdagangan perempuan dan anak yang antara lain adalah :

- Anak-anak jalanan;

- Orang yang sedang mencari pekerjaan dan tidak mempunyai

pengetahuan/informasi yang benar mengenai pekerjaan yang akan

dipilih;

- Perempuan dan anak didaerah konflik dan yang menjadi pengungsi;

- Perempuan dan anak miskin di kota atau pedesaan;

- Perempuan dan anak yang keluarganya terjerat hutang;

- Perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga; dan

- Perempuan yang menjadi korban perkosaan.

Mereka merupakan kelompok masyarakat yang rawan untuk

mengalami perdagangan anak khususnya. Sebagaimana kita ketahui

Indonesia pada akhir-akhir ini mengalami beberapa kejadian luar biasa

berupa bencana alam dan krisis ekonomi. Bencana alam yang berturut-

turut terjadi antara lain banjir, tanah longsor dan kejadian luar biasa pada

Desember 2004 berupa bencana alam tsunami yang melanda Nagroe Aceh

Darussalam. Kejadian luar biasa tersebut telah mengakibatkan

bertambahnya kelompok masyarakat yang rawan terjadi perdagangan

anak.

Beberapa kasus penculikan dan penjualan anak telah berhasil

dibongkar oleh aparat kepolisian yang membuat kita terhenyak betapa

banyak bayi-bayi yang telah diperdagangkan. Perdagangan bayi


4

sebagaimana yang terjadi di Provinsi Kepulauan Riau dilakukan kegiatan

adopsi illegal dan kegiatan prostitusi bagi perempuan. Bahkan pada akhir-

akhir ini anak-anak tersebut dijual bukan untuk dipungut (adopsi) melainkan

untuk diambil organ tubuhnya.3 Perdagangan anak juga disinyalir terjadi

pasca tsunami di Aceh yang memaksa Pemerintah untuk melarang anak-

anak Aceh dibawa keluar dari Aceh apalagi untuk dipungut.

Tindakan penculikan anak dilakukan tidak semata-mata hanya

untuk diperdagangkan, namun yang lebih mengerikan adalah bahwa

terhadap anak-anak yang diculik tersebut diperdagangkan organ-organ

tubuhnya. Dalam perkembangan situasi di masyarakat penjualan organ

tubuh mulai banyak dilakukan beberapa kalangan masyarakat karena

terdesaknya kebutuhan ekonomi.

Beberapa contoh kasus yang telah terjadi di beberapa tempat di Indonesia

adalah :

1. Jakarta - Gadis 8 tahun itu menyuruk sendirian di jalanan di sebuah

kota di Jepang 4 tahun silam. Ketika diajak bicara, dia tak bisa

ngomong karena lidahnya tidak sempurna. Namun untunglah gadis itu

bisa menulis, meski tidak lancar. Dari situlah terkuak bahwa dia

berasal dari Indonesia. Sebut saja namanya Melati. Kini dia dirawat

keluarga WNI di Jepang. Diduga Melati adalah korban penculikan

dengan sasaran perdagangan organ tubuh."Anak itu hilang saat usia

8 tahun. Sekarang umurnya sudah 12 tahun," ujar Sekjen Komnas

Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait kepada detik com, Rabu

(13/1/2010). Lidah Melati tak sempurna diduga karena dipotong oleh

3
Ibid.,
5

penculiknya dengan tujuan untuk menghilangkan jejak. Luka

potongan terlihat sudah lama. Luka lainnya ditemukan di pinggang

bagian belakang. "Kemungkinan dia kehilangan satu ginjal," ujar Arist.

Temuan ini menambah keyakinan adanya sindikat perdagangan yang

bermain, setelah kasus hilangnya bayi yang baru dilahirkan di

Puskesmas Kembangan, Jakarta Barat, awal pekan ini.4

2. Starberita-Medan, Dua warga negara Indonesia asal Tanjung

Morawa Kabupaten Deli Serdang diduga terlibat dalam sindikat

internasional jual beli organ tubuh manusia di Singapura. Kasus jual

beli organ manusia ini melibatkan sebuah Rumah Sakit Mount

Elizabeth Singapura. Data yang dibeberkan Majalah Gatra edisi

Januari 2010, menyatakan bahwa sebelum berangkat ke Singapura

Sulaiman dibujuk oleh seseorang agar mau mendonorkan ginjalnya

dan diiming-imingi uang sebesar Rp 150 juta. Sesampainya di

Singapura Sulaiman dijemput warga Singapura dan dipertemukan

dengan Toni yang pernah mendonorkan ginjal sekaligus untuk

mengurus pendonorannya di RS Mount Elizabeth. Koordinator Fungsi

Protokol dan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes

RI) di Singapura Kemal Haripurwanto juga sempat memaparkan hal

ini, dengan pernyataan kedua WNI tersebut berasal dari Medan,

Sumatera Utara. Sulaiman merupakan orang yang akan

mendonorkan ginjalnya di Rumah Sakit (RS) Mount Elizabeth,

Singapura. Namun belum sempat mendonorkan ginjalnya. Sulaiman

sudah tertangkap. Pasca tertangkapnya Sulaiman oleh kepolisian

4
www.forumbebas.com/http melati, korban perdagangan organ tubuh
6

Singapura beberapa bulan lalu, proses hukum Sulaiman mentah

karena perundang undangan yang mengatur tentang penjualan organ

tubuh belum kuat, sehingga Sulaiman bebas dan hingga kini tidak

diketahui jejaknya.5

3. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyatakan

modus penculikan anak disertai penjualan organ tubuh marak di

berbagai wilayah di Indonesia. “Setidaknya sudah terjadi di tiga

daerah, di Bogor, Jawa Tengah, dan Tangerang,” kata Ketua

Komnas PA Arist Merdeka Sirait kemarin. Arist melihat adanya

kesamaan modus dalam kasus penculikan anak-anak yang terjadi di

tiga daerah itu. “Anak dikembalikan dengan kondisi tubuh yang tidak

lagi lengkap, sekaligus diberikan uang.” Di Jawa Tengah, ada anak

yang diculik lalu dikembalikan tanpa organ. Mulut anak itu disumpal

uang Rp 1 juta. Seorang bocah laki-laki kembali kepada keluarganya

di daerah perbatasan Jayanti, Tangerang, dan Cikande, Serang,

beberapa waktu lalu tanpa ginjal.6

Peningkatan perdagangan organ tubuh tidak bisa dilepaskan dari

kebutuhan akan hidup sehat bagi sebagian orang. Dalam keadaan

tertentu, maka diperlukan adanya tindakan transplantasi atau

pencangkokkan organ tubuh untuk menggantikan organ tubuh yang telah

rusak atau tidak dapat berfungsi secara baik. Sementara donor organ

tubuh masih merupakan hal yang sangat jarang dilakukan. Hal ini menjadi

5
www.starbrita.com/http dua warga medan terlibat sindikasi jual beli organ tubuh
6
www.kampungtki.com/http mengerikan, penculikan dan penjualan organ tubuh anak
marak
7

salah satu hal yang mengakibatkan semakin maraknya perdagangan organ

tubuh pada akhir-akhir ini.

Perlindungan hukum bagi anak mutlak diperlukan untuk

mencegah terjadinya kekerasan dan perdagangan anak. Perangkat

peraturan perundang-undangan yang ada termasuk konvensi internasional

tentang perlindungan anak merupakan perangkat utama dalam

memberikan perlindungan hukum bagi anak dari tindakan kekerasan dan

perdagangan anak. Khusus di Indonesia karena terjadinya beberapa

kejadian luar biasa telah menimbulkan bertambahnya jumlah kelompok

masyarakat yang rawan mengalami perdagangan anak.

Perlindungan hukum bagi anak di dalam Undang-Undang

Dasar 1945 merupakan salah satu bentuk dari Hak Asasi Manusia. Hal ini

diatur dalam Pasal 28B yang menentukan:

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan


keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.

Ketentuan pasal 28B menjadi landasan bagi pemerintah dalam mengambil

segala langkah kebijakan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan

bagi anak Indonesia agar hidup, tumbuh dan berkembang. Berdasarkan

ketentuan undang-undang dasar tersebut, maka pemerintah melakukan

beberapa ratifikasi konvensi internasional tentang perlindungan hukum

anak, yaitu:

- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala

Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (Convention on The

Elimination of all Forms of Discrimination Against Women)


8

- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO

Convention No. 138 Concerning Minimum Age fos Adminission to

Employment (Konvensi ILO mengenai usia minimum untuk

diperbolehkan berkeja.

- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO

Convention No. 182 Concerning The Prohibitation and Immediate

Action for The Elimination of The Worst Forms of Shild Labour

(Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera

Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak).

Ratifikasi atas beberapa konvensi tersebut diharapkan dapat

memberikan perlindungan hukum yang cukup bagi anak. Konvensi yang

diratifikasi pada umumnya adalah ketentuan tentang mempekerjakan anak-

anak, oleh karena itu ratifikasi konvensi ILO (International Labour

Organization) yang banyak. Pekerja anak memang merupakan salah satu

perhatian utama yang di berikan oleh ILO khususnya pada negara-negara

yang sedang berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya pelanggaran

yang dilakukan dengan mempekerjakan anak-anak yang seharusnya

mereka tidak boleh dipekerjakan.

Cara-cara baru yang dilakukan dalam melakukan perdagangan

organ tubuh secara illegal harus semakin diperhatikan.

2. Rumusan Masalah

Kelompok masyarakat yang rawan untuk mengalami

perdagangan anak yang semakin meningkat di Indonesia harus mendapat

perhatian yang serius dari kita semua terutama oleh Pemerintah. Kasus-
9

kasus penculikan anak untuk kemudian dijual organ tubuhnya membuat kita

cukup prihatin atas terjadinya perdagangan organ anak. Permasalahan

yang muncul kemudian adalah:

1. Bagaimanakah ketentuan pidana atas penculikan anak untuk dijual

organ tubuh nya?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban hukum pidana bagi pelaku

penculikan anak dan pelaku transplantasi untuk dijual organ

tubuhnya?

3. Penjelasan Judul

Skripsi ini mengambil judul “Penculikan Anak Untuk

Diperdagangkan Organ Tubuhnya Menurut Ketentuan Hukum Pidana”

dengan menitik beratkan penelitian khusus pada perdagangan atas organ

tubuh anak yang diculik. Perlindungan hukum terhadap anak diperlukan

untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan kekerasan dan perdagangan

anak termasuk perdagangan organ tubuh anak. Perlindungan Hukum anak

menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak adalah:

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan


melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.

Sedangkan yang dimaksud dengan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002

adalah “seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk

anak yang masih didalam kandungan”. Dengan demikian perlindungan


10

anak hanya diperuntukkan bagi mereka yang berusia 18 (delapan belas)

tahun.

Dalam protokol PBB untuk mencegah, memberantas dan

menghukum perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak

(2000) Suplemen Konvensi PBB untuk melawan organisasi kejahatan lintas

batas dikatakan:

(a) Perdagangan manusia adalah perekrutan, pengiriman seseorang

dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain

dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau

penyalahgunaan kekuasaa atau posisi rentan atau memberi atau

menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat

memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain,

untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak eksploitasi

untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi

seksual, kerja atau pelayan paksa, perbudakan atau praktik-praktik

serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh.

(b) Persetujuan korban perdagangan manusia terhadap eksploitasi yang

dimaksud dikemukakan dalam subalinea (a) artikel ini tidak akan

relevan jika salah satu dari cara-cara yang dimuat dalam subalinea (a)

digunakan;

(c) Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan

seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai “perdagangan

manusia” bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang

dikemukakan dalam subalinea (a) pasal ini;

(d) “anak” adalah setiap orang yang berumur dibawah delapan belas tahun.
11

Suplemen Konvensi PBB tersebut memberikan definisi tentang

perdagangan manusia (human trafficking)yang dapat pula ditafsirkan

sebagai perdagangan anak (child trafficking).

Penculikan yang dimaksud dalam penelitian ini sebagaimana

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (untuk selanjutnya

disebut KUHP) Pasal 328 ayat berbunyi: “Barang siapa membawa pergi

seseorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara

dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di

bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk menempatkan

dia dalam keadaan sengsara, diancam karena penculikan dengan pidana

penjara paling lama dua belas tahun.”

4. Alasan Pemilihan Judul

Penulisan skripsi ini mengambil judul “Penculikan Anak

Untuk Diperdagangkan Organ Tubuhnya Menurut Ketentuan Hukum

Pidana” dengan menitik beratkan pada penegakan hukum atas

perdagangan anak. Perdagangan Anak semakin sering terjadi di

Indonesia dengan terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan termasuk

terjadinya beberapa bencana alam dalam skala besar di Indonesia.

Perangkat hukum untuk mencegah dan melindungi anak-anak Indonesia

atas tindakan kekerasan dan diskriminasi telah dibuat.

Perangkat hukum yang ada untuk mencegah terjadinya

tindakan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak harus pula dibarengi

dengan penegakan hukum atas terjadinya tindakan kekerasan dan

diskriminasi terhadap anak. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka


12

penulis mengambil judul “Penculikan Anak Untuk Diperdagangkan

Organ Tubuhnya Menurut Ketentuan Hukum Pidana” dalam penulisan

skripsi ini.

5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi syarat

mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Wijaya Putra Surabaya. Selain itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1) Mengetahui hukum pidana penculikan anak

2) Mengetahui hukum pidana transplantasi organ anak korban penculikan

3) Mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku penculikan anak

4) Mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku pembedahan dan

pemindahan organ anak korban penculikan

6. Manfaat Penelitian

Penelitian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1) Mengetahui dan memahami hukum pidana penculikan anak

2) Mengetahui dan memahami hukum pidana transplantasi organ anak

korban penculikan

3) Mengetahui dan memahami pertanggungjawaban pidana pelaku

penculikan anak

4) Mengetahui dan memahami pertanggungjawaban pidana pelaku

pembedahan dan pemindahan organ anak korban penculikan.


13

7. Metode Penelitian

a. Tipe Penelitian

Penulisan skripsi ini merupakan penulisan dengan tipe penelitian

normatif sebagaimana penelitian bidang hukum pada umumnya.

Dengan demikian penelitian didasarkan pada norma-norma aturan yang

berlaku. Khususnya norma-norma hukum yang berlaku untuk investasi

di Indonesia.

b. Pendekatan Masalah

Dalam memberikan penjelasan terhadap masalah yang menjadi pokok

permasalahan, maka skripsi ini didasarkan pada pendekatan

perundang-undangan (statue approach) ketentuan tentang hukum

perdagangan anak Pendekatan perundang-undangan dilakukan

dengan ccara mempelajari peraturan-peraturan hukum yang berlaku dan

literatur-literatur yang ada. ara

c. Langkah Penelitian

Data yang diperoleh dalam skripsi ini diperoleh dengan cara

melakukan studi kepustakaan dengan mengumpulkan peraturan-

peraturan yang ada.

Skripsi ini menggunakan analisa data secara diskriptif komparatif.

Diskriptif artinya cara menganalisa dengan mengetengahkan peraturan-

peraturan yang berlaku.

Sedangkan analisa komparatif artinya dengan membandingkan

peraturan yang berlaku terhadap peraturan yang dilaksanakan dalam

praktek.
14

8. Pertanggungjawaban Sistematika

Penelitian skripsi ini akan terbagi dalam 4 (empat) bab yang

tersusun sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan penulis akan menguraikan tentang : akan berisi uraian

mengenai latar belakang, rumusan masalah, penjelasan judul, alasan

pemilihan judul, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan

pertanggungjawaban sistematika.

Bab II Ketentuan Pidana Atas Penculikan Anak dengan Menjual Organ

Tubuh, berisi uraian mengenai macam-macam modus operandi yang

dilakukan oleh pelaku penculikan anak untuk kemudian diuraiakan

mengenai tindak pidana pelaku penculikan, tindak pidana bagi pelaku

penculikan yang turut serta melakukan transplantasi organ anak korban

penculikan.

Bab III Pertanggungjawaban Pelaku Penculikan Dan Pelaku

Tranplantasi Organ berisi uraian pertanggungjawaban pidana bagi pelaku

penculikan anak dan pelaku yang melakukan transplantasi organ anak-

anak korban penculikan.

Bab IV Penutup akan berisi kesimpulan dan saran berdasarkan

pembahasan yang telah dilakukan dalam Bab II dan Bab III.


15

BAB I I

KETENTUAN PIDANA ATAS PENCULIKAN ANAK UNTUK DIJUAL ORGAN


TUBUH

1. Tindak Pidana Penculikan Anak Untuk Dijual Organ Tubuhnya

Kasus penculikan anak yang semakin meningkat pada akhir-akhir

ini sudah cukup merasahkan bagi masyarakat. Lebih membuat miris adalah

penculikan yang dilakukan atas anak-anak tersebut dilakukan untuk

diperdagangkan termasuk organ tubuh anak-anak yang diculik. Penculikan

yang dilakukan adalah untuk mendapatkan organ tubuh nya. Anak-Anak

yang diculik tersebut organ tubuhnya diambil untuk kemudian diperjual

belikan.

Berbagai modus operandi dilakukan oleh para pelaku penculikan

anak untuk diperjualbelikan organ tubuhnya. Modus Operandi adalah :

kalimat dalam bahasa latin, yang telah diterjemahkan adalah metode

operasi, istilah ini digunakan untuk melakukan cara kerja seseorang untuk

melaksanakan sesuatu. Dalam Bahasa Inggris, sering diganti dengan

akronim M.O. Istilah Modus Operandi seringkali digunakan ketika

membahas suatu kejahatan dan upaya penanganannya. Terkait dengan

kriminologi, Modus operandi didefisinikan sebagai cara-cara pelaku dalam

melakukan tindak pidana. Modus operandi dipisahkan menjadi dua macam

yaitu modus operandi Konvensional dan modus operandi inkonvensioanl.

Modus operandi konvensioanal identik dengan kejahatan kerah biru


16

conventional crime, sedangkan modus Inkonvensional identik dengan

kejahatan kerah putih.7

Modus operandi konvensioanal terlihat pada tindak-tindak pidana

yang dilakukan oleh orang perorangan, misalnya penculikan anak dengan

cara merayu agar si pelaku mudah untuk melakukan apa yang diinginkan,

dan melakukan pembiusan terhadap anak yang diculiknya agar si anak tidak

melakukan pemberontakan dalam melakukan kejahatan tersebut. Pada

modus operandi inkonvensional dapat digolongkan pada tindak pidana yang

dilakukan oleh sekumpulan orang, contohnya mengambil bagian organ

tubuh si anak yang dicurinya harus dilakukan operasi dan membutuhkan

seorang dokter dan perawat yang ahli dalam melakukannya. Oleh sebab itu

sipelaku penculikan anak dengan menjual organ tubuhnya merupakan

kejahatan yang dilakukan banyak tersangka yang melakukan aksi kejahatan

tersebut.

Modus operandi yang dilakukan pelaku penculikan anak

merupakan modus operandi konvensional. Sedangkan tindakan

pengambilan organ tubuh anak yang dilakukan oleh pelaku merupakan

modus oprandi inkonvensional. Dalam kejahatan penculikan anak untuk

kemudian dijual organ tubuhnya terjadi perpaduan antara modus opernadi

konvensional dan modus operandi inkonvensional. Terdapat pelaku tindak

pidana penculikan dan pelaku yang turut serta melakukan pengambilan

organ.

Korban penculikan sekaligus pengambilan organ tubuh terkadang

dilepas kembali dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. Dalam undang-

7
http://en.wikipedia.org/wiki/modus_operandi, dikunjungi, pada tanggal 10 Mei 2012
17

undang korban yang mengalami penderitaan atau kepedihan, terhadap anak

yang diakibatkan oleh perbuatan si pelaku, maka undang-undang tersebut

diringankan dengan diberi kemungkinan penggantian kerugian dan tindak

pidana yang selayaknya. Apabila melihat pengertian ”korban” sebagaimana

disebutkan dalam undang-undang tersebut, maka pengertian tersebut

sangat luas, dan hal itu menimbulkan kesulitan dalam pemberian

penggantian kerugian. Perlu diberi pembatasan siapakah dalam suatu

perkara pidana di sebut ”korban” atau orang yang dirugikan itu. Menurut

pendapat pakar hukum pidana Indonesia: Penetapan orang yang dirugikan

itu di dasarkan atas azas-azas hukum perdata dan kerugian itu ditimbulkan

oleh perbuatan seseorang yang oleh hukum pidana disebut ”si pembuat”

(dader) dari suatu tindak pidana. Jadi dalam masalah ganti rugi dalam

pidana harus dilihat dalam hubungannya dengan ”tiga serangkai” : delik

(tindak pidana) – pembuat – korban. Masih pula harus diperhatikan,

kerugian itu bersifat materiil dan immateriil. Penggantian kerugian bersifat

materiil tidak menimbulkan masalah, tidak demikian dengan kerugian yang

bersifat inmateriil, yang berupa kesusasahan, kecemasan, rasa malu dan

sebagainya. Kerugian ini harus diganti dengan wujud uang.

Dalam hukum perdata hal ini sudah biasa, di situ dikenal apa yang

disebut uang duka.8 Dalam perkembangan tentang korban ini, telah

dituangkan dalam Undang-undang nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi Dan Korban. Hal mana kepentingan korban di kuasakan

pada suatu Lembaga yang di bentuk oleh undang-undang yakni Lembaga

Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK). Kepentingan korban melalui LPSK

8
Sudarto, Hukum Dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, Hal. 183-184
18

tersebut tertuang dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 13 tahun 2006

tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai barikut :

(1) Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa :


a. hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi
manusia yang berat;
b. hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung
jawab pelaku tindak pidana.
(2) Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi diberikan oleh
pengadilan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan restitusi
di atur dengan Peraturan Pemerintah.

Menurut Undang-undang tersebut diatas, meskipun hak-hak dan

kepentingan korban, telah dikuasakan pada LPSK, namun kenyataannya

dalam Sistem Peradilan Pidana, korban tetap sebagai figuran atau hanya

saksi (korban) dalam persidangan, karena hak-hak dan kepentingan korban

dalam peradilan (pidana) masih diwakili oleh Polisi dan Jaksa.

Apabila kita cermati mengenai hak-hak korban yang tertuang di

dalam KUHAP, maka didapat pengaturan hak-hak bagi korban sangat minim

sekali dibandingkan dengan pengaturan tentang hak-hak pelaku tindak

pidana (tersangka/terdakwa/terpidana). Perlindungan hukum lebih banyak

diatur untuk pelaku tindak pidana, sebagaimana tampak dalam berbagai

Pasal tersebut di atas dibandingkan dengan kepentingan korban yang

mengalami penderitaan dari perbuatan pelaku tindak pidana.

Jika kita mencatat hak-hak korban yang ada dalam KUHAP, maka

terdapat hanya 4 (empat) aspek, yaitu :

1. Hak untuk melakukan kontrol terhadap tindakan penyidik dan penuntut

umum, yakni hak mengajukan keberatan atas tindakan penghentian

penyidikan dan/atau penuntutan dalam kapasitasnya sebagai pihak


19

ketiga yang berkepentingan. Ini di atur dalam Pasal 109 dan Pasal 140

ayat (2) KUHAP;

2. Hak korban dalam kedudukannya sebagai saksi, sebagaimana di jumpai

dalam Pasal 168 KUHAP;

3. Hak bagi keluarga korban dalam hal korban meninggal dunia, untuk

mengijinkan atau tidak atas tindakan polisi melakukan bedah mayat atau

penggalian kubur untuk otopsi. Hak demikian di atur dalam Pasal 134

sampai 136 KUHAP;

4. Hak menuntut ganti rugi atas kerugian yang di derita dari akibat tindak

pidana dalam kapasitasnya sebagai pihak yang dirugikan. Dapat

dijumpai dalam Pasal 98 sampai dengan Pasal 101 KUHAP9

Dalam kasus penculikan anak yang telah dimanfaatkannya dari

bagian-bagian organ tubuhnya untuk dilakukan transplantasi, maka hanya

salah satu tenaga medis kedokteran yang dapat melakukan transplantasi

atau pemindahan organ-organ tubuh manusia. Maka tenaga medis juga

melakukan tindak pidana penculikan anak dengan cara menjual organ tubuh

tersebut karena pihak dari tenaga medis turut serta melakukannya dalam

memperlancar aksi tindak pidana tersebut. Dikaitkan dengan ilmu kriminologi

bahwa bermacam-macam tindak pidana, dari yang hanya memerlukan

peralatan dan keterampilan (jenis kejahatan Blue Collar Crime), sehingga

yang terorganisir dan yang memerlukan suatu modal yang besar (jenis

kejahatan White Collar Crime). Istilah White Collar Crime kali pertama

dikemukaan oleh Edwin Hardin Sutherland dalam pidatonya pada 1939, ia

9
Mudzakir, Posisi Hukum Korban Tindak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana,
Disertas Pengukuhan Guru Besar di Universitas Indonesia, tanggal 6 April 2001, Hal. 76-77
20

menggambarkan White Collar Crime sebagai suatu kejahatan yang dilakukan

oleh seorang dari suatu status sosio-ekonomi yang relatif tinggi dengan

pekrjaan/ keahlian yang ia miliki.10 White Collar Crime mempunyai unsur-

unsur sebagai berikut:

1. Perbuatan yang dilakukan merupakan Tindak Pidana.

2. Perbuatan yang dilakukan menyangkut profesi pelaku/ dalam pekerjaan

pelaku.

3. Pelaku mempunyai status yang tinggi dan,

4. Pelaku mempunyai kedudukan yang terhormat.

Tindak pidana trafficking di Indonesia bukan merupakan tindak

pidana yang baru. Beberapa pasal di KUHP telah mengatur mengenai tindak

pidana tersebut. Khusus mengenai trafficking terhadap anak, Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengaturnya secara

spesifik dengan disertai sanksi yang mengancam pelaku tindak pidana

tersebut. Meski sudah ada Undang-undang yang berkaitan dengan tindak

pidana tersebut, namun dari beberapa peraturan perundang-undangan

tersebut belum dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi trafficking dan

perbuatan apa saja yang bisa digolongkan sebagai tindak pidana trafficking.

Diundangkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang memberikan definisi

yang tepat tentang trafficking serta memberikan angin segar bagi

penyelesaian kasus-kasus trafficking dengan menggunakan payung hukum

yang tepat. Undang-undang ini memang secara khusus mengatur tentang

10
J.E. Sahetapy, kejahatan korporasi, Eresco, Bandung, 1994, h.11
21

larangan tindak pidana perdagangan orang dengan disertai pemidanaan

yang lebih berpihak pada korban.

2. TINDAK PIDANA TERHADAP PELAKU PENCULIKAN DAN PELAKU

PENGAMBILAN ORGAN TUBUH

Pengertian Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan,

pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan

seseorang dengan ancaman kekerasan, pengunaan kekerasan, penculikan,

penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi

rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga

memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain

tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk

tujuan ekploitasi atau mengakibatkan orang terekploitasi.11 Pengertian

Tindak pidana perdagangan orang yaitu setiap tindakan yang memenuhi

unsur-unsur perdagangan orang.

Anak menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan. Berdasarkan pengertian tersebut, tampak jelas bahwa faktor

usia sangat mempengaruhi seseorang masuk kriteria disebut sebagai anak.

Faktor usia sangat berperan karena usia-usia tersebut adalah usia-usia

rentan bagi seseorang anak untuk mengakseptasi pengaruh yang ada di

sekitarnya, pengaruh yang diambil bukan berdasar baik atau buruknya,

melainkan yang menguntungkan bagi dirinya dan membuat dia merasa

11
http//dinawari.blogspot.com/2009/06/perlindungan-anak-dari-tindak-pidana_15.html.
22

nyaman meskipun hal tersebut bertentangan dengan norma-norma yang

ada.12 Perlindungan Anak yang tersurat dalam Undang-undang No. 21

Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,

terdapat dalam beberapa pasal, yaitu Pasal 2 No. 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang :

(1). Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan,


penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat
walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut
di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus
dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 3 No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang :

Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik


Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara Republik
Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pasal 4 No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang :

Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah


negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar
wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah

12
Achie Sudiarti Luhulima, 2007, Bahan Ajar Tentang Hak Perempuan:UU No.7 Tahun
1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hlm.186
23

Pasal 5 No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang :

Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan


sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah
Pasal 6 No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang :

Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar


negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut
tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 17 No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang :

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan

Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah

1/3 (sepertiga).

Undang-undang ini mengatur secara keseluruhan mengenai

tindak pidana perdagangan orang dan tidak spesifik mengatur mengenai

tindak pidana perdagangan baik yang dilakukan terhadap anak, baik laki-

laki maupun perempuan. Pengaturan mengenai perlindungan anak

dengan disertai sanksi yang mengancam pelaku tindak pidana tersebut

sebenarnya sudah terdapat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, dalam KUHP, telah diatur

juga mengenai perdagangan anak dan sanksi hukum yang mengaturnya,

namun hanya terbatas perlindungan terhadap perdagangan anak laki-laki.


24

Diundangkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang memberi sedikit

angin segar bagi permasalahan ini. Adanya peraturan ini diharapkan akan

mengatasi atau setidaknya mengurangi terjadinya trafficking, khususnya

perdagangan anak, mengingat keadaan psikologis dan psikis mereka

yang belum mampu berpikir serta bertink secara sempurna dalam

menghadapi terjadinya trafficking atas diri mereka.13 Menurut pasal 1

angka 2, pasal 83, pasal 84, dan pasal 85 UU No. 23 Tahun 2002,

tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa :

Pasal 1 Undang-undang No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak :

(2). Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan


melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi
Pasal 83 Undang-undang No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan

Anak:

Setiap orang yang memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk


diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Pasal tersebut merupakan pasal yang memuat tentang sanksi pidana

bagi setiap orang yang memperdagangkan, menjual atau menculik anak

untuk dijual.

Pasal 84 Undang-undang No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan

Anak:

13
Ibid.,
25

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan transplantasi


organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud
menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Kemungkinan besar latar belakang kenapa anak dijadikan pilihan utama

dalam transplantasi organ dengan jalan diperdagangkan, karena organ

tubuh anak-anak cenderung masih dalam keadaan sehat dan baik

dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga banyak orang yang lebih

memilih transplantasi organ anak.

Pasal 85 Undang-undang No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan

Anak:

(1). Setiap orang yang melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan
tubuh anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,00
(tiga raatus juta rupiah).
(2). Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan pengambilan
organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan
kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan
anak sebagai obyek penelitian tanpa seizin orang tua atau tidak
mengutamakan kepentingan yang terbaik.

Dalam berbagai unsur-unsur yang diketahui tentang arti trafiking

merupakan bentuk baru dari perdagangan orang yang dimana dalam

protokol palermon disebutkan bahwa pemindahan organ tubuh. Hal ini

mungkin dianggap hal yang baru karena pada awalnnya banyak terjadi

pendonoran organ tubuh dengan pemberian imbalan kepada sipendonor

melarikan atau menculik orang; sanksinya pidana penjara selama-

lamanya 12 tahun. Pasal tersebut bukan merupakan pasal yang langsung

mengatur tentang perdagangan manusia, tetapi berkaitan erat dengan

perdagangan manusia, karena penculikan merupakan salah satu cara


26

untuk membawa korban masuk dalam perdagangan manusia. Perbuatan

yang dilarang dalam pasal ini adalah melarikan dan menculik orang.

Namun dari banyak kasus yang diperoleh dalam penelitian ini

lebih sangat mengerikan bagi Anak-anak yang diculiknya lalu

diperjualbelikan organ tubuhnya dan setelah itu diberikan sejumlah uang

yang tak sebanding yang diderita terhadap anak yang diculiknya dan ada

juga yang ditelantarkan begitu saja setelah diambil organnya namun

dalam pengambilan organ tersebut pasti dilakukan oleh tenaga medis

yang sangat ahli dalam melakukan transplantasi organ.14 Maka dalam

KUHP telah ditentukan sanksi pidana yaitu:

Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) :

(1). Dipidana sebagi pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana:


1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut
serta melakukan perbuatan
2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan
kekerasaan, ancaman, atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau, keterangan, sengaja menganjurkan
orang lain melakukan perbuatan.
(2). Terhadap penganjur hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan
sajalah yang diperhitungkan, berserta akibat-akibatnya.

Pasal 328 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) :

Melarikan atau menculik orang; sanksinya pidana penjara selama-

lamanya 12 tahun.

Pasal tersebut bukan merupakan pasal yang langsung mengatur

tentang perdagangan manusia, tetapi berkaitan erat dengan perdagangan

manusia, karena penculikan merupakan salah satu cara untuk membawa

korban masuk dalam perdagangan manusia. Perbuatan yang dilarang

14
Achmad Nur Hidayat, 2009, Perlindungan Hukum Bagi Anak Yang Melakukan Tindak
Pidana (Efektivitas Penerapan Pidana Penjara Bagi Anak Nakal Pada Putusan Nomor:
123/Pid.B/2008/PN Pbg dan Nomor: 126/Pid.B/2008/PN Pbg), Skripsi, FH UNSOED (tidak
dipublikasikan), hlm 146.
27

dalam pasal ini adalah melarikan dan menculik. Pada dasarnya di dunia

etik kedokteran yang terkait keharusan bagi setiap dokter untuk

menghormati kemandirian pasien. Suatu tindakan pembedahan yang

dilakukan tanpa persetujuan penderita dapat dikenai ketentuan pasal 351

KUHP sebagai suatu penganiayaan yang berbunyi:

1. Penganiyaan dihukuman penjara paling lama dua tahunn delapan


bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2. Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
3. Jika perbutan itu berakibat matinya orang, maka yang bersalah
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
4. Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan dengan
sengaja
5. Percobaan melakukan kejahatan itu tidak dipidana.

Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengambil organ

tubuh anak yang diculik merupakan tindakan penganiayaan. Hal ini

dikarenakan tidak ada persetujuan dari penderita atas tindakan

pembedahan yang dilakukan. Tindakan penculikan yang disertai dengan

tindakan pengambilan organ untk diperjualbelikan menyebabkan adanya

berbarengan perbuatan (concursus) dalam tindak pidana yang

dimaksud.
28

BAB III

PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU PENCULIKAN


ANAK DAN PELAKU TRANSPLANTASI UNTUK DIJUAL
ORGAN TUBUHNYA

1. Unsur Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pelaku Penculikan Anak

Unsur dasar pertanggungjawaban adalah kesalahan yang terdapat

pada jiwa pelaku dalam hubungannya dengan kelakuannya yang dapat

dipidana serta berdasarkan kejiwaannya itu pelaku dapat dicela karena

kelakuannya itu. Dengan kata lain, hanya dengan hubungan batin inilah maka

perbuatan yang dilarang itu dapat dipertanggungjawabkan pada si pelaku.

Dalam rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang disebut dengan

opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Dalam kaitannya dengan

unsur kesengajaan ini, maka apabila didalam suatu rumusan tindak pidana

terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk,

maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain

yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.

Sengaja berarti juga adanya „kehendak yang disadari yang ditujukan

untuk melakukan kejahatan tertentu‟. Maka berkaitan dengan pembuktian

bahwa perbuatan yang dilakukannya itu dilakukan dengan sengaja,

terkandung pengertian „menghendaki dan mengetahui‟ atau biasa disebut

dengan„willens en wetens‟. Yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang

melakukan suatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah memenuhi rumusan

willens atau haruslah „menghendaki apa yang ia perbuat‟ dan memenuhi

unsur wettens atau haruslah „mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat‟.
29

Disini dikaitkan dengan „teori kehendak‟ yang dirumuskan oleh Von

Hippel maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan „sengaja‟

adalah „kehendak membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk

menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu‟ atau „akibat dari perbuatannya

itu yang menjadi maksud dari dilakukannya perbuatan itu‟. Jika unsur

„kehendak‟ atau „menghendaki dan mengetahui‟ dalam kaitannya dengan

unsur „kesengajaan‟ tidak dapat dibuktikan dengan jelas secara materiil

karena memang maksud dan kehendak seseorang itu sulit untuk dibuktikan

secara materiil- maka pembuktian „adanya unsur kesengajaan dalam pelaku

melakukan tindakan melanggar hukum sehingga perbuatannya itu dapat

dipertanggungjawabkan kepada si pelaku‟ seringkali hanya dikaitkan dengan

„keadaan serta tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan

melanggar hukum‟ yang dituduhkan kepadanya tersebut.

Disamping unsur kesengajaan diatas ada pula yang disebut sebagai

unsur „kelalaian‟ atau „kelapaan‟ atau „culpa‟ yang dalam doktrin hukum

pidana disebut sebagai „kealpaan yang tidak disadari‟ atau „onbewuste

schuld‟ dan „kealpaan disadari‟ atau „bewuste schuld‟. Dimana dalam unsur

ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat „menduga terjadinya‟ akibat dari

perbuatannya itu atau pelaku „kurang berhati-hati‟. Wilayah culpa ini terletak

diantara sengaja dan kebetulan. Kelalaian ini dapat didefinisikan sebagai

apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan dan perbuatan itu

menimbulkan suatu akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

undang-undang, maka walaupun perbuatan itu tidak dilakukan dengan

sengaja namun pelaku dapat berbuat secara lain sehingga tidak

menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, atau pelaku dapat


30

tidak melakukan perbuatan itu sama sekali. Dalam culpa atau kelalaian ini,

unsur terpentingnya adalah pelaku mempunyai kesadaran atau pengetahuan

yang mana pelaku seharusnya dapat membayangkan akan adanya akibat

yang ditimbulkan dari perbuatannya, atau dengan kata lain bahwa pelaku

dapat menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu akan menimbulkan suatu

akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh undang-undang.

Maka dari uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa jika ada

hubungan antara batin pelaku dengan akibat yang timbul karena

perbuatannya itu atau ada hubungan lahir yang merupakan hubungan kausal

antara perbuatan pelaku dengan akibat yang dilarang itu, maka hukuman

pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku atas perbuatan pidananya itu.

Sebab pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya itu secara jelas dapat

ditimpakan kepada pelakunya itu. Tetapi jika hubungan kausal tersebut tidak

ada maka pertanggungjawaban pidana atas perbuatan pidananya itu tidak

dapat ditimpakan kepada pelakunya itu sehingga hukuman pidana tidak

dapat dijatuhkan kepada pelakunya itu.

Dalam konsep pertanggungjawaban pidana, seseorang yang

melakukan suatu perbuatan pidana belum tentu disertai dengan unsur

kesalahan atau sifat melawan hukum. Apabila suatu perbuatan pidana telah

dilakukan disertai dengan unsur kesalahan atau sifat melawan hukum maka

telah terjadi tindak pidana dan kemudian terpenuhi unsur-unsur

pertanggungjawaban pidana. Dalam hukum pidana di Indonesia (Pasal 55

KUHP) yang disebut sebagai pelaku atau pembuat (dader) suatu tindak

pidana ialah:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan, dan yang turut


serta melakukan perbuatan;
31

2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan


menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan,
ancaman, atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan,
sarana, atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan.15

Maka kami terapkan bahwa pelaku atau tersangka penculikan

dapat diterapkan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku

di negara hukum ini, oleh sebab itu tersangka penculikan atau pelaku

penculikan anak ini merupakan suatu sindikat yang dilakukan banyak

orang dalam aksi kejahatan terhadap anak untuk diperjual belikan

organnya. Pelaku penculikan anak tidak mungkin bisa melakukan

transplantasi namun memerlukan seorang dokter yang ahli dalam

melakukan pemindahan organ tubuh si anak yang telah dijadikan korban

dan tersangka atau pelaku utama yang telah memberikan sebuah dana

dalam aksi kejahatan yang untuk diperjualbelikan organnya karena aksi-

aksi kejahatan tersebut merupakan memerlukan suatu dana yang cukup

tinggi, apalagi biaya seorang dokter yang imbalannya cukup tinggi untuk

melakukan transplantasi. Dalam ketentuan undang-undang tersangka atau

pelaku penculikan anak dapat mempertanggung jawabkan hasil

perbutannya sesuai dengan sanksi pidana dan undang-undang

perlindungan anak serta pemberantasan tindak pidana perdagangan orang

yang berlaku yang sesuai dengan ketentuan di bawah ini yaitu:

Pasal 328 KUHP yaitu:

Barang siapa membawa pergi sesorang dari tempat kediamannya

atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk melawan

hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau

15
Moeljatno, KitabUndang-undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 2003, h.25
32

untuk menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam karena

penculikan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun

Pasal 330 KUHP yaitu:

(1) barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum


cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang
ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang
berwenang untuk itu, diancam penjara paling lama 7 tahun.
(2) Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau
ancaman kekerasan atau bilamana anaknya belum berumur dua
belas tahun, dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan
tahun.

Pengingkaran terhadap kemuliaan hak asasi seorang anak

akan terjadi apabila ada seseorang yang tidak lagi memandang seorang

anak sebagai sebuah subyek yang sama dengan dirinya, akan tetapi lebih

pada sebagai sebuah obyek yang bisa diperjualbelikan demi keuntungan

pribadi. Bisnis perdagangan orang saat ini banyak menjerat anak. Bisnis

seperti ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan

martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia. Perdagangan anak

sendiri sebenarnya telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang

terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun

dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa,

dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi

penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Dalam pertanggungjawaban pelaku penculikan anak

merupakan suatu tindakan pidana yang harus dilakukan secara adil,

sehingga yang dilakukan oleh pelaku penculikan anak maka korban dan

keluarga korban merasakan adanya rasa kehilangan atau perpisahan

secara hiateris yang cukup tinggi dan beban mental terhadap keluarga,

oleh sebab itu keadilan meminta pertanngungjawaban pelaku penculikan


33

dapat dikenakan sanksi yang cukup tegas bahwa anak merupakan

kewajiban dan tanggungjawab negara dan pemerintah

Pada bab pendahuluan telah dikemukakan bahwa subyek

hukum penculikan dan tranplantasi adalah orang perorangan (individu)

dan badan (korporasi), sehingga yang disebut pelaku dalam tindak pidana

di bidang perseorangan dan badan. Undang-undang Tindak Pidana

Ekonomi secara tersurat hanya mengatur ketentuan tentang badan

hukum, sedangkan Undang-undang Anak dan Kesehatan mengatur lebih

luas yakni badan, baik yang berbadan hukum maupun yang bukan

berbadan hukum. Dalam hukum positif yakni pada ketentuan pasal 83 dan

pasal 84 Undang-undang No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak

yaitu merupakan pasal yang memuat tentang sanksi pidana bagi setiap

orang yang memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk dijual

organ tubuhnya. Disebutkan juga dalam Pasal 4 Undang-undang No. 23

Tahun 2002 tentang hak dari anak yang menyebutkan bahwa Setiap anak

berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara

wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Tindak Pidana Terhadap pelaku dibidang kesehatan dalam turut serta

melakukan tranplantasi.

Komisi Kedokteran Indonesia merupakan suatu badan yang

independen yang akan menjalankan fungsi regulator, yang terkait dengan

peningkatan kemampuan dokter dalam pelaksanaan praktik kedokteran. Di

samping itu, peran berbagai organisasi profesi, asosiasi institusi

pendidikan yang ada saat ini juga perlu diberdayakan dalam rangka
34

peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter.

Dengan demikian, dokter dalam menjalankan praktik kedokteran selain

tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, juga harus menaati ketentuan

kode etik yang disusun oleh organisasi profesi dan didasarkan pada

disiplin ilmu kedokteran.

Di dalam dunia kedokteran, transplantasi (pencangkokan)

dapat diartikan sebagai usaha memindahkan sebagian dari bagian tubuh

(jaringan atau organ) dari satu tempat ke tempat lain. Dari pengertian

tersebut transplantasi dapat dibagi menjadi dua bagian:

1. Transplantasi jaringan seperti pencangkokan kornea mata.

2. Transplantasi organ seperti pencangkokan ginjal, jantung, dan

sebagainya

Berdasarkan hubungan genetik antara donor dengan resipien, ada tiga

macam pencangkokan, yaitu:

1. Autotransplantasi

Yaitu transplantasi dimana donor dan resipiennya satu individu. Seperti

seseorang yang pipinya dioperasi untuk memulihkan bentuk, diambil

daging dari bagian tubuhnya yang lain.

2. Homotransplantasi (Allotransplantasi)

yaitu transplantasi dimana donor dan resipiennya individu yang sama

jenisnya. Homotransplantasi dapat terjadi pada dua individu yang masih

hidup; bisa juga antara donor yang sudah meninggal yang disebut

cadaver donor sedang resipien masih hidup.

3. Heterotransplantasi (Xenotransplantasi),
35

Yaitu transplantasi yang donor dan resipien nya adalah dua individu

yang berbeda jenisnya. Misalnya mentransplantasikan jaringan atau

organ dari binatang ke manusia.16

Pengaturan mengenai transplantasi organ dan atau jaringan

tubuh manusia telah diatur dalam hukum positif di Indonesia. Dalam

peraturan tersebut diatur tentang siapa yang berwenang melakukan

tindakan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia, bagaimana

prosedur pelaksanaan tindakan medis transplantasi organ dan atau

jaringan tubuh manusia, juga tentang sanksi pidana. Dalam Undang-

undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bagi pelaku pelanggaran

baik yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan, melakukan

transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia tanpa persetujuan

donor atau ahli waris, memperjual belikan organ dan atau jaringan tubuh

manusia. Sesuai dengan Pasal 64, Pasal 65 angka (2), (3), Pasal 192

menurut Undang-undang No 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

Pasal 64 Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan :

(2). Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana


dimaksud pada ayat 1 dilakukan hanya untuk tujuan
kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan
(3). Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan
dengan dalih apapun.

Pasal 65 Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan :

(2). Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seseorang

donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang

bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau

ahli waris atau keluarganya.

16
http://hargablogmurah.blogspot.com/2010/04/transplantasi-organ.html
36

Pasal 192 Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau

jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana deimaksud

dalam pasal 64 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling

lama 10 tahun dan denda paling banyak 1.000.000.000

Dalam melakukan tindakan medis transplantasi organ

dan/atau jaringan tubuh manusia seorang dokter harus melakukannya

berdasarkan standart profesi serta berpegang teguh pads Kode Etik

Kedokteran Indonesia (KODEKI). Namun apabila seorang dokter telah

melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dimana kewajiban

dokter yang telah dilanggar terhadap pasiennya yang sesuai dengan

pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 2 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan

profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak

boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya

kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 10. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya

melindungi hidup insani.

Pasal 11 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)


37

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar

senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan

penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Dalam ketentuan PP No.18 tahun 1981 tentang bedah mayat

klinis, beda mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh

manusia tercantum pasal tentang transplantasi sebagai berikut :

Pasal 1 PP No.18 tahun 1981

c. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang


dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta
faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
d. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan
faal (fungsi) yang sama dan tertentu.
e. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk
pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari
tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan
alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.
f. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan
tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.

Pasal 11 PP No.18 tahun 1981

Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan

oleh dokter yang ditunjukolehmentri kesehatan.

Pasal 17 PP No.18 tahun 1981

Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18 PP No.18 tahun 1981

Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia

dan semua bentuk ke dan dari luar negeri.

Dalam Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik

(Kodeki) sangatlah perlu ditingkatkan untuk menghindari terjadinya

pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sering terjadi yang dilakukan


38

oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya

advokat/pengacara, notaris, akuntan, dan lain-lain

Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga yang

berwenang untuk memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus

tersebut seperti Majelis Kode Etik. Dalam hal ini Majelis Kode Etik

Kedokteran (MKEK). Jika ternyata terbukti melanggar kode etik maka

dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sebagaimana yang

diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia.17

Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar

pelanggaran kode etik tetapi juga dapat dikategorikan Transplantasi ilegal

maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk

memeriksa dan memutus kasus tersebut. Lembaga yang berwenang

memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga

yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti

melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan

pertanggungjawabannya.

Tindakan dokter yang melakukan pembedahan dan

pemindahan organ tubuh dari korban penculikan bertanggungjawab

secara pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan. Sedangkan yang terkait dengan profesi dari pelaku

pemindahan organ adalah sesuai dengan Kode Etik Kedokteran

Indonesia (Kodeki). Pertanggungjawaban secara etika profesi akan

dilakukan oleh Majelis Kode Etik Kedokteran dengan sanksi-sanksi sesuai

kode etik profesi.

17
Pitono Soeparto et al., Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan, Airlangga University
Press, Surabaya, 2006, h. 195.
39

Baik secara pidana maupun perdata. Sudah saatnya pihak

berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena.

Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta bagi

masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian

hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka

diharapkan agar para dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab

hukum profesinya.18

18
www.blogger.com/http konsep dasar keperawatan
40

BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan

Pembahasan dalam Bab II dan Bab III penculikan anak

untuk diperjualbelikan organ tubuhnya didapatkan kesimpulan sebagai

berikut:

a. Penculikan anak yang dilakukan oleh pelaku merupakan tindak pidana

penculikan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Pidana

(KUHP) dan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Perlindungan Anak. Modus operandi yang dipergunakan dalam

tindak pidana penculikan untuk dijual organ tubuh menggunakan

penggabungan modus operandi konvensional dan modus operandi

inkovensional;

b. Sebagai sebuah kejahatan terorganisir yang melibatkan banyak orang

bahkan mungkin badan hukum, maka terdapat berbarengan perbuatan

pidana (concursus) dimana terdapat pelaku utama, mereka yang turut

serta dan membantu melakukan tindakan pidana.

c. Pelaku tindak pidana penculikan anak diminta pertanggungajawaban

pidana. Sementara untuk pelaku penculikan berupa badan hukum, maka

pertanggungjawban pidana belum dapat menjangkau.;

2. Pelaku tindak pidana pembedahan dan pemindahan organ tubuh tanpa

persetujuan dari pemilik organ tubuh bertanggungjawab secara pidana

berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan

pertanggungjawaban secara etika profesi berdasarkan Kode Etik Kedokteran.

Hal ini dikarenakan pelaku pembedahan dan pemindahan organ memerlukan

keahlian khusus dan mereka yang berprofesi di bidang kesehatan lah yang
41

dapat melakukannya. Bahkan tidak semua dokter mampu melakukan

pembedahan dan pemindahan organ tubuh.

3. Saran

Penculikan anak yang dilakukan untuk diperjualbelikan organ

tubuhnya merupakan suatu kejahatan yang terorganisir dengan melibatkan

banyak orang dan profesi medis. Sebagai kejahatan yang terorganisir, maka

diperlukan dana yang cukup besar untuk menjalankan kegiatannya.

Kejahatan yang terorganisir tidak hanya dilakukan oleh perorangan namun

juga badan hukum. Oleh karena itu diperlukan ketentuan hukum pidana yang

dapat menjerat pelaku pidana badan untuk mempertanggungjawabkan

perbuatannya. Ketentuan hukum pidana yang ada saat ini tidak dapat

menjangkau bagi mereka yang melakukan tindak pidana kesehatan.


42

DAFTAR BACAAN

Achie Sudiarti Luhulima, Bahan Ajar Tetang Hak Perempuan UU No. 7 Tahun
1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2007.

Achmad Nur Hidayat, Perlindungan Hukum Bagi Anak Yang Melakukan


Tindak Pidana (Efektivitas Peenrapan Tindak Pidana Penjara Bagi
Anak Nakal Pada Putusan Nomor 123/Pid.B/2008/PN.PBG dan Nomor
126/Pi.B/2008/PN.Pbg, Skripsi FH UNSOED, 2009.

Hulsman, ML.Hc, Sistem Peradilan Pidana dalam Perspektif Perbandingan


Hukum, Cet. I, Penyadur Soedjono Dirdjosisworo, CV. Rajawali, Jakarta,
1984.

J.E. Sahetapy, Kejahatan Korporasi, Eresco,Bandung, 1994

Koesnoe, HM, Kedudukan Dan Tugas Hakim Menurut Undang-Undang Dasar


1945, Ubhara Press, Surabaya, 1998.

Moeljatno, SH, Azas-Azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 2003.

Mudzakir, Posisi Hukum Korban Tindak Pidana Dalam Sistem PEradilan


Pidana, Disertasi Pengukuhan Guru Besar di Universitas Indonesia, 6 April
2001.

Pitono Soeparto., Etik Dan Hukum di Bidang Kesehatan, Airlangga University


Press, Surabaya, 2006

Prinst, Darwan , Hukum Anak Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.

Soerodibroto, Soenarto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi


Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Edisi Kelima, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2005.

Sudarto, Hukum Dan hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986

Dua warga Medan Terlibat Sindikasi Jual Beli Organ Tubuh.,


www.starberita.com/http

http//en.wikipedia.org/wiki/modus operandi., dikunjungi pada tanggal 10 Mei 2012

http//dinawari.blogspot.com/2009/06/perlindungan-anak-dari-tindak-pidana_15
html

http//hargablogmurah.blogspot.com/2010/04/transplantasi-organ.html
43

Kasus Kekerasan Terhadap Anak Naik 300%, www.gugustugastrafficking.org,


12 Juli 2011.

Melati, Korban Perdagangan Organ Tubuh., www.forumbebas.com/http.

Menggerikan, penculikan dan penjualan organ tubuh anak marak.,


www.kampungiki.com/http
Republika Online, Bayi Kepri Dijual untuk Diambil Organnya, Selasa, 30
Agustus 2005.

www.blogger.com/http, konsep dasar keperawatan

Anda mungkin juga menyukai