Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul akibat terjadinya gangguan pada

peredaran darah otak yang menyebabkan kematian jaringan otak. Stroke terjadi

akibat adanya penyumbatan (ischemic) atau terjadinya rupture pembuluh darah

pada otak (hemorraghic). Stroke iskemik sebagian besar merupakan komplikasi

dari penyakit vaskuler, yang ditandai dengan gejala penurunan tekanan darah,

takikardia, pucat, dan pernapasan yang tidak teratur. Sementara stroke hemoragik

umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intrakranial dengan gejala

peningkatan tekanan darah systole >200mmHg pada hipertonik dan 180mmHg

pada normotonik.

Pasien stroke iskemik akan mengalami kelumpuhan anggota tubuh secara

mendadak, perubahan status mental sesuai dengan meningkatnya defisit

neurologis, dan terkadang pasien merasakan mual dan muntah atau nyeri kepala.

Biasanya gejala tersebut muncul setelah pasien lama beristirahat, bangun tidur

atau di pagi hari. Beberapa pasien akan mengalami pusing, sakit kepala secara

mendadak, kejang bahkan pingsan. Adapun gejala stroke hemoragik timbul pada

saat pasien sedang beraktivitas. Pasien akan mengalami nyeri kepala hebat,

muntah, bradikardi, kesadaran menurun, menurunnya fungsi neurologi bahkan

mengalami koma akibat peningkatan tekanan intrakranial.

Dampak stroke selanjutnya pasien akan mengalami afasia, pelo,

kelumpuhan sebagian atau seluruh tubuh bahkan bisa menyebabkan kematian.

Kondisi demikian membuat pasien stroke sulit untuk melakukan kegiatan sehari-
hari dan dapat mengakibatkan menurunnya aktifitas perawatan diri (self-care

deficit) seperti makan, berpakaian, kebersihan diri, dan lain-lain. Perubahan fisik

Self-care adalah bagian dari pelayanan kesehatan primer. Menurut Orem, self-

care adalah kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan guna

mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan. Pasien stroke akan

mengalami ketergantungan kepada orang lain dan membutuhkan bantuan perawat

secara berkesinambungan agar secara bertahap pasien dan keluarga dapat

melakukan perawatan diri (self-care) secara mandiri.

Perawat berperan penting dalam memberikan intervensi kepada pasien

stroke dalam meningkatkan self-care pasien. Pengembangan kemampuan

perawatan diri dan koping yang konstruktif dengan mengenali penyakitnya dapat

meningkatkan regulasi perawatan diri pasien stroke. Self-care deficit yang dialami

oleh pasien stroke sangat membutuhkan bantuan keperawatan secara

berkesinambungan, agar pasien dan keluarga secara bertahap melakukan

perawatan diri (self-care) secara mandiri.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

2.1.1 Kebutuhan Dasar Manusia

Kebutuhan adalah segala sesuatu yang mutlak dan penting bagi seseorang

terutama klien. Kebutuhan juga diartikan sebagai suatu keadaan yang ditandai

oleh perasaan kekurangan dan ingin diwujudkan melalui suatu usaha. Kebutuhan

dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam

mempertahankan keseimbangan fisiologis dan psikologis yang diperlukan untuk

kelangsungan hidup setiap orang. Kebutuhan dasar manusia merupakan

komponen yang vital untuk mempertahankan hidup dan kesehatan. Manusia

sebagai makhluk yang unik dan holistik mempunyai kepuasan saat kebutuhan

dasar manusia terpenuhi, seperti fisiologis, psikologis, sosial budaya, intelektual,

dan kebutuhan spiritual (DeLaune & Ladner dalam Ineke Patrisia, et al., 2020).

2.1.1.1 Teori Abraham Maslow

Abraham Maslow mengemukakan bahwa manusia memiliki kebutuhan

tertentu yang harus dipenuhi melalui proses homeostatis. Kemudian

berkembanglah teori kebutuhan dasar manusia yang dikenal sebagai Hierarki

Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-

unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjaga keseimbangan baik secara

fisiologis maupun psikologis yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan

dan kesehatan. Teori Hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham


Maslow menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu:

(Maslow, 2013)

a. Kebutuhan Fisiologis (Physiologic Needs)

Kebutuhan Fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar pada manusia

dan berada pada tingkat hierarki yang paling bawah, apabila tidak

terpenuhi dalam keadaan yang cukup parah maka manusia akan

kehilangan kendali karena seluruh kekuatan manusia tersebut akan

dikerahkan dan dipusatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut.

Namun, jika kebutuhan ini sudah terpenuhi maka muncul kebutuhan yang

lebih tinggi. Kebutuhan fisiologis ini merupakan kebutuhan dengan

prioritas tertinggi dalam hierarki Maslow. Kebutuhan ini terdiri dari 8

jenis kebutuhan yaitu pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas,

cairan (minuman), nutrisi (makanan), eliminasi, istirahat dan tidur,

aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.

b. Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (Safety and Security Needs)

Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yaitu individu merasa aman dalam

semua aspek seperti fisiologis dan psikologis. Kebutuhan ini dibagi

menjadi perlindungan fisik dan perlindungan psikologis. Perlindungan

fisik, meliputi perlindungan dari ancaman terhadap tubuh dan kehidupan

seperti kecelakaan, penyakit, bahaya lingkungan, dll. Perlindungan

psikologis, perlindungan dari ancaman peristiwa atau pengalaman baru

atau asing yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang.


c. Kebutuhan Rasa Cinta, Memiliki, dan Dimiliki (Love and Belonging

Needs)

Kebutuhan ini akan timbul apabila kebutuhan keselamatan dan rasa aman

telah terpenuhi. Individu merasa butuh untuk memiliki dan dimiliki,

memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan, dan

kekeluargaan, serta diakui dalam suatu kelompok atau lingkungan.

d. Kebutuhan Harga Diri (Self-Esteem Needs)

Kebutuhan akan harga diri dan perasaan dihargai oleh orang lain serta

pengakuan dari orang lain. Jika kebutuhan ini terpenuhi individu akan

menjadi individu yang percaya diri dan tidak bergantung pada orang lain.

Kebutuhan ini terdiri dari perasaan tidak bergantung pada orang lain,

kompeten, dan penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Needs for Self Actualization)

Kebutuhan aktualisasi diri, ini merupakan kebutuhan tertinggi dalam

hierarki Maslow, yang berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang

lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.

2.1.1.2 Teori Virginia Henderson

Virginia Henderson (1964) mengemukakan bahwa manusia mengalami

proses pertumbuhan dan perkembangan dalam rentang kehidupan, dalam

melakukan aktivitas sehari-hari dimulai dengan individu bergantung pada orang

lain dan seiring dengan proses pendewasaan individu belajar untuk mandiri dalam

menjalani aktivitas sehari-hari. Proses tersebut didukung oleh pola asuh,

lingkungan, dan status kesehatan individu. Virginia Henderson (1964) membagi


kebutuhan dasar manusia ke dalam 14 komponen, kemudian komponen tersebut

menjadi tugas keperawatan. Virginia Henderson (1964) menyatakan bahwa

perawat harus selalu mengakui bahwa KDM pasien harus dipenuhi dan perawat

harus selalu mencoba menempatkan dirinya pada posisi pasien. Adapun

kebutuhan dasar manusia menurut teori Virgina Henderson, yaitu:

a. Bernapas secara normal.

b. Makan dan minum yang cukup.

c. Eliminasi (buang air kecil dan buang air besar).

d. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan.

e. Tidur dan istirahat.

f. Memilih pakaian yang tepat dan sesuai.

g. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran yang normal.

h. Menjaga kebersihan diri dan penampilan.

i. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari bahaya orang lain.

j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi,

kebutuhan, dan kekhawatiran.

k. Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.

l. Bekerja sebagai modal untuk membiayai kebutuhan hidup.

m. Bermain atau berpartisipasi dalam bentuk rekreasi.

n. Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tau yang mengarah pada

perkembangan yang normal, kesehatan, dan penggunaan fasilitas

kesehatan yang tersedia.


2.1.2 Karakteristik dan Faktor yang Memengaruhi KDM

Kebutuhan adalah sesuatu yang perlu berguna atau diperlukan untuk

mempertahankan homeostasis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan dasar

manusia merupakan dasar dari proses perawatan yang dihasilkan dari kebutuhan

manusia (Yura and Walls). Ciri-ciri kebutuhan manusia (Tyas, Nurwening, dkk,

2017) :

a. Setiap orang memiliki kebutuhan dasar yang sama, namun dimodifikasi

dengan lingkungan dan kultur.

b. Untuk memenuhi kebutuhannya, individu akan mengutamakan prioritas.

Jika dalam keadaan darurat, individu pertama-tama menyelamatkan diri

dan kemudian memenuhi kebutuhan fisiologisnya.

c. Semua kebutuhan pada dasarnya harus terpenuhi, tetapi ada yang dapat

ditunda atau dipenuhi kemudian.

d. Kegagalan memenuhi kebutuhan dapat menyebabkan ketidakseimbangan

homeostatis, yang dapat mengakibatkan penyakit.

e. Kebutuhan membuat seseorang dapat berpikir dan bergerak untuk

memenuhinya.

f. Individu akan berusaha memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara.

g. Pada dasarnya, kebutuhan dasar yang satu dengan lainnya saling berkaitan

dan mempengaruhi

Kebutuhan dasar manusia pada setiap individu dapat berbeda, hal ini

dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti (Tyas, Nurwening, dkk, 2017)

a. Penyakit
Adanya penyakit dalam tubuh, menyebabkan perubahan pemenuhan

kebutuhan.

b. Hubungan keluarga

Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan

dasar karena dukungan keluarga sangat berarti bagi orang yang sakit.

c. Konsep diri

Konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan bagi seseorang.

Orang yang mengenal kebutuhannya secara baik akan berusaha

memenuhinya secara sehat.

d. Tahap perkembangan

Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia mengalami perkembangan

dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.

2.2 Self-Care

2.2.1 Definisi dan Teori Self-Care

Individu mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup,

menjaga dirinya tetap sehat dan sejahtera. Kemampuan individu yang

memprakarsai dirinya dalam melakukan perawatan mandiri untuk

mempertahankan kesehatannya disebut self-care (Tomey & Alligood, 2006).

Dorothea Orem merupakan salah satu ahli yang mengemukakan teori self-care. Ia

mengemukakan bahwa self-care merupakan aktivitas insiatif dari individu yang

dikerjakan secara mandiri oleh individu tersebut untuk memenuhi dan

mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan (Denyes, Orem, &

Bekel, 2001). Kebutuhan self-care adalah tindakan atau kegiatan yang bersifat
universal dengan tujuan untuk menyediakan kebutuhan dan merawat diri berkaitan

dengan proses kehidupan manusia, dan keinginan untuk memelihara fungsi tubuh

serta secara melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) sebagai kebutuhan dasar

manusia. (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009).

a. Teori Orem

Dorothea Orem (1971) mengembangkan definisi keperawatan yang

menekankan kebutuhan klien akan perawatan diri. Keperawatan memberikan

perhatian khusus dan mengelola kebutuhan manusia akan sumber daya dan

kondisi untuk perawatan diri, berusaha memelihara kehidupan dan kesehatan, dan

menyembuhkan penyakit atau cedera. Perawatan diri dibutuhkan oleh setiap

manusia, baik itu laki-laki, perempuan dan anak-anak. Ketika perawatan diri tidak

dapat dipertahankan, penyakit atau kematian pun dapat terjadi. Keperawatan

berusaha mengatur dan memelihara kebutuhan perawatan diri secara terus

menerus bagi mereka yang tidak mampu melakukannya. Dalam situasi lain,

perawat membantu klien mempertahankan kebutuhan perawatan diri mereka

dengan melakukan sebagian tetapi tidak seluruh prosedur, mengawasi penolong,

dan memberikan instruksi dan bimbingan individu sehingga klien dapat secara

bertahap melakukannya. sendiri. Jadi tujuan dari teori Orem adalah membantu

klien menjaga dirinya sendiri (Potter, Patricia A., 2005).

Teori deficit self-care atau defisit perawatan diri Orem dibentuk menjadi 3

teori yang saling berkaitan adalah sebagai berikut (Denyes, Orem, & Bekel,

2001).

1. Teori perawatan diri (self-care theory) menggambarkan tujuan dan cara

individu melakukan perawatan dirinya. Teori ini terdiri dari:


a. Perawatan diri adalah kegiatan yang diprakarsai oleh individu berdasarkan

pentingnya mempertahankan kelangsungan hidup, fungsi tubuh yang sehat,

perkembangan dan kesejahteraan.

b. Self-care agency adalah kemampuan kompleks dari individu atau orang

dewasa untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan mereka menjalankan

fungsi dan mengembangkan tubuh.

c. Kebutuhan perawatan diri terapeutik (therapeutic self-care demands) adalah

perawatan diri secara total dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi

seluruh kebutuhan perawatan diri individu.

2. Teori defisit perawatan diri (deficit self-care theory)

Teori ini menjelaskan keadaan individu yang tidak mampu atau terbatas dalam

melakukan self-care secara efektif sehingga membutuhkan bantuan dalam

melakukan perawatan diri, dan membutuhkan bantuan salah satunya dari tenaga

kesehatan. Orem mengidentifikasi ada lima metode yang digunakan untuk

membantu self-care deficit, yaitu:

a. Melakukan indakan untuk orang lain

b. Memberikan petunjuk dan pengarahan

c. Memberikan dukungan fisik dan psikologis

d. Memberikan lingkungan yang mendukung

e. Memberikan pendidikan

3. Teori sistem keperawatan (nursing system theory)

Teori ini menjelaskan hubungan interpersonal yang harus dipertahankan oleh

seorang perawat untuk melakukan sesuatu secara produktif. Teori ini terbagi

menjadi tiga sistem yaitu:


a. Wholly compensatory system

Sistem bantuan secara penuh merupakan suatu tindakan keperawatan

dengan memberikan bantuan secara penuh pada pasien yang tidak mampu

memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.

b. Partially compensatory system

Sistem bantuan sebagian merupakan suatu pemberian tindakan perawatan

diri hanya sebagian saja pada pasien yang memerlukan bantuan secara

minimal.

c. Supportif-education system

Sistem suportif dan edukatif diberkan pada pasien yang hanya

membutuhkan dukungan pendidikan, sistem ini dilakukan agar pasien

mampu melakukan tindakan perawatan diri secara mandiri setelah

dilakukan pembelajaran.

2.2.2 Jenis Kebutuhan Self-care

Teori Orem menyebutkan ada beberapa kebutuhan self-care atau yang

disebut sebagai self-care requisite, yaitu sebagai berikut (Denyes, Orem, & Bekel,

2001).

1. Universal self-care requisites (kebutuhan perawatan diri universal)

a. Pemenuhan kebutuhan udara, yaitu bernapas tanpa menggunakan

bantuan oksigen

b. Pemenuhan kebutuhan air atau minum tanpa adanya gangguan

c. Pemenuhan kebutuhan makanan tanpa gangguan, termasuk

menyiapkan makanan atau peralatan makanan tanpa bantuan


d. Pemenuhan kebutuhan eliminasi dan kebersihan permukaan tubuh atau

bagian bagian tubuh

e. Pemenuhan kebutuhan akifitas dan istrahat

f. Pemenuhan kebutuhan menyendiri dan interaksi sosial

g. Pemenuhan pencegahan dari bahaya pada kehidupan manusia.

h. Peningkatan perkembangan dalam kelompok sosial sesuai dengan

potensi, keterbatasan dan keinginan manusia pada umumnya.

2. Development self-care requisites

Kebutuhan perawatan diri pengembangan adalah kebutuhan yang terkait

dengan proses perkembangan dapat dipengaruhi oleh kondisi dan peristiwa

tertentu, sehingga bagi setiap orang dapat berupa tahapan yang berbeda-

beda, seperti perubahan kondisi fisik dan status sosial.

3. Health deviation self-care requisites

Kebutuhan perawatan diri akibat penyimpangan kesehatan dikaitkan

dengan penyimpangan dalam aspek struktur dan fungsi manusia. Orang

yang sakit atau terluka memiliki kondisi patologis, kecacatan atau

keterbatasan tertentu, atau orang yang menjalani perawatan masih

membutuhkan perawatan diri.

2.2.3 Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Self-care

Faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan self-care adalah sebagai

berikut (Denyes, Orem, & Bekel, 2001).

1) Usia
Usia merupakan salah satu faktor penting pada self-care, seiring

bertambahnya usia memunculkan berbagai keterbatasan maupun

kerusakan fungsi sensoris.

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin mempunyai kontribusi dalam kemampuan perawatan diri.

3) Status Perkembangan

Status perkembangan meliputi tingkat fisik seseorang, fungsional,

perkembangan kognitif dan tingkat psikososial dapat memengaruhi self-

care.

4) Status kesehatan

Status kesehatan pasien yang mempengaruhi kebutuhan self-care terdiri

dari sistem bantuan penuh (wholly compensatory system), sistem bantuan

sebagian (partially compensatory system) dan sistem dukungan pendidikan

(supportif-education system).

5) Sosiokultural

Lingkungan sosial, keyakinan spiritual, hubungan sosial dan keluarga juga

dapat berpengaruh.

2.2.4 Kebutuhan Self-care pada Pasien Stroke

Stroke merupakan kondisi yang mengalami perubahan neurologis yang

terjadi akibat adanya gangguan sirkulasi darah ke otak. Tanda dan gejala yang

muncul dapat berbeda sesuai bagian otak yang terkena, dapat sembuh atau

sembuh dengan cacat, dan atau meninggal (Junaidi, 2011). Penelitian terdahulu

menunjukkan bahwa mayoritas pasien akan mengalami gangguan status


fungsional. Status fungsional merupakan kemampuan untuk melakukan aktivitas

sehari-hari yang normal untuk memenuhi kebutuhan dasar, mempertahankan

kesehatan dan kesejahteraan, serta berkaitan dengan kegiatan psikososiospiritual.

Pasien dengan stroke akan mengalami perubahan fisiologis, dapat mengalami

defisit motorik berupa hemiprase atau hemiplegia yang berdampak pada kondisi

imobilitas. Kondisi tersebut juga berdampak pada penurunan kekuatan otot,

fleksibilitas dan kekakuan sendi sehingga pasien akan mengalami keterbatasan,

terutama melakukan aktivitas sehari-hari (Cahyati, Yanti, 2018). Pasien dengan

stroke sebagian besar yang mengalami penurunan kemampuan perawatan diri

akan memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan ataupun keluarga untuk

memenuhi kebutuhannya.

Beberapa perawatan diri yang memerlukan bantuan orang lain seperti

kebersihan diri, mandi, toileting, berpakaian, berhias, makan dan minum,

berpindah tempat, dan eliminasi. Orang terdekat yaitu keluarga dan perawat dapat

membantu memenuhi kebutuhan perawatan diri pasien sehingga pasien senantiasa

terawat, rapih dan bersih, meskipun mengalami keterbatasan fisik yang dialami.

Namun, bantuan secara terus menerus dapat berdampak pada perilaku self-care

pasien. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan memiliki peran dalam

memberikan kemampuan kepada pasien dan keluarga untuk melakukan perawatan

secara mandiri. Peran perawat dalam menerapkan teori self-care Orem adalah

membantu pasien meningkatkan kemampuan perawatan diri secara mandiri yang

akan meningkatkan kualitas hidup pasien. (Ismatika, 2017).

2.2.5 Masalah Keperawatan


Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul apabila terjadi

masalah pada kebutuhan dasar perawatan diri menurut (Potter & Perry, 2005)

yaitu:

a. Defisit perawatan diri: mandi

b. Defisit perawatan diri: toileting

c. Defisit perawatan diri: makan

d. Defisit pengetahuan

e. Gangguan citra tubuh

f. Kerusakan membran mukosa oral

2.3 Intervensi pemenuhan kebutuhan self-care berdasarkan EBP

Pasien stroke yang mengalami penurunan kemampuan perawatan diri akan

memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan ataupun keluarga untuk memenuhi

kebutuhannya. Perawat dalam menerapkan teori self-care Orem memiliki peran

yaitu membantu pasien stroke meningkatkan kemampuan perawatan diri yang

akan meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa intervensi yang ditemukan

dalam pencarian evidence based adalah sebagai berikut.

1. Penerapan Self-Care Regulation Model

Suhardingsih, dkk (2012) melakukan penelitian quasy experimental untuk

melihat peningkatan self-care agency setelah diberikan intervensi penerapan self-

care regulation model. Intervensi berupa meningkatkan pengetahuan pasien

tentang penyakit diderita, sehingga menyadari tentang apa yang sedang diderita

dan memunculkan motivasi untuk melakukan berbagai upaya sehingga

mempercepat penyembuhan penyakit.


2. Mirror Therapy untuk Ekstremitas Atas dan Self-Care

Youngju Park, et al. (2015) melakukan penelitian eksperimental mengenai

terapi cermin yang berfokus pada ektremitas atas dan self-care pada pasien stroke.

Terapi cermin untuk pasien stroke merupakan penanganan sederhana, murah dan

perawatan yang diarahkan pasien dapat memberikan kapasitas ektermitas atas

yang lebih baik sehingga meningkatkan kemampuan pasien untuk melakukan self-

care. Terapi cermin dengan tugas terdiri dari beberapa langkah gerakan yaitu

menjangkau untuk menekan saklar, meraih untuk memegang kerucut, memegang

bean bag kecil, memegang cangkir, mengangkat botol plastik, mengangkat

cangkir, memasukkan koin ke dalam lubang kotak uang, dan mengambil batu

dengan ibu jari dan telunjuk lalu diletakkan di telapak tangan.

3. Stroke Self-Management Support

Suzanne et al. (2018) melakukan penelitian randomized controlled trial

untuk melihat efektivitas program self-managenent. Setelah diberikan intervensi

didapatkan hasil bahwa self-efficacy dan kepuasaan self-management behavior

terjadi peningkatan. Peningkatan ini dapat berdampak positif dalam peningkatan

motivasi pasien stroke untuk sembuh dan mampu melakukan perawatan diri.

Langkah intervensi yang diberikan adalah sebagai berikut.

- Minggu ke-1 : Kunjungan rumah

- Minggu ke-2-3 : Kelompok komunitas sesi 2 jam

- Minggu ke-4 : follow-up dengan telepon

- Peserta diberikan buku kerja untuk merekam tujuan mereka selama pemulihan

dan diberikan 2 DVD tentang pengalaman survivor yang sukses dan berdiskusi

dengan perawat setelah melihatnya.


4. Latihan Keseimbangan Umpan Balik Visual dengan Sistem Pro-kin

Zhang et al. (2020) melakukan penelitian ekperimental latihan

keseimbangan umpan balik dengan sistem Pro-kin. Intervensi yang disertai

dengan latihan keseimbangan konvensional meningkatkan kemampuan berjalan

dan perawatan diri pasien stroke. Langkah-langkah intervensi yang diberikan

adalah sebagai berikut.

- Semua peserta diberikan pelatihan keseimbangan konvensional terdiri dari 5

sesi x 20 menit, dilakukan 5 kali seminggu selama 3 minggu. Tahapan latihan

yaitu:

1) berdiri dengan 1 kaki selama 5 detik;

2) berdiri di depan cermin dan didorong oleh terapis dari yang berbeda arah

3) menggeser berat badan seseorang ke depan, ke belakang, ke samping, dan

secara diagonal dengan mata terbuka dan mata tertutup

4) mengoper bola ke terapis yang telah diatur dalam lingkaran, serta

melempar dan menangkap bola;

5) berjalan dalam garis lurus.

- Untuk kelompok intervensi ditambahkan pelatihan menggunakan sistem Pro-

kin dan umpan balik visual, pasien diminta memindahkan center of pressure,

mereka melewati area yang ditentukan ke berbagai arah, Para pasien juga

memainkan 2 permainan dengan pilihan: permainan tenis meja, tampilan

lampu, dan ski simulator.

5. Latihan Activity Daily Living (ADL)

Khairy (2018) melakukan penelitian eksperimental pada pasien stroke di

suatu rumah sakit. Latihan activity daily living (ADL) yang diberikan
menunjukkan terjadinya peningkatan kemandirian pada pasien. Latihan yang

diberikan seperti berpakaian, menyisir rambut, menyeka wajahnya,

mengendalikan rangsang BAB, merubah posisi dari baring ke posisi duduk.

6. Latihan Rentang Gerak

Dewi dkk (2020) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh latihan

rentang gerak terhadap peningkatan kekuatan otot dan aktifitas perawatan diri

pasien stroke. Setelah diberikan intervensi terjadi kemungkingan peningkatan

kekuatan otot yang berpengaruh secara bermakna terhadap peningkatan aktifitas

perawatan diri pasien stroke. Langkah-langkah latihan yang diberikan yaitu

latihan Range of Motion (ROM)/ rentang gerak yang telah diajarkan dan

dilakukan sebanyak 4 kali sehari selama 7 hari sebelum pasien pulang dari rumah

sakit.
BAB III

PEMBAHASAN

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul akibat terjadinya gangguan pada

peredaran darah otak yang menyebabkan kematian jaringan otak. Stroke terjadi

akibat adanya penyumbatan (ischemic) atau terjadinya rupture pembuluh darah

pada otak (hemorraghic). Pasien stroke iskemik akan mengalami kelumpuhan

anggota tubuh secara mendadak, perubahan status mental sesuai dengan

meningkatnya defisit neurologis, dan terkadang pasien merasakan mual dan

muntah atau nyeri kepala. Kondisi demikian membuat pasien stroke sulit untuk

melakukan kegiatan sehari-hari dan dapat mengakibatkan menurunnya aktifitas

perawatan diri (self care deficit) seperti makan, berpakaian, kebersihan diri, dan

lain-lain. Self-care merupakan aktivitas insiatif dari individu yang dikerjakan

secara mandiri oleh individu tersebut untuk memenuhi dan mempertahankan

kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan (Denyes, Orem, & Bekel, 2001). Perawat

berperan penting dalam memberikan intervensi kepada pasien stroke dalam

meningkatkan self-care pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Puspa dkk yang berjudul “Analisis

Pengaruh Latihan Rentang Gerak terhadap Peningkatan Kekuatan Otot dan

Aktifitas Perawatan Diri Pasien Stroke di RSUD Kota Depok” bertujuan untuk
menganalisis pengaruh latihan rentang gerak terhadap peningkatan kekuatan otot

dan aktifitas perawatan diri pasien stroke. Hasil uji Wiloxon menunjukkan

peningkatan kekuatan otot 0,74 (22,9%) dan aktifitas perawatan diri 0,53 (25,2%),

uji chi square menunjukkan perubahan kekuatan otot 57,7% dan uji Regresi

Logistik Multivariat menunjukkan peningkatan kekuatan otot terhadap aktifitas

perawatn diri 62,7%. Hasil penelitian menunjukkan secara peningkatan kekuatan

otot bermakna (p=0,000) dan peningkatan aktifitas perawatan diri (p=0,001).

Intervensi LGR dapat meningkatkan 28,9 kali kekatan otot, sehingga aktifitas

perawatan diri dibandingkan yang tidak diberikan LGR.

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad pada tahun 2018 mengenai Inovasi

Latihan Activity Daily Living (ADL) Terhadap Peningkatan Kemandirian pasien

stroke dengan tujuan untuk menganalisis implementasi latihan Activity Daily

terhadap peningkatan kemandirian pada pasien dengan Stroke Non Hemoragik

dalam mengatasi masalah keperawatan defisit perawatan diri. Klien melakukan

latihan ADL dengan menggunakan indeks ADL Bharthel sebagai indicator tingkat

kemandirian, setelah dievaluasi adanya perubahan tingkat kemandirian pasien dari

tingkat ketergantungan berat menjadi tingkat ketergantungan sedang.

Penelitian yang dilakukan oleh Suzanne H.S dkk dengan judul “Stroke

Self-Management Support Improves Survivors’ Self-Efficacy and Outcome

Expectation of Self-Management Behaviors dengan tujuan untuk menentukan

efektivitas program self-managenent berbasis self-efficacy dengan hasil Program

meningkatkan self-efficacy, harapan hasil, dan kepuasan dengan kinerja perilaku

self-management.
Penelitian yang dilakukan oleh Min Zhang dkk dengan judul “Effects of

visual feedback balance training with the Pro-kin system on walking and self-care

abilities in stroke patients” dengan tujuan untuk melihat efek dari umpan balik

visual latihan keseimbangan menggunakan the Pro-kin system. Dengan hasil

Intervensi visual feedback balance training dengan pelatihan keseimbangan

konvensional meningkatkan kemampuan berjalan dan perawatan diri pasien

stroke.

Penelitian yang dilakukan oleh sri suhardingsih 2012 mengenai

“Peningkatan Self-Care Agency Pasien dengan Stroke Iskemik Setelah Penerapan

Self-Care Regulation Model. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji

peningkatan tersebut dari agen perawatan diri pasien dengan stroke iskemik

setelah menerapkan perawatan diri model regulasi. Hasil penelitian menunjukkan

signifikansi perbedaan peningkatan agen perawatan diri antara kelompok. Model

kelompok yang menerapkan asuhan keperawatan regulasi perawatan diri

memperoleh nilai R2 = 0,857 dan asuhan keperawatan standar diperoleh nilai R2

= 0,614, sehingga dapat disimpulkan bahwa model terbaik adalah regulasi

perawatan diri model, dengan diferensiasi R2 = 0,243.

Penelitian yang dilakukan oleh Youngju Park dkk 2015 dengan judul “The

effects of mirror therapy with tasks on upper extremity function and self-care in

stroke patients” dengan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

terapi cermin dengan tugas-tugas pada penyucian ekstremitas atas dan perawatan

diri pada pasien stroke. Setelah dilakukan intervensi, kedua kelompok

menunjukkan peningkatan yang signifikan, perbandiingan perubahan skor selfcare


MFT(Manual Function Test) dan FIM (Functional Independent Measure) dari

awal hingga 6 minggu antara kelompok menunjukkan peningkatan yang

signifikan pada kelompok eksperimen (p <0,05).

Dari 6 jurnal diatas mengenai aktifitas maupun latihan pada pasien stroke

dapat dijadikan sebagai intervensi pada pasien stroke untuk memenuhi kebutuhan

self care. Peran perawat dalam menangani atau menghadapi masalah kesehatan

tersebuta adalah:

1. Pemberi Layanan Keperawatan

Perawat memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien

sesuai dengan kewenangan dan berdasarkan standar prosedur yang sudah

di tetapkan

2. Pendidik dalam keperawatan

3. Perawat berperan untuk memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga

maupun pendamping pasien mengenai latihan maupun aktifitas yang dapat

memenuhi pemenuhan kebutuhan pada pasien

4. Peneliti dan pengembang ilmu keperawatan

5. Perawat sebagai tenaga kesehatan harus daoat mengembangkan ilmu

pengetahuan keperawtan yang up to date dengan menjadikan hasil

penelitian yang sudah ada agar dapat di aplikasikan dalam pemberian

asuhan keperawatan.
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Stroke merupakan suatu kondisi dimana terganggunya peredaran darah ke

otak yang dapat menyebabkan matinya jaringan otak. Pasien dengan kondisi ini

sangat memerlukan perawatan yang sangat serius dikarenakan pasien stroke sulit

untuk melakukan kegiatan sehari-hari sehingga mengakibatkan menurunnya

aktifitas perawatan diri maka dari itu perawat di harapkan untuk meningkatkan

kualitas keterlibatan keluarga dengan terus memberikan pendidikan kesehatan

bagi keluarga tentang stroke, pengobatan, dan perawatan pasien pasca stroke di

rumah agar dapat meningkatkan kemandirian pasien stroke.

4.2 Saran

Critical review intervensi self-care pada pasien stroke ini dapat digunakan

sebagai referensi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien stroke. Dan

juga dapat mengetahui perubah pasien menjadi lebih interaktif lagi dalam

menjalankan perawatan diri sehari-hari sehingga pasien mampu bertanggung

jawab terhadap kesehatannya sendiri.


Daftar Pustaka
Lampiran Jurnal

Anda mungkin juga menyukai