Anda di halaman 1dari 4

“HMI, QUE SERA SERA”

Aneh memang, untuk seorang yang menyukai music ber-genre “keras nan cadas”, untuk
seorang yang terkesima dengan kehidupan para Rock Star -seperti Sebastian Bach, Niki Sixx,
Axl Rose, Dave Mustaine, Tom Keifer dam lainnya- yang berpenampilan urakan dan
terkesan arogan, untuk seorang yang selalu mengangumi nilai-nilai pemberontakan dan
pembangkangan dalam setiap lirik lagu yang mereka ciptakan, malam ini, 5 Februari 2021
--tepat pada waktu yang sama 74 tahun yang lalu, saat salah satu Organisasi Mahasiswa Terbesar
di Indonesia didirikan-- disudut kamar yang kumuh khas kader miskin dengan masa depan
tak jelas atau suram lebih tepatnya, aku memilih menghabiskan waktu mendengarkan Que
Sera Sera, sebuah lagu tentang keyakinan dalam bingkai kepasrahan, dan ketabahan.

Que Sera Sera, Whatever will be, will be, Sepenggal lirik yang ada dalam lagu tersebut
menggambarkan nilai optimisme dan sebuah ironi pada saat yang bersamaan. Tragis, mungkin
itu juga kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi Himpunan Mahasiswa Islam hari ini,
tepat pada ulang tahunnya yang ke-74, walaupun tidak menutup kemungkinan Himpunan ini
juga sudah dalam kondisi yang sangat menyedihkan pada usianya yang ke-73, 72, 71 dan
seterusnya.

Tentunya tidak ada yang salah dengan Himpunan ini, tapi dapat dipastikan sangat banyak
masalah yang ada pada sosok para kadernya. Jika kita mengurai jauh kebelakang pada
momentum Himpunan ini didirikan oleh Lafran Pane -(figure ideal untuk menggambarkan kader
paripurna)- dan kawan-kawan, HMI hanyalah sebuah organisasi kecil dan sederhana, namun
tegas dengan pandangan yang visioner. Pada masa awal berdirinya HMI hanya memiliki dua
tujuan utama: yang pertama, mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi
derajat Rakyat Indonesia, dan yang kedua menegakkan dan mengembangkan ajaran Agama
Islam.

Seiring berjalannya waktu tak bisa dipungkiri bahwa HMI telah berkembang menjadi
salah satu Organisasi Mahasiswa dengan pengaruh paling besar di Indonesia. Perkembangan
pesat HMI tentunya didasari pada proses perkaderan yang sangat terarah dan memiliki orientasi
yang jelas dalam membentuk karakter “Insan Cita” pada setiap sosok kadernya. Selain itu
komitmen Keislaman, Keindonesiaan dan Kebangsaan juga menjadi daya tarik tersendiri bagi
para mahasiswa untuk bergabung dan berproses didalam HMI. Tak heran pada akhirnya HMI
mampu melahirkan kader-kader dengan tingkat intelektualitas yang sanggat unggul tidak hanya
dalam setiap bidang akademisnya, melainkan juga diluar konstentrasi bidang keilmuannya.

Dengan kata lain HMI mampu menyumbangkan para Expert –Seperti Munir Said
Thalib, Nurcholis Madjid, Ahmad Wahib, A.M. Fatwa, Dawam Rahardjo, Deliar Noer dan
tentu saja Lafran Pane-- dalam setiap sendi kehidupan Bangsa Indonesia. Pemeilihan nama-
nama diatas sebagai representasi Blosom Generation-nya HMI tentu saja dengan pertimbangan
komitmen para figure diatas terhadap nilai-nilai idelasme dan kesederhnaan yang merupakan
komitmen mutlak HMI untuk tetap memihak kepada kebenaran, diasatu sisi, menuliskan para
Tokoh Politik sebagai representasi kader HMI adalah sesuatu Hal yang memuakkan.

Lantas jika melihat kondisi HMI terkini disuianya yang sudah dapat dikatakan “uzur”
untuk ukuran manusia, apakah HMI masih baik-baik saja?. HMI hanyalah wadah mati tanpa
kader-kadernya. HMI hanyalas sebuah kawah Candradimuka –meminjam istilah kakanda
Solichin—untuk menempa setiap kadernya menjadi sosok-sosok yang berkomitmen pada nilai-
nilai kebenaran. Namun naasnya saat ini HMI terkesan hanyalah sebagai organisasi usang dan
kuno yang sudah kehilangan daya tariknya. Kita harus mengakui HMI tak lagi menarik dan
memiliki banyak peminat di kampus-kampus besar yang ada di Indonesia. Tentu hal ini
desebabkan oleh karakteristik dan mentalitas kebanyakan kader-kadernya sendiri.

Beberapa factor yang mempengaruhi kemunduran HMI sudah dengan tegas dan jelas
dituliskan oleh Kakanda Agus Salim Sitompul (sosok sejarawan HMI) dalam Bukunya 44
Indikator Kemunduran HMI. Beberapa indicator tersebut antaralain:

-Budaya Feodalisme Dalam Tubuh HMI.

Setiap kader HMI adalah sosok pemikir, dan setiap pemikir adalah sosok yang
merdeka. Namun dewasa ini budaya “patuh” tanpa memandang benar ataupun salah terhadap
senior dan alumni adalah penyakit akut yang harus segera kita hilangkan jika ingin HMI ini
dapat kembali memiliki karakteristik yang progresif dalam setiap gagasan-gagasannya.
-Mentalistas Cari Hidup Dalam Tubuh HMI

Dalam setiap forum perkaderan HMI, baik dalam forum training formal ataupun informal
sering kali kita mendengar kalimat “hidupilah HMI, jangan cari hidup di HMI”, tetapi saat ini
hapir bisa dipastikan HMI hanyalah menjadi wadah bagi para “petualang materi”, yang
memilih ber-proses di HMI hanya dikarenakan jaringan dan kondisi Alumni-alumninya yang
sudah mapan secara financial dan karirnya. Sehingga mentalitas ini pada akhirnya berujung pada
mewabahnya kader-kader yang tidak mau berkorban untuk HMI itu sendiri, tetapi selalu
memanfaatkan eksistensi HMI untuk kepentingan pribadinya.

-Karakteristik Kader yang Elitis

Meminjam istilah Rausyanfikr dalam buku Ideologi Kaum Intelektual yang ditulis oleh
Ali Syariati, disebutkan bahwa setiap intelektual haruslah bersikap sebagaimana para Nabi-
Nabi bersikap. Setiap Kelompok Intelektual harusnya lebih merasa nyaman untuk berada
diantara kelompok Proletar/Mustadafhin/Kaum Tertindas, daripada berada dekat dengan
penguasa dilingkaran kekuasaan. Tapi faktanya kader HMI saat ini sangatlah jauh dari
karakteristik tersebut. Kader HMI dewasa ini, Tanpa bermaksud mengeneralkan seluruh
kader, lebih merasa betah untuk berada di zona nyaman materi. Maka tak heran bagi
kebanyakan kader saat ini, parameter kesuksesan seorang kader ataupun alumni HMI
adalah jika memiliki jabatan dan materi. Sederhananya bisa kita lihat bahwa setiap Flyer
recruitment calon kader yang dibuat ditingkatan komisariat sebagai hierarki terendah struktur
kelembagaan HMI selalu dipenuhi wajah sosok-sosok Politisi Busuk yang bergelimang materi
dalam hidupmya.

-Idealisme Adalah Omong Kosong

Apa jadinya gerakan tanpa Ideologi?, Hilang Arah. Apa jadinya perjuangan tanpa
Idealisme?, petualangan individu. Ideology adalah harga mati dalam setiap organisasi yang
memiliki orientasi perjuangan dalam setiap aspek pergerakannya. Peran penting ideology adalah
memastikan setiap individu yang ada di dalam suatu organisasi memiliki komitment terhadap
pelaksanaan nilai-niai idealisme organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Namun mirisnya
kader HMI hari ini hanya menjadikan Ideologi sebagai “dangangan manis” dalam setiap forum-
forum training ataupun diskusi-diskusi lepas yang dilaksanakan. Idealisme hanyalah lip service
untuk menutupi watak asli kebanyakan kader yang pada kenyataannya hanyalah para “pelacur
organisasi” yang orientasinya sangat jelas, berkorban seminim mungkin untuk organisasi dan
mendapatkan sebanyak mungkin kebutuhan individu dari organisasi. Sangat sedikit kader HMI
yang memiliki komitment untuk meng-aktualisasikan nilai-nilai idealisme dalam upaya
mewujudkan tujuan dan cita-cita Himpunan.

-Kader HMI Yang Tak Lagi Gelisah

Kegelisahan adalah suatu keharusan bagi setiap kaum intelektual atau kader HMI.
Gelisah melihat penindasan, ketidak adilan, Tirani bahkan walaupun kegelisahan tersebut
hanya bisa dipendam. Namun saat ini kader-kader HMI tak lagi gelisah, pernahkah
setidaknya sekali saja bagi kita untuk tak bisa tidur memikirkan orang-orang yang
kelaparan diluar sana?. Memikirkan seorang laki-laki tua yang masih harus mengayuh
becak dayung hanya untuk bisa makan hari ini dan mungkin kelaparan esok harinya?.
Tentu tidak, kita terlalu nyaman dengan segala kemudahan akses yang kita terima, sehingga tak
ada lagi ruang untuk kemanusiaan dalam jiwa kader HMI kebanyakan.

Pada akhirnya HMI ini hanyalah bingkai kosong, para kadernyalah yang menjadi
gambarannya. Seperti kata Dave Mustaine seorang pentolan Megadeth “it’s not how big your
pencil is, it’s how you write your name”, atau dalam kondisi HMI terkini mungkin artinya sama
seperti “ini bukan seberapa besar organisasi mu sekarang, tetapi bagaimana kau menuliskan
kisahmu di dalam organisasi mu”.

HMI, Que Sera Sera, whatever will be, will be. Apapun yang akan menjadi masa depan mu,
pasti terjadi. Yakin Usaha Sampai.

5 Februari 2021

Matu Mona

Anda mungkin juga menyukai