Anda di halaman 1dari 13

KEPEMIMPINAN PROFETIK SEBAGAI SOLUSI KEPEMIMPINAN DI

ERA MILENEAL MENUJU INDONESIA YANG BERADAB

Makalah ini disusun sebagi pra-syarat peserta


LK II Intermediate treaning
HMI Cabang Poso

Disusun oleh :
Reski eka saputra
Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Palu
2021
KATA PENGANTAR

BismillahiRahmaniRahim
Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “ Kepemimpinan Profetik sebagai solusi kepemimpinan Di
Era milenial Menuju Indonesia Yang Beradab”.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya hingga pada ummatnya sampai akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi Persyaratan Intermediate Training (LK II)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Poso Tahun 2021. Terima kasih
penulis haturkan kepada:
Kanda Aldhi pratama ketua komisariat kesehatan Al-qalbi dan kanda/Yunda
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Palu yang tidak sempat saya sebut
satu-satu namanya.
Banyak orang bijak mengatakan bahwa kinerja manusia yang paling baik adalah
yang paling banyak memberikan manfaat kepada masyarakat luas, selain kepada
dirinya sendiri. Bahkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist banyak sekali perintah,
petunjuk, dan panduan hidup yang dapat diamalkan dan diteladani untuk membuat
hidup lebih bermakna, termasuk dalam membangun negara ini. Semoga dengan
adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi para pembaca.

i
DAFTAR ISI
Kata pengantar .......................................................................................... i
Daftar isi ..................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan .................................................................................. 1
A. Latar belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan penelitian ................................................................................. 2
D. Manfaat penenelitian ........................................................................... 2
1. Manfaat teoritis ..................................................................................... 2
2. Manfaat praktis ..................................................................................... 3
a. Bagi pembaca ......................................................................................... 3
b. Bagi penulis ........................................................................................... 3
E. Metode penelitian ................................................................................. 3
BAB II Pembahasan .................................................................................. 4
A. Kepemimpinan profetik ....................................................................... 4
1. Kepemimpinan yang berilmu .............................................................. 5
2. Kepemimpinan yang kuat .................................................................... 5
3. Kepemimpinan yang amanah .............................................................. 5
4. Kepemimpinan yang regeneratif ......................................................... 5
5. Kepemimpinan yang bertaqwa ............................................................ 5
B. Era milenial (zaman modern) ............................................................. 6
BAB III Penutup ....................................................................................... 8
A. Kesimpulan ........................................................................................... 8
B. Saran ...................................................................................................... 9
Daftar pustaka ........................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Istilah profetik merupahkan derivasi dari kata Prophet. Dalam kamus Besar
Bahasa Indonesia, profetik artinya bersifat kenabian (2006:189). Istilah profetik
ini pertama kali dipopulerkan oleh Kuntowijoyo. Dengan sangat jujur,
Kuntowijoyo (2006:789) menyatakan bahwa ide tentang istilah terilhami oleh
Muhammad Iqbal. Iqbal mendeskripsikan bahwa setelah nabi muhammd saw,
mikraj, beliau tetap kembali ke bumi menemui masyarakat dan
memberdayakannya. Nabi saw., tidak hanya menikmati kebahagian berjumpa
dengan Allah Swt.,dan kemudian melupakan masyarakat.
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan berbagai suku bangsa memiliki
keberagaman pola pikir, seni, agama, pengetahuan, bahasa serta tradisi budaya
lokal dengan karakteristik yang unik. Selain itu, secara geografis memiliki letak
yang sangat strategis, diapit oleh dua benua dan dua samudara.
Hal ini menyebabkan Indonesia dalam sejarah masa lalu menjadi wilayah yang
sangat penting dalam jalur perdagangan laut antar negara. Dengan segala
keistimewaanya itu, tidak mengherankan jika berbagai suku bangsa masuk
kewilayah Indonesia1
Himpunan mahasiswa islam sebagai organisasi mahasiswa,organisasi kader dan
organisasi perjuangan memiliki tujuan “ Terbinanya insan
akademis,pencipta,pengabdi yang bernafakan islam dan bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhahi Allah SWT “, merupakan
wujud tekstual (ekosoteris) dari tujuan HMI, yang kemudian teringkas dalam
“Lima Kualitas Insan Cita (5KIC)”, akademis pencipta, pengabdi, bernafaskan
islam dan bertanggung jawab.

Pada rumusan teks ini sebagaimana di urai oleh Said Munuruddin secara filosofis
terkandung dua substansi tujuan: (1) terbinanya “ Insan Cita “, dan alat perjuangan
untuk (2) terwujudnya “Masyarakat Cita”. Pada rumusan tujuan ini pula terdapat
sisi irfan dan gnosis (esotoris) yang merupakan esensi atau hakikat dari tujuan
HMI, yaitu; (3) Cita – Cita”, “ Ridha-NYA”, atau “Allah”.2

1
Bachtiar Firdaus (2016). Seni Kepemimpinan para Nabi. Elex Media Komputindo: Jakarta . Hal,
112.
2
Muniruddin, S (2014). Bintang Arasy Tafsir Filosofi – Gnostik HMI. “The Zawiyah for Spiritual
Leadership” Majelis Wilayah Korps Alumnsi Himpunan Mahasisiwa Islam (MW-KAHMI Aceh)

1
Nabi Muhammad adalah pemimpin seluruh masyarakat Madinah dan dia
menyelesaikan masalah yang timbul antar kelompok.
Berdasarkan konsitusi di atas , dapat di ketahui bahwa Nabi telah membentuk
negara Islam di Madinah dan Rasulullah menjadi kepala pemerintahanya yang
mempunyai otoritas untuk menyelesaikan masalah yang timbul berdasarkan
konsitusi.
Oleh karena itu di MadinahNabi Muhammad mempunyai kedudukan bukan saja
sebagai Rasul agama,tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam
diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi.
Pesatnya perkembangan Islam di Madinah, mendorong pemimpin Quraisy
Makkah dan musuh-musuh islam lainnya meningkatkan permusuhan mereka
terhadap Islam. Untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari
musuh,, Nabi sebagai kepala negara mengatur siasat dan membentuk pasukan
perang.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah?.
Apa cita-cita etik yang terkandung dalam kepemimpinan profetik sebagai solusi
kepemimpinan di era milenial menuju indonesia yang beradab.
Bagaimana kepemimpinan profetik sebagai solusi kepemimpinan di era milenial
menuju indonesia yang beradab

C. Tujuan penelitian
Untuk mendeskripsikan kepemimpinan profetik sebagai solusi kepemimpinan di
era revolusi milenial menuju indonesia yang beradab.
D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam pendidikan,
khususnya dalam karya tulis ilmiah dalam rangka mengembangkan khasanah
ilmiah.selain itu, penelitian ini juga di harapkan dapat menambah wawasan
tentang kepemimpinan profetik.

2
2. Manfaat praktis

a. Bagi pembaca
Hasil penulisan ini dapat digunakan untuk referensi dan sumber
informasi atau pengetahuan mengenai kepemimpinan profetik sebagai
solusi kepemimpinan di era milenial menuju indonesia yang beradab.
b. Bagi penulis
Makala ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis sebagai referensi
untuk pembahasan selanjutnya pada ilmu sosial dan ilmu politik.

E. Metode penelitian
Metode penelitian ini adalah menggunakan penelitian kepustakaan. Sumber
referensi dalam penelitian ini adalah buku-buku dan materi yang berasal dari
jurnal

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan Profetik
Kepemimpinan menjadi persoalan penting bagi setiap bangsa. Persoalan
kepemimpinan sangat krusial bagi arah tumbuh bagi suatu bangsa. Kualitas
kepemimpinan menjadi salah satu indikator penting maju tidaknya suatu bangsa.
Sebuah bangsa dengan kualitas kepemimpinan yang buruk, misalnya pemimpin
yang kurang tegas, plin-plan, tidak bisa menjadi teladan, mudah disetir, dan
berbagai gejala perilaku negatif, akan berdampak pada rusaknya tatanan
kehidupan bangsa tersebut. Oleh sebab itu, proses regenerasi kepemimpinan
menjadi penting untuk di kawal oleh masyarakat luas agar kualitas kepemimpinan
suatu bangsa dapat terus terjaga. Selain itu, peran masyarakat dalam mengawal
regenerasi kepemimpinan menjadi salah satu bentuk partisipasi bagi masyarakat
untuk menentukan nasib bangsanya sendiri. Regenerasi kepemimpinan yang
aman, berkualitas, dan demokratis menjadi pekerjaan rumah bagi setiap bangsa.
Kepemimpinan profetik dapat disebut sebagai konsep kepemimpinan terbaik. Di
samping karena menggunakan landasan tauhid, kepemimpinan profetik memiliki
cakupan dan instrument yang lebih luas dan komphrensip dibanding konsep-
konsep kepemimpinanan lainnya. Karakteristik utama seorang pemimpin profetik
adalah mampu menjaga harmonisasi hubungan Allah, Manusia dan Alam.
Dengan demikian pengertian kepemimpinan profetik di sini adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan, dengan pola
yang dilaksanakan nabi (prophet). Kekuatan kepemimpinan profetik ini, menurut
Sanerya Hendrawan (2009:158), terletak pada kondisi spiritual pemimpin.
Artinya, seorang pemimpin profetik adalah seorang yang selesai memimpin
dirinya. Sehingga upaya mempengaruhi orang lain, memimjam istila HSU,
merupahkan leading by example atau memimpin dengan keteladanan (Sus
Budiarto dan Fathul Himan, 2005:142).
Membahas tentang kepemimpinan profetik, hendaknya kita harus mengetahui
secara seksama mengenai istilah profetik di sisi Allah. Al-Qur’an memberikan
pandangan tersendiri melalui surah Ali-Imran ayat 110 sebagai berikut:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik”.3
3
Bachtiar Firdaus (2016). Seni Kepemimpinan para Nabi. Elex Media Komputindo: Jakarta . Hal,
112.

4
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam kepemimpinan profetik yaitu :
1. Kepemimpinan yang Berilmu
Seorang pemimpin profetik haruslah berilmu tinggi, khususnya ilmu
pengetahuan dan hikmah. Dua hal tersebut menjadikan dirinya mampu
memutuskan kebijakan yang tepat, serta sejalan dengan akal sehat dan syariat
Islam. Seorang yang lemah akalnya pasti tidak mampu menyelesaikan urusan
rakyatnya. Lebih dari itu, ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-
perkara pelik yang membutuhkan tidnadakn cepat. Pemimpin yang memiliki
akal akan mampu menciptakan kebijakan kebijkan cerdas dan bijaksana yang
melindungi dan menyejahterahkan rakyatnya. Dan yang paling penting, ilmu
yang dalam akan mencegah seorang pemimpin dari tindakan tergesa-
gesa,sikap emosional, dan tidak sabar.
2. Kepemimpinan yang kuat.
Kekuatan memang diperlukan ketika seseorang pemimpin profetik memegang
amanah kepemimpinan. Oleh karenya muslim yang kuat lebih utama
dibandingkan dengan muslim yang lemah. Begitu juga dengan konteks
mencari pemimpin seorang pemimpin.pemimpinyang kuat, memiliki
kebugaran fisik sangat membantu kinerjanya dalam memipin suatu kelompok
atau kaum.
3. Kepemimpinan yang amanah
seorang pemimpin yang amanah sebagaimana dicontohkan rasul-rasul
terdahulu ialah orang yang memiliki kreadibilitas dan integritas yang tinggi
yang dapat dipercaya oleh masyarakatnya.
4. Kepemimpinan yang Regenaratif
Pemimpin profetik hanya puas ketika mereka dapat melahirkan generasi
penerus yang lebih baik dibandingkan dengan mereka. Oleh karenanya,
mereka sangat serius dan memeprhatikan pembinaaan generasi penerus.
5. Kepemimpinan yang Bertaqwa
Ketakwaan merupahkan inti dari semua syarat sayart sebelumnya. Ketakwaan
merupahkan karakteristik penting yang harus dimiliki seorang pemimpin.

5
B. Era Milenial (zaman modern)

Penyebutan tahap perkembangan sejarah manusia yang sedang berlangsung


sekarang ini adalah “ Zaman modern” bukannya tanpa masalah. Masalah itu
timbul karena inti dan hakikat zaman sekarang bukanlah kebaharuannya
(“modern” berarti baru) seolah olah sesudah tahap ini tidak ada lagi tahap yang
berarti berikutnya. Meskipun penyebutan zaman sekarang sebagai “Zaman
modern” sebagai konveksi (yang salah kaprah) harus diterima saja, namun ditilik
sebagai “Zaman Teknik” (Technical Age), karena, pada munculnya zaman itu,
adanya peran sentral teknikalisme serta bentuk-bentuk kemasyarakatan yang
terkait dengan teknikalisme itu. Ujud keterkaitan antara segi teknologis diacu
sebagai dorongan besar pertama manusia memasuki zaman sekarang ini, yaitu
Revolusi Industri (teknologis) di Ingris dan Revolusi Perancis (sosio-politik) di
Perancis.Dengan tibanya zaman itu, umat manusia tidak lagi dihadapkan kepada
persoalan kulturalnya sendiri secarah terpisah dan berkembang secara ekonomi
dari yang lain, tetapi terdorong menuju kepada masyarakat dunia (Global) yang
terdiri dari berbagai bangsa yang erat kaitanya dengan bangsa lain. Karena
merupahkan sebuah kelanjutan logis sejarah, maka modernitas adalah sesuatu
yang tak terhindarkan.Revolusi Industri 4.0 yang menyambungkan semua alat dan
siklus produksi dengan sistem informasi dan komunikasi berkonsekwensi pada
kondisi masyarakat dunia berikut juga Indonesia yang pragmatis terhadap
Ekonomi, sosial dan politik akibat dari tereduksinya fungsi ruang dan waktu.4
Indonesia sebagai fakta sosial (Negara) mempunyai cita-cita mulia untuk
membangun masyarakat menjadi masyarakat multikultural, fakta sosial ini dapat
terlihat jelas dengan adanya Pancasila dan simbol Negara serta tercermin dalam
nilai dan makna “Bhineka Tunggal Ika” dimana Indonesia merupahkan
masyarakat majemuk yang senantiasa membangun dirinya sebagai masyarakat
multikultural.
Penumbuhan dan penemuan nilai-nilai keindonesian umum yakni universal
Indonesia yang mencakup seluruh segmen bangsa, itu akan mempunyai dampak
starategis dalam pembangunan politik nasional kita, yakni adanya sumber
legitimasi kultural bagi kekuasan yang ada. Legitimasi kekuasaan dapat diperoleh
bagi berbagai sumber, sejak dari keberhasilan memujudkan stabilitas (lahiriah)
dalam suatu masyarakat yang baru mengalami situasi kacau sampai kepada
kemampuan mengejahwantahkan nilai-nilai luhur yang menjadi tujuan bersama
bangsa. Sebagaimana diketahui, nilai luhur bangsa kita dirumuskan dalam
konstitusi, yakni Pancasila. Dan sumber legitimasi inilah kriteria terakhir
keabsahan suatu kekuasaan di negeri kita.

4
Madjid, Nurcholis (20015). Islam doktrin dan peradaban:Paramadina. Hlm,147

6
Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, perbedaan agama dan budaya
merupahkan realitas sosial yang harus disikapi dengan bijaksana. Salah satu
wujud sikap bijaksana tersebut adalah dengan mensyukuri beragam agama dan
budaya di Indonesia sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Corak dan sifat
masyarakat yang majemuk merefleksikan ragam budaya yang tersebar di seluruh
Indonesia. Suyatno Kartodirdjo dalam Makalahnya yang berjudul “Revitalisasi
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa dalam Rangka menuju
Indonesia Baru” mengemukakan bahwa aneka budaya dan komunitas di Indonesia
seperti ditunjukkan hasil studi Gerts (1981), antara lain disebutkan bahwa di
Indonesia terdapat lebih 3000 kelompok etnis (suku bangsa) yang berbeda-beda,
dengan identitas kebudayaan tersendiri, dan lebih dari 200 bahasa khas.5
Himpunan mahasiswa islam sebagai organisasi mahasiswa,organisasi kader dan
organisasi perjuangan memiliki tujuan “ Terbinanya insan
akademis,pencipta,pengabdi yang bernafakan islam dan bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhahi Allah SWT “, merupakan
wujud tekstual (ekosoteris) dari tujuan HMI, yang kemudian teringkas dalam
“Lima Kualitas Insan Cita (5KIC)”, akademis pencipta, pengabdi, bernafaskan
islam dan bertanggung jawab.
Pada rumusan teks ini sebagaimana di urai oleh Said Munuruddin secara filosofis
terkandung dua substansi tujuan: (1) terbinanya “ Insan Cita “, dan alat perjuangan
untuk (2) terwujudnya “Masyarakat Cita”. Pada rumusan tujuan ini pula terdapat
sisi irfan dan gnosis (esotoris) yang merupakan esensi atau hakikat dari tujuan
HMI, yaitu; (3) Cita – Cita”, “ Ridha-NYA”, atau “Allah”.6
Tujuan HMI adalah terbinanya insan yang rasional (akademis, yang
kapasitas keilmuan mereka di buktikan dalam berbagai inisiatif, gagasan,
eksperimen, gebrakan, rintisan temuan dan karya (pencipta). Manusia-manusia
yang kreatif ini, menjalani hidup bukan semata-mata untuk kepentingan dirinya
sendiri, melainkan memangun membuat masyarakatnya semakin berkualitas
(pengabdi). Lebih penting lagi, ketiga kualitas tersebut harus tumbuh di atas nilai-
nilai ilahiyah (bernafaskan islam) dan berkembang di atas kesadaran unuk
mengemban amanah sebagai khalifah tuhan (bertanggung jawab) guna membangu
sebuah mdel masyarakat yang semakin hari semakin baik. Kelima kualitas insan
tersebut disebut sebangan kader yang memiliki maksimalisasi.

5
Madjid, Nurcholis (2008). Islam kemerdekaan dan keindonesiaan. Misan: Hal, 13.
6
Muniruddin, S (2014). Bintang Arasy Tafsir Filosofi – Gnostik HMI. “The Zawiyah for Spiritual
Leadership” Majelis Wilayah Korps Alumnsi Himpunan Mahasisiwa Islam (MW-KAHMI Aceh)

7
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa.
kepemimpinan profetik di sini adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
orang lain dalam mencapai tujuan, dengan pola yang dilaksanakan nabi (prophet).
Kekuatan kepemimpinan profetik ini, menurut Sanerya Hendrawan (2009:158),
terletak pada kondisi spiritual pemimpin. Artinya, seorang pemimpin profetik
adalah seorang yang selesai memimpin dirinya. Sehingga upaya mempengaruhi
orang lain, memimjam istila HSU, merupahkan leading by example atau
memimpin dengan keteladanan (Sus Budiarto dan Fathul Himan, 2005:142).
Membahas tentang kepemimpinan profetik, hendaknya kita harus mengetahui
secara seksama mengenai istilah profetik di sisi Allah. Al-Qur’an memberikan
pandangan tersendiri melalui surah Ali-Imran ayat 110 sebagai berikut:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, dianara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik”.7
pada munculnya zaman itu, adanya peran sentral teknikalisme serta bentuk-bentuk
kemasyarakatan yang terkait dengan teknikalisme itu. Ujud keterkaitan antara segi
teknologis diacu sebagai dorongan besar pertama manusia memasuki zaman
sekarang ini, yaitu Revolusi Industri (teknologis) di Ingris dan Revolusi Perancis
(sosio-politik) di Perancis.Dengan tibanya zaman itu, umat manusia tidak lagi
dihadapkan kepada persoalan kulturalnya sendiri secarah terpisah dan
berkembang secara ekonomi dari yang lain, tetapi terdorong menuju kepada
masyarakat dunia (Global) yang terdiri dari berbagai bangsa yang erat kaitanya
dengan bangsa lain. Karena merupahkan sebuah kelanjutan logis sejarah, maka
modernitas adalah sesuatu yang tak terhindarkan.Revolusi Industri 4.0
Penumbuhan dan penemuan nilai-nilai keindonesian umum yakni universal
Indonesia yang mencakup seluruh segmen bangsa, itu akan mempunyai dampak
starategis dalam pembangunan politik nasional kita, yakni adanya sumber
7
Bachtiar Firdaus (2016). Seni Kepemimpinan para Nabi. Elex Media Komputindo: Jakarta . Hal,
112.

8
legitimasi kultural bagi kekuasan yang ada. Legitimasi kekuasaan dapat diperoleh
bagi berbagai sumber, sejak dari keberhasilan memujudkan stabilitas (lahiriah)
dalam suatu masyarakat yang baru mengalami situasi kacau sampai kepada
kemampuan mengejahwantahkan nilai-nilai luhur yang menjadi tujuan bersama
bangsa. Sebagaimana diketahui, nilai luhur bangsa kita dirumuskan dalam
konstitusi, yakni Pancasila. Dan sumber legitimasi inilah kriteria terakhir
keabsahan suatu kekuasaan di negeri kita.

B. SARAN
Dengan kondisi Indonesia hari ini di tengah zaman Revolusi Industri 4.0,
masyarakat Indonesia perlu meningkatkan dan menajamkan sikap Kritisismenya
terkhusus pada lembaga legislatif yang merupahkan perpanjangan tangan Rakyat.
Legislatif tentunya harus mampu mengawasi kerja-kerja lembaga eksekutif dan
lembaga Yudikatif.
Kondisi pemimpin di Indonesia, baik itu pada tataran lembaga Legislatif,
Yudikatif dan Eksekutif perlu mencohntoh kepemimpinan model nabi
Muhammad Saw, yaitu kepemimpinan profetik yang memuat beberapa unsur
yaitu Berilmu, Amanah, Kuat, bertagwa serta Regenarif.

9
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar Firdaus (2016). Seni Kepemimpinan para Nabi. Elex Media


Komputindo: Jakarta . Hal, 112.

Madjid, Nurcholis (2008). Islam kemerdekaan dan keindonesiaan. Misan: Hal, 13.

Muniruddin, S (2014). Bintang Arasy Tafsir Filosofi – Gnostik HMI. “The


Zawiyah for Spiritual Leadership” Majelis Wilayah Korps Alumnsi Himpunan
Mahasisiwa Islam (MW-KAHMI Aceh)

10

Anda mungkin juga menyukai