Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

METODE PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DALAM MENANGKAL


RADIKALISME

Disusun untuk Memenuhi Salah satu Tugas Mata Kuliah


Kewarganegaraan

DOSEN PEMBIMBING

Nur Lian SH , MH

Disusun oleh :

Muhammad Alif H.A


2021330050016

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAYA BAYA
JAKARTA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum warahmatullahi wabarakayuh, Shalom, Om Swastiastu, Namo


Buddhaya Rahayu, Salam Kebajikan.

Alhamdulilah, puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan rahmat dan nikmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang bertemakan metode pancasila sebagai ideologi dalam menangkal
radikalisme dengan baik dan lancar meskipun didalam isinya masih banyak kekurangannya. Oleh
sebab itu, dengan hati dan tangan terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
demi perbaikan makalah yang penulis buat di masa yang akan datang.

Selanjutnya, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen Ibu Nur Lian SH.,MH yang senantiasa mengajarkan ilmu kepada
penulis dalam mata kuliah kewarganegaraan sebagai bekal penulis dalam berkembang menjadi
insan muda yang berwawasan lebih luas.

Makalah ini bertemakan tentang radikalisme dibuat dengan sebagaimana mestinya dan
penulis berharap bahwa makalah ini dapat memberikan sebuah wawasan baru bagi penulis
maupun siapapun yang membacanya. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
siapapun dan khususnya yang penulis hormati Ibu Nur Lian selaku dosen penulis. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya penulis meminta maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya memohon saran dan usulan yang membangun dari Ibu Nur Lian
selaku dosen demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

.
Jakarta,20 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….... ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………………….


B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………...
C. Tujuan dan Manfaat Makalah…………………………………………………………...
D. Sistematika Penulisan……………………………………………………………………..

BAB II……………………………………………………………………………………………...

A. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa……………………………………………………….


B. Sejarah Radikalisme Di Indonesia……………………………………………………….
C. Peran Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Dalam Mengatasi Radikalisme Di
Indonesia…………………………………………………………………………………...

BAB III……………………………………………………………………………………………..

A. Peristiwa Bom Sarinah tahun 2016………………………………………………………


1. Latar Belakang………………………………………………………………………...
2. Dampak Tragedi Sarinah…………………………………………………………...

BAB IV……………………………………………………………………………………………..

A. Pencapaian Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Dalam Mengatasi Peristiwa Bom


Sarinah Tahun 2016 ……………………………………………………………………...

BAB V PENUTUP………………………………………………………………………………...

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………...
B. Saran……………………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………...
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Radikalisme merupakan bentuk paham atau aliran yang radikal dalam politik khususnya
bertentangan dengan Pancasila. Salah satu ciri utamanya dari paham ini adalah sering
menggunakan kekerasan dan sikap ekstrem dalam aliran politik untuk mencapai apa yang
menjadi tujuan atau keinginan kelompoknya. Radikalisme adalah paham atau aliran yang
radikal dalam politik, atau sikap ekstrem dalam aliran politik. Selain itu, pengertian
radikalisme yang lain adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.

Peristiwa pengeboman yang terjadi diwilayah Republik Indonesia Indonesia


menimbulkan rasa takut masyarakat secara luas, mengakibatkan hilangnya nyawa serta
kerugian harta benda dan juga berpengaruh yang tidak menguntungkan pada kehidupan
sosial, ekonomi, politik dan hubungan Indonesia dengan dunia internasional. Peledakan bom
merupakan salah satu modus pelaku terorisme yang telah menjadi fenomena umum
diberbagai Negara. Terorisme ini merupakan kejahatan lintas Negara yang teroganisir dan
mempunyai jaringan luas yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan nasional
maupun internasional (hasil sendiri).

Pada 14 Januari 2016 di Jakarta terjadi peristiwa yang sempat menghebohkan masyarakat
Indonesia bahkan dunia. Sebagaimana media Antara melalui situs online nya antaranews.com
memberitakan bahwa terjadi peristiwa aksi bom bunuh diri dan baku tembak yang
dilancarkan oleh teroris di kawasan pusat perbelanjaan Sarinah, Jalan MH. Thamrin, Jakarta
Pusat.

Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian, peristiwa terjadi kurang lebih jam
10.50-10.55 WIB. Terjadi kontak senjata dengan anggota Polda Metro Jaya, namun
kemudian situasi dapat dikuasi dalam waktu kurang lebih 20-30 menit. Peristiwa terjadi
diawali dengan serangan di Starbucks Cafe yaitu masuknya satu orang pelaku dan diawali
dengan ledakan bom bunuh diri.Dalam peristiwa ini adapun korban setidaknya terdapat 25
korban luka peristiwa dan 8 jiwa(empat orang dari korban tersebut adalah pelaku).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana implementasi Pancasila terhadap radikalisme di Indonesia?


2. Bagaimana peran pemerintah dalam mengimplementasikan Pancasila terhadap
peristiwa Bom Sarinah tahun 2016 di Indonesia?
3. Bagaimana pencapaian pemerintah dalam mengimplementasikan Pancasila terhadap
peristiwa Bom Sarinah tahun 2016 di Indonesia?

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai Berikut :

1. Untuk mampu memahami dan mengerti tentang Radikalisme atau Terorisme


2. Untuk mengetahui tentang Kronologi terjadinya Bom Sarinah tepatnya pada tanggal 14
januari 2016 di Jakarta.
3. Untuk mampu mengambil nilai-bilai moral yang terkandung dalam tragedi bom ini

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :

Penulis dapat mengambil pedoman dari nilai-nilai moral yang terkandung dalam tragedi bom
Sarinah ini , Sehingga bisa mengamplikasikannya nilai-nilai moral dan sosial dalam kehidupan
sehari-hari agat tetap bisa menjaga kestabilan keamanan negara.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penulisan makalah ini, penulis membagi pembahasan ke dalam lima bab. Setiap
bab dibagi atas beberapa sub bab yang bertujuan agar mempermudah pemahaman. Adapun
sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang hal-hal yang melatar belakangi pemilihan kasus dari tema yang
sudah diberikan oleh dosen . Dan sekaligus menjadi pengantar umum memahami penulisan.
Secara keseluruhan bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PANCASILA SEBAGAI DIEOLOGI BANGSA DI INDONESIA

Bab ini akan berisi deskripsi atau uraian tentang analisis yang menjawab rumusan
masalah pertama yang secara detail diuraikan oleh penulis dalam makalah ini. Topik rumusan ini
yang nantinya akan dibantu dan didukung dengan kajian-kajian teori tentang Pancasila sebagai
ideologi bangsa di Indonesia yang menjadi dasar dalam pengangkatan kasus yang diambil oleh
penulis.

BAB III PERAN PEMERINTAH DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PANCASILA


TERHADAP PERISTIWA BOM SARINAH TAHUN 2016 DI INDONESIA

Bab ini juga akan berisi deskripsi atau uraian tentang analisis yang menjawab rumusan
masalah kedua yang secara detail diuraikan oleh penulis dalam makalah. Topik rumusan ini yang
nantinya akan dibantu dan didukung dengan peran pemerintah dalam mengimplementasikan
pancasila terhadap peristiwa bom sarinah tahun 2016 di indonesia.

BAB IV PENCAPAIAN PEMERINTAH DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN


PANCASILA TERHADAP PERISTIWA BOM SARINAH TAHUN 2016 DI INDONESIA

Bab ini akan berisikan deskripsi tentang analisis yang menjawab rumusan masalah ketiga
secara detail dan diuraikan oleh penulis dalam makalah ini. Topik rumusan ini yang nantinya
akan dibantu dan didukung dengan pencapaian pemerintah dalam mengimplementasikan
pancasila terhadap peristiwa bom sarinah tahun 2016 di Indonesia.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan saran. Kesimpulan, merupakan
hasil dari analisis permasalahan studi kasus yang diteliti. Serta, penulis memberikan saran
terhadap pemerintah Indonesia terkait studi kasus yang diteliti.
BAB II

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DALAM MENANGKAL

RADIKALISME DI INDONESIA

A. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

Ideologi berasal dari bahasa Yunani yang diambil dari dua kata, ide dan logos.
Idea berarti ide, buah pikir, gagasan atau konsep. Sedangkan logos berarti hasil
pemikiran. Jadi dapat disimpulkan ideologi adalah ilmu yang mencakup ilmu kajian asal
mula, juga hakikat buat pikir dan gagasan.

Ideologi tertutup, merupakan suatu sistem pemikiran tertutup . Ciri -cirinya :


merupakan cita -cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui
masyarakat ; atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan - pengorbanan yang dibebankan
kepada masyarakat ; isinya bukan hanya nilai -nilai dan cita -cita tertentu , melainkan
terdiri dari tuntutan -tuntutan konkret dan operasional yang keras , yang diajukan dengan
mutlak .

Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya: bahwa


nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil
dari moral, budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan keyakinan ideologis
sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut;
nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional.

Sehubungan dengan penjelasan sebelumnya, ideologi Pancasila dapat menjadi alat


pemersatu bangsa, pembimbing bangsa Indonesia untuk mencapai suatu tujuan,
memotivasi untuk menjaga dan memajukan jati diri Negara Indonesia, serta menjadi
suatu pedoman hidup yang dapat menjaga keutuhan negara. Dengan tidak adanya
Ideologi di dalam suatu negara, pastinya negara tersebut akan menjadi berantakan.
Karena masing-masing orang memiliki pemikiran yang berbeda satu dengan yang lain.
Khususnya di Indonesia, tanpa adanya Ideologi Pancasila maka Negara Indonesia akan
menjadi berantakan dengan banyaknya suku dan pemikiran yang berbeda beda satu
dengan yang lain.

Selanjutnya, tanpa adanya Ideologi Pancasila dapat juga muncul perpecahan di


Indonesia dan rasa benci satu dengan yang lain yang akhirnya Negara Indonesia tersebut
menjadi hancur dan terpecah belah. Kita dapat melakukan kegiatan-kegiatan seperti
gotong royong, kegiatan sosial di mana kita saling membantu orang yang membutuhkan,
pergi ke tempat ibadah dengan rajin dan melaksanakan kegiatan keagamaan, mempelajari
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Dengan demikian kita merawat Indonesia
untuk langgeng dan lestari di masa depan.

B. SEJARAH RADIKALISME DI INDONESIA


Gerakan radikalisme merupakan perilaku ataupun semangat yang bawa kepada
aksi yang bertujuan melemahkan serta mengganti tatan yang mapan dengan
mengubahnya dengan gagasan baru serta gerakan pergantian itu kadangkala diiringi
dengan tindak kekerasan Radikalisme agama yang dilakukan oleh gerakan Islam garis
keras dapat ditelusuri lebih jauh ke belakang. Gerakan ini telah muncul pada masa
kemerdekaan Indonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai akar gerakan Islam garis keras
era reformasi. Gerakan dimaksud adalah DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)
dan Negara Islam Indonesia (NII) yang muncul era 1950- an (tepatnya 1949). Darul Islam
atau NII mulanya di Jawa Barat, Aceh dan Makassar. Gerakan ini disatukan oleh visi dan
misi untuk menjadikan syariat sebagai dasar negara Indonesia. Gerakan DI ini berhenti
setelah semua pimpinannya atau terbunuh pada awal 1960- an. Sungguhpun demikian,
bukan berarti gerakan semacam ini lenyap dari Indonesia. Pada awal tahun 1970-an dan
1980-an gerakan Islam garis keras muncul kembali, seperti Komando Jihad, Ali Imron,
kasus Talangsari oleh Warsidi dan Teror Warman di Lampung untuk mendirikan negara
Islam, dan semacamnya.
Pada awalnya, alasan utama dari radikalisme agama atau gerakan-gerakan Islam
garis keras tersebut adalah dilatarbelakangi oleh politik lokal: dari ketidakpuasan politik,
keterpinggiran politik dan semacamnya. Namun setelah terbentuknya gerakan tersebut,
agama meskipun pada awalnya bukan sebagai pemicunya, kemudian menjadi faktor
legitimasi maupun perekat yang sangat penting bagi gerakan Islam garis keras.
Sungguhpun begitu, radikalisme agama yang dilakukan oleh sekelompok muslim tidak
dapat dijadikan alasan untuk menjadikan Islam sebagai biang radikalisme. Yang pasti,
radikalisme berpotensi menjadi bahaya besar bagi masa depan peradaban manusia.
Gerakan radikalisme ini awalnya muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap
komunisme di Indonesia. Selain itu, perlawanan mereka terhadap penerapan Pancasila
sebagai asas Tunggal dalam politik. Bagi Kaum radikalis agama sistem demokrasi
pancasila itu dianggap haram hukumnya dan pemerintah di dalamnya adalah kafir taghut
(istilah bahasa Arab merujuk pada “setan”), begitu pula masyarakat sipil yang bukan
termasuk golongan mereka. Oleh sebab itu bersama kelompoknya, kaum ini
menggaungkan formalisasi syariah sebagai solusi dalam kehidupan bernegara.
Ada tiga kelompok kekuatan yang mendukung formalisasi syariah: Salafi-
Wahabi, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir yang memengaruhi mahasiswa-
mahasiswa dari berbagai belahan dunia yang belajar di Timur Tengah, khususnya Mesir,
Saudi Arabia dan Syiria. Bedanya, kalau Salafi-Wahaby cenderung ke masalah ibadah
formal yang berusaha “meluruskan” orang Islam. Ikhwan bergerak lewat gerakan usroh
yang beranggotakan 7-10 orang dengan satu amir. Mereka hidup sebagaimana layaknya
keluarga di mana amir bertanggungjawab terhadap kebutuhan anggota usrohnya.
Kelompok ini menamakan diri kelompok Tarbiyah yang merupakan cikal bakal Partai
Keadilan Sejahtera (PKS).
Hizbut Tahrir (HT) punya konstitusi yang terdiri dari 187 pasal. Di dalamnya ada
program jangka pendek dan jangka panjang. Di sana ditulis, dalam jangka 13 tahun sejak
berdirinya (1953), Negara Arab sudah harus menjalankan sistem Khilafah Islamiyah. TN
juga menargetkan, dalam 30 tahun dunia Islam sudah harus punya khalifah. Ini semua
tidak terbukti.
HT masuk Indonesia melalui orang Libanon, Abdurrahman Al-Baghdadi. Ia
bermukim di Jakarta pada tahun 1980-an atas ajakan KH. Abdullah bin Nuh dari Cianjur.
Sebelumnya KH. Abdullah bin Nuh bertemu aktifis HT di Australia dan mulai
menunjukkan ketertarikannya pada ide-ide persatuan umat Islam dan Khilafah Islamiyah.
Puteranya, Mustofa bin Abdullah bin Nuh lulusan Yordania kemudian juga ikut andil
menyebarluaskan paham HT di wilayah Jawa Barat dan Banten didukung oleh saudara-
saudara dan kerabatnya. HT membentuk beberapa tahapan dalam menuju pembentukan
Khilafah Islamiah sebagai berikut:
1. Taqwimasy-syakhsyiahal-Islamiyah; membentuk kepribadian Islam. Mereka
membagi wilayah, karena gerakan mereka transnasional, termasuk Indonesia.
Tapi sekarang pusatnya tidak jelas di mana karena di negara asalnya sendiri
sangat rahasia, dilarang bahkan dikejar-kejar. Tapi mereka sudah ada di London,
Austria, di Jerman dan sebagainya. Di Indonesia sendiri, mereka tidak bisa
rahasia, karena negara ini sangat terbuka. Maka kita mengenal tokoh-tokoh seperti
Ismail Yusanto dll.
2. At-taw’iyah atau penyadaran.
3. At-ta’amulma’al-ummah; interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan.
Mereka membantu kepentingan-kepentingan. Saya dengar di Surabaya, di Unair
dan ITS saja, dalam urunan mereka bisa menghasilkan uang Rp 30 Juta tiap
bulan.
4. Harkatut Tatsqif; gerakan intelektualisasi, dan
5. Taqwim al-daulah al-Islamiah, membentuk Kekuasaan Imperium Islam.

Ijtihad para pemimpin HT sendiri sesungguhnya banyak yang kontrversial, tetapi


karena proses transfer pengetahuannya sangat tertutup dan ketat, maka kemungkinan
besar kader-kader HT tidak mengetahuinya. Inilah yang membuat kader-kader mereka
menjadi radikal.

Tahun 2011, Hasil Survey Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) dgn
responden guru PAI dan siswa SMP Sejadebotabek menunjukkan potensi radikal yang
kuat di kalangan guru dan pelajar dengan indikasi resistensi yang lemah terhadap
kekerasan atas nama agama, intoleransi, sikap ekslusif serta keraguan terhadap ideologi
Pancasila. Tahun 2015 Survey Setara Institute thd siswa dari 114 Sekolah Menengah
Umum (SMU) di Jakarta dan Bandung. Dalam survei ini, sebanyak 75,3% mengaku tahu
tentang ISIS. Sebanyak 36,2 responden mengatakan ISIS sebagai kelompok teror yang
sadis, 30,2% responden menilai pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama, dan
16,9% menyatakan ISIS adalah pejuang-pejuang yang hendak mendirikan agama Islam.
Faktor Penyebab Radikalisme

Mengacu pada pengertian radikalisme di atas, paham ini dapat terjadi karena
adanya beberapa faktor penyebab, diantaranya:

1. Faktor Pemikiran

Radikalisme dapat berkembang karena adanya pemikiran bahwa segala


sesuatunya harus dikembalikan ke agama walaupun dengan cara yang kaku dan
menggunakan kekerasan.

2. Faktor Ekonomi

Masalah ekonomi juga berperan membuat paham radikalisme muncul di berbagai


negara. Sudah menjadi kodrat manusia untuk bertahan hidup, dan ketika terdesak karena
masalah ekonomi maka manusia dapat melakukan apa saja, termasuk meneror manusia
lainnya.

3. Faktor Politik

Adanya pemikiran sebagian masyarakat bahwa seorang pemimpin negara hanya


berpihak pada pihak tertentu, mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok
masyarakat yang terlihat ingin menegakkan keadilan. Kelompok-kelompok tersebut bisa
dari kelompok sosial, agama, maupun politik. Alih-alih menegakkan keadilan, kelompok-
kelompok ini seringkali justru memperparah keadaan.

4. Faktor Sosial

Masih erat hubungannya dengan faktor ekonomi. Sebagian masyarakat kelas


ekonomi lemah umumnya berpikiran sempit sehingga mudah percaya kepada tokoh-
tokoh yang radikal karena dianggap dapat membawa perubahan drastis pada hidup
mereka.
5. Faktor Psikologis

Peristiwa pahit dalam hidup seseorang juga dapat menjadi faktor penyebab
radikalisme. Masalah ekonomi, masalah keluarga, masalah percintaan, rasa benci dan
dendam, semua ini berpotensi membuat seseorang menjadi radikalis.

6. Faktor Pendidikan

Pendidikan yang salah merupakan faktor penyebab munculnya radikalis di


berbagai tempat, khususnya pendidikan agama. Tenaga pendidik yang memberikan
ajaran dengan cara yang salah dapat menimbulkan radikalisme di dalam diri seseorang.

C. PERAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DALAM MENGATASI


RADIKALISME DI INDONESIA

Penulis meyakini bahwa Pancasila merupakan pemecahan terbaik dalam


menanggulangi isu radikalisme yang banyak bermunculan di sekitar kita. Nilai-nilai luhur
Pancasila Sudah teruji sebagai pemersatu bangsa dan menjadi dasar pembangunan negeri
kita, maka Pancasila dapat menjadi pilihan solutif untuk menghentikan arus radikalisme
yang menyerang kehidupan bermasyarakat. Bila kita dapat memahami Pancasila dengan
baik, maka kita pun tidak akan lagi percaya terhadap nilai-nilai lain, apalagi yang
berseberangan dengan nilai kebangsaan.

Pancasila menyediakan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,


kerakyatan, dan keadilan yang merupakan nilai universal yang digali oleh para para
pendiri republik ini dari keberagaman tradisi di Indonesia. Radikalisme yang berujung
pada kekerasan tidak hanya berseberangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, tapi juga
bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan semua agama.

Sebaliknya, jika ada sebagian warga negara menolak Pancasila dan kurang
memahami Pancasila dengan benar, maka ia akan menjadi warga yang tidak menghargai
orang lain, arogan, dan merusak kedamaian hidup masyarakat. Oleh karena itu,
memahami dan mempraktekkan nilai-nilai Pancasila menjadi penting guna membendung
radikalisme yang kini telah menjadi bahaya laten. Jika nilai-nilai Pancasila tidak
diimplementasikan, maka ada kemungkinan masyarakat akan menjadi apatis, di mana hal
tersebut jika dibiarkan dapat menjadi ancaman yang membahayakan Indonesia.

Aksi radikalisme dalam bentuk serangan teror memang sempat meredup dalam
beberapa waktu belakangan, namun tidak bagi bentuk-bentuk radikal lainnya, seperti
propaganda paham-paham sesat hingga teror bawah tanah dalam menegakkan sebuah
paham yang berseberangan dengan ideologi bangsa. Kita tentu tahu ISIS, meskipun
aksinya tidak begitu terlihat di tanah air, namun jangan salah, propaganda ideologinya
ternyata telah tampak tumbuh subur di banyak bagian di negeri ini. Umumnya ideologi
ISIS bergabung dengan ideologi-ideologi Islam garis keras yang banyak tersebar di
berbagai penjuru negeri.

Pemerintah, dan juga kita, sama-sama memiliki tanggung jawab dalam menangkal
gerakan radikal agar tidak semakin berkembang lebih parah. Pemerintah harus mampu
menelaah akar permasalahan radikalisme dengan sedetail mungkin dengan memanfaatkan
fungsi intelijen negara dan perangkat-perangkat terkait lainnya. Ketika pemerintah telah
mendapat data yang cukup mengenai akar permasalahan radikalisme, maka selanjutnya
diperlukan sosialisasi secara luas mengenai bahaya terkait bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Dengan soialisasi yang luas secara bersama-sama, maka kita
pun akan semakin waspada mengenai ancaman radikalisme untuk kemudian fokus
membangun negeri dengan cinta damai.

 
BAB III

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PANCASILA

TERHADAP PERISTIWA BOM SARINAH TAHUN 2016 DI INDONESIA

A. PERISTIWA BOM SARINAH TAHUN 2016


1. LATAR BELAKANG
Serangan Jakarta 2016 merupakan serentetan peristiwa berupa sedikitnya enam
ledakan, dan ada juga penembakan di daerah sekitar Plaza Sarinah tepatnya di Jalan MH
Thamrin, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia pada tanggal 14 januari 2016. Ledakan
terjadi di dua tempat, yakni daerah tempat parkir Menara Cakrawala, gedung sebelah
utara Sarinah, dan sebuah pos polisi di depan gedung tersebut.

Sedikitnya delapan orang ( empat pelaku penyerangan dan empat warga sipil )
meninggal dunia dan 24 lainnya luka- luka akibat serangan ini. Tujuh orang terlibat
sebagai pelaku penyerangan, dan organisasi Negara Islam Irak dan Syam mengklaim
bertanggung jawab atas serangan tersebut. Pimpinan ISIS Indonesia Aman Abdurahman
kemudian divonis hukuman mati atas serangan tersebut. Aman Abdurahman yang juga
pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) –organisasi teroris berafiliasi ke ISIS-
merancang serangan bom itu di balik penjara.

Bom pertama meledak di depan gerai Starbucks Sarinah pukul 10.40 WIB.
Disusul tiga ledakan berikutnya di pos polisi persimpangan Sarinah. Kemudian dua
ledakan lainnya terjadi di dalam gerai Starbucks. Setelah ledakan tersebut, polisi
menyergap beberapa pelaku serangan yang diwarnai baku tembak. Polisi menembak mati
tiga pelaku, dan dua lagi ditangkap. Sementara pelaku lainnya tewas dalam bom bunuh
diri.

Diketahui, seorang pria yang kemudian teridentifikasi bernama Ahmad Muhazan


menjadi pelaku bom bunuh diri di kedai kopi tersebut. Sesaat sebelum meledakkan bom
yang dilekatkan pada tubuhnya, Ahmad sempat berusaha memegang tangan petugas
satpam kafe bernama Aldi Tardiansyah (17). Beruntung, Aldi selamat karena berhasil
menghindar. Namun, ia terpental hingga 10 meter dan menghantam kaca di dalam
Starbucks.

Aldi beserta pengunjung lainnya mengalami luka-luka akibat ledakan itu,


sementara tubuh pelaku hancur. Berselang 11 detik dari teror di Starbucks, ledakan lain
terdengar di pos polisi dekat Gedung Sarinah. Pelaku kemudian diketahui bernama Dian
Juni Kurniadi. Dia melempar bom tabung sembari mengendarai sepeda motor. Bom
tersebut menggunakan saklar untuk mengaktifkannya. Saat kejadian nahas tersebut, ada
empat orang di sekitar pos polisi. Mereka adalah Ajun Inspektur Satu Denny Maheu yang
tengah menilang Rico Hermawan (22) dan sepupunya, Anggun Kartikasari (24). Satu
orang lainnya adalah Sugito (43), seorang kurir barang yang sedang berjalan melewati
pos polisi. Akibat bom tersebut, Rico dan Sugito tewas dan Denny terluka parah.
Sementara Anggun selamat. Tak berhenti sampai di situ, sekitar pukul 10.48,
penembakan terjadi di dekat Starbucks ketika polisi melakukan penutupan ruas Jalan
Thamrin dan massa berkerumun. Ada dua pelaku, yakni Sunakim alias Afif dan
Muhamad Ali. Keduanya berjalan ke tengah jalan sambil membawa ransel berisi bom
rakitan, lalu menembak ke arah polisi di lokasi. Peluru yang ditembakkan teroris itu
melesat ke kepala warga sipil bernama Rais Karna. Korban kala itu diketahui sedang
berusaha mengabadikan peristiwa tersebut. Rais lantas tergeletak di jalan setelah
tertembak. Ia meninggal dunia setelah sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Sementara itu, pelaku lainnya, M Ali, berlari ke dalam Starbucks, melepaskan


tembakan berkali-kali. Peluru yang ditembak M Ali mengenai dua warga negara asing,
yaitu Amer Quali Tahar dan Yohanes Antonius Maria. Amer tewas. Tak lama kemudian,
polisi berdatangan ke lokasi. Baku tembak dengan teroris terjadi. Para pelaku bahkan
sempat melempar granat rakitan ke arah polisi. Insiden itu berakhir ketika Afif dan M Ali
tewas setelah terkena ledakan bom yang mereka bawa dan ditambah tembakan polisi.
Akibat aksi teror di Thamrin tersebut, 21 orang menjadi korban. Delapan orang di
antaranya meninggal dunia, terdiri dari empat pelaku dan empat warga sipil. Sementara
sisanya menderita luka-luka.
Berikut daftar tersangka lengkapnya beserta rumah sakit tempat mereka berada
berdasarkan informasi dari Polda Metro jaya :

RS Polri Kramat Jati menampung empat orang meninggal dunia

1. Ahmad Muhazan - pelaku, kelahiran 5 Juli 1990, alamat di Krangkeng,


Indramayu, Jawa Barat.
2. Muhamad Ali - pelaku, kelahiran 17 Maret 1976, alamat di Kampung
Sanggrahan, Kembangan, Jakarta Barat.
3. Dian Juni Kurnadi - pelaku, kelahiran tahun 1990, alamat di Jalan Jenderal
Sudirman Kav 18, Jakarta dan Kotawaringin, Kalimantan Tengah.
4. Afif alias Sunakin - tanggal lahir belum diketahui .

2. DAMPAK TRAGEDI SARINAH

Akibat terjadinya serangan di persimpangan Sarinah, Starbucks menutup


seluruh gerainya yang berada di Jakarta. Selain itu, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar
Amerika sempat anjlok akibat peristiwa ini. Pengamanan kawasan vital di seluruh
Jakarta ditingkatkan setelah peristiwa ini, seperti Gedung DPR/MPR dan gedung
Balai Kota Provinsi DKI Jakarta Pengamanan di provinsi lain di Indonesia seperti
Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali, turut ditingkatkan. Berikut daftar Korban
lengkapnya beserta rumah sakit tempat mereka berada berdasarkan informasi dari
Polda Metro jaya :

RS Polri Kramat Jati menampung tiga orang meninggal dunia:

1. Sugito - Warga sipil, kelahiran 23 Februari 1973, alamat di Purwasari,


Karawang, Jawa Barat.
2. Rico Hermawan - Warga sipil, kelahiran tahun 1995.
3. Amir Quali Tamer - WNA Kanada, kelahiran 23 Juni 1990.

Korban di RS Abdi Waluyo meninggal dunia:


1. Rais - Warga sipil sekuriti Bangkok Bank, luka tembak di kepala dan dalam
kondisi mati batang otak (MBO). Ia sebelumnya menjalani perawatan di RS
Abdi Waluyo sebelum meninggal pada Sabtu malam, 16 Januari.

RSCM merawat empat korban yakni satu anggota Polri dan tiga warga sipil:

1. Aiptu Deni - Anggota Polri, luka di kaki, masih dirawat di ruang ICU
2. Indah Pustpita Sari - Warga sipil, luka di kening sebelah kiri dan perut
memar, sudah diijinkan pulang
3. Mira Puspita - Warga sipil, luka kaki kanan dan jilbab terbakar, sudah
diijinkan pulang.
4. Venosia Dyah Mavianti - Warga sipil, luka robek di kepala belakang, sudah
diijinkan pulang.

RS Gatot Subroto merawat sembilan korban yakni tiga anggota Polri dan enam
warga sipil yang dua di antaranya warga asing (Belanda dan Aljazair):

1. Aiptu Dodi Maryadi - Anggota Polri, luka tembak di perut


2. Aiptu Budiyono - Anggota Polri Jakarta Pusat, luka tembak di perut dan
dada, masih dirawat di ruang ICU
3. Budi Rachmat - Warga sipil, luka tembak di dada kiri, sudah membaik dan
diijinkan pulang
4. Anggun Antiasari - Warga sipil, luka kaki kanan.
5. Chairul - Warga Sipil, luka punggung kanan dan tangan kanan.
6. Yohanen Antonius Maria alias Johan Kieft - WNA Belanda, luka tangan kiri
patah dan tempurung kaki pecah, akan dirujuk keluarga ke Singapura.
7. Mr. Marek - WNA Aljazair, luka di dada kiri dan kaki kiri patah
8. Agus Kurnia - Warga sipil, luka di kepala
9. Permana - Warga sipil, luka punggung kiri.

RS Abdi Waluyo merawat 5 korban yakni satu anggota Polri, dua warga sipil dan
dua warga asing (Jerman dan Austria):
1. Aiptu Suhadi - Anggota Polri, luka tembak di punggung dua kali
2. Aldi Tardiansyah - Warga sipil, luka serpihan di telinga
3. Afrizal - Warga sipil, luka serpihan di dahi dan siku kiri
4. Manfred Stoif - WNA Austria, luka robek pergelangan tangan kanan dan kiri,
akan dirujuk oleh keluarga ke Singapura
5. Frank Feunen - WNA Jerman, luka robek di dahi dan leher

RS Husada merawat satu warga: 

1. Riter Willy Putra - Warga sipil, luka punggung kiri belakang, sudah diijinkan pulang

RS Tarakan merawat satu warga: 

1. Brigadir Suminto - Anggota Polri, luka tembak di tangan sebelah kiri tembus ke
ketiak

RS MMC merawat tiga orang: 

1. Adi Saputro - Warga sipil, luka kepala bagian kiri

2. John Hansen - Warga sipil, trauma, sudah diijinkan pulang

3. Meissy Sabardiah - Warga sipil, luka bagian mata kaki kiri, sudah diijinkan pulang

RSIA Yapeka merawat satu orang:

1. Andi Dina Noviana - Warga sipil, luka robek di dahi dan lengan kiri bawah,
pendarahan di kedua telinga, sudah diijinkan pulang

RS Medika Permata Hijau merawat satu orang:

1. Dwi Siti Ramdani - Warga sipil, luka berat, patah tulang leher bagian belakang

B. PERAN PEMERINTAHAN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PANCASILA


TERHADAP PERISTIWA BOM SARINAH TAHUN 2016
Radikalisme yang berujung pada tindakan terorisme terbukti telah
menghancurkan banyak Negara. Salah satu contohnya di Negara Republik Indonesia yaitu
peristiwa bom bunuh diri tepatnya di kawasan pusat perbelanjaan Sarinah, Jalan MH.
Thamrin, Jakarta Pusat. Jika hal ini tidak dicegah sejak awal, Indonesia akan terpecah- belah.
Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus saling bekerjasama untuk melawan dan
mencegah tumbuhnya paham-paham radikal dan tindakan terorisme. Berikut adalah beberapa
hal yang dapat dilakukan untuk melawan radikalisme dan terorisme:

1. Pemerintah melalui Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan melakukan pemantauan secara ketat terhadap dunia pendidikan termasuk
pihak-pihak sekolah yang berpontensi menyebarkan paham yang bertentangan dengan
ideologi negara.

2. Karena radikalisme beroperasi dalam tataran ideologis, penguatan ideologi Pancasila


dan pengetahuan sejarah Indonesia yang multikultural harus gencar disuarakan di
masyarakat, khususnya kepada generasi muda.

3. Penghapusan stigma dan perangkulan kepada mereka yang telah terpapar ideologi
radikal untuk kembali kepada masyarakat dan setia kepada ideologi negara, hal ini
penting untuk bersama-sama melawan radikalisme supaya tidak ada lagi korban.

4. Pemuka agama dari dua organisasi Islam besar Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah
harus gencar menyuarakan ajaran Islam rahmatan lil alamin yang membawa pesan
perdamaian di masyarakat, terutama di lingkungan sekolah.

5. Pemerintah terus melakukan penerapan hukum secara tegas terhadap pelaku teror
dan organisasi yang bertentangan dengan ideologi negara.

6. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 46 Tahun 2010 yang


kemudian dirubah menjadi Perpres No. 12 Tahun 2012 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT).

7. Dengan Penetapan UU No. 15 Tahun 2003 pengganti UU No. 1 Tahun 2002 dan
membuat pengaturan baru yang mengatur tentang penangkalan terorisme diharapkan
akan membuka peluang bagi aparat anti teror Indonesia untuk melakukan tindakan yang
lebih efektif dalam melakukan deteksi dini dan mencegah terjadinya terorisme.

BAB IV
PENCAPAIAN PEMERINTAH DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PANCASILA
TERHADAP PERISTIWA BOM SARINAH TAHUN 2016 DI INDONESIA

A. PENCAPAIAN PEMERINTAHAN DALAM MENGINPLEMENTASI


PANCASILA TERHADAP PERISTIWA BOM SARINAH

Peran Pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi terorisme sudah


menunjukan keberhasilan yang cukup berarti, tetapi masih banyak yang perlu dihadapi
untuk menciptakan perasaan aman di masyarakat dari aksi- aksi terorisme. Tragedi
ledakan bom sarinah yang sudah lama ini menunjukan bahwa aksi terorisme wajib terus
diwaspadai, yang bentuk gerakan dan perkembangan jaringannnya terus berubah
sehingga sulit untuk dilacak. Sulitnya penyelesaian permasalahan terorisme ini terjadi
karena masih banyak faktor yang menyebabkan terorisme dapat terus berkembang.

Dari faktor perbedaan ideologis dan pemahaman tentang agama yang berbeda-
beda sampai kesenjangan sosial dan pendidikan yang membuat masyarakat lebih mudah
untuk disusupi oleh jaringan-jaringan teroris. Arah kebijakan yang ditempuh dalam
rangka mencegah dan menanggulangi kejahatan terorisme pada tahun 2005 – 2009 adalah
sebagai berikut:

1. Penguatan koordinasi dan kerja sama di antara lembaga Pemerintah;


2. Peningkatan kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan
teroris, terutama satuan kewilayahan;
3. Pemantapan operasional penanggulangan terorisme dan penguatan upaya deteksi
secara dini potensi aksi terorisme; penguatan peran aktif masyarakat dan
pengintensifan dialog dengan kelompok masyarakat yang radikal,
4. Peningkatan pengamanan terhadap area publik dan daerah strategis yang menjadi
target kegiatan terorisme;
5. Sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat terhadap aksi terorisme;
6. Pemantapan deradikalisasi melalui upaya-upaya pembinaan (soft approach) untuk
mencegah rekrutmen kelompok teroris serta merehabilitasi pelaku terror yang telah
tertangkap.

Dan ada pula secara internal upaya yang dilakukan oleh Indonesia guna menanggulangi
terorisme sebagai berikut :

1. Penegakan Hukum .
Penyelenggaraan penegakkan hukum terhadap tindak pidana terorisme diatur oleh
UU No. 15 tahun 2003 yang menetapkan Perpu No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme sebagai Undang - Undang. Kemudian dibuat UU No. 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan No. 9
Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme.
2. Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).
BNPT dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 46 tahun 2010, yang
kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2012. Pembentukan BNPT
merupakan Kebijakan Nasional Penanggulangan Terorisme di Indonesia.
3. Perlibatan TNI dan Polri.
Merujuk pada Undang Undang No. 34 tahun 2004 tentang TNI di Pasal 7 ayat 1
sangat jelas dinyatakan, bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara.
4. Deradikalisasi.
Deradikalisasi adalah bagian dari strategi kontra terorisme, deradikalisasi
dipahami sebagai cara merubah idiologi kelompok teroris secara drastis.
Deradikalisasi ditujukan untuk mengubah seseorang yang semula radikal menjadi
tidak lagi radikal, termasuk diantaranya adalah menjauhkan mereka dari kelompok
radikal tempat mereka bernaung.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Radikalisme merupakan bentuk paham atau aliran yang radikal dalam politik khususnya
bertentangan dengan Pancasila. Salah satu ciri utamanya dari paham ini adalah sering
menggunakan kekerasan dan sikap ekstrem dalam aliran politik untuk mencapai apa yang
menjadi tujuan atau keinginan kelompoknya. Pada awalnya, alasan utama dari radikalisme
agama atau gerakan-gerakan Islam garis keras tersebut adalah dilatarbelakangi oleh politik
lokal: dari ketidakpuasan politik, keterpinggiran politik dan semacamnya.
2. Radikalisme yang berujung pada tindakan terorisme terbukti telah menghancurkan banyak
Negara. Salah satu contohnya di Negara Republik Indonesia yaitu peristiwa bom bunuh diri
tepatnya di kawasan pusat perbelanjaan Sarinah, Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat. Jika hal
ini tidak dicegah sejak awal, Indonesia akan terpecah- belah. Oleh karena itu, pemerintah dan
masyarakat harus saling bekerjasama untuk melawan dan mencegah tumbuhnya paham-
paham radikal dan tindakan terorisme.
3. Peran Pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi terorisme sudah menunjukan
keberhasilan yang cukup berarti, tetapi masih banyak yang perlu dihadapi untuk menciptakan
perasaan aman di masyarakat dari aksi- aksi terorisme. Tragedi ledakan bom sarinah yang
sudah lama ini menunjukan bahwa aksi terorisme wajib terus diwaspadai.

B. SARAN
Dalam menghindari serta mengatasi radikalisme dan aksi terorisme. Pemerintah haruslah
senantiasa berpedoman pada prinsip yang sudah diambil tadinya, yakni melaksanakan secara
preventif serta represif yang didukung oleh upaya pemantapan kerangka hukum selaku
bawah aksi proaktif dalam menangani aktivitas, paling utama dalam menguak jaringan
terorisme. Di samping itu, Peningkatan kemampuan berbagai satuan anti teror dan intelijen
dalam menggunakan sumber-sumber primer dan jaringan informasi sangat diperlukan agar
dapat membentuk aparat anti teror yang profesional dan terpadu dari TNI, Polri, dan BIN.
Selanjutnya, kerja sama internasional sangat perlu untuk ditingkatkan karena terorisme
merupakan permasalahan lintas batas yang memiliki jaringan dan jalurnya tidak hanya di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai