LAPORAN KASUS
(030.13.219)
LEMBAR PERSETUJUAN
Presentasi laporan kasus dengan judul
“ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN NON SIANOTIK DISERTAI
BRONKOPNEUMONIA”
Penyusun:
Candra Gumilar
030.13.219
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal periode 14 Januari –
23 Maret 2019
COVER ........................................................................................................ i
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Pasien datang diantar oleh Ibunya ke IGD RSUD Kardinah pada tanggal 20
Februari 2019, pukul 19.00 dengan keluhan utama pasien Sesak sejak 1 hari SMRS.
Sesak dirasakan terus menerus. Sesak disertai demam hilang timbul, batuk berdahak
dan flu berwarna putih. menurut ibu pasien, pasien terlebih dahulu demam dan terlihat
sesak sejak hari selasa malam, keluhan sesak semakin memberat hingga bibir pasien
terlihat pucat hari rabu sore hingga ibu berinisiatif membawa anaknya ke IGD RSUD
Kardinah. Keluhan mual dan muntah disangkal, Nafsu makan anak masih baik dan
banyak minum. BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien lahir tanggal 18 April 2018 secara spontan tanpa penyulit oleh bidan,
ibu G2P1A0 hamil 9 Bulan, keadaan bayi saat lahir yaitu menangis, gerak aktif dan
kemerahan dengan berat lahir 3200 gram.
Riwayat Persalinan
Ibu memberikan anak ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Usia 6 bulan diberikan
ASI, susu formula dan bubur susu. Pasien rutin makan 4-5 x/ sehari dengan porsi
sedikit-sedikit.
Ibu pasien mengaku kemauan pasien untuk ASI berkurang terutama sejak usia
6 b bulan sebelumnya ASI dalam frekuensi yang sering tetapi waktu yang sebentar
(meminum terputus-putus).
Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG - 2 bulan - - - - -
DTP/ DT - 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
CAMPAK - - - 9 bulan - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan - 6 bulan - - -
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, 21 Februari 2019 pukul 11.00 WIB,
di ruang HCU RSU Kardinah Tegal.
I. Kesan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak lemas, bibir pucat sesak +
II. Tanda Vital
Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 132 x/menit
Laju nafas : 34 x/menit
Suhu : 37,6 oC axila
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Kurva Pertumbuhan
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan selama pasien dirawat di RSU Kardinah Tegal:
Rontgen toraks AP
Tanggal 26-2-2016
Laboratorium Darah
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
(20/02/2019)
Hemoglobin 11.4 g/dl 10.7 – 14.7
Leukosit 15.1 103/µl 4.5 – 12.5
Hematokrit 34.6 % 24 – 40
Trombosit 344 103/µl 150 – 521
Eritrosit 4.8 106/µl 3.8 – 5.8
RDW 20.5 H % 11.5 – 14.5
MCV 71.5 L U 62 – 93
MCH 23.6 Pcg 22 – 34
MCHC 32.9 H g/dL 32 – 36
Diff count
Neutrofil 52.0 % 50 – 70
Limfosit 40.1 % 25 – 40
Monosit 7.2 (H) % 2–8
Eosinofil 0L % 2–4
Basofil 0.6 % 0–1
F. DAFTAR MASALAH
Sesak
Demam
Batuk, flu
Status Gizi
G. DIAGNOSIS BANDING
Masalah Hipotesis
Sesak Napas Ekstrapulmoner
o PJB sianotik (Tof, TGA )
o PJB Asianotik (PDA,ASD,VSD)
Pulmoner
o Infeksi
Tuberculosis
Bronkopneumonia
o Aspirasi benda asing
Demam, batk, pilek Rhinitis
Faringitis
Tonsillitis
Status gizi Gizi kurang
Gizi normal
Gizi lebih
Delayed Intrinsic (faktor genetic)
development Ekstrinsik (factor lingkungan)
o biopsikososial
H. DIAGNOSIS KERJA
Penyakit Jantung Bawaan
Bronkopneumonia
I. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
b. Medikamentosa
J. PROGNOSIS
L. PERJALANAN PENYAKIT
TTV: TTV:
TTV: TTV:
BB 5.8 kg BB 5.8 kg
BJ I-II reguler, bising sistolik, m (+), BJ I-II reguler, bising sistolik, m (+),
g (-), ictus cordis teraba di ICS V g (-), ictus cordis teraba di ICS V
linea midclavikularis dextra
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien linea midclavikularis dextra
tidak teraba membesar
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), tidak teraba membesar
clubbing finger (-/-)
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-),
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE clubbing finger (-/-)
(-/-), clubbing finger (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE
(-/-), clubbing finger (-/-)
TTV: TTV:
BB 5,8 Kg BB 5,8 Kg
BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus
cordis teraba di ICS V linea cordis teraba di ICS V linea
midclavikularis dextra midclavikularis dextra
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien
tidak teraba membesar tidak teraba membesar
26 Februari 2019
(PN)
H+7
TTV:
BB 5,8 Kg
Kepala: Mesosefali,
-Cefixime 2 x 75 mg
• Po: Ambroxol 3 x 6 ml
• Po: Rhinos 3 x 0,4 ml
PULANG
BAB II
ANALISIS KASUS
Pasien anak laki-laki usia 1 tahun 7 bulan didiagnosis PJB sianotik. Dasar diagnosis
ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Masalah Interpretasi
Anamnesis
Bayi lahir aterm dengan keadaan bugar Pada pasien ini seorang anak 1 tahun 7
sampai pada usia 1 bulan, jari tangan bulan datang dengan keluhan sesak dan biru
kaki dan bibir pasien mulai membiru pada bibir serta jari tangan kaki.
saat menyusui. Pada saat usia kurang Kemungkinan penyebab ekstrapulmoner
lebih usia 8 bulan saat diajarkan berjalan dapat disebabkan penyakit jantung bawaan
anak selalu merasa sesak dan terduduk (PJB) dan pulmoner mungkin disebabkan
setelah 5-10 langkah ditambah dengan oleh bronkopneumonia. Infeksi pulmoner
biru pada bibir dan jari tangan yang selain gejala sesak sianosis batuk harus
menetap walau saat istirahat dan ditandai dengan demam, pada pasien ini
bertambah biru saat menangis dan tidak ada demam. Dari anamnesis perlu
disertai kejang 1x saat menangis lama. ditanyakan 3 hal ada atau tidaknya RRTI,
kesulitan makan dan kegagalan untuk
Riwayat ISPA berulang tumbuh kembang. Pasien mengaku sering
batuk pilek berulang, tetapi tidak sampai
Selama masa kehamilan, Ibu pasien disertai sesak dan demam yang mengarah ke
sering mengalami batuk-batuk namun infeksi saluran pernafasan bawah.kesulitan
sembuh dengan hanya meminum obat dalam pemberian makan dan minum dapat
warung. dilihat dari menyusui kuat secara terputus-
putus (sering tapi dalam waktu yang tidak
lama), untuk gizi anak ini baik tetapi ada
keterlambatan dalam perkembangan motoric
pasien belum dapat berjalan pada usia ini.
Alur diagnosis pada pasien pjb sianotik,
ditentukan apakah ada peningkatan
vaskularisasi ke paru atau tidak, pada
pasien ini tidak ada nya peningkatan
vaskularisasi ke paru ditandai dengan pada
anamnesis karena adanya vasculari yg
meningkat sehingga mudah terjadi infeksi
tapi pada pasien ini tidak ada nya reccurent
respiratory tract infection, tidak ada riwyata
infeksi paru berulang hanya mempunyai
riwayat ispa berulang ditambah hasil
rontgen corakan bronkovaskular yang tidak
meningkat. Kemudian setelah ditentukan
aliran darah ke paru tentukan disertai RVH
atau LVH, Pada pasien ini pjb sianotik
dengan vaskularisasi paru berkurang dan
disertai gambaran RVH diagnosa yang
mungkin ialah ToF atau PA VSD. PA VSD
dapat disingkirkan karena sianosis yang
didapat pada psien ini yaitu sejak 1 bulan
sedangkan pada PA VSD sianosis
didapatkan sejak lahir. Sianosis karena PJB
sendiri ada 3 penyebab apakah ada R-L
shunt, common mixing atau TGA. Pada ToF
terjadinya sianosis dikarenakan ada nya R-L
shunt. Sianosis bertambah pada saat
menangis atau melakukan aktivitas fisik,
dikarenakan vaskularisasi darah ke paru
semakin berkurang karena stenosis
pulmonal yang semakin berat, tahan
vascular sistemik yang menurun, venous
return yang meningkat dan laju jantung
yang meningkat meningkatkan R-L shunt.
Pada riwayat pasien saat pasien menangis
lama disertai nafas cepat, gelisah, bertambah
biru dan kejang menandakan telah terjadi
serangan “spel hipoksik” dan dapat kembali
pulih secara spontan dalam waktu kurang
dari 15-30 menit. Sebelumnya sejak usia 8
bulan setiap menangis pasien akan
bertambah biru dan sesak, dan saat istirahat
biru tidak hilang sempurna.
Riwayat ISPA berulang Pada PJB
sianotik dengan pirau kanan ke kiri sering
ditemukan hipoksemia. Pasien juga akan
mengalami penurunan volume paru,
hipoplasia jalan napas serta gangguan
ventilasi perfusi. Semuanya ini akan
menyebabkan kerusakan mukosa saluran
napas, gangguan imunitas dan pada
akhirnya meningkatkan risiko infeksi
saluran pernapasan.
Ditarik dari masa kehamilan, meminum
obat-obatan saat hamil terutama pada 2
bulan pertama(masa embriogenesis)
kehamilan bisa menjadi factor resiko
terjadinya penyakit jantung bawaan.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan pasien saat datang pertama kali Dari pemeriksaan fisik didapatkan
ke POLI ANAK RSU Kardinah Tegal heart rate yang meningkat, bibir serta jari
dalam keadaan sesak napas dan biru tangan kaki biru, dan adanya usaha napas
pada jari tangan kaki disertai riwyaat berupa retraksi yang menunjukkan
kejang 1x. meningkatnya kebutuhan oksigen. Clubbing
KU: tampak sianosis, tampak sesak, finger menandakan telah terjadi sianosis
tampak oedem kronis. adanya akral yang sianotik
TTV: menandakan PJB yang diderita pasien
HR 172x/m, RR 36x/m, S 37,6 oC,SpO2 adalah PJB sianotik. Tanda-tanda kongesti
75% vena sistemik tidak ada yang menandakan
Toraks: belum terjadi gagal jantung paa pasien ini.
Ictus cordis yang terdapat pada ICS V
Pulmo: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), retraksi
subcostal dan intercostal (+) linea midclavicularis dextra menunjukkan
Cor: BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus cordis apeks jantung berada di sebelah kanan
teraba di ICS V linea midclavikularis dextra sehingga harus dikonfirmasi dengan foto
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah 26-02-2016: Terdapat polisitemia dan
Hb 17.1 g/dl hiperviskositas pada PJB sianotik terjadi
Ht 58.1 % karena hipoksemia kronik akibat kondisi
TINJAUAN PUSTAKA
PEMBAHASAN
Definisi
Patent ductus arteriosus (PDA) adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri
yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang
menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang
bertekanan rendah dimana aliran darah ini mengalir ke jantung. Kelainan ini merupakan 7%
dari seluruh penyakit jantung bawaan. PDA ini sering dijumpai pada bayi prematur,
Mekanisme penutupan ini tidak seluruhnya dimengerti, tetapi beberapa faktor diduga
berperan adalah kadar oksigen arterial, kadar prostaglandin, genetic, dan faktor lain yang
belum diketahui. Faktor – faktor tersebut menyebabkan nekrosis seluler pada dinding duktus
arteriosus yang akan diikuti dengan konstriksi otot dinding duktus pada tahap berikutnya.
Konstriksi ini akan menutup lumen diktus sehingga aliran darah dari aorta ke arteri
pulmonalis tertutup.1
Gambar A menunjukkan penampang dari
jantung yang normal. Panah dalam
lingkaran menunjukkan arah aliran darah
melalui jantung.
Pada bayi baru lahir, setelah beberapa kali pernapasan pertama, resistensi vaskular
paru menurun dengan tajam. Dengan ini maka duktus akan berfungsi sebaliknya, bila semula
mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke aorta, sekarang ia mengalirkan darah dari aorta
ke arteri pulmonalis. Dalam keadaan normal duktus mulai menutup, dan dalam beberapa jam
secara fungsional sudah tidak terdapat lagi arus darah dari aorta ke arteri pulmonalis. Apabila
duktus tetap terbuka, maka terjadi keseimbangan antara aorta dan arteri pulmonalis, apabila
resistensi vaskular paru terus menurun maka pirau dari aorta ke arah arteri pulmonalis makin
meningkat. Pada auskultasi pirau yang bermakna akan memberikan bising sistolik setelah
bayi berusia beberapa hari, sedang bising kontinu yang khas biasanya terdengar setelah bayi
berusia 2 minggu.4
Dengan tetap terbukanya duktus, maka darah yang seharusnya mengalir ke seluruh
tubuh akan kembali memenuhi pembuluh paru-paru. Besar-kecilnya bukaan pada duktus
PDA umumnya ditemui pada bayi-bayi yang lahir prematur, juga pada bayi normal dengan
perbandingan 1 kasus dari 2500 - 5000 kelahiran setiap tahunnya.
PDA pada bayi aterm
Ketika seorang bayi aterm menderita PDA, dinding dari duktus arteriosus kekurangan
lapisan endotel dan lapisan muskular media.4
PDA pada bayi prematur, seringnya mempunyai struktur duktus yang normal. Tetap
terbukanya duktus arteriosus terjadi karena hipoksia dan imaturitas.4 Bayi yang lahir prematu,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula presentase PDA oleh karena duktus dipertahankan
tetap terbuka oleh prostaglandin yang kadarnya masih tinggi, karena memang belum waktunya
bayi lahir. Karena itu PDA pada bayi prematur dianggap sebagai developmental patent ductus
arteriosus, bukan structural patent ductus arteriosus seperti pada bayi cukup bulan.4
Pada bayi prematur dengan penyakit membran hialin (sindrom gawat napas akibat
kekurangan surfaktan, yakni zat yang mempertahankan agar paru tidak kolaps), PDA sering
bermanifestasi setelah sindrom gawat napasnya membaik. Bayi yang semula sesaknya sudah
berkurang menjadi sesak kembali disertai takhipnoe dan takikardi.4
1. Peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) menyebabkan konstriksi dari otot polos
dari dinding pembuluh darah duktus arteriosus. Penutupan duktus arteriosus dimediasi
oleh bradikinin. Oksigen yang mencapai paru-paru pada waktu pernafasan pertama
merangsang pelepasan bradikinin. Bradikinin mempunyai efek kontraktil yang poten
terhadap otot polos. Aksi ini tergantung dari kadar oksigen yang tinggi dalam darah arteri
setelah terjadinya pernafasan pertama. Ketika PO2 dalam darah diatas 50 mmHg, dinding
duktus arteriosus akan mengalami konstriksi. Sebaliknya hipoksemia akan membuat
duktus melebar. Karena itulah PDA lebih banyak ditemukan pada keadaan dengan PaO2
yang rendah, termasuk bayi dengan sindrom gangguan pernapasan, prematuritas, dan
bayi yang lahir di dataran tinggi.9,13
2. Peningkatan kadar katekolamin (norepinefrin, epinefrin) berhubungan dengan konstriksi
duktus.9,13
3. Penurunan kadar prostaglandin berhubungan dengan penutupan duktus sebaliknya
pemberian prostaglandin eksogen menghalangi penutupan duktus. Sifat ini digunakan
dalam tata laksana pasien :
· Pada bayi prematur dengan PDA pemberian inhibitor prostaglandin seperti
indometasin menyebabkan penutupan duktus, efek ini hanya tampak pada duktus
yang imatur, khususnya pada usia kurang dari 1 minggu, dan tidak pada bayi
cukup bulan.
· Pada bayi baru lahir dengan penyakit jantung sianotik yang bergantung pada
duktus (kehidupan bayi bergantung pada duktus), maka pemberian prostaglandin
akan menjamin duktus yang paten. Infus prostaglandin ini telah menjadi prosedur
standar di banyak pusat kardiologi karena sangat bermanfaat, namun harganya
sangat mahal.9,13
Bila oksigenisasi darah arteri pascalahir tidak memadai, maka penutupan duktus
arteriosus tertunda atau tidak tejadi. Angka kejadian PDA pada anak yang lahir di dataran tinggi,
lebih besar daripada di dataran rendah. Pada beberapa jenis kelainan jantung bawaan, bayi hanya
dapat hidup apabila duktus arteriosus tetap terbuka. Termasuk di dalam golongan lesi yang
bergantung pada duktus ini (duct dependent lesions) adalah atresia pulmonal, stenosis pulmonal
berat, atresia aorta, koartaksio aorta berat atau interrupted aortic arch, dan sebagian pasien
1
sirkulasi paru dan sistemik berjalan seri. Untuk memenuhi kebutuhan respirasi, nutrisi, dan
Pada janin, darah dengan oksigen relatif cukup (pO2 30 mmHg) mengalir dari plasenta
melalui vena umbilikalis. Separuh jumlah darah ini mengalir melalui hati, sedang sisanya
memintas hati melalui duktus venosus ke vena kava inferior, yang juga menerima darah dari hati
(melalui vena hepatika) serta tubuh bagian bawah.4 Sebagian besar darah dari vena kava inferior
mengalir ke dalam atrium kiri melalui foramen ovale, selanjutnya ke ventrikel kiri, aorta
asendens, dan sirkulasi koroner. Dengan demikian sirkulasi otak dan koroner mendapat darah
dengan tekanan oksigen yang cukup. Sebagian kecil darah dari vena kava inferior memasuki
ventrikel kanan melalui katup trikuspid. Darah yang kembali dari leher dan kepala janin (pO2 10
mmHg) memasuki atrium kanan melalui vena kava superior, dan bergabung dengan darah dari
sinus koronarius menuju ventrikel kanan, selanjutnya ke arteri pulmonalis. Pada janin hanya 15%
darah dari ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya melewati duktus arteriosus menuju
ke aorta desendens, bercampur dengan darah dari aorta asendens. Darah dengan kandungan
oksigen yang rendah ini akan mengalir ke organ-organ tubuh sesuai dengan tahanan vaskular
masing-masing dan juga ke plasenta melalui arteri umbilikalis yang keluar dari arteri iliaka
interna.9 Pada janin normal, ventrikel kanan memompakan 60% seluruh curah jantung, sisanya
dipompa oleh ventrikel kiri. Curah jantung janin didistribusikan sebagai berikut :
2
Perbedaan Sirkulasi Janin dan Keadaan Pascalahir
Terdapat perbedaan yang mendasar antara sirkulasi pada janin dan pada bayi sesuai
dengan fungsinya. Perbedaan ini antara lain4,9,13 Pada janin terdapat pirau intrakardiak (foramen
ovale) dan pirau ekstrakardiak (duktus arteriosus botali, duktus venosus arantii) yang efektif.
Arah pirau adalah dari kanan ke kiri, yakni dari atrium kanan ke kiri melalui foramen ovale, dan
dari arteri pulmonalis menuju ke aorta melalui duktus arteriosus. Pada sirkulasi pascalahir pirau
intra dan ekstrakardiak tersebut tidak ada.
· Pada janin ventrikel kiri dan kanan bekerja serentak, sedang pada keadaan pascalahir ventrikel
kiri berkontraksi sedikit lebih awal dari ventrikel kanan.
· Pada janin ventrikel kanan memompa darah ke tempat dengan tahanan yang lebih tinggi, yakni
tahanan sistemik, sedang ventrikel kiri melawan tahanan yang rendah yakni plasenta. Pada
keadaan pascalahir ventrikel kanan akan melawan tahanan paru, yang lebih rendah dari pada
tahanan sistemik yang dilawan ventrikel kiri.
· Pada janin darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar menuju ke aorta melalui
duktus arteriosus, dan hanya sebagian kecil yang menuju ke paru. Pada keadaan pascalahir darah
dari ventrikel kanan seluruhnya ke paru.
· Pada janin paru memperoleh oksigen dari darah yang mengambilnya dari plasenta, pascalahir
paru memberi oksigen kepada darah.
· Pada janin plasenta merupakan tempat yang utama untuk pertukaran gas, makanan,
dan ekskresi. Pada pascalahir organ-organ lain mengambil alih berbagai fungsi tersebut.
3
Penurunan tahanan paru terjadi akibat ekspansi mekanik paru-paru, peningkatan saturasi
oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar. Dengan penurunan tahanan arteri pulmonalis, aliran
darah pulmonal meningkat. Lapisan medial arteri pulmonalis perifer berangsur-angsur menipis,
dan pada usia 10-14 hari tahanan arteri pulmonalis sudah seperti kondisi Penurunan tahanan
arteri pulmonalis ini terhambat bila terdapat aliran darah paru yang meningkat, seperti pada
defek septum ventrikel atau duktus arteriosus yang besar. Pada keadaan hipoksemia, seperti pada
bayi yang lahir di dataran tinggi, penurunan tekanan arteri pulmonalis terjadi lebih lambat.4
Tekanan darah sistemik tidak segera meningkat dengan pernapasan pertama, biasanya
terjadi secara berangsur-angsur, bahkan mungkin tekanan darah turun lebih dulu dalam 24 jam
pertama. Pengaruh hipoksia fisiologis yang terjadi dalam menit-menit pertama pascalahir
terhadap tekanan darah sistemik agaknya tidak bermakna, namun asfiksia berat yang berlangsung
lama dapat mengakibatkan perubahan tekanan sistemik, termasuk renjatan kardiogenik yang sulit
diatasi. Karena itu pada bayi asfiksia resusitasi yang adekuat harus dilakukan dengan cepat.
Setelah tahanan sistemik meningkat, oleh karena duktus arteriosus masih terbuka, maka terjadi
pirau dari aorta ke arteri pulmonalis, akibatnya maka aliran balik vena pulmonalis bertambah
Epidemiologi
PDA adalah cacat jantung congenital kelima yang paling sering ditemukan atau 8-10%
dari seluruh kasus cacat jantung congenital. Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa lebih dari
1000 kelahiran hidup ditemukan 1 kasus PDA. Perbandingan pada anak perempuan dan laki –
laki adalah 2 : 1 dan kasusu cenderung meningkat pada saudara pasien. Sekitar 75 % kasus
terjadi pada bayi yang lahir dengan berat badan < 1200 gram dan sering bersamaan dengan
penyakit congenital lain. PDA ditemukan pada 10% pasien dengan kelainan jantung congenital
lain dan sering memiliki peranan penting dalam menyediakan aliran darah pulmonal ketika aliran
darah dari ventrikel kanan bersifat stenotik atau atretik. Selain itu, PDA juga dapat menyediakan
aliran darah sistemik pada koarktasio aorta(misalnya).
4
Fator resiko4,5
Faktor risiko paten ductus arteriosus meliputi:
1) Dilahirkan terlalu cepat (prematur). Patent ductus arteriosus (PDA) terjadi lebih
sering pada bayi yang lahir terlalu dini daripada bayi yang lahir cukup bulan.
2) Riwayat keluarga dan kondisi genetik lainnya. Riwayat keluarga cacat jantung, lebih
memungkinan anak memiliki paten ductus arteriosus. Kondisi genetik lainnya, seperti
sindrom Down, juga telah dikaitkan dengan peningkatan kesempatan memiliki PDA.
3) Infeksi rubella (campak Jerman) selama kehamilan. Virus rubella melintasi plasenta dan
menyebar melalui sistem sirkulasi bayi merusak pembuluh darah dan organ, termasuk
jantung.
4) Memiliki cacat jantung lainnya. Bayi yang memiliki masalah jantung lain ketika mereka
lahir (cacat jantung bawaan) juga lebih mungkin untuk memiliki paten ductus arteriosus.
5) Bayi perempuan. Perbandingan anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1
6) Dilahirkan di dataran tinggi. Bayi yang lahir di atas 10.000 kaki (3.048 meter) memiliki
resiko lebih besar dari sebuah PDA daripada bayi yamg lahir di dataran rendah.
Etiology1
Prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar timbulnya PDA. Pada bayi premature,
gejala cenderung timbul dangan awal, terutama bila disertai dengan sindrom distress pernafasan.
PDA juga lebih sering terdapat pada anak yang lahir di daerah pegunungan. Hal ini terjadi karena
adanya hipoksia yang menyebabkan duktus gagal menutup.
Penyakit campak jerman (rubella) yang terjadi pada trimester I kehamilan juga
dihubungkan dengan terjadinya PDA walaupun mekanismenya belum diketahui. Diduga infeksi
rubella mempunyai pengaruh langsung terhadap jaringan duktus.
5
Klasifikasi2
Klasifikasi PDA ditentukan berdasarkan perubahan anatomi jantung bagian kiri , tahanan
arteri pulmonal, saturasi oksigen, dan perbandingan – perbandingan sirkulasi pulmonal dan
sistemik.
Tingkat I : Umumnya pasien PDA tingkat I tidak bergejala. Pertumbuhan dan perkembangan
fisik berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan EKG dan foto polos dada tidak
ditemukan pembesaran jantung.
Tingkat II : pasien sering menderitainfeksi saluran nafas , tetapi pertumbuhan fisik masih
sesuai dengan murmur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal PDAat
terjadi sehingga timbul hipertensi pulmonal ringan. Umumnya pada pasien yang
tidak tertangani dengan baik pada tingkat ini PDA akan berkembang menjadi
tahap III atau IV.
Tingkat III : infeksi saluran nafas makin sering terjadi. Pertumbuhan anak biasanya terlambat.
Pada pemeriksaan anak tampak kecil tidak sesuai umur dengan gejala – gejala
gagal jantung. Nadi memiliki amplitude yang lebar. Jika melakukan aktivitas,
pasien akan mengalami sesak nafas yang disertai dengan sianosis ringan. Pada
pasien dengan duktus berukuran besar, gagal jantung dapat terjadi pada minggu
pertama kehidupan. Pada foto polos dada dan EKG ditemukan hifertrofi ventrikel
kiri danatrium kiri serta hipertrofi ventrikel kanan ringan. Suara bising jantung
dapat didengar diantara sela iga 3 dan 4.
Tingkat IV : keluhan sesak nafas dan sianosis semakin nyata. Tahanan sirkulasi paru lebih
tinggi daripada thanan sistemik sehingga aliran darah di duktus berbalik dari
kanan ke kiri. Foto polos dada dan EKG menunjukan hipertrifi ventrikel.
6
PDA kecil 4
Biasanya asimptomatik dengan tekanan darah dan tekanan nadi normal. Jantung tidak
membesar. Kadang terasa getaran bising disela iga ke-2 sternum. Terdapat bising kontinu
(continous murmur, machinery murmur ) yang khas untuk PDA di daerah subklavia kiri.
Gambaran radiologis dan EKG biasanya dalam batas normal. Pemeriksaanekokardiografi
tidak menunjukkan adanya pembesaran ruang jantung atau arteri pulmonalis.
PDA sedang 4
Gejala biasa timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien mengalami kesulitan
makan, sering menderita infeksi saluran nafas namun biasanya berat badan masih dalam batas
normal. Anak lebih mudah lelah tetapi masih PDAat mengikuti permainan.
Pada pemeriksaan fisik frekuensi nafas sedikit lebih cepat dibanding anak normal.
Bilanadi radialis diraba dan bila diukur tekanan darahnya, akan dijumpai pulsus seler, tekanan
nadi lebih dari 40 mmHg. Teraba getaran bising didaerah sela iga 1-2 parasternal kiri dan bising
kontinu di sela iga 2-3 dari parasternal kiri yang menjalar ke daerah sekitarnya. Bising
middiastolik di apeks sering dapat didengar akibat bertambahnya pengisian cepat ventrikelkiri
(stenosis mitral relatif).
Pada foto toraks jantung membesar (terutama ventrikel kiri), vaskularisasi paru
yangmeningkat, dan pembuluh darah hilus membesar. EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel
kiridengan atau tanpa dilatasi atrium kiri.
PDA besar 4
Gejala tampak berat sejak minggu-minggu pertama kehidupan. Pasien tidak nafsumakan
sehingga berat badan tidak bertambah. Tampak dispnoe dan takhipnoe dan banyak berkeringat
bila minum. Pada pemeriksaan tidak teraba getaran bising sistolik dan padaauskultasi terdengar
bising kontinu atau bising sistolik. Bising middiastolik terdengar di apex karena aliran darah
berlebihan melalui katup mitral (stenosis mitral relatif). Bunyi jantung ke-2 tunggal dan keras.
Gagal jantung mungkin terjadi dan biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian bawah.
Semua penderita PDA besar yang tidak dilakukan operasi biasanya menderita hipertensi
pulmonal.
7
Pada foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel kanan dan kiri, di samping
pembesaranarteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Pada EKG tampak hipertrofi biventrikular
dengandominasi aktivitas ventrikel kiri dan dilatasi atrium kiri.
Pasien dengan PDA besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi hipertensi
pulmonal akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini
dpaat terjadi pada usia kurang dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2
atau ke-3. Komplikasi ini berkembang secara progresif sehingga akhirnya irreversible, dan pada
tahap tersebut operasi korektif tidak dapat dilakukan.
Patogenesis7,8
Karena tekanan aorta yang lebih tinggi, maka ada pirau dari kiri ke kanan melaluiduktus
arteriosus, yaitu dari aorta ke arteri pulmonal. Luasnya pirau tersebut tergantung dariukuran PDA
dan rasio dari resistensi pembuluh darah paru-paru dan sistemik. Pada kasus yang ekstrim, 70%
darah yang dipompa ventrikel kiri akan mengalir melalui PDA kesirkulasi pulmonal. Jika ukuran
PDA kecil, tekanan antara arteri pulmonal, ventrikel kanan, dan atriumkanan normal. Jika PDA
besar, tekanan arteri pulmonal dapat meningkat baik pada waktusistol dan diastol. Pasien dengan
PDA yang besar mempunyai resiko tinggi terjadinya berbagai komplikasi. Tekanan nadi yang
tinggi disebabkan karena lolosnya darah ke arteri pulmonal ketika fase diastol.
Manifestasi Klinis4,5
Patent ductus arteriosus gejala bervariasi dengan ukuran cacat dan usia kehamilan bayi
saat lahir. PDA kecil dapat menyebabkan tidak ada gejala yang mungkin tidak terdeteksi untuk
beberapa waktu, bahkan sampai dewasa. Beberapa bayi yang mengalami PDA besar dapat
menyebabkan volume overload pada jantung dan aliran darah berlebih di paru-paru atau
menyebabkan gagal jantung segera setelah lahir sehingga akan tampak gejala sebagai berikut :
terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu sistol maupun diastol, sehingga didapat
Palpasi :
Thrill sistolik yang paling jelas teraba pada ICS II kiri yang dapat menyebar ke sekitarnya
Dengan meningkatnya tekanan arteri pulmonal, bunyi jantung II mengeras sehingga dapat teraba
Auskultasi :
Machinery murmur yang punctum maksimumnya pada ICS II linea sternalis kiri.
Bising pada waktu sistol bersifat kresendo dengan puncak pada bunyi jantung II sedangkan
bising pada fase diastol bersifat dekresendo, terbaik didengar pada posisi berbaring, sifat, tempat,
dan intensitas bising tidak dipengaruhi respirasi.
Pasien dengan pirau yang besar, dapat terdengar murmur mid-diastolik pada presentasi katup
mitral yang terdengar pada daerah apeks sebagai hasil dari peningkatan volume aliran darah yang
melewati katup mitral.8,9
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosa antara lain :
1. Ekokardiografi : dapat mengukur besar duktus, dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri.
Makin besar pirau, makin besar dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri.5,10
9
2. Elektrokardiografi: pada PDA kecil dan sedang, EKG dapat normal atau menunjukkan
tanda hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hypertrophy = LVH), sedangkan pada PDA
besar dapat menunjukkan tanda LVH atau hipertrofi kedua ventrikel kiri dan kanan
3. Rontgen foto thorax: pada PDA kecil, foto Rontgen toraks masih normal, sedangkan pada
PDA sedang sampai besar akan tampak kardiomegali, pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri dan
Diagnosis
Diagnosis kelainan jantung pada anak seringkali sukar ditegakkan, karena kelainan
anatomis ini banyak variabelnya, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Diagnosis
awal sudah bisa ditegakkan hanya dengan pemeriksaan fisik yang teliti, elektrokardiografi dan
analisa foto thorax. Sebagian besar kelainan jantung anak atau paling tidak suatu diagnosis
banding yang lebih mengarah sudah dapat ditegakkan hanya dengan ketiga sistem klinis itu. Dan
hanya sebagian kecil saja kelainan kongenital yang lebih kompleks yang memerlukan
pemeriksaan tambahan khusus berupa ekokardiografi dan katerisasi.11
PDA biasanya dipikirkan bila pada bayi atau anak teraba nadi yang kuat dan terdengar
bising kontinu. Hal ini harus dibedakan dengan penyakit jantung non sianotik lain yang
memberikan tanda yang sama termasuk AP-Window dan fistula artrio-vena. Pada bayi yang
sangat muda mungkin baru terdengar bising sistolik sehingga harus dibedakan dengan pasien
defek septum ventrikel. Umumnya echocardiografi diperlukan untuk memastikan diagnosis.
Kateterisasi jantung jarang diperlukan untuk diagnosis, dan hanya dilakukan bila dikhawatirkan
ada hipertensi pulmonal, atau direncanakan penutupan duktus dengan alat kateter khusus. Bila
dilakukan, kateterisasi jantung pasien PDA tanpa komplikasi akan menunjukkan hasil adanya
peningkatan saturasi oksigen di arteri pulmonalis akibat pirau dari aorta yang tekanannya tinggi
ke arteri pulmonalis yang tekanannya.
10
Diagnosis Banding
1. Ventricular Septal Defect (VSD)
Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga
sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler paru
makin besar aliran pirau darikiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum
sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke
kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2–3 bulan dimana
proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat
maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume langsung
pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung
2. Atrial Septal Defect (ASD)
Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan
aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga
menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan
pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya
sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti
pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan di atas.
Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak
mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran
piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran
deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia
dekade 30 – 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler
paru.
3. Aorta Stenosis (AS)
Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering
terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi
dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher.
Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-minggu
pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan
sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau
non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan
11
ASvalvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang berat atau gradien tekanan
sistolik 90 – 100 mmHg.
4. Coarctatio Aorta (CoA)
Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat
obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis
berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas.
Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi
arteri femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran
pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi
dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung
pada usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini,
sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui
PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan
hipoperfusi perifer.
5. Pulmonal Stenosis(PS)
Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang
memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis
sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan
pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar
bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang abnormal
membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak
terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras
terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus
akan ditemukan pada stenosis yang berat.
Penatalaksanaan
Ada beberapa metode pangobatan yang biasanya diterapkan tim medis untuk mengatasi
gangguan fungsi jantung pada PDA, dan sangat bergantung dari ukuran bukaan pada ductus dan
yang utama usia pasien. Tidak diperlukan pembatasan aktivitas jika tidak terdapat hipertensi
12
pulmonal.1 Pada bayi prematur, duktus arteriosus sering menutup sendiri pada minggu pertama
setelah lahir. Pada bayi aterm, duktus arteriosus akan menutup dalam beberapa hari pertama
setelah lahir. Jika duktus tidak menutup dan menimbulkan masalah, obat-obatan dan tindakan
ibuprofen atau indometasin, untuk membantu penutupan duktus arteriosus pada bayi prematur
sebelum usia 10 hari. AINS memblok prostaglandin yang mempertahankan duktus arteriosus
tetap terbuka. Pada bayi prematur dengan PDA dapat diupayakan terapi farmakologis dengan
memberikan indometasin intravena atau peroral dosis 0,2 mg/kgBB dengan selang waktu 12 jam
diberikan 3 kali. Terapi tersebut hanya efektif pada bayi prematur dengan usia kurang dari satu
minggu, yang dapat menutup duktus pada kurang lebih 70% kasus, meski sebagian akan
membuka kembali. Pada bayi prematur yang berusia lebih dari satu minggu indometasin
memberikan respon yang lebih rendah. Pada bayi aterm terapi ini tidak efektif. Bila usaha
penutupan dengan medikamentosa ini gagal dan gagal jantung kongestif menetap, bedah ligasi
PDA perlu segera dilakukan. Bila tidak ada tanda-tanda gagal jantung kongestif, bedah ligasi
PDA dapat ditunda akan tetapi sebaiknya tidak melampaui usia 1 tahun. Prinsipnya semua PDA
yang ditemukan pada usia 12 minggu, harus dilakukan intervensi tanpa menghiraukan besarnya
aliran pirau.8
Tindakan bedah
Pada bayi aterm atau pada anak lebih tua, diperlukan tindakan bedah untuk mengikat atau
memotong duktus. Untuk menutup duktus juga dokter dapat menggunakan tindakan dengan
kateter.8 Pada PDA dengan pirau kiri ke kanan sedang atau besar dengan gagal jantung diberikan
13
terapi medikamentosa (digoksin, furosemid) yang bila berhasil akan menunda operasi 3-6 bulan
sambil menunggu kemungkinan duktus menutup. Tindakan bedah setelah dibuat diagnosis,
diutamakan dari pada pengikatan yaitu untuk menghindari kemungkinan rekanalisasi kemudian.
Pada duktus yang sangat pendek, pemotongan biasanya tidak mungkin atau jika dilakukan akan
mengandung resiko.7,8
1. PDA pada bayi yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa.
Hal yang perlu diperhatikan bagi penderita PDA yang usianya lebih dewasa, adalah
mengkonsultasikan kepada dokter ahli jantung yang merawat bila akan menjalankan operasi
minor lain (contoh: operasi amadel) ataupun perawatan gigi, untuk menghindari kemungkinan
resiko endokarditis.7
Prognosis
Pasien dengan PDA kecil dapat hidup normal dengan sedikit atau tidak ada gejala.
Pengobatan termasuk pembedahan pada PDA yang besar umumnya berhasil dan tanpa
PENCEGAHAN
Etiologi PDA hingga saat ini masih belum dapat diketahuik dengan pasti. Namun
beberapa faktor dianggap sebagai penyebab terbesar timbulnya PDA , sperti prematuritas,
14
genetic dan infeksi rubellasaat kehamilan terutama trimester I. Salah satu pencegahan yang dapat
15
DAFTRA PUSTAKA
1. Silalahi C, Wahab AS. Duktus arteriosus Paten. Dalam : Wahab AS. Kardiologi Anak:
PenyakitJantung Kongenital Yang Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2006: 69-76.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi i, Simadribrata K M, Setiati S. Ilmu PenyakitDalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi IV. Jakarta: 2007: 1641-46.
3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter%20II.pdf .
4. Mayo Clinic staff. Patent Ductus Arteriosus. Avaiable from:
http://www.mayoclinic.com/health/patent-ductus-arteriosus/DS00631. Last Update on:
Dec. 22, 2011.
5. Patent Ductus Arteriosus. Avaiable from: http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-
topics/topics/pda/. Last Update on: September 26, 2011.
6. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics.
18thed. Philadelphia: saunders Elsevier; 2007.
7. Desantis ERH, Clyman RI. Patent Ductus Arteriosus Pathophysiology
and Management Patent Ductus Arteriosus. Journal of Perinatology. 2006 : 14-18.
8. Schneider DJ, moore JW. Patent Ductus Arteriosus. University of Illinois College of
Medicine at Peoria and Cardiac Catheterization Laboratory,Children's Hospital
of Illinois, Peoria, Ill (DJS); 2006. 114.
16