Anda di halaman 1dari 21

1

Gelombang Elektromagnetik
Tujuan Pembelajaran Umum:
Mengenalkan dan memahami penjalaran gelombang dalam medium tak berbatas

Tujuan Pembelajaran Khusus:


Menjelaskan persamaan gelombang elektromagnetik dalam dielektrik tak meredam
dan dielektrik meredam, pantulan gelombang pada perbatasan dua medium.

1.1 Pendahuluan
Sistem komunikasi dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis informasi yang
dikirimkan, atau berdasarkan media transmisi yang digunakan. Berdasarkan jenis
informasi, sistem komunikasi dapat dikategorikan sebagai sistem komunikasi analog
atau digital. Pada sistem komunikasi analog, bentuk sinyal informasi adalah analog,
yaitu waveformnya kontinyu dalam waktu dan kontiuny juga pada amplitudanya. Pada
sistem komunikasi digital waveform dari sinyal informasi dalam bentuk digital, yaitu
diskrit dalam waktu dan amplitudanya.
Berdasarkan media komunikasi dapat diaktegorikan sebagai komunikasi on wire
(kabel) dan wireless (nirkabel). Pada komunikasi jenis pertama, sinyal indormasi
ditransmisikan melalui media kabel sedangkan pada sistem yang kedua informasi
ditumpangkan ke sebuah sinyal pembawa sinusoidal, disebut modulasi, kemudian
dikirimkan oleh antena ke udara melalui gelombang radio. Pada kedua jenis sistem
komunikasi tersebut informasi ditransmisikan melalui gelombang elektromagnetik.
Penjalaran gelombang elektromagnetik dapat dibagi menjadi penjalaran terbimbing
dan penjalaran tak terbimbing. Gelombang yang penjalarannya terbimbing disebut
gelombang terbimbing (guidedwave), dan yang penjalarannya takterbimbing disebut
gelombang tak-terbimbing (unguidedwave) atau biasa disebut gelombang radio. Alat
yang dapat membimbing gelombang disebut pembimbing gelombang (waveguide).
Contoh pembimbing gelombang adalah: kabel 2-kawat, kabel sesumbu (coaxial),
bumbung gelombang (waveguide), saluran strip (stripline), saluran mikrostrip
(microstripline), dan kabel serat optik; hanya saja pada kabel serat optik (optical fiber)
gelombang yang dibimbing adalah gelombang cahaya tampak. Pada gelombang tak
terbimbing gelombang menjalar melalui radiasi (makanya disebut gelombang radio),
dan divais yang dapat mengubah gelombang terbimbing menjadi gelombang tak
terbimbing (atau sebaliknya) disebut antena.
Saluran transmisi asalnya adalah penamaan untuk kebel 2-kawat dan kabel
sesumbu, karena kedua kabel ini dapat menyalurkan energi gelombang dari satu titik ke
titik lain yang jauh. Tapi dengan berkembangnya teknologi bahan, maka sekarang
banyak rangkaian gelombang mikro yang dibentuk dari saluran strip atau saluran
mikrostrip. Jadi sebenarnya saluran strip maupun saluran mikrostrip termasuk saluran
transmisi.

Saluran Transmisi 1-1


Pada saluran transmisi, arus dan tegangan yang timbul adalah arus dan tegangan
sebenarnya, sehingga pendekatan teori rangkaian dapat digunakan. Berbeda dengan
saluran transmisi, pada bumbung gelombang dan serat optik, arus dan tegangan yang
timbul bukan arus dan tegangan sebenarnya, sehingga dalam pembahasannya tidak
dapat digunakan teori rangkaian, tapi harus digunakan teori medan elektromagnetik
dengan menurunkan medan-medan listrik dan magnetik dari persamaan Maxwell.
Walaupun demikian pada sebuah divais gelombang mikro sering dilakukan analisis
jaringan (network analysis) untuk memperoleh parameter-parameter divais, dan dalam
analisis jaringan biasanya digunakan besaran-besaran arus dan tegangan,. Gambar 1.1
memperlihatkan bentuk fisik dari beberapa jenis saluran transmisi, dan simbol pada
rangkaian elektronik diperlihatkan pada Gambar 1.2.

(a)

(c)

(b)

Gambar 1.1 Bentuk fisik beberapa saluran transmisi (a) saluran dua kawat
paralel; (b) kabel sesumbu (coaxial); (c) saluran mikrostrip (microstrip line)

Z0, 

Gambar 1.2 Simbol saluran transmisi pada rangkaian elektronik

1.2 Gelombang Elektromagnetik


Gelombang elektromagnetik dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan-
persamaan Maxwell pada daerah bebas sumber. Persamaan Maxwell untuk daerah
bebas sumber, dengan fungsi waktu sinusoidal, ditulis sebagai ejt , adalah

∇×E=− jωμ H
(1.1a)
∇×H = j ωε E
(1.1b)

Saluran Transmisi 1-2


∇⋅D=0
(1.1c)
∇⋅B=0
(1.1d)

dengan j=√−1, dan  = 2f adalah frekuensi anguler (rad/sec), f adalah frekuensi
(Hz). E adalah medan listrik (volt/m), H medan magnetik (A/m), D rapat fluks listrik
(C/m2), dan B rapat fluks magnetik (weber/m2).
Persamaan pertama, (1.1a), menunjukkan sirkulasi dari medan listrik yang berubah
terhadap waktu akan menghasilkan medan magnetik yang juga berubah terhadap waktu
dengan beda fasa 90o. Sedangkan pada persamaan (1.1b) sirkulasi medan magnetik
yang berubah terhadap waktu akan menghasilkan medan listrik yang berubah waktu
juga dengan beda fasa 90o. Jadi medan listrik yang bersirkulasi akan menghasilkan
medan magnetik yang bersirkulasi juga dan seterusnya sehingga muncullah gejala
gelombang, karena gelombang ini terbentuk dari medan listrik dan medan magnetik
yang masing-masing saling tegak lurus (beda fasa 90 o), maka gelombang tersebut
disebut gelombang elektromagnetik.
Persamaan (1.1c) dan (1.1d) adalah divergensi. Nilai divergensi dari D berharga nol
karena pada daerah tersebut tidak ada sumber sehingga jika kita membuat permukaan
Gauss, maka fluks listrik yang keluar dari permukaan Gauss tersebut akan sama dengan
yang masuk. Jadi jumlah total garis gaya listriknya berjumlah nol. Untuk medan
magnetik, B, selalu membentuk loop tertutup sehingga fluks magnetik yang keluar akan
masuk kembali ke dalam permukaan Gauss tersebut (medan listrik keluar dari kutub
utara dan masuk ke kutub selatan). Dengan demikian kedua divergensi tersebut bernilai
nol. Antara rapat fluks listrik D dengan medan listrik E, dan rapat fluks magnetik B
dengan medan magnetik H, dihubungkan oleh konstanta yang menyatakan hubungan
konstitutif, yaitu:

D=εE
(1.2a)
B=μH
(1.2b)

dengan  dan  adalah parameter konstitutif, yaitu permitivitas dan permeabilitas


medium. Untuk mendapatkan persamaan gelombang, maka (1.1a) kita curl kan lagi
untuk memperoleh

2 2
∇×∇×E=ω με E=k E

dengan k = ω με adalah bilangan gelombang untuk gelombang di ruang bebas



(unbounded space). Dari identitas matematik diketahui bahwa ∇×∇ ×E=
2
∇( ∇⋅E )−∇ E dan dengan bantuan (1.2a) diperoleh

∇ 2 E=−k 2 E .
(1.3)

Saluran Transmisi 1-3


Dengan cara yang sama, operasi tersebut dapat dilakukan pada (1.1b) sehingga
diperoleh

∇ 2 H=−k 2 H
(1.4)

Vektor E dan H pada (1.3) dan (1.4) adalah getaran-getaran medan listrik dan medan
magnetik. Jadi arah vektornya adalah arah getar. Sedangkan vektor  menunjukkan
turunan parsial terhadap ruang yang menunjukkan arah propagasi. Contoh, misalnya
dalam sistem koordinat rectangular (Cartesian), vektor medan listrik dapat dituliskan
sebagai

E=E x ( x , y , z ) a x + E y ( x , y , z ) a y + E z ( x , y , z ) a z

Artinya, untuk komponen yang pertama, medan listrik tersebut bergetar ke arah sumbu
x, dan berpropagasi (menjalar) ke arah sumbu x, y, dan z. Begitu juga untuk komponen-
komponen medan yang lainnya. Vektor operator  adalah

∂ ∂ ∂
∇= a+ a + a
∂x x ∂ y y ∂z z

Komponen pertama dari persamaan di atas menunjukkan gelombang menjalar ke arah


sumbu x, komponen yang kedua dan ketiga menunjukkan arah penjalaran ke sumbu y
dan z. Dengan demikian 2 adalah

2 ∂2 ∂2 ∂2 2 2 2
∇= 2
+ 2
+ 2
=γ x +γ y +γ z
∂ x ∂ y ∂z

dengan  adalah konstanta propagasi. Dengan demikian komponen medan listrik yang
bergetar ke arah sumbu x dapat berpropagasi ke arah sumbu x, y, maupun sumbu z.
Begitu juga untuk komponen yang lainnya. Cara yang sama dapat digunakan untuk
menurunkan medan magnetik.

1.3 Gelombang Mode TEM


Untuk menyederhanakan masalah, kita misalkan saja gelombang hanya menjalar ke
arah sumbu z positif, dan arah getar medan listrik adalah ke sumbu x. Dengan
demikian, maka E = Exax sedangkan 2 =2/z2. Dengan mensubstitusikan
penyederhanaan ini ke (1.3), maka diperoleh

2 d2 Ex 2
∇ E x= 2
=−k E x (1.5)
dz

Pada (1.5), persamaan diferensial parsial berubah menjadi persamaan diferensial biasa.
Untuk gelombang yang menjalar, maka solusi umum dari (1.5) adalah

Saluran Transmisi 1-4


E x =E0 x e−γz (1.6)

Dalam hal ini,  = z. E0x menunjukkan amplituda medan listrik, dan tanda (–) pada
konstanta propagasi menunjukkan bahwa gelombang tersebut menjalar ke arah sumbu z
positif. Untuk mengetahui bahwa (1.6) merupakan solusi dari (1.5), kita dapat
menurunkan (1.6) dua kali terhadap z. Turunan kedua terhadap z dari (1.6) adalah

d 2 ( E0 x e−γz )
2
=γ 2 E0 x e−γz =γ 2 E x
dz

Persamaan di atas menjadi solusi dari (1.5) jika dan hanya jika

γ 2=−k 2 ⟹ γ = jk= jω √ με (1.7)

Medan magnetik dapat dicari dengan menggunakan (1.1a), yaitu:

ax ay az
∇ × E= ∂
∂x
Ex
| ∂
∂y
0
| H x ax
−γ =− jωμ H y a y
0
Hz az [ ]
Dari persamaan di atas terlihat bahwa Hx dan Hz berharga nol. Jadi yang ada hanya
komponen Hy saja, dan diberikan oleh

γ Ex = jμω H y

atau

γ
H y= E (1.8)
jωμ x

Dengan mensubstitusikan (1.6) dan (1.7) ke (1.8), maka medan magnetik diperoleh

ε
H y=
√ E e
μ 0x
− jkz
(1.9)

Dengan melihat (1.6) dan (1.9) kita dapatkan medan listrik dan medan magnetik
keduanya tegak lurus (transversal) terhadap arah jalar (sumbu z positif), karenanya
gelombang tersebut dinamakan gelombang dengan mode transverse electromagnetic,
TEM.
Untuk getaran sinusoidal, medan listrik dan medan magnetik dapat dituliskan dalam
bentuk

ε
E x =E x 0 e j (ωt−kz ) , H y =
√ E e j (ωt−kz )
μ x0
(1.10)

Saluran Transmisi 1-5


Tetapi, karena ej = cos + jsin, maka (1.10) biasa dituliskan dalam bentuk

E x =ℜ [ E 0 x e j( ωt−kz ) ]=E 0 x cos ⁡(ωt−kz ) (1.11a)


H y =ℜ [√ ε
μ ]√
E 0 x e j (ωt−kz ) =
ε
E cos ⁡( ωt−kz )
μ 0x (1.11b)

Pada saat t = 0, gelombang elektromagnetik diperlihatkan pada Gambar 1.3 di bawah


ini.

x Ex = E0xcos(- kz)

y Hy = H0ycos(- kz)

Gambar 1.3 Gelombang mode TEM pada t = 0

1.3.1 Konstanta Propagasi


Persamaan konstanta propagasi diberikan oleh (1.7). Dengan mengingat bahwa
bilangan gelombang,

ω
k=
v

dimana v adalah kecepatan gelombang, maka didapatkan kecepatan gelombang


elektromagnetik adalah

1
v=
√ με
dan jika mediumnya vakum, kecepatan gelombang elektromagnetik sama dengan
kecepatan cahaya, yaitu:

1
v=c= =3 ×108 m/det (1.12)
√ μ0 ε0
karena, 0 = 4107 (A/m) dan  = 109/36 (F/m). Dalam dielektrik, yang konstanta
dielektriknya r, kecepatan gelombang adalah
Saluran Transmisi 1-6
c
v= (1.13)
√ εr
Konstanta propagasi dapat dituliskan dalam bentuk

γ =α + jβ

dengan  adalah konstanta redaman (neper/m) dan  adalah konstanta fasa (rad/m).
Pada medium vakum, gelombang menjalar tidak diredam, karena k =ω /c sehingga

γ = j β 0 ⟹ β 0 =ω/c (1.14)

Kemudian, karena  = 2/, dengan  adalah panjang gelombang (m), maka

c
λ 0= (1.15)
f

Dalam dielektrik tak meredam,

ω √ εr c λ
β= =β 0 √ ε r , ⟹ λ= = 0 (1.16)
c f √ εr √ εr

1.3.2 Impedansi Intrinsik Medium


Impedansi intrinsik medium, secara umum, diberikan oleh (1.8), yaitu:

E x jωμ μ
η=
Hy
=
γ
=
ε √
Untuk vakum, impedansi intrinsik menjadi
(1.17)

μ0
η0 =
ε0√=120 π=377 Ω

Sedangkan untuk dielektrik yang tidak meredam,


(1.18)

η0
η= (1.19)
√ε r

Contoh 1.1: Suatu medium dielektrik tak merugi diketahui memiliki parameter berikut:
 = 0,  = 3,40. Sebuah vektor medan listrik diberikan oleh persamaan E =
10sin(3108t  z)ax (V/m). Hitunglah: (a) E0x; (b) f; (c) ; (d) v; (e) ; (f) H0x; (g) .

Solusi:
(a) E0x adalah amplituda dari getaran medan listrik. Dengan melihat persamaan
medan listrik di atas, maka diketahui E0x = 10 V/m.

Saluran Transmisi 1-7


(b) Frekuensi gelombang dapat dihitung dari frekuensi angularnya, yaitu:

ω 3 π ×10 8
f= = =150 MHz
2π 2π

(c) Konstanta fasa diperoleh dari (1.16), yaitu:

ω √ ε r 2 π × 150× 106 √3,4


β= = =1,844 π rad /m
c 3 ×108

(d) Kecepatan gelombang dicari dengan menggunakan (1.13),

c
v= =0,54 c=1,63 ×10 8 m/det
√ 3,4
(e) Impedansi intrinsik medium adalah (menggunakan (1.19))

η0 377
η= = =204,5 Ω
√ε r √3,4
(f) Amplituda medan magnetik diperoleh

E0x 10
H 0 x= = =48,9 mA /m
η 204,5

(g) Panjang gelombang didapat dengan menggunakan (1.16)

c 3 ×108
λ= = =108,5 cm
f √ εr 150 ×106 √ 3,4

1.3.3 Daya Gelombang Elektromagnetik


Gelombang dalam menjalar membawa daya. Untuk gelombang elektromagnetik,
daya gelombang diperoleh dari integral rapat daya gelombang elektromagnetik yang
disebut vektor Poynting. Vektor Poynting dituliskan sebagai berikut:

P=E × H ¿ (W /m2 ) (1.20)

dan daya gelombang elektromagnetik adalah

P=ℜ [∬ ( E × H ¿ ) ∙ d S ] (W ) (1.21)

dengan Re[.] menunjukkan bagian riil, karena daya aktif harus bersifat riil. Integral
tersebut dilakukan pada luas tertentu dengan vektor elemen luas dS. Untuk kasus yang
sedang kita bahas, gelombang menjalar ke arah sumbu z positif, maka dS = dxdyaz, dan
vektor Poyntingnya diketahui
Saluran Transmisi 1-8
2
− jkz E¿0 x jkz |E 0 x|
P=E 0 x e a x × ¿ e a y= ¿ a z
η η

karena axay = az. Dengan demikian, maka daya gelombang elektromagnetiknya


menjadi

2 2
|E0 x| |E 0 x|
P=ℜ [∬ η¿
a z ∙ dxdy a z = ] η
∬ dxdy

1.3.4 Penjalaran Gelombang Dalam Dielektrik Meredam


Dalam kenyataan, medium dielektrik dimana gelombang menjalar, selain vakum,
bersifat meredam. Hal ini karena dielektrik memiliki konduktivitas yang tidak
takterhingga. Parameter dari dielektrik yang kita bahas di sini adalah konduktivitas, ,
konstanta dielektrik kompleks, r = r jr, dan  = 0. Permitivitas kompleks dari
dielektrik dituliskan dalam persamaan berikut:

σ
(
ε =ε 0 ( ε 'r − jε ''r ) =ε 0 ε 'r − j
ω ε0 )
F /m (1.22)

Dengan demikian besaran-besaran yang berhubungan akan berubah. Konstanta


propagasi dalam medium yang meredam menjadi:

σ

γ = jω μ0 ε 0 ε 'r − j
( ω ε0 ) (1.23)

Persamaan (1.23) dapat diuraikan menjadi

ω √ ε 'r σ
γ= j
c
1− j '
ωε√ (1.24)

dengan  = r0. Jika / ≪ 1, maka

σ σ
√ 1− j
ωε '
≈ 1− j
2ωε'

sehingga (1.24) menjadi

σ η0 ω √ ε 'r
γ= +j =α + jβ (1.25)
2 √ ε 'r c

Saluran Transmisi 1-9


Dari (1.25) dapat ditentukan konstanta redaman dielektrik dan konstanta fasanya untuk
dielektrik dengan redaman kecil. Redaman dielektrik biasanya dinyatakan dengan
tangen rugi-rugi (loss tangent) yang didefinisikan sebagai

ε 'r' σ
tan δ= ' = ' (1.26)
εr ω ε

Dengan demikian redaman dielektrik dapat dituliskan dalam bentuk:

ω √ ε 'r
α d= tan δ (1.27)
2c

Contoh 1.2: Sebuah gelombang dengan frekuensi 2,45 GHz berpropagasi dalam
dilektrik yang memiliki parameter sebagai berikut: r = 4,  = 0,1 S/m,  = 0.
Hitunglah konstanta propagasi, konstanta redaman (dB/m), tangen rugi-rugi, dan
konstanta fasa gelombang.

Solusi:
Berdasarkan (1.25),

σ η0 0,1 ×377
α d= = =9,425 Np/m
2 √ε '
r
2 √4

ω √ ε 'r 2 π × 2,45× 109 √ 4


β= = 8
=102,63 rad /m
c 3 ×10

Jadi, konstanta propagasinya adalah

γ =9,425+ j 102,63/m

dengan konstanta redaman

α d =9,425 ×8,68=81,81 dB/m

Tangen rugi-rugi diperoleh dari (1.26):

σ 0,1
tan δ= = =0,18
ω ε 2 π × 2,45× 109 × 4 × 10−9 /36 π
'

Impedansi intrinsik medium dielekrik menjadi kompleks. Dengan menggunakan


(1.17) kita peroleh

η0 / √ ε 'r
η=
σ (1.28)
√ 1− j
ω ε'
Saluran Transmisi 1-10
Contoh 1.3: Hitunglah impedansi intrinsik material (dielektrik) pada Contoh 1.2.

Solusi:
Dari (1.28) dapat kita hitung

σ 0,1
= =0,1837
ω ε 2 π ×2,45 ×10 9 × 4 ×10−9 /36 π
'

Dengan demikian

σ
√ 1− j
ω ε'
=√ 1− j0,1837=1,0083 ∠−5,205

sehingga dengan menggunakan (1.28)


377/ √ 4
η= =186,95∠ 5,205=186,2+ j 16,96 Ω
1,0083 ∠−5,205

1.3.5 Penjalaran Gelombang Dalam Konduktor yang Baik


Konduktor yang baik adalah material dengan konduktivitas yang sangat besar,
maka berdasarkan (1.22) konduktor adalah material dengan rugi-rugi yang tinggi. Di
sini, konduktor didefinisikan sebagai material dengan / > 100. Dengan demikian
impedansi intrinsik material dan konstanta propagasi gelombang dalam konduktor yang
baik adalah

√ μ/ε ' ωμ
η=
σ
=
√ σ
∠ 45 ∘ Ω
(1.29)
√ −j
ω ε'

γ = √ ωμσ ∠ 45∘=√ πfμσ + j √ πfμσ (1.30)

Sekarang kita perhatikan: impedansi intrinsik untuk dielektrik sempurna bernilai


resistif murni, artinya sudut fasa dari impedansi tersebut adalah 0 o, sedangkan untuk
konduktor yang baik, fasa dari impedansi intrinsiknya 45o. Dari sini kita ketahui bahwa
sudut impedansi untuk sembarang material berada antara 0o dan 45o. Keadaan ini
berbeda dengan rangkaian, dimana, sudut impedansi dapat berada antara – 90 o hingga
90o. Juga, terlihat oleh gelombang, sudut impedansi ini bernilai positif. Hal ini berarti,
bagi gelombang datar, dalam material konduktor fasa dari medan magnetik H dapat
tertinggal oleh medan listrik E sebesar 45o.
Dari (1.30) terlihat konstanta redaman dan konstanta fasa dari gelombang
berbanding lurus dengan akar dari frekuensi dan nilai keduanya sama besar. Jadi makin
tinggi frekuensi redaman yang dialami gelombang makin besar, dan perubahan fasanya
juga makin besar. Medan listrik pada jarak l dapat dituliskan sebagai berikut:

E x =E x 0 e−γl =E 0 x e−αl e− jβl

Saluran Transmisi 1-11


Pada jarak l = 1/ = 1/,

E x =E x 0 e−1 e− j

Medan listrik E (juga medan magnetik H) diredam sebesar e–1 dari nilai semual dan
mengalami perubahan fasa 1 radian dari fasa semula. Jarak l = 1/ ini disebut
kedalaman kulit (skin depth). Jadi dalam konduktor yang baik,

1 1
skindepth=δ= = (m) (1.31)
α √ πfμσ

Contoh 1.4: Tentukan fasa dan amplituda medan listrik E pada kedalaman 0,1 mm ke
dalam lembaran tembaga relatif terhadap ampituda pada permukaan lembaran tembaga
tersebut pada frekuensi 1 GHz. Gelombang berarah tegak lurus pada lembaran
tembaga.

Solusi:
Pertama kita hitung:

σ 5,7 ×107
'
= 9
=1,04 ×109
ω ε 2 π ×10 ( 8,85 ×10 )
−12

jauh lebih besar dari 100, jadi tembaga pada frekuensi tersebut merupakan konduktor
yang baik. Konstanta redaman dan fasa adalah

α =β= √ πfμσ =√ π ×10 9 × 4 π ×10−7 ×5,7 × 107=4,79× 105 /m

Pada kedalaman 0,1 mm = 10–4 m,

Ex 5 −4

=e−4,79 × 10 × 10 =1,58 ×10−21


Ex 0

dan

β=4,79× 105 × 10−4 =47,9 rad

1.4 Pantulan dan Transmisi Gelombang Datar


Pantulan dan transmisi gelombang terjadi jika gelombang menemui perbatasan dua
medium yang berbeda. Gambar 1.3 memperlihatkan ilustrasi gelombang datar pada
perbatasan dua medium. Pada gambar tersebut, gelombang dating dengan sudut datang
sembarang, i, dari medium 1 dengan permitivitas 1, ke medium 2 dengan permitivitas

Saluran Transmisi 1-12


2. Sebagian gelombang datang tersebut akan dipantulkan dan sebagiannya lagi akan
ditransmisikan, seperti diperlihatkan pada gambar tersebut.

Gambar 1.4 Gelombang datar pada perbatasan dua medium


Misalkan konstanta fasa gelombang datang adalah i, maka konstanta fasa ini dapat
kita tuliskan sebagai

β i=β 1 (sin ( θi ) a x + cos ( θi ) a z ) (1.32)

dengan β 1=ω √ ε r 1 /c, adalah konstanta fasa di medium 1, c adalah kecepatan cahaya di
vakum dan r1 adalah konstanta dielektrik medium 1. Medan elektromagnetik
gelombang datang dapat kita tuliskan sebagai berikut:
− j β 1 (x sin (θi )+ z cos(θ i ))
Ei =E0 i e− j β ∙ r=E 0i e
i

(1.33)
H i=β i × Ei /( ωμ)

E0i adalah vektor getaran listrik yang arahnya tegak lurus pada i, dan secara umum
polarisasinya linier atau eliptis. Jika batas dua medium tersebut kita set pada z = 0,
maka gelombang datang dari z < 0 dan sebagian gelombang ditransmisikan pada z > 0.
Selain gelombang datang, pada z < 0 juga ada gelombang pantul. Dengan demikian
medan keseluruhan untuk z < 0 adalah superposisi dari gelombang datang dan
gelombang pantul tersebut.
Untuk gelombang pantul, medan elektromagnetik diberikn oleh:
− j β 1 (x sin ( θr )−z cos (θ r ))
Er =E0 r e− j β ∙r =E0 r e
r

(1.34)
H r =β r × Er /(ωμ)

dengan

β r= β1 (sin ( θ i ) ax −cos ( θi ) a z ) (1.35)

Sedangkan untuk gelombang yang ditransmisikan,


− j β 2( xsin (θt )+ z cos(θ t ))
Et =E0 t e− j β ∙ r=E 0 t e
t

(1.36)
H t =β t × Et /(ωμ)
Saluran Transmisi 1-13
β t =β2 ( sin ( θ t ) a x + cos ( θt ) az ) , β 2=ω √ ε r 2 /c (1.37)

1.4.1 Hukum Snelius dan Pantulan Total


Syarat batas ditentukan pada perbatasan kedua medium. Pada z = 0, gelombang
harus kontinyu. Berdasarkan ini, maka

β ix= βrx =β tx (1.38)

Dengan melihat (1.32), (1.35), dan (1.37) kita peroleh

θi=θr (1.39a)
√ ε r 1 sin ( θi ) =√ εr 2 sin ( θt ) (1.39b)

Persamaan (1.39) adalah hukum Snelius. Hukum yang pertama menyatakan sudut
datang dan sudut pantul besarnya sama. Perlu diingat, sudut datang, sudut pantul, dan
sudut bias (sudut transmisi) semuanya diukur terhadap garis normal. Hukum Snelius
yang kedua adalah perbandingan sinus dari sudut datang dan sudut pantul sama dengan
perbandingan indeks biasnya, yaitu:

sin ⁡( θ i) ε n
sin ⁡(θ t ) √
= r 2= 2
ε r 1 n1
(1.40)

dengan ni =√ ε ri adalah indeks bias dari medium ke i. Dari (1.40) diperoleh juga

εr 1 2

cos ( θ t ) = 1−
εr 2
sin ( θi ) (1.41)

Jika ε r 1> ε r 2 , yaitu, gelombang datang dari medium yang lebih rapat ke medium
yang kurang kerapatannya, maka gelombang yang ditransmisikan akan menjauhi garis
normal. Jika sudut datang terus diperbesar, suatu saat sudut bias akan tegak lurus
terhadap garis normal, θt =π /2. Pada keadaan ini, sudut datang tersebut disebut sudut
kritis, c. Jadi:

n2 εr 2
θc =sin−1 ( )n1
=sin−1 (√ )εr 1
(1.42)

Kemudian, jika sudut datang lebih besar dari sudut kritis, maka ( n 1 /n 2 ) sin ( θ i ) >1,
karenanya tidak ada solusi untuk t. Artinya gelombang yang ditransmisikan tidak lagi
menjalar, tapi diredam dalam arah z dengan konstanta redaman t. Dengan demikian
konstanta propagasi di medium dua menjadi kompleks, yaitu: γ t =α 2 a z + j β 2 ax .
Substitusikan konstanta propagasi ini ke (1.37) dengan mengganti t menjadi t, maka
diperoleh

Saluran Transmisi 1-14


γ t =α t + j β t= jβ 2 ( sin ( θt ) ax +cos ( θ t ) a z ) (1.43)

Persamaan (1.41) dapat dituliskan kembali menjadi

εr 1 2
cos ( θ t ) =− j
√ εr 2
sin ( θi ) −1

Substitusikan persamaan ini ke (1.43) sehingga (1.43) menjadi

εr1 2
(
γ t =α t + j β t= jβ 2 sin ( θt ) a x ± j
√ εr2
sin ( θi )−1 a z )
atau, dengan menggunakan (1.40) untuk sin(t)
ε ε
εr2 √ εr 2 √
γ t =α t + j β t=β 2 r 1 sin 2 ( θi )−1 a z + jβ 2 r 1 sin ( θ i ) ax (1.44)

Vektor konstanta propagasi kompleks menunjukkan menunjukkan gelombang mode TE


atau TM yang berpropagasi dalam arah x dan diredam dalam arah z. Dari (1.44) terilha
jelas bahwa vektor konstantaa redaman dan vektor konstanta fasa untuk gelombang
yang ditransmisikan, masing-masing, adalah

εr 1 2 ε
α t = β2
√ εr 2 √
sin ( θ1 )−1 a z =β1 sin 2 ( θ 1 )− r 2 a z
εr 1
(1.45)

εr 1
β t =β2
√ εr 2
sin ( θi ) a x =β 1 sin ( θ i ) ax (1.46)

Gelombang tersebut tidak membawa daya riil dalam arah z. Gelombang semacam ini
disebut gelombang permukaan (surface wave), karena gelombang menjalar sepanjang
perbatasan kedua medium, dan gelombang diredam dan berkurang secara eksponensial
dalam medium kedua. Daya riil yang dibawa gelombang diberikan ke gelombang
pantul. Dengan alasan ini, maka pada keadaan sudut datang lebih besar dari sudut kritis
disebut sebagai pantulan total (total reflection). Catatan, walaupun daya gelombang
datang dialihkan ke gelombang pantul, daya pada medium dua tidaklah nol, tapi
berkurang secara eksponensial.

1.4.2 Koefisien Pantul dan Transmisi


Syarat pada (1.38) dan hukum Snelius pada (1.39) adalah perlu tapi tidak cukup
untuk menjamin kontinyuitas medan listrik dan magnetik arah tangensial pada batas
kedua medium, z = 0.
Sekarang kita asumsikan gelombang elektromagnetik terpolarisasi linier.
Kemudian kita bermaksud menentukan koefisien pantul dan koefisien transmisi pada
perbatasan dua medium. Medan listrik dan medan magnetik yang paralel terhadap
bidang z = 0, akan kita beri subscript “”. Jadi kita tuliskan
Saluran Transmisi 1-15
E0 iτ , E0 rτ , E 0tτ
H 0 iτ , H 0 rτ , H 0 tτ

untuk komponen medan E dan medan H dari gelombang datang, gelombang pantul, dan
gelombang transmisi yang arahnya tangensial pada bidang z = 0. Kontinyuitas medan
pada perbatasan kedua medium mensyaratkan:

E0 iτ + E0 rτ =E0 tτ
(1.47)
H 0 iτ + H 0 rτ =H 0 tτ

Sekarang kita definisikan sebuah konsep impedansi tangensial η τ sebagai perbandingan


antara medan listrik dan medan magnetik, yaitu:

E0 iτ −E0 rτ
η τ 1= =
H 0iτ H 0 rτ
(1.48)
E
η τ 2= 0 tτ
H 0tτ

Akn terlihat nanti, impedansi-impedansi ini akan bergantung pada polarisasi dan sudut
datang gelombang.
Koefisien pantul dan koefisien transmisi didefinisikan sebagai

E 0 rτ
Γ=
E0 iτ
(1.49)
E0 tτ
Τ=
E0 iτ

Dengan menggunakan (1.48) dan (1.49) ke (1.47), maka diperoleh

1+ Γ =Τ
1 1 (1.50)
(1−Γ )= Τ
ητ 1 ητ 2

Dari kedua persamaan di atas, dengan mudah kita dapatkan

ητ 2−η τ 1
Γ=
ητ 2 +η τ 1
(1.51)
2η τ 2
Τ=
ητ 2 +η τ 1

Untuk menentukan nilai impedansi tangensial, harus dibedakan untuk dua kasus,
yaitu: apakah medan listrik tegak lurus atau paralel terhadap bidang datang, yaitu
bidang (xz) yang pada bidang itu ada vektor konstanta fasa 1 dan arah normal (z)
terhadap perbatasan (lihat Gambar 1.4).

Saluran Transmisi 1-16


Polarisasi Tegak Lurus
Gambar 1.5 memperlihatkan kasus ini. Vektor medan-medan listrik untuk
gelombang datang, gelombang pantul, dan gelombang transmisi dapat dituliskan
sebagai:

E0 i=E 0 i a y
E0 r =E0 r a y (1.52)
E0 t =E0 t a y

Vektor medan magnetik yang berhubungan dengan medan listrik tersebut adalah

Gambar 1.5 Pantulan gelombang untuk polarisasi tegak lurus

E0 i
H 0 i= ( −cos ( θi ) a x + sin ( θi ) a z )
η1

E0r
H0r= ( cos ( θi ) a x + sin ( θ i ) az ) (1.53)
η1

E0t
H0t= (−cos ( θt ) ax +sin ( θ t ) a z )
η2

Sudut refleksi sama dengan sudut datang, karenanya, pada (1.53) untuk gelombang
pantul tetap kita gunakan sudut datang i. Dengan demikian, impedansi tangensial
adalah

E0 ix −E 0 rx η1
η τ 1= = =
H 0ix H 0 rx cos ⁡(θi)
(1.54)
E η2
η τ 2= 0 tx =
H 0tx cos ⁡(θ t )

Saluran Transmisi 1-17


Substitusikan (1.54) ke (1.51) untuk memperoleh

η2 cos ( θ i )−η 1 cos ( θ t )


Γ⊥=
η2 cos ( θi ) +η1 cos ( θt )
(1.55)
2 η2 cos ( θi )
Τ ⊥=
η2 cos ( θi ) +η1 cos ( θ t )

Dengan menggunakan (1.41) untuk mengganti cos(θt ) dan kenyataan bahwa


η1 /η2= √ ε r 2 /ε r 1 , maka (1.55) dapat dituliskan kembali menjadi

εr 2

Γ⊥=
cos ( θi )−
√ εr 1
εr 2
−sin ⁡2 (θi )

cos ( θi ) +
√ εr 1
−sin ⁡2 (θi )
(1.56)
2 cos ( θi )
Τ ⊥=
εr 2
cos ( θi ) +
√ εr 1
−sin ⁡2 (θi )

Gambar 1.6 memperlihatkan harga mutlak koefisien pantul terhadap sudut datang untuk
polarisasi tegak lurus. Terlihat bahwa nilai koefisien pantul naik secara monoton
dengan membesarnya sudut datang.

Saluran Transmisi 1-18


Gambar 1.6 Koefisien pantul terhadap sudut datang

Polarisasi Paralel
Kasus lain yang merupakan dual dari kasus polarisasi tegak lurus adalah polarisasi
horizontal. Kasus ini diperlihatkan pada Gambar 1.7 di bawah ini. Dari gambar tersebut
terlihat bahwa medan magnetik berarah ke sumbu y sedangkan medan listrik berada
pada bidang datang (bidang xz). Medan listrik pada medium satu dan medium dua
dapat dituliskan sebagai berikut:

E0 i
Ei =E0 i ( cos ( θi ) a x −sin ( θi ) a z ) H 0 i= a (1.57a)
η1 y
E0r
Er =E0 r ( −cos ( θi ) a x −sin ( θi ) a z ) H 0 r = a (1.57b)
η1 y
E
Et =E0 t ( cos ( θt ) a x −sin ( θt ) a z ) H 0 t = 0 t a y (1.57c)
η2

Gambar 1.7 Polarisasi paralel

Impedansi tangensial adalah

E 0 ix −E0 rx
η τ 1= = =η1 cos ⁡(θi )
H0i H 0r
(1.58)
E
η τ 2= 0 tx =η2 cos ⁡(θt )
H0t

Substitusikan (1.58) ke (1.51) sehingga diperoleh

Saluran Transmisi 1-19


η2 cos ( θt )−η1 cos ( θ i)
Γ ∥= (1.59)
η2 cos ( θt ) +η1 cos ( θi )

dan dengan menggunakan (1.41) kemudian mensubstitusikan perbandingan impedansi


intrinsik pada medium dua dan medium satu, kita dapat menuliskan kembali koefisien
pantul untuk polarisasi paralel sebagai

εr 1 2 ε

Γ ∥=
√1−
εr 2
εr 1 2

sin (θi)− r 2 cos ⁡(θi )
ε r1
ε
√ 1−
εr 2 √
sin (θi )+ r 2 cos ⁡(θi)
εr 1

Jika persamaan di atas kita kalikan lagi dengan √ ε r 2 /ε r 1 , maka akan kita dapatkan

εr 2 ε

Γ ∥=
√ εr 1
εr 2
−sin2 (θi )− r 2 cos ⁡( θ i)
εr 1
ε
(1.60)

√ εr 1
−sin2 (θi )+ r 2 cos ⁡(θ i)
εr 1

Untuk koefisien transmisi, tidak boleh hanya digunakan medan listrik tangensial
saja tapi harus medan listrik total. Jadi

E0 t E 0tx /cos ⁡(θt ) 2 η2 cos ⁡( θ i)


Τ ∥= = =
E 0 i E 0 ix /cos ⁡(θi ) η2 cos ( θt ) + η1 cos ⁡(θi )

Kemudian, dengan cara yang sama seperti pada koefisien pantul, akhirnya diperoleh
koefisien transmisi untuk polarisasi paralel adalah

2 cos ⁡( θi)
Τ ∥=
εr 2 ε (1.61)
√ εr 1
−sin2 (θ i)+ r 2 cos ⁡(θ i)
εr 1

Plot dari koefisien pantul sebagai fungsi dari sudut datang untuk gelombang dengan
polarisasi paralel diperlihatkan pada Gambar 1.6. Dari gambar tersebut terlihat bahwa
pada sudut datang tertentu koefisien pantul bernilai nol. Sudut datang yang
menghasilkan koefisien pantul bernilai nol disebut sebagai sudut Brewster, B, dan
besarnya adalah

εr 2
θ B=tan−1 (√ )εr 1
(1.62)

Pada keadaan ini sudut transmisi adalah


Saluran Transmisi 1-20
θt =π /2−θ i (1.63)

Sudut Brewster disebut juga sudut polarisasi. Jadi, misalkan ada gelombang datang ke
permukaan batas dua medium dengan polarisasi eliptis, maka koefisien pantul
merupakan superposisi dari polarisasi tegak lurus dan polarisasi paralel. Kemudian,
yang polarisasi tegak lurus akan dipantulkan, sedangkan polarisasi paralel akan
ditransmisikan seluruhnya. Dengan demikian gelombang pantul akan berpolarisasi
linier.

Contoh 1.5: Sebuah gelombang dengan polarisasi paralel dikeluarkan oleh kapal selam
dalam air menuju udara. Anggap air merupakan dielektrik tak meredam dengan
konstanta dielektrik 81. Diinginkan seluruh daya gelombang ditransmisikan ke udara.
Berapakah besarnya sudut datang terhadap normal yang diperlukan?

Solusi:
Menurut Persamaan (1.62), maka

ε r2
θ Bau =tan −1 (√ )
ε r1
=tan−1 (√ 811 )=tan ( 19 )=6,34 °
−1

Ternyata sudut datangnya harus mendekati garis normal.

Contoh 1.6: untuk soal pada contoh 1.5, tapi sekarang gelombang dikeluarkan oleh
pesawat terbang di udara, dan diinginkan gelombang ditransmisikan seluruhnya ke
dalam air.

Solusi:
Untuk kasus ini berarti ε r 2=81 dan ε r 1=1 sehingga

ε r2
θ Bua =tan −1 (√ )
ε r1
=¿ tan−1 ( 9 )=83,66 °

Hampir tegak lurus pada garis normal.

Perlu dicatat bahwa jumlah sudut Brewster dari air ke udara dan dari udara ke air
adalah 90o. Berdasarkan trigonometri, kasus ini selalu berlaku tidak bergantung pada
jenis dielektriknya.

1.5 Soal-soal

1.

Saluran Transmisi 1-21

Anda mungkin juga menyukai