A. Pengantar
kritis, mendasar, rational sistematis dan komprehesif, ini semua merupakan suatu nilai.
Sebagai suatu nilai Pancasila memberikam dasar-dasar yang bersifat fundamental dan
bernegara. Adapun nilai-nilai itu akan dijabarkan dalam suatu norma-norma yang ada di
dalam masyarakat.
(1). Norma Moral, yakni norma (aturan, kaidah) yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia (behavior) yang dapat diukur/dinilai dari baik atau buruk, susila atau tidak susila
serta sopan atau tidak sopan. Norma moral adalah sistem aturan yang berlaku bagi manusia
yang bersumber dari setiap hati manusia (hati nurani) yang bekerja atas dasar kesadaran
untuk menimbang segala perbuatannya. Jika berbuat salah akan merasa bersalah (guilty
feeling) dan penyesalan yang mendalam. Didalam hati nurani terdapat fungsi yang sudah
ada sejak manusia lahir, kesadaran ini muncul bersamaan dengan proses perkembangan
kedewasaan seseorang.
(merasakan hukuman), menurut Aristoteles didalam diri manusia ada keharusan dan
1
Pancasila– Drs. Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya
(2). Norma Agama, adalah sistem aturan (norma) yang diperoleh manusia berdasarkan
ajaran agama yang dianutnya, Sumber agama berasal dari Tuhan. Alat pengontrol agama
adalah janji, akan dapat pahala dan sorga kalau melaksanakan perintah Tuhan, dan sanksi
dosa dan neraka apabila melanggar aturan/ perintah Tuhan. Norma moral maupun norma
(3). Norma Etika atau Norma Sopan Santun (Tata Krama), adalah sistem aturan (norma)
hidup yang bersumber pada kesepakatan-kesepakatan (konsensus) yang diciptakan oleh dan
dalam suatu komunitas masyarakat pada wilayah tertentu. Ukuran norma etika adalah
kepatutan, kelayakan atau kepantasan yang tumbuh dalam komunitas wilayah tertentu.
Apabila terjadi pelanggaran norma, maka spontan masyrakat akan memberikan reaksi atau
respon berupa tindakan dan sekaligus memberikan hukuman/sanksi. Reaksi dan jenis
hukuman/sanksi beraneka ragam, tergantung pada kebiasaan yang berlaku yang merupakan
hasil kesepakatan. Norma etika yang berlaku pada setiap struktur masyarakat menjadi alat
pengontrol prilaku dari para anggotanya. Etika dalam kehidupan manusia bekerja secara
otonom, artinya efektif atau tidaknya tergantung pada hubungan antar sesama manusia.
Pengertian Etika:
Etika yang berasal dari kata: etos, etikos (Yunani) yang artinya “adat kebiasaan”,
yakni perilaku yang dilakukan terus menerus, yang kemudian diberi nilai: baik- buruk,
boleh dan tidak, pantas mauupun tidak pantas. Dari perspektif filsafat, etika adalah cabang
fiksafat yang mempelajari tingkah laku manusia dinilai. Dari segi baik dan buruk (right and
wrong) atau baik dan jahat (good and bad) yang dilakukan secara sadar, bebas dan
disengaja. Sebab prilaku yang dilakukan secara tidak sadar, tidak bebas dan tidak
disengaja, tidak boleh diberi sanksi, kalau toh diberi sanksi, maka sanksi yang diberikan
2
Pancasila– Drs. Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya
akan lebih ringan atau paling ringan .Istilah etika dalam kehidupan praktis menjadi kata:
etiket (sopan santun), kode etik (Kode etik jurnalistik, kode etik profesi), kode etik
kedokteran), sedangkan yang dimaksud kode etik adalah aturan-aturan yang berlaku dan
mengikat bagi semua anggota dalam suatu komunitas tertentu, misal komunitas jurnalis,
dokter.
Etika terdiri dari Etika Umum, yakni aturan/prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia, dan Etika Khusus, yakni membahas prisip-prinsip yang ada hubungan
nya dengan pelbagai hidup manusia. Etika khusua terbagi menjadi etika individual yang
membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan etika sosial yang membahas
kewajiban manusia terhadap manusia yang lain dalam hidup bermasyarakat. Beberapa
a. Karena adanya kesadaran moral (hati nurani). Manusia berbuat baik, untuk
b. Karena takut akan sanksi yang diterimanya, karena sanksi /hukuman pada
3
Pancasila– Drs. Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya
a. Karena keterpaksaan, merasa tidak ada jalan lain, walaupun sejatinya hidup
adalah pilihan.
orang lain.
1. Keberadaan dan tumbuhnya hati nurani di dalam hati, supaya kita, mau dan
berani untuk intropeksi, jawa: mulat sariro hangrosowani (mau dan berani memeriksa
bathin dan perbuatan kita, dan sekaligus berani menyalahkan dan memberi hukuman untuk
diri sendiri). Jika melakukan kesalahan, cepat diketahui dan cepat minta maaf dan bertobat
2. Terhindar dari prilaku dosa dan buruk/jahat, kita harus selalu sadar bahwa kita
sebagai makhluk Tuhan dan malhluk beragama, maka sebagai konsekuensinya harus taat
Selain itu kita juga harus sadar secara kodrati manusia adalah makhluk sosial (Zoon
Politicon, Homo Socius), maka kita harus hidup bersama orang lain, bahkan berbuat
sesuatu untuk kebaikan/kesejahteraan lain orang lain. Konsep mencintai sesama itu bisa
kita temukan dalam filosofis jawa, yakni Asih mring sesamaning dumadi (mencintai
sesama ciptaan Tuhan), dalam agama Kristiani (konsep cinta kasih): Kasihilah sesamamu
seperti dirimu sendiri, dalam agama Hindu: Tat Twam Asi (Itulah Kamu) Ahimsa (tanpa
4
Pancasila– Drs. Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya
kekerasan dari Mahatma Gandhi) Sosro Kartono( Tokoh Kebatinan Jawa): Adanya aku
karena engkau, dalam agama Islam: Rahmatan lil alamin( untuk kesejahteraan seluruh umat
manusia), Homo homini sallus: Aku ada, kalau berguna bagi orang lain. Dari konsep ini
semua akan menumbuhkan rasa simpati dan empati pada orang lain, sehingga jika berbuat
jahat pada orang lain, kita akan merasakan sebaliknya, bagaimana kalau kita yang
mengalami sendiri, dalam jawa disebut tepo sliro (seandainya saya sendiri yang
mengalami).
(4). Norma Hukum adalah sistem aturan (norma) yang diciptakan oleh lembaga kenegaraan
diciptakan dan diberlakukan oleh institusi (lembaga) yang memiliki kompetensi dan
Hukum yang dimaksud di sini adalah hukum positif, artinya suatu norma yang
berlaku pada waktu tertentu dan daerah tertentu. Sering juga disebut hukum nomatif, kerena
memberikan hukuman dan sanksi yang jelas dan tegas. Hukum di Indonesia terdiri dari
Hukum Publik dan Hukum Privat. Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara negara dengan masyarakat/individu. hukum ini berupa Hukum Pidana , sedangkan
Hukum Privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan individu dengan individu (personal)
yang lain. Wujud hukum privat di Indonesia adalah Hukum Perdata (Hukum Sipil).
1. Pengertian Nilai
Nilai (Value), adalah bidang kajian filsafat. Persoalan tentang nilai dibahas dan
dipelajari oleh salah satu cabang filsafat, yakni Filsafat Nilai (Axiologi, Theory of Value).
Istilah dalam bidang filsafat untuk menunjuk kata benda abstrak, yakni Keberhargaan
5
Pancasila– Drs. Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya
(Wroth) dan Kebaikan (goodness) dan dalam kata kerja untuk menunjuk pada suatu
tindakan kejiwaan tertentu dalam nenilai atau melakukan penilaian. Jadi nilai pada
hakekatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek (benda: lukisan
adanya nilai keindahan dan seni, sesuatu hal yang abstrak : tentang nilai nasioanlisme,
nilai ketakwaan. Dengan kata lain nilai adalah sutu kenyataan yang tersembunyi (makna,
yang tersirat) di balik kenyatan-kenyataan yang ada. Adanya nilai karena adanya pen
dukung nilai (wartrager). Misal: tata krama pergaulan muda-mudi akan tetap terjaga ,
apabila mereka (pendukung nilai) akan tetap taat melaksanakan norma-norma yang berlaku
, kalau tidak taat maka norma itu hanya akan menjadi sebuah wacana saja, yang tidak
Selain itu nilai dianggap ada, apabila ada suatu benda atau prilaku, sikap yang bisa
dilekati nilai yang berfungsi sebagai media. Misal: 1). sebuah lukisan, harus ada medianya
yaitu kanvas, cat dan kuas, sebab tanpa media lukisan itu , tidak akan ada dan nilai
keindahan dan senipun juga tidak akan ada, 2). nilai ketakwaan, nasioanalisme itu akan
nampak pada prilaku dan sikap seseorang. Prilaku dan sikap adalah sebagai media
Keputusan itu adalah keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna,
benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai
tergantung penilai (subjek nilai) yang dipengaruhi oleh unsur jasmani, akal, rasa, karsa dan
kepercayaan. Sesuatu dianggap bernilai (punya nilai) apabila sesuatu itu berharga,
bermanfaat, benar, baik maupun indah. Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang:
6
Pancasila– Drs. Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya
harapan, yang ideal dan das sollen, karena kita sudah masuk dalam ranah rohani, bidang
2. Hierarki Nilai
Pandangan nilai tergantung pada titik tolak dan sudut pandangan masing-masing
dalam menentukan tentang pengertian dan hierarkhi nilai (tingkatan nilai). Misalnya
kalangan materialis memandang bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai material. Kalangan
hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Pada hakikatnya
segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan
nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut
dan penggolongan tersebut amat beraneka ragam, tergantung pada sudut pandang dalam
Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan
sama tingginya. Nilai-nilai itu secara senyatanya ada yang lebih rendah dibandingkan
Unangehmen), yang menyebabkan orang senang atau menderita dan tidak enak.
2. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting bagi
kesejahteraan umum.
werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun
7
Pancasila– Drs. Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya
lingkungan. Nilai-nilai semacam ini adalah keindahan, kebenaran, dan
4. Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkatan nilai ini terdapatlah moralitas nilai dari
yang suci (The Holy) dan yang tak suci (wermodalitat des Heiligen ung
1. Nilai Material, segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani atau
ragawi manusia.
1. Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia
bersumber pada akal (ratio, budhi, cipta) manusia, nilai keindahan atau
kebaikan yang bersumber dari (will/karsa, hati nurani) manusia dan nilai
Dari uraian macam-macam nilai tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa yang
mengandung nilai bukan hanya yang berwujud material/fisik saja tetapi juga yang non
fisik/immaterial.
Ada sekelompok nilai yang memiliki kedudukan atau hierarki yang lebih tinggi atau
lebih rendah dari yang lainnya bahkan ada tingkatan nilai yang bersifat mutlak. Misalnya
bagi bangsa Indonesia nilai religius merupakan suatu nilai yang tertinggi dan bersifat
mutlak, jika dibandingkan nilai-nilai lainnya, lihat hierarkhi sila-sila dalam Pancasila.
8
Pancasila– Drs. Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya
3. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis
Walaupun nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati secara indrawi,
namun dalam realisasinya nilai sangat berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam segala
aspek kehidupan, yang bersifat nyata (praksis). Setiap nilai selalu memiliki nilai dasar
(ontologis), yang merupakan hakekat, esensi, substansi atau makna terdalam dari nilai-nilai
tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal, karena menyangkut kenyataan objektif dari
segala sesuatu. Jika nilai dasar itu berkaitan dengan hakekat Tuhan, maka nilai itu bersifat
mutlak, karena hakekat Tuhan adalah Causa Prima, sehingga segala sesuatu yang
diciptakan berasal dari Tuhan (Tuhan asal mula dari segala sesuatu). Jika nilai dasar itu
berkaitan dengan hakekat manusia, maka nilai-nilai itu bersumber dari kodrat manusia, jika
dijabarkan di dalam norma hukum sebagai hak dasar manusia, yaitu hak asasi manusia.
Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis, maka nilai dasar
tersebut harus memiliki formulasi atau parameter (ukuran) yang jelas. Nilai instrument
inilah yang merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan diarahkan. Bila nilai
instrument tersebut berkaitan dengan prilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari, maka
hal itu merupakan nilai moral. Namun jika nilai instrumental itu menyangkut dengan suatu
organisasi atau negara, maka nilai-nilai instrumen itu merupakan suatu arahan, kebijakan
c) Nilai Praksis
Nilai Praksis pada intinya adalah penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
dalam suatu kehidupan yang nyata . Dalam penjabaran boleh berbeda-beda, tetapi tidak
9
Pancasila– Drs. Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya
boleh bertentangan dan menyimpang dengan nilai dasar dan nilai instrumental, sehingga
antara nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis merupakan sebuah sistem.
Pejabaran nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis bisa kita lihat lebih jelas
dalam pelaksanaan dalam sistem perundang-undangan Negara RI, yakni Pembukaan UUD
1945, yang di dalamnya ada Pancasila sebagai dasar negara merupakan nilai dasar (Grund
Norm), sedangkan nilai instrumetalnya adalahn UUD 1945, dan nilai praksinya adalah
Undang-Undang. Di dalam hukum tata Negara sistem pelaksanannya dari nilai dasar
(hukum dasar Pembukaan UUD 45)) menuju ke nilai/ hukum yang tingkatannya lebih
rendah , yakni nilai instrumen (UUD 45) yang terakhir menuju ke nilai praksis (Undang-
Undang) oleh Hans Kelsen disebut Teori Tangga (Stuffen Theory) dan menganut asas
hukum Lex superior derogat legi inferiori, artinya bahwa undang-undang yang
tingkatannya lebih tinggi akan diberlakukan lebih dahulu dari pada undang-undang yang
lebih rendah tingkatannya ,serta undang-undang yang tingkatannya lebih rendah tidak
10
Pancasila– Drs. Indri Djanarko Fakultas Ekonomi – Univ. Narotama Surabaya