Anda di halaman 1dari 4

TOXOPLASMA GONDII IN FOOD SUPPLY

Toxoplasmosis disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii yang banyak


ditemukan di seluruh belahan dunia. T. gondii dapat menginfeksi manusia,
mamalia berdarah panas, burung dan mamalia laut. Inang definitif T. gondii
adalah kucing baik kucing liar dan domestik menjadi reservoir infeksi utama. Ada
tiga fase infeksius dari T. gondii yaitu takizoit, bradizoit (bentuk kista di jaringan)
dan sporozoit dalam oosit (Dubey 2017). Ada tiga genotip utama yaitu tipe I, tipe
II dan tipe III, dari parasit ini dan dibedakan berdasarkan tingkat patogenisitasnya
dan tingkat prevalensi pada manusia (Hökelek 2017).
Negara Amerika Serikat menempatkan T. gondii di rangking tertinggi yang
menyebabkan kerugian sebagai foodborne disease. Sekitar 23% anak-anak dan
dewasa di Amerika terinfeksi dengan T. gondii dan sekitar 24% terjadi kematian
karena toxoplasmosis pada makanan (CDC 2016). Prevalensi toxoplasmosis di
Indonesia dilaporkan mencapai 2-63% (Tolistyawaty et al. 2013), kucing 35-73%,
babi 11-36%, kambing 11-61%, anjing 75% dan ternak lainnya dibawah 10%
(Yuliawati dan Nasronudin 2015).
Gejala klinis infeksi akut T. gondii pada orang dewasa dapat menyebabkan
kebutaan. Ditemukan juga gejala seperti terkena flu disertai kebengkakan
limfoglandula dan rasa sakit pada otot yang berlangsung sebulan atau lebih (CDC
2017). Manusia yang terkena disfungsi sistem imun menyebabkan meningo-
encephalitis (Dubey 2017). Toxoplasmosis dapat meninfeksi janin pada ibu hamil,
menyebabkan keguguran dan gangguan pada bayi yang lahir (kongenital
toxoplasmosis) dengan kebutaan, gangguan sistem saraf dan keterbelakangan
mental pada bayi (Petersen et al. 2010).
Transmisi T. gondii bisa secara horizontal dan vertikal (Gambar 1).
Transmisi horizontal, manusia terinfeksi secara langsung melalui kontak dengan
feses kucing yang terkontaminasi, meminum air yang terkontaminasi, memakan
sayuran mentah, memakan daging mentah, daging yang tidak matang sempurna,
susu yang tidak dipasteurisasi, aktivitas berkebun di tanah yang terkontaminasi,
transfusi darah dan organ, aktivitas di halaman yang terkontaminasi (Hussain et
al. 2017).
Gambar 1 Penularan toxoplasmosis pada manusia bisa dengan dua transmisi
yaitu horizontal dan vertikal (Hussain et al. 2017).
T. gondii mempunyai dua siklus hidup yaitu seksual dan aseksual (Gambar
2). Siklus hidup seksual terjadi di dalam usus kucing yang akan mengeluarkan
ookista melalui feses dan siklus hidup aseksual terjadi di inang antara. Ookista
akan keluar bersamaan dengan feses kucing dan matang setelah 1-5 hari di
lingkungan. Inang antara (burung dan tikus) akan terinfeksi setelah memakan
ookista yang ada di sumber air, tumbuhan dan tanah. Ookista pecah dan takizoit
keluar, kemudian takizoit akan menetap di saraf dan otot membentuk bradizoit
(kista). Kucing bisa terinfeksi jika memakan inang antara yang terdapat kista T.
gondii di dalam tubuh. Hewan ternak juga bisa terinfeksi kista T. gondii jika
termakan ookista matang yang berada di lingkungan (CDC 2017).

Gambar 2 Siklus hidup Toxoplasma gondii dan jalur penularan ke manusia (CDC
2017)

Toxoplasmosis bisa menginfeksi manusia melalui tiga rute yaitu pertama,


manusia memakan daging yang terkontaminasi secara mentah, daging yang
dimasak setengah matang dan daging yang tidak matang secara sempurna. Kedua,
manusia secara tidak sengaja memakan ookista T. gondii yang berasal dari feses
kucing yang ada di litter box maupun halaman rumah. Ketiga, wanita hamil ke
janin yang dikandungnya (Petersen et al. 2010). Kista dan ookista, setelah
termakan oleh manusia, di dalam saluran pencernaan akan pecah mengeluarkan
bradizoit dan sporozoit yang akan menginfeksi sel-sel saluran penceraan dan
berkembang menjadi takizoit di dalam sel tersebut. Takizoit akan menginfeksi sel-
sel yang lain dengan sangat cepat dan masuk ke sistem sirkulasi pembuluh darah
atau sistem limfatik untuk mencapai organ otak, otot dan mata, berubah menjadi
bradizoit yang akan mengganggu fungsi dari organ yang terinfeksi (Saadatnia dan
Golkar 2012).
Baru-baru ini banyak peneliti yang mempublikasikan peran pangan sebagai
penyebab utama infeksi toxoplasmosis pada manusia. Pangan yang mempunyai
resiko tinggi sebagai transmisi toxoplasmosis adalah daging, susu, sayuran dan air
(Hussain et al. 2017). Memakan daging mentah atau daging yang tidak matang
sempurna menjadi faktor utama infeksi toxoplasmosis. Sebuah penilaian resiko
secara kualitatif oleh Guo et al. (2015) menyimpulkan bahwa resiko infeksi lebih
besar terjadi pada daging dari peternakan dilepasliarkan dibandingkan dengan
peternakan yang dikandangkan. Hewan ternak yang sering mengakibatkan
toxoplasmosis pada manusia adalah babi, sapi, ayam, kambing, domba, kuda dan
rusa (Jones dan Dubey 2012). Petersen et al. (2010) menyatakan potensial akan
terkena T. gondii melalui makanan sangat dipengaruhi oleh kebudayaan dan
kebiasaan makanan manusia di suatu daerah.
Air menjadi salah satu sumber infeksi pada negara tropis dan subtropis
akibat tidak dilakukannya proses purifikasi pada air tersebut, dan juga ditemukan
menjadi faktor resiko di beberapa negara eropa (Robert-Gangneux dan Dardé
2012). Outbreak terbesar yang pernah tercatat terjadi pada 110 manusia di
Vancouver Island, Kanada pada tahun 1995. Beberapa penelitian secara
komprehensif dan retrospektif membuktikan bahwa outbreak tersebut terjadi
akibat meminum air yang terkontaminasi ookista (Meirelles et al. 2015).
Selain pada produk pangan asal hewan, toxoplasmosis juga bisa terjadi
akibat memakan sayur dan buah yang terkontaminasi oleh lingkungan. Lass et al.
(2012) menyatakan bahwa buah dan sayuran mempunyai peran penting dalam
penyebaran toxoplasmosis pada manusia. Memakan sayuran mentah, tidak
mencuci buah dan sayur sebelum dikonsumsi meningkatkan risiko kejadian
toxoplasmosis pada manusia. Pertanian yang menerapkan higine dan sanitasi yang
baik serta jauh dari pemukiman penduduk, memiliki peluang yang lebih kecil
ditemukannya T. gondii pada produk pertaniannya dibandingkan dengan pertanian
yang tidak menerapkan higine dan sanitasi yang baik serta dekat dengan
pemukiman penduduk karena faktor keberadaan inang definitif yaitu kucing.
Beberapa langkah pencegahan infeksi T. gondii pada pangan yaitu:
menerapkan praktik higine, seperti mencuci tangan atau memakai sarung tangan
ketika menyentuh tanah atau feses kucing. Makanan yang terkontaminasi
toxoplasma bisa terjadi akibat tangan yang belum bersih atau dicuci terlebih
dahulu pada saat menyiapkan makanan setelah ada kontak dengan tanah, kucing,
feses kucing atau litter box yang terkontaminasi (Hussain et al 2017). Daging
dimasak dengan matang minimal pada suhu 71,1C-81C untuk menginaktivasi
kista T. gondii. Pengasapan dan penggaraman pada daging terbukti menurunkan
daya hidup kista T. gondii. Air harus direbus hingga mendidih, sekitar suhu
100C, sebelum dikonsumsi atau dipakai untuk kebutuhan lain. Hindari meminum
susu yang tidak dipasteurisasi. Buah dan sayuran harus dicuci terlebih dahulu
sebelum dikonsumsi. Peralatan memasak harus dibersihkan dengan air sabun
setelah kontak dengan daging mentah, sayuran, buah-buahan dan lain-lain. Wanita
hamil harus memakai sarung tangan ketika kontak dengan tanah dan mencuci
tangan setelahnya (Jones dan Dubey 2012). Bagi yang mempunyai peliaharaan
kucing, hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah infeksi Toxoplasma yaitu
pastikan untuk mengganti pasir pada litter box setiap hari, jangan mengadopsi
kucing liar secara sembarangan dan beri pakan kucing yang sudah matang (CDC
2017).

DAFTAR PUSTAKA
[CDC] Center for Disease Control and Prevention. 2016. Estimates of Foodborne
Illness in the United States. [internet] https://www.cdc.gov/
foodborneburden/index.html [diakses 18 April 2018].
[CDC] Center for Disease Control and Prevention. 2017. Toxoplasmosis.
[internet] https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/index.html
[diakses 18 April 2018].
Dubey JP. 2017. Overview of toxoplasmosis. [internet]
https://www.msdvetmanual.com/generalized-conditions/toxoplasmosis/
overview-of-toxoplasmosis [diakses 18 April 2018].
Guo M, Buchanan RL, Dubey JP, Hill DE, Lambertini E, Ying Y, Gamble HR,
Jones JL, Pradhan AK. 2015. Qualitative assesment for Toxoplasma
gondii exposure risk associated with meat products in the united states.
Journal of Food Protection. 78:2207-2219.
Hökelek M. 2017. Toxoplasmosis. [internet] https://emedicine.medscape.com/
article/229969-overview [diakses 18 April 2018].
Hussain MA, Stitt V, Szabo EA, Nelan B. 2017. Toxoplasma gondii in the food
supply. Pathogens. 6(21):1-7.
Jones JL, Dubey JP. 2012. Foodborne toxoplasmosis. Clinical Infectious Disease.
55(6):845-851.
Lass A, Pietkiewicz H, Szostakowska B, Myjak P. 2012. The first detection of
Toxoplasma gondii DNA in enviromental fruits and vegetables samples.
European Journal of Clinical Microbiology and Infectious Disease.
31(6):1101-1108.
Meirelles LR, Ekman CCJ, de Andreae HF, Luna EJA. 2015. Human
toxoplasmosis outbreaks and the agent infecting form: finding from a
systematic review. Revista do Instituto de Medicina Tropical de Sao
Paulo. 57(5):369-376.
Petersen E, Vesco G, Villari S, Buffolano W. 2010. What do we know about risk
factors for infection in humans with Toxoplasma gondii and how can we
prevent infections?. Zoonoses Public Health. 57:8-17.
Robert-Gangneux F, Dardé ML. 2012. Epidemiology of and diagnostic strategies
for toxoplasmosis. Clinical Microbiology Reviews. 25:264–296.
Saadatnia G, Golkar M. A review on human toxoplasmosis. Scandinavian Journal
of Infectious Disease. 44(11):805-814.
Tolistyawaty I, Rosmini, Suarayasa K, Gunawan, Sumolang PPF. Gambaran
serologis toxoplasmosis pada wanita usia subur di depalan puskesmas
kota Palu. Jurnal Vektor Penyakit. 7(2):35-39.
Yuliawati I, Nasronudin. 2015. Pathogenesis, diagnostic and management of
toxoplasmosis. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease.
5(4):100-106.

Anda mungkin juga menyukai