Konsep ketahanan air pada dasarnya merujuk pada kemampuan
masyarakat untuk menjaga keberlanjutan dalam pemenuhan kebutuhan air untuk
berbagai keperluan dan mengelola bencana terkait air. Merujuk pada Khan (2014) dalam Harmoko (2018), ketahanan air adalah kemampuan masyarakat, dan penduduk untuk menjaga akses pada jumlah air yang mencukupi dan kualitas air yang dapat diterima untuk keberlanjutan kesehatan manusia dan ekosistem pada suatu daerah tangkapan, dan menjamin perlindungan kehidupan dan harta benda terhadap bencana terkait air yaitu banjir, tanah longsor, penurunan tanah, dan kekeringan. Salah satu kebutuhan air terbesar adalah untuk irigasi. Salah satu sungai yang berperan besar di Indonesia adalah Sungai Ci Tarum yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat. Mengutip dari data yang dihimpun oleh Nia Kurniasih (2002), didapatkan bahwa Sungai Citarum merupakan sungai utama dan salah satu sungai terbesar di Pulau Jawa dengan panjang ± 300 km, dan luas DAS 6.080 km 2. Anak-anak sungai Citarum berjumlah ± 36 anak sungai dengan panjang ± 873 km. Berdasarkan Penggunaan lahan di DAS Citarum terdiri dari pertanian seluas 170.832 Ha (27,5%), perkebunan 59.657 Ha (9,6%), pemukiman 76.777 Ha(12,3%), Hutan 88.271 Ha (14,2%), Perikanan/kolam/tambak 35.892 Ha (5,8%), serta lain-lain berupa tanah kosong, padang rumput dan rawa 190.418 Ha (30,6%). Pengguna air terbesar dari aliran sungai Ci Tarum adalah sektor pertanian yang menggunakan air Ci Tarum dari Waduk Jatiluhur sebagai sumber utama irigasi lahan pertaniannya. Potensi lahan sawah khususnya yang mendapat air dari waduk Jatiluhur seluas 253.000 Ha dan untuk tanaman palawija 30.000 Ha yang mengairi Pantai Utara Jawa Barat mulai dari karawang, Bekasi sampai dengan Pemanukan. Problematika utama yang dihadapi terkait dengan penggunaan air dari Sungai Ci Tarum oleh penduduk sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Ci Tarum adalah mengenai benturan kepentingan antara irigasi dan sumber air minum. Selain DKI Jakarta, air Sungai Ci Tarum juga diperuntukkan bagi air minum oleh sebagian besar wilayah Provinsi Jawa Barat. Sungai Citarum digunakan sebagai air baku untuk air minum oleh PDAM daerah Bandung yaitu Sungai Cisangkuy, Purwakarta yaitu waduk Jatiluhur, Karawang dan Bekasi yaitu saluran Tarum Barat, Rengasdengklok yaitu saluran Tarum Utara, suplesi untuk air minum Jakarta dari saluran Tarum Barat dan suplesi pertamina Balongan Indramayu dari saluran Tarum Timur. Untuk mengatasi benturan kepentingan tersebut, beberapa solusi yang dapat diterapkan adalah pemeliharaan kelangsungan fungsi daerah resapan dan daerah tangkapan air, pendayagunaan sumber daya air, hingga modifikasi cuaca untuk meningkatkan debit air sungai Ci Tarum. Mengacu pada Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Ci Tarum tahun 2016, diketahui bahwa problematika tidak optimalnya penggunaan air untuk irigasi dan untuk bahan baku air minum dapat terjadi karena berkurangnya debit sungai, adanya tingkat kebocoran saluran dan bangunan yang tinggi, adanya pendangkalan saluran pembawa sehingga mengurangi kapasitas saluran, hingga pencurian air dan pengambilan air dari saluran secara tak berijin. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan peningkatan koordinasi dan keterpaduan pengelolaan sumber daya air. Hal ini memerlukan kesepakatan antar masing-masing stakeholders atau pemangku kepentingan untuk menyelesaikan problematika wilayah Sungai Ci Tarum. Selain itu, peningkatan sosialisasi pengelolaan sumber daya air, peningkatan pengendalian, pengawasan dan penegakan hukum, dan peningkatan upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dapat dilakukan sebagai langkah berikutnya dalam hal pemeliharaan kelangsungan fungsi daerah resapan dan daerah tangkapan air. Kembali merujuk pada Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Ci Tarum tahun 2016, pendayagunaan smber daya air Sungai Ci Tarum untuk memenuhi kebutuhan irigasi dan sumber air minum dapat dilakukan dengan cara pengembangan infrastruktur sumber daya air dan irigasi. Untuk itu diperlukan adanya pengembangan waduk atau bendungan, situ, dan embung dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumber daya air. Selain itu diperlukan pengembangan prasarana pengendali daya rusak air sehingga tingkat air yang dapat dimanfaatkan dapat meningkat. Terakhir, untuk mengantisipasi hilangnya air di tengah saluran irigasi, dapat dilakukan pengembangan dan perawatan jaringan irigasi. Terakhir terkait dengan modifikasi cuaca, penelitian telah dilakukan oleh Nugroho dan Tikno pada tahun 2001. Dalam penelitian tersbeut didapatkan kesimpulan bahwa kegiatan modifikasi cuaca yang dilakukan dengan melakukan penyemaian yang mengganggu kestabilan atmosfer dan meningkatkan potensi awan untuk menjatuhkan curah hujan telah menyebabkan terjadinya kenaikan rata-rata curah hujan di DAS Citarum yaitu sebesar 10,84 mm/hari. Rata-rata curah hujan tersebut lebih tinggi 245,25% bila dibandingkan dengan rata-rata curah hujan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya modifikasi cuaca dapat menjadi salah satu opsi untuk meningkatkan curah hujan di sekitar Sungai Ci Tarum.