Anda di halaman 1dari 82

CSE – 03 = PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3

PELATIHAN
AHLI K3 KONSTRUKSI

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

KATA PENGANTAR

Maksud dari penyusunan modul Peraturan Perundang-undangan K3 (Keselamatan dan


kesehatan Kerja) adalah untuk memudahkan peserta pelatihan mempelajari peraturan
tersebut.

Tujuan dari penyusunan Kerangka Modul ini adalah untuk menjadi acuan bagi peserta
pelatihan agar mengetahui dan memahami bahwa keselamatan dan kesehatan kerja untuk :

a. Memberikan perlindungan dan rasa aman bagi pekerja didalam melakukan pekerjaannya
sehingga tercapai tingkat produktifitas.

b. Memberikan perlindungan terhadap setiap orang yang berada di tempat kerja sehingga
terjamin keselamatannya akibat dari proses pekerjaan pada kegiatan konstruksi.

c. Memberikan perlindungan terhadap segala sumber produksi yaitu, pekerja, bahan,


mesin / instalasi dan peralatannya sehingga dapat digunakan secara efisien dan
terhindar dari kerusakan.

Penulisan modul ini mungkin masih banyak yang perlu disempurnakan agar dapat digunakan
oleh peserta pelatihan, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran-saran untuk
kesempurnaan paper ini.

Tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi yang telah banyak memberikan buku-buku peraturan keselamatan dan
kesehatan kerja dan atas saran-saran untuk kesempurnaan modul ini. Kemudian kepada
pihak lain yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

Tim Penyusun,

ii
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi

TUJUAN UMUM PELATIHAN


Merencanakan, melaksanakan, mengembangkan dan mengevaluasi penerapan ketentuan
K3 untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisien penyelenggara konstruksi mencapai nihil
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

TUJUAN KHUSUS PELATIHAN


Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu :
1. Menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan K3 Konstruksi
2. Mengkaji dokumen kontrak dan metode kerja pelaksana konstruksi
3. Merencanakan dan menyusun program K3
4. Membuat prosedur kerja dan instruksi kerja penerapan ketentuan K3
5. Melakukan sosialisasi dan pengawasan pelaksanaan program, prosedur kerja dan
instruksi kerja K3
6. Melakukan evaluasi dan membuat laporan penerapan SMK3 dan pedoman teknis K3
yang mengacu peraturan perundang-undangan yang berlaku
7. Mengusulkan perbaikan metode kerja pelaksanaan konstruksi berbasis K3, jika
diperlukan
8. Melakukan penanganan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta keadaan
darurat

Seri / Judul : CSE – 03 = Peraturan Perundang-undangan K3

Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah selesai mengikuti modul ini, peserta diharapkan memiliki pengetahuan tentang
Undang-undang, Standar Pedoman Teknis dan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) dalam pekerjaan konstruksi.

Tujuan Instruksi Khusus (TIK)


Setelah selesai modul ini diajarkan, peserta mampu :
1. Menerapkan peraturan perundang K3
2. Menerapkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan jasa konstruksi
3. Menerapkan kode dan standar internasional (International Standards and Codes)
4. Menerapkan pedoman teknis pelaksanaan penerapan K3

iii
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


LEMBAR TUJUAN ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR MODUL ................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................
PANDUAN INSTRUKTUR .................................................................................. vi

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1-1


1.1 Latar Belakang........................................................................... 1-1
1.2 Pola Pencegahan Kecelakaan Kerja ......................................... 1-2

BAB 2 PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN K3. .......................... 2-1


2.1 Pengertian ................................................................................. 2-1
2.2 Beberapa Peraturan Berkaitan dengan K3 di Indonesia............. 2-2
2.3 Undang-undang Keselamatan Kerja, No.1 Tahun 1970................. 2-8
2.4 Peraturan Pelaksanaan ..................................................................2-14
2.5 Dasar Hukum ..................................................................................2-15
2.6 Ruang Lingkup ................................................................................2-22

BAB 3 INTERNATIONAL STANDARDS AND CODES ................................. 3-1


3.1 Umum ........................................................................................ 3-1
3.2 Proses Pelaksanaan dan Pemantauannya ................................ 3-1
3.2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ................................ 3-1
3.2.2 K3 Listrik, Lift dan Petir .................................................. 3-7
3.2.3 K3 Penanggulangan Kebakaran ..................................... 3-10
3.2.4 K3 Mekanik .................................................................... 3-13
3.2.5 K3 Uap dan Bejana Tekan ............................................. 3-23
3.2.6 Pemeriksaan Kesehatan Kerja ....................................... 3-30

BAB 4 PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENERAPAN K3..................... 4-1


4.1 Penerapan K3 Konstruksi ........................................................... 4-1
4.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik, Lift dan Petir ............. 4-1
4.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

iv
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Penanggulangan Kebakaran...................................................... 4-4


4.4 Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Mekanik ............ 4-7
4.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Uap – Bejana Tekan............ 4-16
4.6 Pemeriksaan Kesehatan Kerja ................................................... 4-22

RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA

v
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

DESKRIPSI SINGKAT
PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja „Ahli K3 Konstruksi“ dibakukan
dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang didalamnya sudah
dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai, elemen
kompetensi lengkap dengan kriteria unjuk kerja (performance criteria) dan batasan-
batasan penilaian serta variabel-variabelnya.
2. Mengacu kepada SKKNI, disusun SLK (Standar Latihan Kerja) dimana uraian jabatan
dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi dirumuskan
sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi yang dilengkapi dengan
Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis kompetensinya yaitu kebutuhan :
pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku kerja, selanjutnya dirangkum dan
dituangkan dalam suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan.

3. Untuk mendukung tercapainya tujuan pelatihan tersebut, berdasarkan rumusan


kurikulum dan silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusunlah seperangkat modul-modul
pelatihan seperti tercantum dalam „DAFTAR MODUL“ dibawah ini yang dipergunakan
sebagai bahan pembelajaran dalam pelatihan „Ahli K3 Konstruksi“.
DAFTAR MODUL

No. Kode Judul Modul

1. CSE – 01 UUJK, Etos Kerja dan Etika Profesi

2. CSE – 02 Manajerial dalam Penerapan K3

3. CSE – 03 Peraturan Perundang-Undangan K3

4. CSE – 04 Pengetahuan Dasar K3

5. CSE – 05 Teknik Konstruksi

6. CSE – 06 Manajemen dan Administrasi K3

7. CSE – 07 Penerapan K3 dalam Pelaksanaan Konstruksi

8. CSE – 08 Penerapan K3 dalam Pengoperasian Peralatan

9. CSE – 09 Kesiagaan dan Tanggap Darurat

10. CSE – 10 Sosialisasi dan Audit Penerapan K3

11. CSE – 11 Perlindungan Lingkungan dan Higiene Proyek

vi
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

DAFTAR GAMBAR

No. No. Gambar Judul Gambar

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

vii
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. BATASAN

No. Item Batasan Uraian


Keterangan
1. CSE – 03 : Peraturan Perundang-
Seri / Judul
undangan K3

2. Deskripsi : Materi ini terutama membahas tentang


undang-undang dan peraturan yang
berkaitan dengan K3 yang meliputi latar
belakang dan pola pencegahan
kecelakaan kerja, peraturan perundang-
undangan K3, peraturan perudangan jasa
kontruksi, peraturan dan standar
internasional.

3. Tempat Kegiatan: Dalam ruang kelas dengan kapasitas


paling sedikit 25 orang.

4.
Waktu Kegiatan: 4 jam pelajaran teori (1 jp = 45 menit)

viii
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

B. PROSES PEMBELAJARAN
Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah : Pembukaan
 Menjelaskan tujuan instruksional  Mengikuti penjelasan TIU OHT1
(TIU & TIK.). dan TIK dengan tekun dan
 Merangsang motivasi peserta aktif.
dengan pertanyaan atau  Mengajukan pertanyaan-
pengalamannya dalam pertanyaan apabila kurang
menerapkan pengawasan dan jelas.
memantau pelaksanaan UU dan
peraturan K3.

Waktu : 10 menit

2. Ceramah : Bab 1 Pendahuluan

Latar belakang dan pola


pencegahan kecelakaan kerja.
 Menjelaskan latar belakang  Mengikuti penjelasan OHT2
adanya/terjadinya kecelakaan instruktur dengan tekun dan
kerja dan penggolongannya. aktif.
 Menjelaskan pola pencegahan  Mencatat hal-hal yang perlu.
kecelakaan kerja.  Mengajukan pertanyaan bila
 Mendiskusikan setiap pokok perlu.
bahasan tersebut.

Waktu : 10 menit

3. Ceramah : Bab 2
Peraturan perundang-undangan
K3

Pengertian penangan masalah


kecelakaan kerja, peraturan
berkaitan dengan K3 di Indonesia,
 Menjelaskan pengertian masalah  Mengikuti penjelasan OHT3
kecelakaan kerja instruktur dengan tekun dan
 Menjelaskan beberapa peraturan aktif.
berkaitan dengan K3 di  Mencatat hal-hal yang perlu.
Indonesia.  Mengajukan pertanyaan bila
 Menjelaskan UU No.1/1970 perlu.
tentang keselamatan kerja,
peraturan pelaksanaannya,
 Mendiskusikan setiap pokok
bahasan tersebut.

Waktu : 30 menit

ix
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung


4. Ceramah : Bab 3
Peraturan dan standar
internasional
(International
Standrads and Codes)

Peraturan dan standar internasional


di bidang K3, proses pelaksanaan
K3.
 Menjelaskan peraturan  Mengikuti penjelasan OHT4
internasional berkaitan dengan instruktur dengan tekun dan
K3. aktif.
 Menjelaskan proses pelaksanaan  Mencatat hal-hal yang perlu.
K3 dan pemantauannya di  Mengajukan pertanyaan bila
Indonesia untuk berbagai bidang perlu.
pekerjaan konstruksi

Waktu : 60 menit

5. Ceramah : Bab 4 Pedoman


Teknis Penerapan K3
 K3 Konstruksi  Mengikuti penjelasan
 K3 Listrik, Lift dan Petir instruktur dengan tekun dan OHT5
 Penanggulangan Kebakaran aktif.
 K3 Mekanik  Mencatat hal-hal yang perlu.
 K3 Pemeriksaan Kesehatan  Mengajukan pertanyaan bila
Kerja perlu.

Waktu : 35 menit

6. Bab 4 Rangkuman

 Rangkuman
 Penutup  Peserta diberi kesempatan OHT6
bertanya jawab / diskusi dan
Waktu = 20 menit ditanya oleh instruktur
secara lisan / tertulis

x
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

MATERI SERAHAN

xi
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diseluruh dunia ribuan kecelakaan terjadi dalam perusahaan setiap hari, khususnya
perusahaan industri. Dari kecelakaan yang terjadi tersebut ada yang mengakibatkan
kematian, cacat permanen atau mengakibatkan pekerja tidak mampu melakukan
pekerjaannya untuk sementara waktu. Setiap kecelakaan tersebut menyebabkan
penderitaan bagi korban maupun bagi keluarganya. Apabila kecelakaan tersebut
mengakibatkan kematian atau cacat permanen, maka keluarganya akan mengalami
penderitaan yang makin berkepanjangan.

Pengertian kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga dari semula dan tidak
dikehendaki yang mengganggu suatu proses dari aktivitas yang telah ditentukan dari
semula dan dapat mengakibatkan kerugianbaik korban manusia maupun harta benda.

Sedangkan pengertian keselamatan dan kesehatan kerja adalah segala daya upaya
atau pemikiran yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga
kerja menuju masyarakat adil dan makmur.

Norma adalah kaidah-kaidah yang memuat aturan dan berlaku serta ditaati
masyarakat baik tertulis maupun tidak. Dengan demikian pengertian norma
keselamatan dan kesehatan kerja adalah aturan-aturan yang berkaitan dengan
keselamatan dan kesehatan kerja yang ditujukan untuk melindungi tenaga kerja dari
risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Kerugian akibat kecelakaan dalam bentuk material dapat berupa uang, kerusakan
harta benda maupun kehilangan waktu kerja. Dilihat dari sisi perusahaan hal tersebut
merupakan pemborosan ekonomi perusahaan. Oleh karena itu pencegahan
kecelakaan di tempat kerja adalah merupakan tugas yang penting, baik dilihat dari
segi ekonomi maupun dari segi kemanusiaan.

Setiap orang pada dasarnya tidak ada yang ingin memperoleh kecelakaan terhadap
dirinya maupun terhadap segala harta benda yang dimilikinya. Keinginan untuk
mendapatkan jaminan keamanan terhadap dirinya, tidak adanya gangguan atau
kerusakan terhadap harta benda miliknya merupakan naluri setiap orang dimanapun di

1-1
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

dunia. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja
adalah hal yang universal dan merupakan naluri setiap orang.

Semua kecelakaan kerja, baik langsung maupun tidak langsung dianggap berasal dari
kegagalan manusia. Karena manusia bukan mesin, maka tindakan manusia tidak
sepenuhnya dapat diramalkan. Manusia dalam melakukan perbuatan kadang-kadang
membuat kesalahan-kesalahan. Kesalahan dapat dilakukan pada saat perencanaan
pabrik, pengadaan bahan atau alat, pembelian maupun pemasangan suatu mesin atau
instalasi, penempatan seseorang dalam jabatan, pemberian instruksi atau penugasan,
perawatan maupun pengawasan.

Banyak pemikiran yang dicurahkan untuk menyelidiki sebab-sebab kecelakaan,


namun demikian terdapat banyak perbedaan mengenai cara penggolongan
kecelakaan di setiap negara. Tujuan dari penggolongan kecelakaan tersebut adalah
untuk menerangkan faktor-faktor yang sesungguhnya menjadi penyebab dari
kecelakaan kerja dalam industri dan tempat-tempat kerja lainnya. Namun demikian
penggolongan kecelakaan tersebut masih belum dapat menggambarkan keadaan atau
peristiwa terjadinya kecelakaan.

1.2 Pola Pencegahan Kecelakaan Kerja

Dewasan ini bermacam-macam usaha telah dilakukan untuk mencegah terjadinya


kecelakaan kerja di perusahaan-perusahaan industri atau di tempat-tempat kerja.

Secara umum pola pencegahan kecelakaan dapat dilakukan melalui :

1. Peraturan-peraturan, yaitu peraturan perundang-undangan yang bertalian dengan


syarat-syarat kerja, perencanaan, konstruksi, perawatan, pengawasan, pengujian
dan pemakaian peralatan industri, kewajiban pengusaha dan para pekerja,
pelatihan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja, pertolongan pertama
pada kecelakaan dan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.

2. Standarisasi, yaitu menyusun standar-standar yang bersifat wajib (compulsary)


maupun yang bersifat sukarela (voluntary) yang bertalian dengan konstruksi yang
aman dari peralatan industri, hasil produksi, pelindung diri, alat pengaman.

3. Pengawasan, yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-


undangan yang berlaku.

4. Penelitian Teknik, yaitu meliputi penelitian terhadap benda dan karakteristik bahan-
bahan berbahaya, mempelajari pengaman mesin, pengujian alat pelindung diri,
penyelidikan tentang desain yang cocok untuk instalasi industri.
1-2
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

5. Penelitian Medis, yaitu meliputi hal-hal khusus yang berkaitan dengan penyakit
akibat kerja dan akibat medis terhadap manusia dari berbagai kecelakaan kerja.

6. Penelitian Psikologis, yaitu penelitian terhadap pola-pola psikologis, yang dapat


menjurus kearah kecelakaan kerja.

7. Penelitian Statistik, yaitu menentukan kecenderungan kecelakaan yang terjadi


melalui pengamatan terhadap jumlah, jenis orangnya (korban), jenis kecelakaan,
faktor penyebab, sehingga dapat ditentukan pola pencegahan kecelakaan yang
serupa.

8. Pendidikan, yaitu pemberian pengajaran dan pendidikan cara pencegahan


kecelakaan kerja dan teori-teori keselamatan dan kesehatan kerja sebagai mata
pelajaran di sekolah-sekolah teknik dan pusat-pusat latihan kerja.

9. Training (latihan), yaitu pemberian instruksi atau pentunjuk-petunjuk melalui


praktek kepada para pekerja mengenai cara kerja yang aman.

10. Persuasi, yaitu menanamkan kesadaran akan pentingnya keselamatan dan


kesehatan kerja dalam upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan, sehingga
semua ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja dapat diikuti oleh semua
tenaga kerja.

11. Asuransi, yaitu upaya pemberian insentif dalam bentuk reduksi terhadap premi
asuransi kepada perusahaan yang melakukan usaha-usaha keselamatan dan
kesehatan kerja atau yang berhasil menurunkan tingkat kecelakaan di
perusahaannya.

12. Penerapan butir 1 s/d. 11 di tempat kerja, artinya efektivitas usaha keselamatan
dan kesehatan kerja sangat tergantung dengan penerapannya di tempat kerja
secara konsekwen.

1-3
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

BAB 2
PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN K3

2.1 Pengertian
Usaha penanganan masalah keselamatan kerja di Indonesia dimulai pada tahun 1847,
sejalan dengan dipakainya mesin-mesin uap untuk keperluan industri oleh Pemerintah
Hindia Belanda. Penanganan keselamatan kerja pada waktu itu pada dasarnya adalah
bukan untuk pengawasan terhadap pemakaian pesawat-pesawat uap tetapi untuk
mencegah terjadinya kebakaran yang ditimbulkan akibat penggunaan pesawat uap.
Pelaksanaan terhadap pengawasannya pada waktu itu diserahkan kepada instansi
Dienst Van het Stoomwezen. Dengan berdirinya Dinas Stoomwezen, maka untuk
pertama kalinya di Indonesia pemerintah secara nyata mengadakan usaha
perlindungan tenaga kerja dari bahaya kecelakaan.
Pengertian perlindungan tenaga kerja pada saat itu adalah tenaga kerja Belanda yang
bekerja di perusahaan-perusahaan di wilayah jajahan Belanda. Pada waktu itu
perlindungan tenaga kerja yang berasal dari orang-orang yang dijajah dianggap bukan
sebagai suatu kepentingan masyarakat oleh pihak pemerintah yang menjajah.
Untuk membantu kepentingan pengawasan pesawat uap, dirasakan perlunya suatu unit
penyelidikan bahan atau laboratorium yang merupakan bagian dari dinas Stoomwezen.
Laboratorium tersebut diserahkan kepada Sekolah Teknik Tinggi di Bandung pada
tahun 1912, untuk keperluan pendidikan. Laboratorium penyelidikan bahan tersebut kini
menjadi bagian dari Departemen Perindustrian dengan nama Balai Penelitian Bahan
(B4T).
Pada akhir abad 19 pemakaian pesawat uap meningkat dengan pesat dan disusul
dengan pemakaian mesin-mesin diesel dan listrik di pabrik-pabrik. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya sumber-sumber bahaya baru bagi para pekerja dan
kecelakaan kerja bertambah sering terjadi.
Pada tahun 1905, akhirnya pemerintah mengeluarkan Staatsblad No. 521 yaitu
peraturan tentang keselamatan kerja yang disebut dengan nama Veiligheids Reglement
yang disingkat VR, dan kemudian diperbaharui pada tahun 1910 dengan Staatsblad No.
406 pengawasannya dilakukan oleh Dinas Stoomwezen.
Sesudah perang dunia kesatu proses mekanisasi dan elektrifikasi di perusahaan
industri berjalan lebih pesat. Mesin-mesin diesel dan listrik memegang peranan di
pabrik-pabrik, jumlah kecelakaan meningkat sehingga pengawasan terhadap pabrik-
pabrik dan bengkel-bengkel ditingkatkan. Pada tahun 1925 nama Dienst Van het

2-1
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Stoomwezen diganti dengan nama yang lebih sesuai yaitu Dienst Van het
Veiligheidstoezight, disingkat VT atau Pengawasan Keselamatan Kerja.
Dengan berkembangnya model dan tipe pesawat uap yang didatangkan ke Indonesia
dimana tekanannya juga semakin tinggi, maka pada tahun 1930 pemerintah
mengeluarkan Stoomordinate dan Stoom Verordening dengan Staatsblad No. 225 dan
No. 339. Kemudian secara berturut-turut tugas VT ditambah sesuai dengan undang-
undang yang dikeluarkan, yaitu pada :
– Tahun 1931 :
pengawasan terhadap bahan-bahan yang mengandung racun di perusahaan (pabrik
cat, accu, percetakan, dll.) dengan Loodwit Ordonantie, Staatsblad No. 509
– Tahun 1932 dan 1933 :
pengawasan terhadap pabrik petasan dengan Undang-undang dan Peraturan
Petasan (Vuurwerk Ordonantie dan Vuurwerk Verordening Staatsblad No. 143 dan
No. 10).
– Tahun 1938 dan 1939 :
pengawasan terhadap jalan rel kereta api loko dan gerbongnya yang digunakan
sebagai alat pengangkutan di perusahaan pertanian, kehutanan, pertambangan dan
sebagainya selain dari jalan kereta api PJKA, yaitu melalui Industriebaan
Ordonantie dan Industriebaan Verordening Staatsblad nomor : 595 dan nomor : 29.
– Tahun 1940 :
untuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pengawasan Keselamatan Kerja,
para pengusaha ditarik biaya retribusi melalui Retibutie Ordonantie dan Retributie
Verordening, Staatsblad nomor 424 dan nomor : 425.

2.2 Beberapa Peraturan Yang Berkaitan Dengan K3 Di Indonesia


1. Undang-undang No.1 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang
Kerja Tahun 1948 No. 12.
Di dalam penjelasannya dikatakan bahwa Undang-undang No. 12 tahun 1948 ini
dimaksudkan sebagai undang-undang pokok (lex generalis) undang-undang kerja
yang memuat aturan-aturan dasar tentang pekerjaan anak, orang muda dan orang
wanita, waktu kerja, istirahat dan tempat kerja.
Mengenai pekerjaan anak, ditentukan bahwa anak-anak tidak boleh menjalankan
pekerjaan (pasal 2). Maksud larangan ini adalah memberikan perlindungan terhadap
keselamatan, kesehatan dan pendidikan si anak. Larangan itu sifatnya mutlak,
artinya di semua perusahaan, tanpa membedakan jenis perusahaan tersebut. tetapi
kenyataannya masih ada anak yang bekerja dengan berbagai alasan. Yang perlu

2-2
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

diperhatikan adalah perlindungannya serta kesempatan untuk sekolah dan


mengembangkan diri.
Orang muda pada dasarnya dibolehkan melakukan pekerjaan. Namun untuk
menjaga keselamatan, kesehatan dan kemungkinan perkembangan jasmani dan
rohani, pekerjaan itu dibatasi.
Orang wanita pada dasarnya tidak dilarang melakukan pekerjaan, tetapi hanya
dibatasi berdasarkan pertimbangan bahwa wanita badannya lemah serta untuk
menjaga kesehatan dan kesusilaannya.
Dalam Undang-undang Kera dinyatakan :
a. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari, kecuali
jikalau pekerjaan itu menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnya dijalankan
oleh seorang wanita. Demikian pula apabila pekerjaan itu tidak dapat
dihindarkan berhubungan dengan kepentingan atau kesejahteraan umum (pasal
7). Malam hari, ialah waktu antara jam 18.00 sampai 06.00.
b. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan di dalam tambang, lubang di
dalam tanah atau tempat lain untuk mengambil logam dan bahan-bahan lain dari
dalam tanah (pasal 8).
c. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi
kesehatan atau keselamatannya, demikian pula pekerjaan yang menurut sifat,
tempat dan keadaannya berbahaya bagi kesusilaannya (pasal 9).
Disamping itu, pasal 13 memuat pula ketentuan yang khusus ditujukan bagi orang
wanita, yaitu mengenai haid dan melahirkan.

2. Undang-undang Uap (Stoom Ordonantie, STBL No. 225 Tahun 1930)


Undang-undang Keselamatan Kerja merupakan undang-undang pokok yang
mengatur keselamatan kerja secara umum dan bersifat nasional. Disamping
undang-undang keselamatan kerja yang mengatur secara umum, masih terdapat
peraturan-peraturan keselamatan kerja yang mengatur secara khusus atau dikenal
dengan azas Lex Specialist. Peraturan tersebut antara lain Undang-undang dan
Peraturan Uap tahun 1930.
Peraturan yang bersifat khusus tersebut dikeluarkan lebih dahulu dari Undang-
undang Keselamatan Kerja, hal tersebut dimungkinkan apabila kita melihat daripada
penjelasan Undang-undang Keselamatan Kerja dan historis peraturan tersebut.

3. Undang-undang Timah Putih Kering (Loodwit Ordonantie, STBL No. 509 Tahun
1931)

2-3
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Mengatur tentang larangan membuat, memasukkan, menyimpan atau menjual timah


putih kering kecuali untuk keperluan ilmiah dan pengobatan atau dengan ijin dari
pemerintah.

4. Undang-undang Petasan, STBL No. 143, Tahun 1932 jo STBL No. 10 Tahun 1933)
Mengatur tentang petasan buatan yang diperuntukkan untuk kegembiraan/
keramaian kecuali untuk keperluan pemerintah. Yang diatur dalam undang-undang
ini termasuk ketentuan tentang :
– pemasukan dari luar negeri
– pembuatan dan perdagangan
– petasan berbahaya
– persediaan/penyimpanan dan memasang petasan berbahaya.

5. Undang-undang Rel Industri (Industrie Baan Ordonantie, STBL No. 595 Tahun
1938)
Undang-undang ini mengatur tentang pemasangan, penggunaan jalan-jalan rel
guna keperluan perusahaan pertanian, kehutanan, pertambangan, kerajinan dan
perdagangan. Materi yang diatur termasuk ganti rugi guna pemakaian bidang tanah
dan jalan-jalan raya, pemakaian jalan rel industri untuk pihak lain, pengangkutan
lewat jalan rel industri, persilangan dan persinggungan, perubahan pada jalan raya,
pengawasan.

6. Undang-undang No. 10 Tahun 1961 tentang Memberlakukan Perpu No. 1 Tahun


1961 menjadi Undang-undang.
Undang-undang ini mengatur tentang pembungkusan, penandaan dan penanganan
dalam menjual dan menghasilkan barang. Tujuan dari pada peraturan ini adalah
untuk melindungi kepentingan masyarakat dalam hal :
– Kesehatan dan keselamatan rakyat (masyarakat)
– Keselamatan kerja dan keselamatan modal
– Mutu dan susunan barang
– Perkembangan dunia perdagangan dan industri
– Kelancaran pembangunan
– Keamanan negara

7. Undang-undang No. 3 tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120
mengenai Higiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor.

2-4
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Konvensi ini berlaku bagi :


a. Badan-badan perniagaan
b. Badan, lembaga dan kantor pemberi jasa dimana pekerja-pekerjanya terutama
melakukan pekerjaan kantor.
c. Setiap bagian dari badan, lembaga atau kantor pemberi jasa dimana pekerjanya
terutama melakukan pekerjaan dagang atau kantor, sejauh mereka tidak tunduk
pada undang-undang atau peraturan atau ketentuan-ketentuan lain yang bersifat
nasional tentang higiene dalam industri, pertambangan, pengangkutan atau
pertanian.
Materi yang diatur dalam Konvensi ini meliputi kebersihan, ventilasi, suhu,
penerangan, ergonomi, persediaan air minum, tempat cuci dan sanitair, tempat
mengganti dan menyimpan pakaian, penggunaan alat perlindungan diri,
kebisingan serta getaran dan sebagainya.

8. Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


Dikeluarkannya undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan jaminan sosial kepada setiap tenaga kerja melalui mekanisme
asuransi.
Ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja dalam undang-undang ini meliputi:
a. Jaminan Kecelakaan Kerja
b. Jaminan Kematian
c. Jaminan Hari Tua
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Selain dari itu di dalam pasal 11 menyebutkan bahwa, daftar jenis penyakit yang
timbul karena hubungan kerja serta perubahannya ditetapkan dengan Keputusan
Presiden. Tentang jaminan pemeliharaan kesehatan dapat dijelaskan bahwa :
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga
kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya
kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena upaya penyembuhan
memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada
perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan
masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja.
Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan
tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),
penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehablitatif). Dengan demikian diharapkan
tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal sebagai potensi yang

2-5
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

produktif bagi pembangunan. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan selain untuk


tenagakerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.

9. Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup.


Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah No. 29
tahun 1986 tentang Analisa Dampak Lingkungan sebagai peraturan pelaksanaan
Undang-undang No.4 tahun 1982, maka pembuangan bahan beracun dan
berbahaya menjadi makin penting karena masalah atau proses yang terjadi di dalam
perusahaan akan memberikan dampak di dalam pembuangan limbah yang
kemungkinan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Dari segi peraturan
perundangan sebetulnya sudah banyak instansi teknis yang mengatur penanganan
bahan-bahan yang berbahaya dan beracun di dalam perusahaan/industri.

10. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran,
Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.
Peraturan ini memuat ketentuan-ketentuan untuk melindungi keselamatan manusia,
sumber-sumber kekayaan perairan, fauna dan flora alami serta untuk menghindari
kontaminasi lingkungan oleh pestisida.
Hal-hal yang secara langsung maupun tidak langsung menyangkut keselamatan
dan kesehatan manusia diatur oleh Menteri Kesehatan dan Menteri Tenaga Kerja
sesuai dengan bidang dan wewenang masing-masing (pasal 10).

11. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap
Radiasi.
Dalam peraturan ini terdapat satu Bab khusus yang mengatur kesehatan tenaga
kerja, meliputi :
a. Pemeriksaan kesehatan calon pekerja dan pekerja radiasi dilakukan satu kali
dalam setahun. Apabila dipandang perlu, pemeriksaan dapat dilakukan sewaktu-
waktu. Pemeriksaan secara teliti dan menyeluruh harus dilakukan kepada
pekerja radiasi yang memutuskan hubungan kerja (PHK) dengan instalasi atom.
b. Keharusan mempunyai Kartu Kesehatan (pasal 11 dan 12)
c. Penukaran tugas pekerjaan / mutasi (pasal 13).

Untuk mengawasi ditaatinya peraturan-peraturan keselamatan kerja terhadap


radiasi, perlu ditunjuk Ahli Proteksi oleh instansi yang berwenang (pasal 7, ayat 1).

2-6
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Ahli Proteksi Radiasi diwajibkan memberi laporan kepada instansi yang berwenang
dan Menteri Tenaga Kerja secara berkala (pasal 7, ayat 2).

12. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja Dibidang Pertambangan.
Dalam peraturan ini diatur tentang Keselamatan Kerja di bidang pertambangan
sehubungan dengan dikeluarkannya Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1
Tahun 1970. Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut Menteri Pertambangan
berwenang melakukan pengawasan atas keselamatan kerja dalam bidang
pertambangan dengan berpedoman pada Undang-undang No. 1 Tahun 1970
beserta peraturan pelaksanaannya. Dalam pelaksanaan tugasnya dilakukan
kerjasama dengan petugas dari Departemen Tenaga Kerja baik di tingkat Pusat
maupun daerah.
Pengawasan keselamatan kerja tersebut tidak termasuk untuk pengawasan
terhadap ketel uap yang diatur dalam Undang-undang Uap tahun 1930 (STBL No.
225, 1930).

13. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1979 Tentang Keselamatan Kerja Pada
Pemurnian Dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
Dalam peraturan ini diatur tentang tata usaha dan pengawasan keselamatan kerja
atas pekerjaan serta pelaksanaan pemurnian dan pengolahan minyak dan gas
bumi. Peraturan ini merupakan pelaksanaan daripada Undang-undang Keselamatan
Kerja No. 1 Tahun 1970 dan PP. No. 19 Tahun 1973.

14. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program


Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Di dalam peraturan ini peranan dokter penguji kesehatan kerja dan dokter
penasehat banyak menentukan derajat kecacatan serta dalam upaya pelayanan
kesehatan kerja.

15. Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja.
Di dalam peraturan ini tercantum daftar berbagai jenis penyakit yang ada kaitannya
dengan hubungan kerja.

2-7
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

2.3 Undang-Undang Keselamatan Kerja, Lembaran Negara No. 1 Tahun 1970


Undang-undang Keselamatan Kerja, Lembaran Negara Nomor 1 tahun 1970 adalah
Undang-undang keselamatan kerja yang berlaku secara nasional di seluruh wilayah
hukum Republik Indonesia dan merupakan induk dari segala peraturan keselamatan
kerja yang berada di bawahnya. Meskipun judulnya disebut dengan Undang-undang
Keselamatan Kerja sesuai bunyi pasal 18 namun materi yang diatur termasuk masalah
kesehatan kerja.

Setelah bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan, sudah barang tentu dasar filosofi
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja seperti tercermin di dalam peraturan
perundangan yang lama tidak sesuai lagi dengan falsafah Negera Republik Indonesia
yaitu Pancasila.
Pada tahun 1970 berhasil dikeluarkan Undang-Undang No. I tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja yang merupakan penggantian VR. 1910 dengan beberapa
perubahan mendasar, antara lain :
– Bersifat lebih preventif
– Memperluas ruang lingkup
– Tidak hanya menitik beratkan pengamanan terhadap alat produksi.

2.3.1 Tujuan
Pada dasarnya Undang-Undang No. I tahun 1970 tidak menghendaki sikap kuratif
atau korektif atas kecelakaan kerja, melainkan menentukan bahwa kecelakaan
kerja itu harus dicegah jangan sampai terjadi, dan lingkungan kerja harus
memenuhi syarat-syarat kesehatan. Jadi, jelaskah bahwa usaha-usaha
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja lebih diutamakan daripada
penanggulangan.
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai 'kejadian yang tidak diduga
sebelumnya". Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja dapat diramalkan atau diduga
dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena
itu, kewajiban berbuat secara selamat, dan mengatur perala serta perlengkapan
produksi sesuai standar yang diwajibkan oleh UU adalah suatu cara untuk
mencegah terjadinya kecelakaan.
H.W. Heinrich dalam bukunya The Accident Prevent mengungkapkan bahwa 80%
kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman (unsafe act) dan hanya
20% oleh kondisi yang tidak aman (unsafe condition), dengan demikian dapat
disimpulkan setiap karyawan diwajibkan untuk memelihara keselamatan dan
kesehatan kerja secara maksimal melalui perilaku yang aman.

2-8
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh :


a. Kekurangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap ;
b. Keletihan atau kebosanan ;
c. Cara kerja manusia tidak sepadan secara ergonomis ;
d. Gangguan psikologis ;
e. Pengaruh sosial-psikologis.

Penyakit akibat kerja disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :


a. Faktor biologis ;
b. Faktor kimia termasuk debu dan uap logam ;
c. Faktor fisik terinasuk kebisingan/getaran, radiasi, penerangan, suhu dan
kelembaban ;
d. Faktor psikologis karena tekanan mental/stress.

“ Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam


melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
serta produktivitas nasional …”

Kutipan di atas adalah konsiderans Undang-undang No. 1/1970 yang bersumber


dari pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan oleh sebab itu seluruh faktor penyebab
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di tempat kerja wajib ditanggulangi
oleh pengusaha sebelum membawa korban jiwa.
Tujuan dan sasaran daripada Undang-undang Keselamatan seperti pada
pokok-pokok pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang No. I tahun 1970,
maka dapat diketahui antara lain :
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja
selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berajalan secara lancar tanpa hambatan apapun.
Kondisi tersebut dapat dicapai antara lain apabila kecelakaan termasuk
kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi.
Oleb karena itu setiap usaha keselamatan dan kesehatan kerja tidak lain adalah
pencegahan dan penanggulangan kecelakaan di tempat kerja untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional.

2-9
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

2.3.2 Ruang Lingkup


Undang-undang Keselamatan Kerja ini berlaku untuk setiap tempat kerja yang
didalamnya terdapat tiga unsur, yaitu :
a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun usaha
sosial;
b. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya baik secara terus menerus
maupun hanya sewaktu-waktu;
c. Adanya sumber bahaya.
Tempat Kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi sesuatu usaha,
dimana terdapat tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya
kerja di tempat itu.
Tempat kerja tersebut mencakup semua tempat kegiatan usaha baik yang
bersifat ekonomis maupun sosial.
Tempat kerja yang bersifat sosial seperti :
a. bengkel tempat untuk pelajaran praktek ;
b. tempat rekreasi ;
c. rumah sakit ;
d. tempat ibadah ;
e. tempat berbelanja ;
f. pusat hiburan.
Tenaga kerja yang bekerja disana, diartikan sebagai pekerja maupun tidak tetap
atau yang bekerja pada waktu-waktu tertentu, misalnya : rumah pompa, gardu
transformator dan sebagainya yang tenaga kerjanya memasuki ruangan
tersebut hanya sementara untuk mengadakan pengendalian, mengoperasikan
instalasi, menyetel, dan lain sebagainya maupun yang bekerja secara terus-
menerus.
Bahaya kerja adalah sumber bahaya yang ditetapkan secara terperinci dalam
Bab II pasal 2 ayat (2) yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Perincian
sumber bahaya dikaitkan dengan :
a. keadaan perlengkapan dan peralatan ;
b. lingkungan kerja ;
c. sifat pekerjaan ;
d. cara kerja ;
e. proses produksi.
Materi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur dalam ruang lingkup UU
No. 1 tahun 1970 adalah keselamatan dan kesehatan kerja yang bertalian
dengan mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta

2-10
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

cara mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan


perlindungan kepada sumber-sumber produksi sehingga meningkatkan efisiensi
dan produktivitas.
Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam pasal 3 dan 4 mulai
dari tahap perencanaan, perbuatan dan pemakaian terhadap barang, produk
teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
untuk :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan ;
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya ;
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan ;
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja ;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran ;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik pisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan ;
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai ;
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik ;
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang;
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi;

2-11
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

2.3.3 Pengawasan
Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah unit
organisasi pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan
ketentuan pasal 10 UU No. 14 tahun 1969 dan pasal 5 ayat (a) UU No. 1 tahun
1970. Secara operasional dilakukan oleh Pegawai Pengawasan
Ketenagakerjaan berfungsi untuk :
a. Mengawasi dan memberi penerangan pelaksanaan ketentuan hukum
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Memberikan penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan
tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan secara
efektif dari peraturan-peraturan yang ada.
c. Melaporkan kepada yang berwenang dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja
tentang kekurangan-kekurangan atau penyimpangan yang disebabkan
karena hal-hal yang tidak secara tegas diatur dalam peraturan perundangan
atau berfungsi sebagai pendeteksi terhadap masalah-masalah keselamatan
dan kesehatan kerja di lapangan.
Fungsi pengawasan yang harus dijalankan oleh Direktur, para Pegawai
Pengawas dan Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus dapat dijalankan
sebaik-baiknya. Untuk itu diperlukan tenaga pengawas yang cukup besar
jumlahnya dan bermutu dalam arti mempunyai keahlian dan penguasaan teoritis
dalam bidang spesialisasi yang beraneka ragam dan berpengalaman di
bidangnya.
Untuk mendapatkan tenaga yang demikian tidaklah mudah dan sangat sulit
apabila hanya mengandalkan dari Departemen Tenaga Kerja sendiri.
Karena fungsi pengawasan tidak memungkinkan untuk dipenuhi oleh pegawai
teknis dari Departemen Tenaga Kerja sendiri, maka Menteri Tenaga Kerja dapat
mengangkat tenaga-tenaga ahli dari luar Departemen Tenaga Kerja maupun
swasta sebagai ahli K3 seperti dimaksud dalam pasal 1 ayat (6) UU No. tahun
1970.
Dengan sistem ini maka terdapat desentralisasi pelaksanaan pengawasan
keselamatan dan kesehatan kerja tetapi kebijaksanaan nasional tetap berada,
dan menjadi tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja guna menjamin pelaksanaan
Undang-undang Keselamatan Kerja dapat berjalan secara serasi dan merata di
seluruh wilayah hukum Indonesia.
Dalam pasal 6 diatur tentang tata cara banding yang dapat ditempuh apabila
terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan atau tidak dapat menerima putusan
Direktur dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja. Panitia banding adalah

2-12
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

panitia teknis yang anggotanya terdiri dari ahli-ahli dalam bidang yang
diperlukan. Tata cara, susunan anggota, tugas dan lain-lain ditentukan oleh
Menteri Tenaga Kerja.
Untuk pengawasan yang dilakukan oleh petugas Departemen Tenaga Kerja
dalam hal ini Pengawas Ketenagakerjaan maka pengusaha harus membayar
retribusi seperti yang diatur dalam pasal 7.
Agar setiap tenaga kerja mendapatkan jaminan terhadap kesehatannya yang
mungkin dapat diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh lingkungan kerja yang
bertalian dengan jabatannya dan untuk tetap menjaga efisiensi dan produktivitas
kerja, maka diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap setiap
tenaga kerja baik secara awal maupun berkala.

2.3.4 Kewajiban Manajemen (Pengusaha).


a. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari
tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan dipindahkan sesuai
dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
b. Memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya
secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan disetujui oleh
Direktur.
c. Menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja baru tentang :
1) Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam
tempat kerjanya.
2) Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam
tempat kerjanya.
3) Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
4) Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
d. Hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia
yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut
diatas.
e. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan kebakaran serta
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, dan juga dalam pemberian
pertolongan pertama pada kecelakaan.
f. Memenuhi dan mentaati semua syarat dan ketentuan yang berlaku bagi
usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.

2-13
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

g. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yang dipimpinnya


pada pejabat Yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja, sesuai dengan tata
cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan yang telah ditentukan.
h. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua
syarat keselamatan, kerja yang diwajibkan, sehelai undang-undang
keselamatan kerja dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi
tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat
dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan
kerja.
i. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinannya, semua gambar
keselamatan kerja. Yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya,
pada tempat-tempat yang mudah dilihat terbaca menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
j. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya. Dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,
disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.

2.3.5 Kewajiban dan hak tenaga kerja.


a. Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai Pengawas/Ahli K3.
b. Memakai alat-alat pelindung diri.
c. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
d. Meminta pengurus untuk melaksanakan syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
e. Menyatakan keberatan terhadap pekerjaan dimana syarat-syarat K3 dan
alat-alat pelindung diri tidak menjamin keselamatannya.

2.3.6 Sangsi
Ancaman hukuman dari pada pelanggaran UU No. 1 Tahun 1970 merupakan
ancaman pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-

2.4 Peraturan Pelaksanaan


Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan VR 1910 tetap berlaku
berdasarkan pasal 17 sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Keselamatan Kerja.
Peraturan tersebut berupa Peraturan Khusus sebagai berikut :

2-14
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Peraturan Khusus AA : Untuk Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan


Peraturan Khusus BB : Tentang Instalasi-instalasi Listrik (dicabut)
Peraturan Khusus CC : Keselamatan kerja di Pabrik Gula Putih.
Peraturan Khusus DD : Bejana-bejana Berisi Udara Penggerak Motor Bakar
(dicabut)
Peraturan Khusus EE : Perusahaan-perusahaan, Pabrik-pabrik dan
Bengkel-bengkel dimana Bahan yang mudah terbakar
dibuat, dipergunakan dan dikeringkan

2.5 Dasar Hukum


2.5.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bangunan
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-undang No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 1/Men/1980 tentang K3 Konstruksi
Bangunan:
Terdiri dari ; 19 Bab, 106 Pasal
1) Bab I : Ketentuan Umum
2) Bab II : Tempat Kerja dan alat-alat kerja
3) Bab III : Perancah
4) Bab IV : Tangga dan tangga rumah
5) Bab V : Alat-alat angkat
6) Bab VI : Kabel baja, tambang, rantai dan peralatan bantu
7) Bab VII : Mesin-mesin
8) Bab VIII : Peralatan Konstruksi Bangunan
9) Bab IX : Konstruksi di bawah tanah
10) Bab X : Penggalian
11) Bab XI : Pekerjaan memancang
12) Bab XII : Pekerjaan beton
13) Bab XIII : Penggalian
14) Bab XIV : Pekerjaan memancang
15) Bab XV : Pekerjaan beton
16) Bab XVI : Pekerjaan lainnya
17) Bab XVII : Pembongkaran
18) Bab XVIII : Penggunaan perlengkapan Penyelamatan dan
Perlindungan diri
19) Bab XIX : Ketentuan peralihan
20) Bab XX : Ketentuan lain-lain

2-15
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

21) Bab XXI : Ketentuan hukuman


22) Bab XXII : Penutup.
d. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan
Umum No. Kep.174/Men/1986 / No. 104/Kpts/1986
1) 8 (delapan) pasal
2) Buku Pedoman Pelaksanaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada tempat Kegiatan Konstruksi.

2.5.2 Instalasi Listrik, Petir dan Lift


Listrik, lift maupun petir adalah merupakan bentuk dari sumber bahaya yang
perlu dikendalikan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 1 Tahun 1970.
Pasal-pasal dalam Undang-undang No. 1 tahun 1970 yang berkaitan dengan
batasan ruang lingkup, tujuan, metoda K3 listrik perlu difahami secara baik.
Dari ketentuan-ketentuan dasar tersebut di atas, lebih lanjut ditetapkan
pengaturan secara teknis mengacu sesuai perkembangan teknologi. Standar
teknik perencanaan, pemasangan, pengoperasian, pemeliharaan dan
pemeriksaan/pengujian instalasi listrik, adalah mengikuti perkembangan
penerbitan Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL). Edisi PUIL yang terbaru
adalah “PUIL 2000” sebagai generasi ke lima.
Sejarah PUIL berawal dari sejak jaman Belanda bernama AVE 1938
diterjemahkan dan disempurnakan menjadi PUIL 1964, disempurnakan menjadi
PUIL 1977, selanjutnya direvisi menjadi PUIL 1987 (SNI – 225 – 1987), dan
terakhir PUIL 2000 (SNI 04 – 0225 – 2000). Sejak AVE 1938 sudah menjadi
bagian dari Standar K3 listrik, yang terakhir PUIL 2000 ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No Kep.75/Men/2002.
PUIL berdiri sendiri adalah standar yang bersifat netral, sebagai panduan yang
tidak mengikat secara hukum. Biasanya standar digunakan sebagai rujukan
dalam suatu kontrak kerja, antara kontraktor/instalatir dengan pemberi kerja.
Oleh karena PUIL telahditetapkan diberlakukan secara utuh dengan Peraturan
dan Keputusan Menteri, maka semua persyaratan teknis maupun administratif,
menjadi bersifat wajib.
Dalam PUIL juga memuat persyaratan khusus instalasi listrik untuk pesawat lift
dan persyaratan instalasi proteksi bahaya sambaran petir. Ketentuan secara
lebih teknis Lift dan proteksi bahaya sambaran petir masing-masing diatur dalam
peraturan tersendiri yaitu :
a. Permenaker No Per 02/Men/1989, mengatur persyaratan mengenai instalasi
penyalur petir.

2-16
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

b. Permenaker No Per 03/Men/1999, mengatur persyaratan mengenai lift.


c. Kepmenaker No Kep 407/M/BW/1999, mengatur lebih lanjut tentang
kompetensi teknisi lift.
d. Keputusan Dirjen Binawas No Kep.311/BW/2002, mengatur lebih lanjut
mengenai Sertifikasi Kompetensi K3 bagi teknisi listrik.
Ruang lingkup obyek pengawasan lift adalah yang dipasang di setiap tempat
kerja. Sedangkan jenis yang diatur dalam Permen 03/99 adalah lift untuk
mengangkut orang dan barang.

2.5.3 Keselamatan dan Kesehatan Penanggulangan Kebakaran


Sasaran obyektif K3 penanggulangan kebakaran sebagaimana dirumuskan
dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 ayat (3) al :
– Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran ;
– Memberi kesempatan jalan untuk menyelamatkan diri pada kejadian
kebakaran
– Mengendalikan penyebaran asap, panas dan gas
Strategi teknis penanggulangan kebakaran lebih lanjut dijabarkan dengan
peraturan perundangan dan standar.
– Pengendalian energi ;
– Perencanaan sistem proteksi kebakaran aktif maupun pasif;
– Perencanaan sistem manajemen penanggulangan kebakaran.

Penanggulangan kebakaran
a) Undang-undang No 1 Th 1970 tentang Keselamatan Kerja
b) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 04/Men/1980 Tentang Syarat-syarat
pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
c) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 02/Men/1983 Tentang Instalasi
Alaram Kebakaran Otomatik
d) Peraturan Khusus EE
e) Peraturan Khusus K
f) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 04/Men/1987 Tentang P2K3
g) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per 05/Men/1996 Tentang SMK3
h) Keputusan Menteri Tenaga Kerja No Kep 186/Men/1999 Tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di tempat kerja
i) Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins. II/M/BW/1997.

2-17
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

2.5.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Mekanik


a) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04/Men/1985 tentang pesawat tenaga
dan produksi
b) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1985 tentang pesawat angkut
dan angkut
c) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/Men/1989 tentang kwalitas dan
syarat-syarat operator keran angkat.

2.5.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kap Bejana Tekan


a) Undang-Undang Uap Tahun 1930
b) Peraturan Uap Tahun 1930
c) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/Men/1982 tentang bejana tekan
b) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 02/Men/1982 tentang klasifikasi juru las
c) Peraturan Menteri No. 01/Men/1988 tentang klasifikasi dan syarat-syarat
Operator Pesawat Uap.

2.5.6 Kesehatan Kerja


Undang-Undang
a. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Syarat-syarat keselamatan kerja sesuai dengan Bab III pasal 3 dalam
peraturan perundangan ini menunjukkan bahwa 50% dari syarat-syarat
tersebut adalah syarat-syarat kesehatan kerja, yaitu:
 memberi pertolongan pada kecelakaan;
 memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
 mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar atau radiasi, suara dan getaran;
 mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
physik maupun psykis, peracunan, infeksi dan penularan;
 memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
 menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
 menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
 memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
 memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara
dan proses kerjanya.
Di dalam pasal 8 menyebutkan kewajiban pengusaha untuk :

2-18
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

1) Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik


dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan
dipindahkan, sesuai dengan sifat pekerjaan yang akan diberikan
kepadanya;
2) Memeriksakan kesehatan dari semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh
pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.

b. Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


Pasal 6 ayat (1) menyatakan ruang lingkup program meliputi :
1). Jaminan Kecelakaan Kerja
2). Jaminan Kematian
3). Jaminan Hari Tua
4). Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja ini akan dijabarkan di
dalam peraturan pelaksanaan dari Undang-undang ini.

PERATURAN PEMERINTAH DAN KEPRES


1. Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 tentang Jamsostek.
Di dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai ketentuan
penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

2. Keputusan Presiden RI. Nomor 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit yang


Timbul Karena Hubungan Kerja.
Di dalam Keputusan Presiden ini diatur mengenai penyakit-penyakit yang
timbul karena hubungan kerja dan mendapat kompensasi dari Jamsostek.

PERATURAN MENTERI
1. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 tahun 1964 tentang Syarat
Kesehatan, Kebersihan, Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.
Di dalam Peraturan ini memuat ketentuan-ketentuan antara lain tentang :
 Menghindarkan bahaya keracunan,
 Penularan penyakit, atau timbulnya penyakit,
 Memajukan kebersihan dan ketertiban,
 Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup,
 Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak
menyenangkan,

2-19
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

 Penanggulangan sampah,
 Persyaratan kakus (WC),
 Kebutuhan locker (tempat penyimpanan pakaian),
 Dll.

c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor Per-


01/Men/1976 tentang Kewajiban Latihan Hyperkes Bagi Dokter Perusahaan.
Kewajiban dari perusahaan untuk mengirimkan setiap dokter perusahaannya
untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hiperkes.

d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor


Per-01/ Men/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan,
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Para Medis Perusahaan.
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga paramedis diwajibkan
untuk mengirimkan tenaga kerja tersebut untuk mendapatkan latihan
Hiperkes.

e. Permenkaker No. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga


Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
Memuat ketentuan dan tujuan mengenai pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja awal (sebelum kerja), berkala (periodik) dan khusus.

f. Permenkakertrans No. Per. 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor


Penyakit Akibat Kerja.
 Penyakit akibat kerja harus dilaporkan secara tertulis
 Paling lama 2 x 24 jam
 Melakukan usaha-usaha preventif
 Menyediakan alat pelindung diri.
g. Permenakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan
Kerja.
Pelayanan Kesehatan Kerja merupakan salah satu lembaga K3 yang ada di
perusahaan, sebagai sarana perlindungan tenaga kerja terhadap setiap
gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
Karena itu, Pelayanan Kesehatan Kerja merupakan lembaga K3 yang sangat
strategis untuk dikembangkan, dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, meningkatkan kualitas sumber

2-20
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

daya manusia, yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas


nasional.
Pelayanan Kesehatan Kerja (PKK) adalah sarana penerapan upaya
kesehatan kerja yang bersifat komprehensif, meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sesuai dengan kaidah perlindungan yang
universal, PKK lebih mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif,
disamping tetap melaksanakan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Dalam Peraturan Menteri ini disebutkan bahwa tujuan PKK adalah:
1) Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik
fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan
tenaga kerja.
2) Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang
timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
3) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan
kemampuan fisik tenaga kerja.
4) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehablitasi bagi tenaga
kerja yang menderita sakit.
h. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1998 tentang
Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja Dengan Manfaat
Lebih Baik Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
Di dalam peraturan ini memuat ketentuan kewajiban mengikutsertakan semua
tenaga kerja dalam jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek, apabila belum
melaksanakan pemeliharaan kesehatan dengan manfaat lebih baik dari program
dasar Jamsostek. Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan yang telah
disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja tidak boleh
meniadakan pelayanan kesehatan kerja yang telah ada di perusahaan dan
harus memanfaatkan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemeliharaan
kesehatan.

KEPUTUSAN MENTERI
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 33 Tahun 1989 Tentang Diagnosa
dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
Diagnosa penyakit akibat kerja dapat ditemukan atau didiagnosa sewaktu
melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan sewaktu
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja. Setelah penyakit akibat kerja
didiagnosa harus dilaporkan dalam waktu 2 x 24 jam.

2-21
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

2. Keputusan Menteri Kimpraswil No. 384/KPTS/M/2004, tentang : Pedoman


Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tempat kegiatan konstruksi
bendungan.
Pedoman teknis tersebut sebetulnya terbatas pada tempat kegiatan
konstruksi bendungan, tetapi karena komplesitas item-item pekerjaan
konstruksi bendungan boleh dikatakan berada juga di pekerjaan konstruksi
lainnya, maka pada dasarnya dapat dipergunakan untuk item-item pekerjan
pada pekerjaan konstruksi di bidang sipil.

SURAT EDARAN DAN INSTRUKSI MENTERI


1. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE.01/Men/1979 tentang
Pengadaan Kantin dan Ruang Makan.
Surat Edaran ini berisi anjuran kepada semua perusahaan untuk:
 Menyediakan ruang makan untuk perusahaan yang mempekerjakan
buruh antara 50 – 200 orang.
 Menyediakan kantin untuk perusahaan yang mempekerjakan lebih dari
200 orang.
 Mengacu pelaksanaannya dengan PMP No.7 tahun 1964 khususnya
yang termaktub dalam pasal 8.
2. Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE. 07/BW/1997 tentang Pengujian
Hepatitis B Dalam Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
Pengujian Hepatitis B dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja tidak
boleh digunakan untuk menentukan fit atau unfit terhadap tenaga kerja.

3. Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE. 86/BW/1989 tentang Perusahaan


Catering Yang Mengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja.
Surat Edaran ini mengatur kewajiban perusahaan cateringd yang mengelola
makanan bagi tenaga kerja untuk :
 Mendapat rekomendasi dari Kandepnaker setempat
 Rekomendasi diberikan berdasarkan persyaratan kesehatan hygiene dan
sanitasi.

2-22
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

2.6 Ruang Lingkup


2.6.1 K3 Konstruksi Bangunan

a. Perencanaan Proyek
b. Pelaksanaan Fisik Proyek
1) Pekerjaan panggilan
2) Pekerjaan pondasi
3) Pekerjaan konstruksi beton
4) Pekerjaan konstruksi baja
5) Pekerjaan finishing
c. Serah Terima Proyek
d. Pemeliharaan Konstruksi

2.6.2 K3 Instalasi Listrik, Lift dan Petir

a. K3 listrik tersirat dalam Bab II Pasal 2 ayat (2) huruf q UU 1/70, yaitu
tertulis : di setiap tempat dimana dibangkitkan, diubah, dikumpulkan
disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air.
Dari ketentuan tersebut dapat digambarkan ruang lingkup K3 listrik, yaitu
mulai dari pembangkitan, jaringan transmisi Tegangan Ekstra Tinggi
(TET), Tegangan Tinggi (TT), Tegangan Menengah (TM) dan jaringan
distribusi Tegangan Rendah (TR) sampai dengan setiap tempat
pemanfaatannya, khususnya tempat kerja.

Pusat Jaringan Para


Pembangkit TET – TT – TM – TR Pelanggan

b. Memperhatikan Pasal 3 ayat (1) huruf q UU 1/70 tertulis : Dengan


peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat K3 untuk mencegah
terkena aliran listrik berbahaya.
c. Menurut ketentuan PUIL 2000 listrik yang berbahaya adalah listrik yang
memiliki tegangan lebih dari 25 Volt di tempat lembab atau 50 Volt di
tempat yang normal.
d. Ruang lingkup obyek sistem proteksi petir sesuai Permenaker No Per-
02/Men/1989 adalah yang dipasang di setiap tempat kerja, hanya untuk
konvensional dan sistem elektro statik dan hanya mengatur perlindungan
sambaran langsung.

2-23
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Sambaran langsung adalah pelepasan muatan listrik dari awan ke bumi


melalui obyek yang tertinggi. Obyek yang dilalui arus petir tadi adalah
tersambar petir secara langsung, selanjutnya akan menyebar ke bumi ke
segala arah hingga netral. Obyek yang tersambar dan dialiri arus dan
tegangan petir akan merasakan pengaruh secara langsung yaitu suhu
yang sangat tinggi bisa mencapai 30.000 C, tegangan dan kuat arus
yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan secara fisik.
Penyebaran arus dan teganan petir di dalam bumi akan menyebar ke
berbagai penjuru. Kemungkinan dari itu dapat dirasakan oleh grounding
instalasi listrik pada bangunan itu sehingga penghantar bumi bertegangan
petir yang akibatnya terjadi beda potensial pada jaringan instalasi listrik R,
S, T bertegangan 220 V sedangkan penghantar pengaman dan
penghantar netral bertegangan petir. Ini yang disebut dengan sambaran
tidak langsung yang dapat merusak peralatan listrik dan peralatan
elektronik yang ada di dalam bangunan itu. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No Per-02/Men/1989 tidak mengatur syarat-syarat sistem proteksi
sambaran petir tidak langsung.
e. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift
Membuat, memasang, memakai pesawat lift dan perubahan teknis
maupun administrasi.

2.6.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Penanggulangan Kebakaran.


a. Tindakan pencegahan agar tidak terjadi kebakaran dengan cara
mengeliminir atau mengendalikan berbagai bentuk perwujudan energi
yang digunakan hendaknya diprioritaskan pada masalah yang paling
menonjol dalam statistik penyebab kebakaran.
b. Upaya mengurangi tingkat keparahan risiko kerugian yang terjadi maupun
jatuhnya korban jiwa, dengan cara melokalisasi atau kompartemenisasi
agar api, asap dan gas tidak mudah meluas ke bagian yang lain.
c. Penyediaan / instalasi proteksi kebakaran seperti sistim deteksi / alarm
kebakaran dan alat pemadam api ringan, hydrant, springkler atau instalasi
khusus yang handal dan mandiri melalui perencanaan, pemasangan dan
pemeliharaan.
d. Tersedianya sarana jalan untuk menyelamatkan diri yang aman, lancar
dan memadai sesuai jumlah orang dan bentuk konstruksi bangunan.
e. Terbentuknya organisasi tanggap darurat untuk menanggulangi bila terjadi
bahaya kebakaran.

2-24
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

2.6.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Mekanik


a. Perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, penggunaan atau
pengoperasian dan pemeliharaan pesawat tenaga dan produksi.
b. Perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, penggunaan atau
pengoperasian dan pemeliharaan pesawat angkat dan angkut.
c. Operator yang mengoperasikan peralatan pada a dan b.

2.6.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Uap bejana tekan


a. Perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, modifikasi atau
reparasi dan pemeliharaan pesawat uap dan bejana tekan.
b. Operator yang mengoperasikan peralatan tersebut.

2.6.6 Kesehatan Kerja


a. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja
– Sarana
– Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan kerja, dokter perusahaan dan
paramedis perusahaan)
– Organisasi (pimpinan unit PKK, pengesahan penyelenggaraan PKK)
b. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan kerja tenaga kerja (awal, berkala,
khusus dan purna bakti)
c. Pelaksanaan P3K (Petugas, Kotak dan Isi Kotak P3K)
d. Pelaksanaan gizi kerja (pemeriksaan gizi dan makanan bagi tenaga kerja,
kantin dan katering pengelola makanan bagi tenaga kerja, pengelola dan
petugas kotak ring)
e. Pelaksanaan pemeriksaan syarat-syarat ergonomi
f. Pelaksanaan pelaporan (PKK, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja,
penyakit akibat kerja)

2-25
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

BAB 3
PENERAPAN INTERNATIONAL STANDARDS AND CODES

3.1 Umum
Dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang mulai banyak dikenal
dimasyarakat luas saat ini adalah diberikan sebagai berikut ini :
1. OHSAS 18001:1999, Occupational Health And Safety Assessment Series
2. OHSAS 18002:2000, Guideline for the implementation of OHSAS 18001:1999
3. COHSMS, Construction Industry Occupational Health and Safety Management
Systems
4. ILO, Guideline on Occupational Safety and Health Management System, 2001
5. Guidelines or Development and Application of Health, Safety and Environmental
Management Systems, Report No. 6.36/210, E & P Forum July1994, London

3.2 Proses Pelaksanaan Dan Pemantauannya


3.2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan.
Di dalam materi ini akan dijelaskan mekanisme pengawasan K3 Konstruksi dan
Sarana Bangunan. Mekanismenya menyangkut administrasi teknis K3 yang
wajib dilaksanakan oleh pelaksana Konstruksi (Kontraktor), khususnya
keberadaan wajib lapor pekerjaan/ proyek konstruksi bangunan dan Akte
Pengawasan ketenagakerjaan tempat kerja kegiatan konstruksi bangunan.
Bahwa wajib lapor pekerjaan proyek/ konstruksi bangunan, adalah kewajiban
administrasi teknis K3 dari pelaksana Konstruksi/ Kontraktor sebelum pekerjaan
proyek/ konstruksi bangunan dimulai, untuk melaporkan secara tertulis dengan
formulir tertentu kepada Kepala Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota.
Dengan wajib lapor pekerjaan proyek/konstruksi bangunan diharapkan. para
kontraktor memahami apa yang menjadi tanggung jawabnya di bidang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan. Bila dipelajari secara
lebih teliti maka isi materi cukup banyak dan. komprehensif Sedang bagi
Pemerintah Cq. Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan. data-data yang
diperlukan untuk pimpinan dan pengawasan K3 pada saat sekarang maupun,
masa yang akan datang.
Akte Pengawasan. Ketenagakerjaan tempat kerja kegiatan konstruksi bangunan
merupakan. Akte yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Cq. Kepala
Dinas Tenaga Kerja mengenai data-data teknis K3 konstruksi bangunan di
3-1
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

wilayahnya. Seluruh kegiatan pekerjaan proyek/konstruksi bangunan yang


terjadi di proyek ini, akan terdapat di dalam buku ini. Untuk itu para, kontraktor/
pelaksana konstruksi wajib memiliki dan. memeliharanya sampai dengan proyek
selesai.
a. Wajib Lapor Pekerjaan / Proyek Konstruksi Bangunan
Pengertian :
Di dalam pekerjaan konstruksi bangunan, kita mengenal para pihak yang
terkait dalam pekerjaan tersebut : pengguna jasa dan penyedia jasa.
Pengguna Jasa :
Orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik
pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
Penyedia Jasa :
Orang perseorang atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan
layanan jasa konstruksi terdiri :
1) Perencana Konstruksi
Adalah penyedia jasa atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang perencana jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan
atau bentuk fisik.
2) Pelaksana Konstruksi
Adalah penyedia jasa orang perseorang atau badan usaha yang
dinyatakan ahli profesional di bidang pelaksana jasa konstruksi yang
mampu menyelenggarakan kegiatannya.
3) Pengawas Konstruksi
Adalah penyedia jasa orang perseorang atau badan usaha yang
dinyatakan ahli profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang
mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
4) Wajib Lapor Ketenagakerjaan
Setiap pengusaha atau pengurus perlu melaporkan mengenai
ketenagakerjaan di perusahaannya. Undang-Undang No.7 Tahun 1981
tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan.
5) Perlindungan Jamsostek
Adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan
berupa uang sebagai pengganti sebahagian dari penghasilan yang
hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau

3-2
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

keadaan yang dialami tenaga kerja berupa : kecelakaan kerja, sakit,


meninggal dunia, hari tua.

Persyaratan Administrasi
Pasal 2 :
Setiap pekerjaan konstruksi bangunan yang akan dilakukan wajib
dilaporkan kepada direktur atau pejabat yang ditunjuk.
Laporan harus memuat keterangan :
1) Identitas : Perencana Konstruksi
Pelaksana Konstruksi.
2) Penanggung jawab : Pelaksana Konstruksi
Pengawas Konstruksi
3) Perlindungan Jamsostek
4) Jenis-jenis Pekerjaan
5) Waktu pelaksanaan setiap jenis pekerjaan
6) Jumlah pekerja
7) Fasilitas pesawat, alat, mesin dan perlengkapan kerja yang tersedia.
8) Bahan-bahan Berbahaya
9) Fasilitas K3 yang tersedia.
10) Unit K3 (Susunan Pengurus)
11) Usaha-usaha K3 yang akan dilakukan.

Pengambilan Formulir:
1) Laporan pekerjaan/proyek konstruksi bangunan disediakan oleh
Kantor Depnakertrans/ Kantor Dinas Tingkat Kota/Kabupaten.
2) Laporan pekerjaan/ proyek konstruksi bangunan dibuat rangkap. 5
(lima) dengan menggunakan bentuk dan isi laporan sesuai dengan
Surat Dirjen Binawas No. B. 147/BW/KK/IV/1997.
Tata Cara Pengisian
1) Laporan pekerjaan/proyek konstruksi harus dibuat secara tertulis dan
disampaikan kepada Kepala Kantor Depnakertrans/Kadinas Tenaga
Kerja di tempat Proyek tersebut.
2) Cara penyampaian laporan pekerjaan / proyek konstruksi bangunan
disampaikan kepada Kepala Kantor Depnakertrans / Kadinas Tenaga
Jerha secara langsung atau melalui pos.
3) Kepala Kantor Depnakertrans/ Kadinas Tenaga Kerja menerima
laporan pekerjaan/proyek konstruksi bangunan wajib mencatat dan

3-3
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

memberi tanda penerimaan dan nomor pendaftaran pada kelima


bentuk laporan.
4) Kepala Kantor Depnakertrans/ Kadinas Tenaga Kerja setelah
menerima laporan pekerjaan/proyek konstruksi bangunan segera :
(1) Menyampaikan masing-masing I (satu) lembar kepada direktur
PNKK, pelaksana konstruksi, Kadinas Tenaga Kerja Tingkat
Propinsi.

Dialog Box:
a. Bahwa wajib lapor pekerjaan proyek/konstruksi bangunan wajib
dilaporkan oleh kontraktor/ pelaksana konstruksi.
b. Pemerintah Kabupaten/ Kota kemudian melakukan pencatatan/
register dari laporan tersebut.
c. Pelaksana konstruksi memahami tanggung jawab keselamatan dan
kesehatan kerja di bidang konstruksi bangunan.
d. Pemerintah Kabupaten/ Kota dapat memperoleh data-data teknis K3,
kemudian dapat dipakai untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan K3 konstruksi bangunan.
e. Isi materi :
1) Data-data Pelaksana Konstruksi/ Konsultan Pengawas/
Konsultan Perencana.
2) Data-data teknis proyek.
3) Tahapan pekerjaan konstruksi
4) Instalasi/pesawat/alat yang dipakai. 5) Unit K3 proyek
6) Kompetensi personil K3 7) Jumlah pekerjaan
8) Bahan-bahan berbahaya
9) Prosedur Kerja Aman tahapan pekerjaan konstruksi.

b. Akte Pengawasan Ketenagakerjaan Proyek Konstruksi Bangunan


Akte ini dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota Cq. Kepala Dinas
Tenaga Kerja setelah menerima wajib lapor pekerjaan proyek/ konstruksi
dan dilakukan pemeriksaan pertama di proyek/konstruksi bangunan oleh
Pengawas K3 Spesialis konstruksi bangunan dan atau Ahli K3 Konstruksi.
Tempat kerja proyek / konstruksi bangunan: suatu proses tahapan konstruksi
yang menghimpun : bahan proyek, instalasi/pesawat, pekerja di lokasi
proyek. Tahapan konstruksi bangunan dalam perkembangan teknologi
makin lama makin tinggi dan kompleks, kemungkinan kecelakaan kerja

3-4
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

makin tinggi; untuk itu diperlukan upaya pengendalian administrasi agar


dapat mengurangi kecelakaan tersebut. Salah satu. upaya pengendalian
administrasi itu. adalah Akte Pengawasan.
Akte Pengawasan Ketenagakerjaan proyek konstruksi bangunan adalah
buku/ dokumen K3 Konstruksi Bangunan yang dikeluarkan oleh Kepala
Dinas Tenaga Kerja dan wajib dimiliki oleh pelaksana konstruksi/kontraktor
dengan lama waktu proyek 6 bulan atau lebih yang terdiri dari, data-data
Pelaksana Konstruksi/ Pengawas Konstruksi, data-data teknis proyek, Berita
Acara Pemeriksaan, Kartu Pemeriksaan dan lembaran pemeriksaan.
1) Pengertian
a) Akte Pengawasan Ketenagakerjaan Proyek Konstruksi Bangunan
adalah dokumen teknik K3 yang terdiri dari: data Pelaksana
Konstruksi/ Pengawas - Perencana Konstruksi, data teknis proyek,
berita, acara pemeriksaan, kartu pemeriksaan dan lembaran
pemeriksaan.
b) Data Pelaksana Konstruksi adalah nama perusahaan pelaksana
konstruksi, alamat perusahaan, nama proyek manajer, lokasi proyek,
besar kontrak.
c) Data Pengawas, Konstruksi; Nama perusahaan tersebut,
penanggung jawab pengawas konstruksi.
d) Data Teknis Proyek; data-data luas lahan, luas bangunan, lama
proyek, sub kontraktor.
e) Berita, Acara Pemeriksaan adalah lembaran yang merupakan bukti
tertulis telah dilakukan pemeriksaan K3 di proyek Konstruksi
Bangunan, oleh Pengawas Spesialis K3 Konstruksi Bangunan, dain
diketahui oleh manajer proyek.
f) Kartu pemeriksaan adalah daftar pertanyaan pemeriksaan K3 proyek
yang dilakukan oleh pengawas K3 Spesialis Konstruksi Bangunan
kepada manajer proyek atau diwakili.
g) Lembaran Pemeriksaan adalah hasil temuan pemeriksaan K3,
mengenai tidak dipenuhi peraturan perundangan K3 di proyek
konstruksi dan wajib dilaksanakan oleh manajer proyek.
h) Akte ini harus disimpan dengan baik oleh pelaksana konstruksi di
proyek.
i) Pada waktu diadakan pemeriksaan K3, akte ini harus ditunjukkan
kepada Pengawas K3 Spesialis' K3 Konstruksi bangunan yang
bersangkutan.

3-5
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

j) Setiap teguran, saran dan pertimbangan K3 konstruksi bangunan


harus ditulis dalam akte ini.
k) Setiap tegoran, saran dan pertimbangan K3 Konstruksi Bangunan
harus dilaksanakan oleh manajer proyek dalarn waktu yang telah
ditetapkan.
l) Setiap perolehan yang terjadi di proyek sehingga tidak sesuai lagi
dengan keadaan yang tertulis dalam akte ini harus segera dilaporkan
kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota.
m) Akte ini dikeluarkan/ diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan.
pertarna oleh Pengawas Spesialis K3 Konstruksi Bangunan di proyek
konstruksi bangunan.
2) Batasan
a) Tempat kerja/ pekerjaan konstruksi bangunan dengan waktu proyek
6 bulan atau lebih harus diterbitkan akte ini.
b) Akte ini harus diserahkan Pelaksana Konstruksi kepada Pemberi
Tugas/ Pemilik setelah proyek selesai.
3) Prosedur Administrasi
a) Pada saat pekerjaan proyek/ konstruksi bangunan akan dimulai,
Pelaksana Konstruksi mengambil Formulir Wajib Lapor Pekerjaan/
Konstruksi Bangunan di Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Kabupaten/
Kota.
b) Pelaksana Konstruksi mengisi data-data yang ada dalam formulir
wajib lapor dengan teliti dan benar kemudian ditandatangani oleh
manajer proyek.
c) Manajer proyek menyerahkan wajib lapor pekerjaan proyek ke Dinas
Tenaga Kerja Pemerintah Kabupaten/Kota.
d) Pengawas Spesialis K3 Konstruksi Bangunan berdasarkan adanya
wajib lapor pekerjaan melakukan pemeriksaan K3 terhadap proyek
tersebut.
e) Meneliti kebenaran data-data dari Wajib Lapor Pekerjaan Proyek/
Konstruksi Bangunan.
f) Melakukan pemeriksaan K3 menggunakan Kartu Pemeriksaan
(Form: 001 C).
g) Selesai melakukan pemeriksaan K3 di proyek/ konstruksi bangunan
membuat Berita Acara Pemeriksaan (Form: 001D).
h) Membuat laporan hasil pemeriksaan K3.

3-6
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

4) Pengesahan Akte :
a) Setelah meneliti Wajib Lapor pekerjaan proyek/ konstruksi bangunan.
b) Melakukan pemeriksaan K3 proyek oleh Pengawas Spesialis K3
Konstruksi.
c) Menerbitkan Akte Pengawasan.
d) Melakukan pemeriksaan berkala, sampai proyek selesai.
Dialog Box:
a. Akte Pengawasan merupakan dokumen teknis K3.
b. Proyek/ konstruksi bangunan dengan lama proyek 6 (enam) bulan
atau lebih wajib diterbitkan Akte ini.

3-7
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

BAB 4
PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENERAPAN K3

4.1 Penerapan K3 Konstruksi Bangunan


Penerapan K3 Konstruksi bangunan tidak diuraikan pada modul ini, tetapi ada modul
CSE – 07 Penerapan K3 Dalam Pelaksanaan Konstruksi.

4.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik, Lift dan Petir.


Pola pengawasan K3 sesuai pasal 4 Undang-undang No. 1 Tahun 1970. Gambar
rencana instalasi listrik harus mendapatkan persetujuan sebelum dipasang. Pegawai
pengawas melakukan analisis gambar rencana tersebut dengan berpedoman sesuai
persyaratan PUIL 2000.
Dokumen perencanaan instalasi listrik meliputi :
a. Peta lokasi
b. Gambar instalasi
– Lay out perlengkapan dan peralatan listrik
– Rangkaian peralatan dan pengendaliannya
c. Diagram garis tunggal
d. Gambar rinci
e. Perhitungan beban
f. Tabel bahan
g. Ukuran teknis
– Spesifikasi & cara pasang
– Cara menguji
– Jadwal waktu
Sebelum pelaksanaan gambar rencana perlu di evaluasi kembali, diperiksa bila
diperlukan dihitung ulang kembali bilamanan terdapat ketidaksesuaian terhadap PUIL
2000, maka dibuat pembetulan sebagaimana mestinya, koreksi langsung pada gambar
rencana dengan warna merah.
Koreksi atau rekomendasi bersifat mengikat wajib dilaksanakan, karena itu harus seteliti
mungkin. Test commissioning, adalah pemeriksaan dan pengujian setelah pekerjaan
pemasangan instalasi listrik selesai dilaksanakan, sebelum diserahterimakan kepada
pemberi kerja.

4-1
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Langkah pelaksanaan test commissioning secara administratif meliputi :


 Pemeriksaan kelengkapan dokumen terutama gambar purna bangun apakah ada
penyimpangan dari gambar yang telah disyahkan.
 Bila ya, - Lakukan pemeriksaan visual kesesuaian dokumen dengan
pelaksanaannya (verifikasi terhadap spesifikasi perlengkapan listrik)
 Pemeriksaan visual meliputi cara pemasangan, penundaan sirkit, polaritas,
kesesuaian tipe perlengkapan listrik dan lain-lain).
 Pengukuran resistan pembumian;
 Pengukuran resistan isolasi;
 Pengukuran resistan isolasi lantai kerja;
 Pengukuran susut tegangan dan susut arus;
 Percobaan pembebanan
Semua hasil pemeriksaan dan pengujian dicatat dan dianalisis, sehingga dapat
disimpulkan memenuhi syarat atau tidak. Terutama hal-hal yang menyimpang harus
disyaratkan dan dituangkan secara tertulis.
Kontraktor bertanggung jawab atas semua syarat dan hal-hal yang harus diperbaiki.
Apabila terjadi gangguan atau kerusakan, kontraktor bertanggung jawab selama satu
tahun.
Pola K3 baik listrik, penyalur petir maupun lift pada dasarnya sama.
Dasar pertimbangan
Pertimbangan teknis penetapan Peraturan K3 Lift (Menteri Tenaga Kerja No Per
03/Men/1999) adalah bahwa Pesawat lift dinilai mempunyai potensi bahaya tinggi,
Pasal 25
Pengurus yang membuat, memasang, memakai pesawat lift dan perubahan teknis
maupun administrasi harus mendapat ijin dari Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 24
Ayat (1)
Pembuatan dan atau pemasangan lift harus sesuai dengan gambar rencana yang
disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk
Ayat (2)
Dokumen perencanaan
– Gambar konstruksi lengkap
– Perhitungan konstruksi
– Spesifikasi dan sertifikasi material

4-2
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Ayat (3)
Proses pembuatannya harus memenuhi SNI atau Standar Internasional yang diakui
Ijin Pemasangan Lift
Pasal 24 Ayat (4)
Gambar rencana pemasangan lift terdiri :
– Denah ruang mesin dan peralatannya
– Konstruksi mesin dan penguatannya
– Diagram instalasi listrik
– Diagram pengendali
– Rem pengaman
– Bangunan ruang luncur dan pintu-pintunya
– Rel pemandu dan penguatannya
– Konstruksi kereta
– Governor dan peralatannya
– Kapasitas angkut, kecepatan, tinggi vertikal
– Perhitungan tali baja

PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN LIFT


Pasal 30 Ayat (1)
Setiap lift sebelum dipakai harus diperiksa dan diuji sesuai standar uji yang ditentukan
Standar uji K3 lift : SNI 1718 – 1989 – E
Bentuk laporan :
 38 – L
 39 – L

PEMERIKSAAN PENGUJIAN ULANG


Pasal 30 Ayat (2)
Pemeriksaan dan pengujian dilakukan setiap tahun oleh Pegawai Pengawas atau ahli
K3.
Standar uji K3 lift : SNI 1718 – 1989 – E
Bentuk laporan :
– 38 – L
– 39 – L
K3 Penangkal / Penyalur Petir
Instalasi penyalur petir non radio aktif di tempat kerja.

4-3
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Tempat kerja yang dimaksud adalah :


1. Bangunan yang terpencil atau tinggi dan lebih tinggi dari pada bangunan sekitarnya
seperti : menara-menara, cerobong, silo, antenna pemancar, monument dan lain-
lain.
2. Bangunan dimana disimpan, diolah atau digunakan bahan yang mudah meledak
atau terbakar seperti pabrik-pabrik amunisi, gudang penyimpanan bahan peledak
dan lain-lain.
3. Bangunan untuk kepentingan umum seperti : tempat ibadah, rumah sakit, sekolah,
gedung pertunjukan, hotel, pasar, stasiun, candi dll.
4. Bangunan untuk menyimpan barang-barang yang sukar diganti seperti : museum,
perpustakaan, tempat-tempat penyimpanan arsip dan lain-lain.
5. Daerah-daerah terbuka seperti : daerah perkebunan, padang golf, stadion olah raga
dan tempat-tempat lainnya.
Pemeriksaan dan Pengujian :
Instalasi penyalur petir harus diperiksa dan diuji :
– Sebelum penyerahan instalasi penyalur petir dari instalatir kepada pemakai
– Setelah ada perubahan atau perbaikan suatu bangunan dan atau instalasi penyalur
petir
– Secara berkala setiap dua tahun sekali
– Setelah ada kerusakan akibat sambaran petir

4.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Penanggulangan Kebakaran.


a. Klasifikasi hunian
Klasifikasi jenis hunian akan menentukan persyaratan standar teknik sistem proteksi
kebakaran yang harus diterapkan.
b. Sumber ignition
Perhatikan potensi apa saja yang dapat menjadi sumber pemicu kebakaran dan
perhatikan apakah alat Pengamanan yang diperlukan telah sesuai. Kapan diadakan
pemeriksaan terakhir dan apakah syarat-syarat yang diberikan telah dilaksanakan.
c. Bahan-bahan yang mudah terbakar/meledak.
Perhatikan jenis-jenis bahan yang diolah, dikerjakan atau disimpan. Kenali sifat fisik
dan sifat-sifat kimianya apakah mengandung potensi mudah terbakar atau meledak.
Apakah ada prosedur keselamatan kerja dan dilaksanakan dengan benar.
d. Kompartemen
Amati keadaan lingkungan tempat kerja terhadap masalah penyebaran api, panas,
asap apakah telah ada upaya untuk mengendalikannya.

4-4
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

e. Kompartemen
Amati jalur evakuasi, intu keluar atau tangga darurat apakah ada rintangan yang
dapat mengganggu, apakah ada petunjuk arah, apakah ada penerangan darurat,
panjang jarak tempuh mencapai pintu ke luar tidak melebihi 36 meter untuk resiko
berat.
f. Alat pemadam api ringan
Apakah ada pemadam api ringan telah sesuai jenis dan cukup jumlahnya. Apakah
penempatannya mudah dilihat dan mudah dijangkau serta muda untuk diambil.
Periksa pula masa efektif bahkan pemadamnya serta masa uji tabungnya.
g. Instalasi alarm
– Periksalah apakah memiliki pengesahan, ada dokumen teknis seperti gambar
pemasangan, katalog, dan petunjuk pemeliharaan;
– Periksa hasil pemeriksaan terakhir, apakah syarat-syarat yang diberikan
sebelumnya telah dilaksanakan;
– Periksalah indikator pada panel kontrol dalam status stand by;
– Lakukan test fungsi perlengkapan pada panel. Apakah telah dipasang
penandaan zone alarm;
– Lakukan test fungsi kerja sistem dengan mengaktifkan tombol manual dan
detektor pada setiap zona alarm sambil mencocokkan gambar dengan
pelaksanaannya. Amati konfirmasi indikasi lokal alarm dan indikasi pada panel
apakah berfungsi dan sesuai dengan nomor zonenya. Amati pula apakah
kekerasan suara alarm dapat didengar pada jarak terjauh pada zone tersebut;
– Lakukan test open circuit dengan cara membuka resistor pada rangkaian
detektor terakhir. Amati konfirmasi pada panel, apakah ada indikasi foult alarm;
– Catat semua penyimpangan yang ditemukan.
h. Instalasi Hydrant dan Sprinkler
– Periksalah apakah memiliki pengesahan, ada dokumen teknis seperti gambar
pemasangan, katalog, dan petunjuk pemeliharaan ;
– Periksa hasil pemeriksaan terakhir, apakah syarat-syarat yang diberikan
sebelumnya telah dilaksanakan ;
– Periksalah indikator pada panel kontrol apakah dalam status stand by ;
– Periksa ruang pompa dan catat data-data teknik pompa, motor penggerak dan
perlengkapan yang ada, panel kontrolnya dan lain-lain ;
– Periksa sistem persediaan air apakah dapat menjamin kebutuhan air untuk
operasi pemadaman dalam waktu sesuai standar waktu tertentu;
– Lakukan test kerja pompa dengan membuka kerangan uji yang disediakan
dalam ruang pompa dan amati tekanan pompa.

4-5
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Langkah-langkah pengujian pompa sebagai berikut :


1) Catat tekanan stand by ;
2) Catat tekanan pompa pacu jalan ;
3) Tutup kembali kerangan uji dan catat tekanan pompa pacu stoop ;
4) Buka kembali kerangan uji sampai pompa utama jalan dan catat tekanannya;
5) Amati beberapa saat tekanan operasi pompa utama dan catat ;
6) Tutup kembali kerangan uji dan pompa utama biarkan tetap jalan. Catat
tekanannya dan amati safety valve bekerja atau tidak;
7) Test pompa cadangan. Catat tekanan start dan tekanan operasionalnya
seperti langkah pengujian pompa utama.
– Evaluasi Pompa
Pompa hydran harus mempunyai karakteristik tekanan minimal 4.5
kg/cm2 dan laju aliran minimal 500 US GPM. Cocokkan spesifikasi
pompa berdasarkan katalog dengan hasil uji coba.
Periksa sirkit pengendalian pompa antara lain :
1) Suplai daya listrik harus ditarik darisisi suplai pada panel utama
dengan menggunakan sakelar sendiri;
2) Kabel penghantar yang dipakai harus jenis kabel tahan api atau
dapat diizinkan menggunakan kabel lain dengan syarat harus
dipasang dalam pipa berulir;
3) Pada sirkit instalasi pemadam kebakaran tidak diizinkan adanya
pembebanan lain yang tidak berhubungan dengan keperluan
pelayanan pompa;
4) Alat Pengamanan sirkit pompa harus mempunyai karakteristik
mampu dialiri arus 125% beban penuh secara terus-menerus dan
pada 600% beban penuh membuka tidak kurang dari 20 detik tetapi
tidak lebih dari 50 detik.
5) Antara motor dan sirkit kendala tidak diizinkan dipasang pengaman
beban lebih.
– Pengujian operasional hydran
1) Buka titik hydran terdekat dengan pompa. Ukur tekanan pada mulut
pancar dengan pipa pitot dan catat tekanan pada manometer di
ruang pompa;
2) Buka titik hydran kedua yaitu titik hydran terjauh dan titik pengujian
pertama tetap terbuka. Ukur tekanan pada mulut pancar dan tekanan
manometer di ruang pompa.

4-6
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

– Evaluasi pengujian operasional


Syarat yang diminta adalah tekanan terberat tidak lebih dari 7 kg/cm2 dan
tekanan pada titik terjauh tidak kurang dari 4,5 kg/cm.
i. Instalasi khusus
Pada obyek-obyek tertentu ada kalanya memerlukan sistem proteksi kebakaran
secara khusus dengan media tertentu yang disesuaikan dengan karakteristik obyek
yang bersangkutan. Kriteria penilaian instalasi khusus harus berpedoman pada
standar yang berlaku dan spesifikasi teknis peralatan dari pabrik pembuatnya.

4.4 Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Mekanik.


a. Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan (fabrikasi) pesawat tenaga dan
produksi
1) Verifikasi dokumen teknik yang disyaratkan untuk pembuatan
2) Pemeriksaan bahan baku/material yang akan digunakan untuk pembuatan unit
atau komponen (pemeriksaan awal)
3) Pemeriksaan pada saat dan atau pada akhir pekerjaan pembuatan unit atau
komponen
4) Pengujian
5) Pembuatan data teknik pembuatan dan laporan pengawasan pembuatan unit
atau komponen.
b. Pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan dan atau pemasangan
1) Verifikasi dokumen teknik yang disyaratkan untuk pemasangan dan atau
perakitan
2) Pemeriksaan unit atau komponen atau bahan baku/material yang akan dirakit
atau dipasang
3) Pemeriksaan teknis secara menyeluruh pada saat dan pada akhir pelaksanaan
perakitan/pemasangan pesawat tenaga produksi sarana penunjang dan alat,
perlengkapan/ pengaman
4) Pengujian-pengujian
5) Pembuatan laporan pemeriksaan dan pengujian pesawat tenaga dan produksi
(pemeriksaan pertama)
c. Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pemakaian (berkala atau khusus)
1) Pengecekan dokumen teknik yang terkait dengan syarat pemakaian
(pengoperasian)
2) Pemeriksaan kondisi fisik pesawat tenaga dan produksi, alat perlengkapan/ alat
Pengamanan serta sarana penunjang operasinya
3) Pengujian-pengujian

4-7
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

4) Pembuatan laporan pemeriksaan dan atau pengujian berkala atau pemeriksaan


khusus
5) Pencatatan pada lembar pengesahan pemakaian
d. Pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan reparasi atau modifikasi
1) Pemeriksaan kondisi fisik bagian pesawat tenaga dan produksi yang akan
direparsi atau dimodifikasi termasuk material yang akan digunakan
2) Verifikasi dokumen teknik yang dipersyaratkan untuk pelaksanaan reparasi atau
modifikasi
3) Pemeriksaan pada saat dan pada akhir pelaksanaan reparasi atau modifikasi
4) Pencatatan pada lembar pengesahan pemakaian
e. Pokok-pokok kegiatan dalam pelaksanaan penerbitan pengesahan pemakaian
1) Penerbitan Pengesahan Pemakaian (Baru)
a) Pencatatan laporan pemeriksaan dan pengujian
b) Perusahaan pembuat harus membuat Data Teknik Pembuatan yang memuat
data umum, data teknis dan data pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan
pada tahap pembuatan.
c) Pegawai Pengawas atau Ahli K3 wajib membuat laporan pengawasan
pembuatan
d) Laporan dimaksud pada c) dan data teknik pembuatan dimaksud pada b)
disampaikan kepada Kepala Dinas setempat dan kepada Pemerintah.
f. Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan atau pemasangan
1) Perusahaan perakit/pemasang harus memberitahu secara tertulis tentang
rencana kegiatannya kepada Kepala Dinas setempat. Surat pemberitahuan
harus dilampiri dengan dokumen teknik yang disyaratkan untuk perakitan atau
pemasangan yang sekurang-kurangnya terdiri dari:
a) Berkas pengesahan perakitan dan atau data teknik pembuatan sebagaimana
dimaksud dan dokumen teknik yang terkait dengan pondasi, pemipaan, dan
lain-lain.
b) Copy SKP perusahaan dan sertifikasi juru las
c) Surat Permohonan Pemakaian Pesawat Tenaga dan Produksi dari Calon
Pemakai (Bentuk 54A).
2) Kepala Dinas setempat menyampaikan surat pemberitahuan tersebut pada (a)
beserta lampirannya kepada Pegawai Pengawas Spesialis Mekanik (Pesawat
Tenaga dan Produksi) sesuai hierarki dilanjutkan menerbitkan Surat Perintah
Tugas untuk melaksanakan pengawasan perakitan atau pemasangan.
3) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau ahli K3 yang berwenang
melakukan kegiatan seperti di atas

4-8
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

4) Pegawai Pengawas atau ahli K3 yang telah melaksanakan pemeriksaan dan


pengujian wajib membuat laporan pemeriksaan dan pengujian pesawat tenaga
dan produksi (pemeriksaan pertama). Bagi Pegawai Pengawas, laporan tersebut
harus menggunakan formulir bentuk 54B, 55B dan 56B beserta checklist
5) Laporan tersebut harus disampaikan kepada Kepala Dinas setempat.
g. Prosedur pemeriksaan berkala atau khusus pada tahapan pemakaian
1) Kepala Dinas setempat menerbitkan Surat Pemberitahuan Rencana
Pemeriksaan yang ditujukan kepada pemakai pesawat tenaga dan produksi dan
Surat Perintah Tugas bagi Pegawai Pengawas Spesialis Mekanik (Pesawat
Tenaga dan Produksi) untuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian berkala
atau khusus.
2) Sebelum pemeriksaan dilakukan, pemakai wajib mengusahakan agar pesawat
tenaga dan produksi dan alat-alat perlengkapan/pengaman dalam keadaan siap
untuk diperiksa secara sempurna dan menyiapkan dokumen pengesahan
pemakaian pesawat tenaga dan produksi yang bersangkutan dan sertifikat
operator.
3) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 berwenang melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud di atas
4) Pegawai Pengawas atau Ahli K3 yang telah melaksanakan pemeriksaan dan
pengujian wajib membuat laporan pemeriksaan dan pengujian pesawat tenaga
dan produksi (pemeriksaan berkala atau khusus). Bagi Pegawai Pengawas,
laporan tersebut harus menggunakan formulir bentuk 54B, 55B dan 56B beserta
checklist. Laporan hasil pemeriksaan dan pengujian pada pemeriksaan berkala
disampaikan kepada Kepala Dinas setempat dan Pemerintah.
5) Khusus bagi Pegawai Pengawas, wajib melakukan pencatatan pada Lembar
Pengesahan Pemakaian dari pesawat tenaga dan produksi yang bersangkutan
Perihal hasil pemeriksaan/ pengujian berkala atau khusus serta persyaratan K3
yang dinilai perlu dilaksanakan guna menjamin keselamatan pemakaian
pesawat tenaga dan produksi.
h. Ketentuan Khusus Pada Pemeriksaan dan Pengujian
1) Pemeriksaan dan atau pengujian yang pelaksanaannya oleh Ahli K3 Spesialis
Mekanik (Pesawat Tenaga dan Produksi)
a) Apabila kegiatan pemeriksaan dan atau pengujian 4a. s/d. 4d. dilaksanakan
oleh Ahli K3 dari PJK3, maka Kepala Dinas setempat harus menyerahkan 1
(satu) set dokumen teknik yang dipersyaratkan bagi kegiatan dimaksud
kepada Ahli K3 yang bersangkutan.

4-9
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

b) Kepala Dinas setempat menerbitkan Surat Persetujuan Pemeriksaan dan


Pengujian oleh Ahli K3, berdasarkan surat permohonan dari PJK3.
c) Laporan pemeriksaan dan pengujian yang dibuat oleh Ahli K3 harus
dievaluasi oleh Pegawai Pengawas Spesiali Mekanik (Pesawat Tenaga dan
Produksi) dan ditandatangani oleh Pegawai Pengawas dimaksud.
i. Persyaratan Keselamatan Kerja Pesawat Tenaga dan Produksi
1) Persyaratan Keselamatan Kerja yang harus dipatuhi bagi suatu pesawat tenaga
dan produksi dan ketentuan teknis pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dan
pengujian serta penerbitan Pengesahan Pemakaian Pesawat Tenaga dan
Produksi sebagaiamana dimaksud harus mentaati ketentuan-ketentuan yang
telah diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970, dan peraturan-peraturan
pelaksanaannya serta standar teknis pendukungnya.
2) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud pada 1), meliputi:
a) Ketentuan tentang kualitas konstruksi pesawat tenaga dan produksi dan
sarana penunjangnya.
b) Ketentuan tentang kualitas dan kuantitas alat perlengkapan/ alat pengaman.
c) Ketentuan tentang kualifikasi perusahaan pembuat, perakit/ pemasang dan
operator pesawat tenaga dan produksi.
d) Ketentuan teknis pemeriksaan dan pengujian.
e) Ketentuan teknis yang berkaitan dokumen teknis pesawat tenaga dan
produksi, sarana penunjang dan dokumen teknik pemeriksaan dan perijinan/
pengesahan.
j. Pokok-pokok kegiatan dalam pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian pesawat
angkat dan angkut.
1) Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan dan pengujian
a) Verifikasi dokumen teknik yang disyaratkan untuk pembuatan.
b) Pemeriksaan bahan baku/ material yang akan digunakan untuk pembuatan
unit atau komponen (pemeriksaan awal).
c) Pemeriksaan pada saat dan atau pada akhir pekerjaan pembuatan unit atau
komponen.
d) Pengujian.
e) Pembuatan data teknik pembuatan dan laporan pengawasan pembuatan
unit atau komponen.
2) Pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan dan atau pemasangan
a) Verifikasi dokumen teknik yang disyaratkan untuk pemasangan dan atau
perakitan.

4-10
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

b) Pemeriksaan unit atau komponen atau bahan baku/material yang akan


dirakit atau dipasang.
c) Pemeriksaan teknis secara menyeluruh pada sat dan pada akhir
pelaksanaan perakitan/pemasangan pesawat angkat dan angkut, sarana
penunjang dan alat, perlengkapan/ pengaman.
d) Pengujian-pengujian
e) Pembuatan laporan pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat dan angkut
(pemeriksaan pertama)
3) Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pemakaian (berkala atau khusus)
a) Pengecekan dokumen teknik yang terkait dengan syarat pemakaian
(pengoperasian)
b) Pemeriksaan kondisi fisik pesawat angkat dan angkut, alat perlengkapan/
alat pengaman serta sarana penunjang operasinya.
c) Pengujian-pengujian.
d) Pembuatan laporan pemeriksaan dan atau pengujian berkala atau
pemeriksaan khusus.
e) Pencatatan pada lembar pengesahan pemakaian.
4) Pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan reparasi atau modifikasi
a) Pemeriksaan kondisi fisik bagian pesawat angkat dan angkut yang akan
direparasi atau dimodifikasi termasuk material yang akan digunakan.
b) Verifikasi dokumen teknik yang dipersyaratkan untuk pelaksanaan reparasi
atau modifikasi.
c) Pemerksaan pada sat dan pada akhir pelaksanaan reparasi atau modifikasi.
d) Pengujian seperlunya.
e) Pembuatan laporan pemeriksaan dan pengujian atas reparasi atau
modifikasi.
k. Pokok kegiatan dalam pelaksanaan penerbitan pengesahan pemakaian
1) Penerbitan pengesahan pemakaian (baru)
a) Pencatatan laporan pemeriksaan dan pengujian sebagaimana diuraikan di
atas.
b) Pembuatan pengesahan pemakaian.
c) Pendistribusian dan pendokumentasian pengesahan pemakaian.
l. Prosedur kegiatan pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan
1) Perusahaan pembuat harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala
Dinas setempat. Surat pemberitahuan harus dilampiri dengan dokumen teknik
yang disyaratkan untuk pembuatan, yang sekurang-kurangnya terdiri dari:

4-11
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

a) Berkas pengesahan gambar rencana pembuatan pesawat angkat dan


angkut.
b) Copy SKP perusahaan dan sertifikat juru las.
c) Dokumen teknik yang terkait dengan material dan proses pembuatan
Catatan : Pengesahan gambar rencana pembuatan pesawat angkat dan
angkut diterbitkan oleh Pemerintah.
2) Kepala Dinas setempat menyampaikan surat pemberitahuan tersebut pada 1)
beserta lampirannya kepada Pegawai Pengawas Spesialis Mekanik (Pesawat
Angkat dan Angkut) sesuai hierarki dilanjutkan menerbitkan Surat Perintah
Tugas untuk melaksanakan pengawasan pembuatan.
3) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 berwenang melakukan
verifikasi atau pemeriksaan terhadap dokumen teknis, obyek teknis dan proses
pekerjaan serta pengujian sebagaimana dimaksud di atas.
4) Perusahaan pembuat harus membuat Data Teknik Pembuatan yang memuat
data umum, data teknis dan data pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan
pada tahap pembuatan.
5) Pegawai Pengawas atau Ahli K3 wajib membuat laporan pengawasan
pembuatan.
6) Laporan dimaksud 5). dan Data Teknik Pembuatan dimaksud 4). Disampaikan
kepada Kepala Dinas setempat dan kepada Pemerintah.
m. Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan atau pemasangan
1) Perusahaan perakit atau pemasang harus memberitahu secara tertulis tentang
rencana kegiatannya kepada Kepala Dinas setempat. Surat pemberitahuan
harus dilampiri dengan dokumen teknik yang disyaratkan untuk perakitan atau
pemasangan yang sekurang-kurangnya terdiri dari :
a) Berkas pengesahan perakitan dan atau data teknik pembuatan sebagaimana
diuraikan di atas dan dokumen teknik yang terkait dengan fondasi,
pemipaan, dan lain-lain.
b) Copy SKP perusahaan dan sertifikat juru las.
c) Surat Permohonan Pemakaian Pesawat Angkat dan Angkut dari Calon
Pemakai (Bentuk 53).
2) Kepala Dinas setempat menyampaikan surat pemberitahuan tersebut pada 1)
beserta lampirannya kepada Pegawai Pengawas Spesialis Mekanik (Pesawat
Angkat dan Angkut) sesuai hierarki dilanjutkan menerbitkan Surat Perintah
Tugas untuk melaksanakan pengawasan perakitan atau pemasangan.
3) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 yang berwenang
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud di atas.

4-12
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

4) Pegawai Pengawas atau Ahli K3 yang telah melaksanakan pemeriksaan dan


pengujian wajib membuat laporan pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat
dan angkut (pemeriksaan pertama). Bagi pegawai pengawas, laporan tersebut
harus menggunakan formulir bentuk 51 beserta checklist.
5) Laporan tersebut harus disampaikan kepada Kepala Dinas setempat.
n. Prosedur pemeriksaan berkala atau khusus pada tahapan pemakaian.
1) Kepala Dinas setempat menerbitkan Surat Pemberitahuan Rencana
Pemeriksaan yang ditujukan kepada pemakai pesawat angkat dan angkut dan
Surat Perintah Tugas bagi Pegawai Pengawas Spesialis Mekanik (Pesawat
angkat dan angkut) untuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian berkala
atau khusus.
2) Sebelum pemeriksaan dilakukan, pemakai wajib mengusahakan agar pesawat
angkat dan angkut dan alat-alat perlengkapan/ pengaman dalam keadaan siap
untuk diperiksa secara sempurna dan menyiapkan dokumen pengesahan
pemakaian pesawat angkat dan angkut yang bersangkutan dan sertifikat
operator.
3) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 berwenang melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud diatas.
4) Pegawai Pengawas atau Ahli K3 yang telah melaksanakan pemeriksaan dan
pengujian wajib membuat laporan pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat
dan angkut (permeriksaan berkala atau khusus). Bagi pegawai pengawas,
laporan tersebut harus menggunakan formulir bentuk 51 beserta checklist.
Laporan hasil pemeriksaan dan pengujian pada pemeriksaan berkala
disampaikan kepada Kepala Dinas setempat dan Pemerintah.
5) Khusus bagi Pegawai Pengawas, wajib melakukan pencatatan pada lembar
pengesahan pemakaian dari pesawat angkat dan angkut yang bersangkutan
perihal hasil pemeriksaan/ pengujian berkala atau khusus serta persyaratan K3
yang dinilai perlu dilaksanakan guna menjamin keselamatan pemakaian
pesawat angkat dan angkut.
o. Prosedur pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan reparasi dan modifikasi
1) Sebelum dilakukan reparasi atau modifikasi pemakai wajib menyiapkan pesawat
angkut dalam kondisi siap untuk diadakan pemeriksaan pendahuluan oleh
Pegawai Pengawas Spesialis Mekanik (pesawat angkat dan angkut)
2) Perusahaan pelaksana reparasi atau modifikasi wajib menyiapkan dokumen
teknis yang disyaratkan untuk pelaksanaan reparasi atau modifikasi dan
menyampaikan kepada Kepala Dinas setempat.
Dokumen teknis yang disyartakan sekurang-kurangnya terdiri :

4-13
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

a) Berkas pengesahan gambar rencana reparasi atau modifikasi.


b) Copy Pengesahan Pemakaian dari pesawat angkat dan angkut yang
bersangkutan
c) Copy SKP Perusahaan dan Sertifikasi juru las.
Catatan :
Pengesahan gambar rencana reparasi atau modifikasi suatu pesawat angkat
dan angkut diterbitkan oleh Pejabat yang menerbitkan Pengesahan
Pemakaian dari pesawat angkat dan angkut yang bersangkutan.
3) Kepala Dinas setempat menyampaikan surat pemberitahuan tersebut pada 1)
beserta lampirannya kepada Pegawai Pengawas Spesialisasi Mekanik (pesawat
angkat dan angkut) sesuai hierarki dilanjutkan menerbitkan Surat Perintah
Tugas untuk melaksanakan pengawasan reparasi atau modifikasi pesawat
angkat dan angkut.
4) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 berwenang melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud di atas.
5) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 yang telah melakukan
pemeriksaan dan pengujian wajib membuat laporan pemeriksaan dan pengujian
pelaksanaan reparasi atau modifikasi.
Laporan tersebut harus disampaikan kepada Kepala Dinas setempat.
6) Khusus bagi Pegawai Pengawas, wajib melakukan pencatatan pada lembar
Pengesahan pemakaian dari pesawat angkat dan angkut yang bersangkutan
perihal hasil pemeriksaan/ pengujian serta persyaratan K3 yang dinilai perlu
dilaksanakan guna menjamin keselamatan pemakaian pesawat angkat dan
angkut.
p. Ketentuan Khusus Pada Pemeriksaan dan Pengujian
1) Pemeriksaan dan atau pengujian yang pelaksanaannya oleh Ahli K3 Spesialis
Mekanik (pesawat angkat dan angkut)
a) Apabila kegiatan pemeriksaan dan atau pengujian disebut di atas
dilaksanakan oleh Ahli K3 dari PJK3, maka Kepala Dinas setempat harus
menyerahkan 1 (satu) set dokumen teknik yang dipersyaratkan bagi kegiatan
dimaksud kepada Ahli K3 yang bersangkutan.
b) Kepala Dinas setempat menerbitkan Surat Persetujuan Pemeriksaan dan
Pengujian oleh Ahli K3, berdasarkan surat permohonan dari PJK3.
c) Laporan pemeriksaan dan pengujian yang dibuat oleh Ahli K3 harus
dievaluasi oleh Pegawai Pengawas Spesialis Mekanik (pesawat angkat dan
angkut) dan ditandatangani oleh Pegawai Pengawas dimaksud.

4-14
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

2) Penyiapan Tenaga Kerja dan Peralatan


Pada saat pemeriksaan dan pengujian dilaksanakan sesuai dengan tahapan
kegiatan sebagaimana dimaksud di atas, maka perusahaan pembuat atau
pemasang atau perakit, atau pemakai diwajibkan menyiapkan dan menyerahkan
tenaga kerja dan peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan
dan pengujian kepada Pegawai Pengawas atau Ahli K3 yang melaksanakan.
q. Prosedur Penerbitan Pengesahan Pemakaian Pesawat Angkat dan Angkut
Pengesahan Pemakaian (Baru)
1) Setiap laporan pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat dan angkut (bentuk
51) harus dicatat dalam buku register dan diberi nomor sesuai ketentuan.
2) Pembuatan pengesahan pemakaian pesawat angkat dan angkut dengan
menggunakan bentuk 53 dan lampirannya. Data yang dimuat dalam
pengesahan pemakaian diambil dari bentuk 51 dan lampirannya. Pengesahan
pemakaian ditandatangani oleh Kepala Dinas setelah diparaf oleh Pegawai
Pengawas dan atasan langsung Pegawai Pengawas.
3) Setiap pengesahan pemakaian harus dicatat dalam buku register dan diberi
nomor sesuai dengan ketentuan.
4) Pengesahan pemakaian asli disampaikan kepada pemakai/ pemilik pesawat
angkat dan angkut, tindasan pertama disimpan di Dinas setempat dan tindasan
kedua disampaikan ke Pemerintah.
r. Persyaratan Keselamatan Kerja Pesawat Angkat Dan Angkut
1) Persyaratan keselamatan kerja yang harus dipatuhi bagi suatu pesawat angkat
dan angkut dan ketentuan teknis pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dan
pengujian serta penerbitan Pengesahan Pesawat Angkat Dan Angkut
sebagaimana dimaksud di atas harus mentaati ketentuan-ketentuan yang telah
diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970, dan peraturan-peraturan
pelaksanaannya serta standar teknis pendukungnya.
2) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud di atas meliputi;
a) Ketentuan tentang kualitas konstruksi pesawat angkat dan angkut sarana
penunjangnya.
b) Ketentuan tentang kualitas dan kuantitas alat perlengkapan/ alat pengaman.
c) Ketentuan tentang kualifikasi perusahaan pembuat, perakit/ pemasang dan
operator pesawat angkat dan angkut.
d) Ketentuan teknis pemeriksaan dan pengujian.

4-15
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

4.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Uap – Bejana Tekan


a. Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan (Fabrikasi)
1) Verifikasi dokumen teknik yang disyaratkan untuk pembuatan
2) Pemeriksaan bahan baku/material yang akan digunakan untuk pembuatan
unit atau komponen (pemeriksaan awal)
3) Pemeriksaan pada saat dan atau pada akhir pekerjaan pembuatan unit atau
komponen
4) Pengujian-pengujian
5) Pembuatan data teknik pembuatan dan laporan pengawasan pembuatan unit
atau komponen.
b. Pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan dan atau pemasangan
1) Verifikasi dokumen teknik yang disyaratkan untuk pemasangan dan atau
perakitan
2) Pemeriksaan unit atau komponen atau bahan baku/material yang akan dirakit
atau dipasang
3) Pemeriksaan teknis secara menyeluruh pada saat dan pada akhir
pelaksanaan perakitan/ pemasangan bejana takan, pemipaan, sarana dan
alat, perlengkapan/ pengaman
4) Pengujian-pengujian
5) Pembuatan laporan pemeriksaan dan pengujian pesawat tenaga dan produksi
(pemeriksaan pertama)
c. Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pemakaian (berkala atau khusus)
1) Pengecekan dokumen teknik yang terkait dengan syarat pemakaian
(pengoperasian)
2) Pemeriksaan kondisi fisik bejana tekan, alat perlengkapan/alat pengaman
serta sarana penunjang operasinya
3) Pengujian-pengujian
4) Pembuatan laporan pemeriksaan dan atau pengujian berkala atau
pemeriksaan khusus
5) Pencatatan pada lembar pengesahan pemakaian
d. Pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan reparasi atau modifikasi
1) Pemeriksaan kondisi fisik bagian bejana tekan yang akan direparasi atau
dimodifikasi termasuk material yang akan digunakan
2) Verifikasi dokumen teknik yang dipersyaratkan untuk pelaksanaan reparasi
atau modifikasi
3) Pemeriksaan pada saat dan pada akhir pelaksanaan reparasi atau modifikasi
4) Pengujian-pengujian

4-16
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

5) Pembuatan laporan pemeriksaan dan pengujian atas reparasi atau modifikasi


6) Pencatatan pada buku pengesahan pemakaian
e. Pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan pemasangan kembali karena
pemindahan bejana tekan
1) Verifikasi dokumen teknik yang dipersyaratkan untuk pemasangan kembali
karena pemindahan bejana tekan
2) Pemeriksaan secara menyeluruh pada saat dan pada akhir perakitan/
pemasangan kondisi fisik bejana tekan, pemipaan, sarana penunjang dan alat
perlengkapan/ pengaman
3) Pengujian-pengujian
4) Pembuatan laporan pemeriksaan dan pengujian atas pemasangan bejana
tekan yang dipindahkan
5) Pencatatan dalam buku pengesahan pemakaian
f. Pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan dan atau pemasangan
Penerbitan ijin pemakaian (baru)
1) Pencatatan laporan pemeriksaan dan pengujian
2) Pembuatan pengesahan pemakaian
3) Pendistribusian dan pendokumentasian ijin pemakaian
g. Penerbitan surat keputusan mutasi ijin pemakaian (karena penjualan atau
pemindahan bejana tekan jenis berpindah)
1) Pencatatan laporan pemeriksaan dan pengujian kembali
2) Pembuatan Surat Keputusan Mutasi
3) Pendistribusian dan pendokumentasian SK Mutasi
h. Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan
1) Perusahaan pembuat harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala
Dinas setempat. Surat pemberitahuan harus dilampiri dengan dokumen teknik
yang disyaratkan untuk pembuatan, yang sekurang-kurangnya terdiri dari :
a) Berkas pengesahan gambar rencana pembuatan bejana tekan
b) Copy SKP perusahaan dan sertifikat juru las
c) Dokumen teknik yang terkaitnya dengan material dan proses pembuatan
Catatan : Pengesahan gambar rencana pembuatan bejana tekan
diterbitkan oleh pemerintah.
2) Kepala Dinas setempat menyampaikan surat pemberitahuan tersebut pada
(a) beserta lampirannya kepada Pegawai Pengawas Spesial Pesawat Uap
dan Bejana Tekan sesuai hierarki dilanjutkan menerbitkan Surat Perintah
Tugas untuk melaksanakan pengawasan pembuatan pesawat uap.

4-17
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

3) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 yang berwenang


melakukan verifikasi atau pemeriksaan terhadap dokumen teknis, obyek
teknis dan proses pekerjaan serta pengujian sebagaimana dimaksud di atas.
4) Perusahaan pembuat harus membuat Data Teknik Pembuatan yang memuat
data umum, data teknis dan data pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan
pada tahap pembuatan.
5) Pegawai Pengawas atau Ahli K3 wajib membuat laporan pengawasan
pembuatan.
6) Laporan dimaksud di atas dan Data Teknik Pembuatan dimaksud
disampaikan kepada Kepala Dinas setempat dan kepada Pemerintah.
i. Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan atau pemasangan
1) Perusahaan perakit/pemasang harus memberitahu secara tertulis tentang
rencana kegiatannya kepada Kepala Dinas setempat. Surat pemberitahuan
harus dilampiri dengan dokumen teknik yang disyaratkan untuk perakitan atau
pemasangan yang sekurang-kurangnya terdiri dari :
2) Kepala Dinas setempat menyampaikan surat pemberitahuan tersebut pada
(a) beserta lampirannya kepada Pegawai Pengawas Spesial Pesawat Uap
dan Bejana Tekan sesuai hierarki dilanjutkan menerbitkan Surat Perintah
Tugas untuk melaksanakan pengawasan perakitan atau pemasangan bejana
tekan.
3) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 yang berwenang
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud di atas.
4) Pegawai Pengawas atau Ahli K3 yang telah melaksanakan pemeriksaan dan
pengujian wajib membuat laporan pemeriksaan dan pengujian bejana tekan
(pemeriksaan pertama). Bagi Pegawai Pengawas, laporan tersebut harus
menggunakan formulir bentuk 9 atau 9.a
5) Laporan tersebut harus disampaikan kepada Kepala Dinas setempat.
j. Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap pemakaian (pemeriksaan
berkala atau khusus)
1) Kepala Dinas setempat menerbitkan Surat Pemberitahuan Rencana
Pemeriksaan yang ditujukan kepada pemakai bejana tekan dan Surat
Perintah Tugas bagi Pegawai Pengawas Spesialis Bejana Tekan untuk
melaksanakan pemeriksaan dan pengujian berlaku atau khusus
2) Sebelum pemeriksaan dilakukan, pemakai wajib mengusahakan agar bejana
tekan dan alat-alat perlengkapan/ pengaman dalam keadaan siap untuk
diperiksa secara sempurna dan menyiapkan buku pengesahan pemakaian
bejana tekan yang bersangkutan.

4-18
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

3) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 berwenang melakukan


kegiatan sebagaimana dimaksud di atas.
4) Pegawai Pengawas atau Ahli K3 yang telah melaksanakan pemeriksaan dan
pengujian wajib membuat laporan pemeriksaan dan pengujian bejana tekan
(pemeriksaan berkala atau khusus). Bagi pegawai pengawas, laporan
tersebut harus menggunakan formulir bentuk 10. Laporan hasil pemeriksaan
dan pengujian pada pemeriksaan berkala disampaikan kepada Kepala Dinas
setempat dan Pemerintah.
5) Khusus bagi Pegawai Pengawas, wajib melakukan pencataan pada
Pengesahan Pemakaian dari bejana tekan yang bersangkutan perihal hasil
pemeriksaan/ pengujian berkala atau khusus serta persyaratan K3 yang dinilai
perlu dilaksanakan guna menjamin keselamatan pemakaian bejana tekan.
k. Prosedur pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan reparasi dan modifikasi
1) Sebelum dilakukan reparasi atau modifikasi pemakai wajib menyiapkan
bejana tekan dalam kondisi siap untuk diadakan pemeriksaan pendahuluan
oleh Pegawai Pengawas Spesialis Pesawat Uap dan Bejana Tekan.
2) Perusahaan pelaksana reparasi atau modifikasi wajib menyiapkan dokumen
teknis yang disyaratkan untuk pelaksanaan reparasi atau modifikasi dan
menyampaikan kepada Kepala Dinas setempat.
Dokumen teknis yang disyaratkan sekurang-kurangnya terdiri dari :
a) Berkas ijin gambar rencana reparasi atau modifikasi.
b) Copy Pengesahan Pemakaian dari bejana tekan yang bersangkutan
c) Copy SKP Perusahaan dan Sertifikat juru las.
Catatan :
Pengesahan gambar rencana reparasi atau modifikasi suatu bejana tekan
diterbitkan oleh Pejabat yang menerbitkan Pengesahan Pemakaian dari
bejana tekan yang bersangkutan.
3) Kepala Dinas setempat menyampaikan surat pemberitahuan tersebut pada 1)
beserta lampirannya kepada Pegawai Pengawas Spesialisasi Pesawat Uap
dan Bejana Tekan sesuai hierarki dilanjutkan menerbitkan Surat Perintah
Tugas untuk melaksanakan pengawasan reparasi atau modifikasi bejana
tekan.
4) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 berwenang melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud di atas.
5) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 yang telah melakukan
pemeriksaan dan pengujian wajib membuat laporan pemeriksaan dan
pengujian pelaksanaan reparasi atau modifikasi.

4-19
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Laporan tersebut harus disampaikan kepada Kepala Dinas setempat.


6) Khusus bagi Pegawai Pengawas, wajib melakukan pencatatan pada lembar
Pengesahan Pemakaian dari bejana tekan yang bersangkutan perihal hasil
pemeriksaan/ pengujian serta persyaratan K3 yang dinilai perlu dilaksanakan
guna menjamin keselamatan pemakaian bejana tekan.
l. Prosedur pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan perakitan pemasangan
karena pemindah bejana tekan
1) Perusahaan perakit atau pemasang harus memberitahu secara tertulis
tentang rencana kegiatannya kepada Kepala Dinas setempat. Surat
pemberitahuan harus dilampiri dengan dokumen teknis yang disyaratkan
untuk perakitan atau pemasangan yang sekurang-kurangnya terdiri dari :
a) Copy Akte Ijin Pemakaian dari bejana tekan yang bersangkutan.
b) Copy SKP perusahaan dan sertifikat juru las.
c) Sertifikat material (bila ada bagian yang diganti baru)
2) Calon pemakai wajib menyampaikan surat permohonan pemakaian dan
Pengesahan Pemakaian Asli kepada Dinas setempat.
3) Kepala Dinas setempat menyampaikan surat pemberitahuan tersebut pada 1)
beserta lampirannya kepada Pegawai Pengawas Spesialis Pesawat Uap dan
Bejana Tekan sesuai hierarki dilanjutkan menerbitkan Surat Perintah Tugas
untuk melaksanakan pengawasan perakitan atau pemasangan bejana tekan.
4) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 yang berwenang
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud di atas.
5) Pegawai Pengawas dari Dinas setempat atau Ahli K3 yang telah
melaksanakan pemeriksaan dan pengujian wajib membuat laporan
pemeriksaan dan pengujian. Apabila bejana tekan yang diperiksa/diuji berasal
dari kabupaten atau kota lain, bagi bagi pegawai pengawas pembuatan
laporan tersebut harus menggunakan formulir bentuk 45A dan 45B. Laporan
tersebut disampaikan kepada Kepala Dinas setempat dan Pemerintah.
6) Khusus bagi Pegawai Pengawas, wajib melakukan pencatatan pada Ijin
Pemakaian dari Bejana Tekan yang bersangkutan perihal hasil pemeriksaan/
pengujian serta persyaratan K3 yang dinilai perlu guna menjamin
keselamatan pemakaian bejana tekan.
j. Ketentuan Khusus Pada Pemeriksaan dan Pengujian
1) Pemeriksaan dan atau pengujian yang pelaksanaannya oleh Ahli K3 Spesialis
Pesawat Uap dan Bejana Tekan
a) Apabila kegiatan pemeriksaan dan atau pengujian disebut di atas
dilaksanakan oleh Ahli K3 dari PJK3, maka Kepala Dinas setempat harus

4-20
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

menyerahkan 1 (satu) set dokumen teknik yang dipersyaratkan bagi


kegiatan dimaksud kepada Ahli K3 yang bersangkutan.
b) Kepala Dinas setempat menerbitkan Surat Persetujuan Pemeriksaan dan
Pengujian oleh Ahli K3, berdasarkan surat permohonan dari PJK3.
c) Laporan pemeriksaan dan pengujian yang dibuat oleh Ahli K3 harus
dievaluasi oleh Pegawai Pengawas Spesialis Pesawat Uap dan Bejana
Tekan dan ditandatangani oleh Pegawai Pengawas dimaksud.
2) Penyiapan Tenaga Kerja dan Peralatan
Pada saat pemeriksaan dan pengujian dilaksanakan sesuai dengan tahapan
kegiatan sebagaimana dimaksud di atas, maka perusahaan pembuat atau
pemasang atau perakit, atau pemakai, atau pelaksanaan reparasi atau
modifikasi, diwajibkan menyiapkan dan menyerahkan tenaga kerja dan
peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian
kepada Pegawai Pengawas atau Ahli K3 yang melaksanakan.
k. Prosedur Penerbitan Pengesahan Pemakaian Bejana Tekan
Pengesahan Pemakaian (Baru)
1) Setiap laporan pemeriksaan dan pengujian bejana tekan harus dicatat dalam
buku Register dan diberi nomor sesuai ketentuan.
2) Pembuatan buku Ijin Pemakaian bejana tekan menggunakan bentuk 45 dan
lampirannya. Data yang dimuat dalam pengesahan berdasarkan laporan
bentuk 45A dan 45B. Pengesahan Pemakaian ditandatangani oleh Kepala
Dinas setelah diparaf oleh Pegawai Pengawas dan atasan langsung Pegawai
Pengawas.
3) Setiap buku Pengesahan Pemakaian harus dicatat dalam Buku Register
Pengesahan Pemakaian dan diberi nomor sesuai dengan ketentuan.
4) Pengesahan Pemakaian asli disampaikan kepada Pemakai Bejana Tekan,
tindasan pertama disimpan di Dinas setempat dan tindasan kedua
disampaikan ke Pemerintah.
l. Pembuatan Surat Keputusan Mutasi
1) Setiap laporan pemeriksaan dan pengujian dengan pemasangan kembali
sebagaimana dimaksud di atas, harus dicatat dalam buku Register dan diberi
nomor baru sesuai ketentuan.
2) Pencatatan dan Pengesahan Pemakaian Bejana Tekan pada buku Register
Pengesahan Pemakaian baik dengan atau tanpa perubahan nomor
Pengesahan.
3) Pembuatan SK Mutasi berkaitan dengan pergantian pemakai dan atau
perubahan tempat pemasangan.

4-21
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

4) SK Mutasi asli dengan dilampiri buku Pengesahan yang telah dicatat dalam
buku Register, disampaikan kepada Pemakai yang baru, tindasan pertama
disimpan di Dinas setempat dan tindasan kedua disampaikan kepada
Pemerintah.
m. Persyaratan Keselamatan Kerja dan Ketentuan Teknis Pelaksanaan Kegiatan
Pemeriksaan dan Pengujian serta Penertiban Pengesahan Pemakaian Bejana
Tekan
1) Persyaratan Keselamatan Kerja yang harus dipatuhi bejana tekan dan
ketentuan teknis pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dan pengujian serta
penertiban Pengesahan Pemakaian Bejana Tekan sebagaimana dimaksud
dalam uraian terdahulu harus mentaati ketentuan-ketentuan yang telah diatur
dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970, Peraturan Menteri No
Per.01/Men/1982 dan Peraturan-peraturan pelaksanaannya serta standar
teknis pendukungnya.
2) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, meliputi:
a) Ketentuan tentang kualitas konstruksi bejana tekan, pemipaan dan sarana
penunjangnya
b) Ketentuan tentang kualitas dan kuantitas alat perlengkapan/ alat
pengaman.
c) Ketentuan tentang kualifikasi perusahaan pembuat, perakit, pemasang,
reparator, perawatan dan operator bejana tekan.
d) Ketentuan teknis pemeriksaan dan pengujian.
e) Ketentuan teknis pesawat uap yang tidak perlu pengesahan pemakaian.
f) Ketentuan teknis yang berkaitan dokumen teknis bejana tekan, pemipaan,
sarana penunjang dan dokumen teknik pemeriksaan dan pengesahan
pemakaian.

4.6 Pemeriksaan Kesehatan Kerja


a. Materi Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
1) Peraturan Perundangan yang terkait dengan pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja.
Peraturan perundangan yang terkait dengan pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja adalah :
a) Pasal 8 Undang-undang No. 1 tahun 1970
b) Permennakertrans No. Per. 02/Men/1980
c) Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982
2) Pengertian-pengertian tentang :

4-22
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

a) Pemeriksaan kesehatan awal (sebelum kerja) adalah pemeriksaan


kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja
diterima untuk melakukan pekerjaan.
b) Pemeriksaan kesehatan berkala (periodik) adalah pemeriksaan kesehatan
pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh
dokter.
c) Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu.
d) Pemeriksaan kesehatan purna bakti adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan oleh dokter pada 3 (tiga) sebelum tenaga kerja memasuki masa
pensiun.
3) Tujuan Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
a) Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal (sebelum kerja) ditujukan agar
tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-
tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga
kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga
kerja lainnya dapat dijamin.
b) Pemeriksaan kesehatan berkala (periodik) dimaksudkan untuk
mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam
pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh di
pekerjaan sedini mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha
pencegahan.
c) Pemeriksaan kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya
pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau
golongan-golongan tenaga kerja tertentu.
d) Pemeriksaan kesehatan purna bhakti dimaksudkan untuk menilai adanya
pengaruh-pengaruh terhadap tenaga kerja sesudah berada dalam
pekerjaannya.
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilakukan untuk memenuhi 2
kebutuhan:
1) Untuk mendiagnosa dan memberikan terapi bagi tenaga kerja yang
menderita penyakit umum. Bagi negara-negara yang sudah maju, hal
seperti ini dilakukan oleh asuransi.
2) Untuk mengadakan pencegahan dan mendiagnosa penyakit akibat kerja
serta menentukan derajat kecacatan. Hal tersebut dilakukan oleh dokter

4-23
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

pemeriksa kesehatan tenaga kerja atau dokter yang mempunyai keahlian


di bidang kesehatan/kedokteran kerja.
4) Teknis pemeriksaan kesehatan tenaga kerja :
a) Mekanisme pemeriksaan
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja (pemeriksaan awal, periodik/
berkala, khusus dan purna bakti) dilakukan oleh dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja yaitu dokter yang telah mendapatkan pengesahan
dari Pemerintah (Depnaker) untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan
terhadap tenaga kerja.
Dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja harus membuat laporan tentang
kegiatan pemeriksaannya selama setahun kepada kantor Departemen
Tenaga Kerja setempat setiap setahun sekali.
5) Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal (sebelum kerja)
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal (sebelum kerja) menurut ketentuan
dalam peraturan perundangan harus dilaksanakan. Data hasil pemeriksaan
awal dapat digunakan sebagai pembanding terhadap data hasil pemeriksaan
kesehatan berkala (periodik) untuk menentukan adanya penyakit akibat kerja.
Pemeriksaan ini meliputi :
a) Anamnese (interview)
Di dalam anamnese perlu ditanyakan tentang :
– riwayat penyakit, ditanyakan tentang semua penyakit yang diderita,
kondisi kesehatan yang dirasakan, riwayat perawatan di rumah sakit,
riwayat operasi, dan kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, minuman
keras dan sebagainya.
– riwayat pekerjaan, ditanyakan tentang semua pekerjaan yang pernah
dilakukan dibagian apa saja, berapa lama dan apakah pernah
diperiksa kesehatannya.
– kecelakaan yang pernah diderita
– umur
– pendidikan
– keadaan keluarga dan lain-lain.
b) Anamnese (interview) khusus untuk penyakit-penyakit :
– alergi
– epilepsi
– kelainan jantung
– tekanan darah (tinggi/ rendah)
– TBC

4-24
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

– kencing manis
– asma, bronchitis, pneumonia
– gangguan jiwa
– penyakit kulit
– penyakit pendengaran
– penyakit pinggang
– penyakit kelainan pada kaki
– hernia
– hepatitis/penyakit hati
– ulkus peptikum
– anemia
– tumor
– dan lain-lain.
c) Pemeriksaan klinis :
Seperti pemeriksaan klinis untuk penyakit umum, hanya lebih
memperhatikan kemungkinan adanya pengaruh dari faktor-faktor dalam
lingkungan kerja.
– Pemeriksaan Mental
Keadaan kesadaran, sikap dan tingkah laku, kontak mental, perhatian,
inisiatif, intelegensia dan proses berfikir.
– Pemeriksaan Fisik
Fisik diagnostic dari seluruh bagian badan dengan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi, pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan,
tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman penglihatan,
pendengaran, perabaan, reflek, kesegaran jasmani.
– Pemeriksaan Laboratorium
Untuk membantu menegakkan diagnosa (darah, urine, faeces)
– Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus dilakukan untuk melihat dan menilai kondisi
kesehatan tenaga kerja dikatikan dengan jenis pekerjaan yang akan
dikerjakannya, misalnya; Rogent dada, alergi test, spirometri test,
E.C.G., buta warna dan lain-lain.
Hasil Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Awal
a. Sehat (tidak didapat kelainan) boleh bekerja tanpa syarat :
– boleh bekerja berat
– boleh bekerja ringan
– boleh bekerja diberbagai bagian

4-25
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

b. Menderita sakit/ ada kelainan :


– boleh bekerja pada kondisi kerja tertentu, seperti; kerja ringan saja,
kerja ditempat tak berdebu, tak ada kontak dengan bahan kimia
dan lain-lain
– ditolak untuk bekerja :
ditolak permanent (tetap) atau ditolak sementara menunggu
proses pengobatan.
– boleh bekerja diberbagai bagian

Teknis Pemeriksaan Kesehatan Berkala/ Periodik, Khusus dan purna


bakti.
Pemeriksaan kesehatan berkala/ periodik, khusus dan purna bakti
menurut ketentuan dalam Peraturan Perundangan harus dilaksanakan
paling tidak setahun sekali, sesuai dengan tingkat bahaya yang
mengancam terhadap kesehatan tenaga kerja, dokter perusahaan/
dokter pemeriksa dapat menentukan lamanya diadakan pemeriksaan
kesehatan berkala (lebih dari satu kali dalam setahun), kecuali
pemeriksaan kesehatan purna bakti yang dilakukan 3 (tiga) bulan
sebelum tenaga kerja memasuki masa pensiun.
Data-data hasil pemeriksaan kesehatan berkala/ periodik dan khusus
dapat digunakan untuk menemukan/ menentukan adanya penyakit
akibat kerja. Pemeriksaan ini meliputi :
Anamnesa (interview) :
– nama
– umur
– jenis kelamin
– unit kerja
– lama kerja
– gambaran tentang : yang dikerjakan, faktor-faktor bahaya di
lingkungan kerja, keluhan-keluhan yang diderita, kondisi kesehatan
yang dirasakan.
Pemeriksaan klinis :
– Pemeriksaan mental
Gangguan mental dan penyakit jiwa
– Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik diagnostic dari seluruh bagian badan,
khususnya bagian badan yang mengalami kelainan/ keluhan

4-26
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

dengan metode inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi,


pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan, tinggi badan, berat
badan, pemeriksaan ketajaman penglihatan dan pendengaran,
pemeriksaan laboratorium darah dan urine dan pemeriksaan
khusus yang berkaitan dengan keluhan/ gangguan kesehatan yang
dirasakan dan kemungkinan pemaparan bahan berbahaya di
lingkungan kerja (biological monitoring) seperti; rongent dada,
spirometri test, pemeriksaan fungsi organ khusus, pemeriksaan
laboratorium khusus.

Hasil Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Periodik/ Berkala Khusus


dan Purna Bakti
– sehat
– sakit
– penyakit umum
– penyakit akibat kerja
– diduga penyakit akibat kerja, yang perlu dilakukan pemeriksaan
khusus lanjutan berupa permeriksaan lingkungan kerja,
laboratorium khusus dan biological monitoring.
Jika ditemukan adanya penderita yang menderita sakit, khususnya
penyakit akibat kerja perlu diberikan saran-saran pengendalian.
Pelaksanaan Pemeriksaan
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilakukan oleh dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja. Pemeriksan kesehatan tenaga kerja dapat
dilaksanakan di tempat kerja atau pelayanan kesehatan kerja pada
perusahaan tersebut. Dapat juga dilaksanakan diluar perusahaan
dengan mengadakan kerjasama dengan perusahaan jasa
pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan kesehatan kerja, yang
telah mendapatkan pengesahan sesuai dengan Permennaker No.
Per.04/Men/1995.

b. P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)


1) Materi P3K
a) Peraturan perundangan yang berkaitan dengan P3K
Pemerintah (Depnaker) telah membuat ketentuan-ketentuan peraturan
perundangan dalam rangka penanggulangan kecelakaan dan sakit
mendadak di tempat kerja dengan pelaksanaan P3K, antara lain :

4-27
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

– Undang-undang No. 1 tahun 1970


– Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982
b) Pengertian-pengertian tentang :
– P3K adalah merupakan pertolongan pertama yang harus segera
diberikan kepada tenaga kerja yang mendapatkan kecelakaan atau
penyakit mendadak di tempat kerja dengan cepat dan tepat sebelum
korban dibawa ke tempat rujukan (dokter/ Puskesmas/ Rumah Sakit)
– Petugas P3K adalah seseorang yang bertugas memberikan pertolongan
pertama pada korban yang ditunjuk oleh pengusaha dan telah mendapat
pelatihan P3K dari petugas yang berwenang.

c. Tujuan P3K
Pertolongan pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan perawatan darurat
pada korban, sebelum pertolongan yang lebih lengkap diberikan oleh dokter atau
petugas kesehatan lainnya. P3K diberikan untuk; menyelamatkan nyawa korban,
meringankan penderitaan korban, mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah,
mempertahankan daya tahan korban dan mencarikan pertolongan yang lebih lanjut.

d. Kondisi Fisiologi Manusia


Untuk bisa melihat perubahan-perubahan serta keadaan bahaya pada korban yang
mengalami kecelakaan perlu mengetahui kondisi-kondisi normal (fisiologis) dari
manusia, diantaranya yaitu :
– Pernafasan
– Denyut nadi
– Tekanan darah
– Kesadaran
– Tugor (elastisitas kulit)
– Reflek.

e. Prinsip Dasar Tindakan P3K


Memberikan pertolongan kepada korban kecelakaan atau mengamati sakit dengan
tujuan menyelamatkan jiwa korban sering gagal, bahkan jiwa pemberi pertolongan
dapat menjadi korban. Hal ini disebabkan karena disamping prinsip-prinsip dasar
diabaikan, juga petugas penolong kurang terlatih dan kurang terampil. Prinsip-
prinsip dasar yang dimaksud di sini adalah :
 Pedoman tindakan dalam berbagai situasi lingkungan dan kondisi korban :

4-28
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

– Penolong harus memahami dan terampil mengamankan dirinya sendiri


sebelum bertindak menolong korban terutama pada kasus kecelakaan yang
melibatkan bahan kimia atau terjadi pada kondisi lingkungan yang sulit dan
berbahaya (ketinggian, kedalaman) dengan menggunakan alat
pengaman/pelindung yang tepat dan cocok serta prosedur yang benar.
– Amankan segera korban dari suatu gangguan lain di sekitar tempat kejadian.
– Tindakan pertolongan yang akan diberikan harus dengan urutan yang paling
tepat. Penolong harus mampu menilai dan membaca situasi sebelum
memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan.
– Usahakan secepat mungkin menghubungi dokter, ambulans, rumah sakit
atau yang berwajib sambil pertolongan pertama diberikan.
– Tempat dimana kecelakaan terjadi harus segera diberi tanda agar orang lain
tahu tempat itu ada kejadian kecelakaan, dan orang lain yang tidak
berkepentingan tidak diperkenankan memasuki tempat kecelakaan karena
mengganggu upaya pertolongan dan dapat berbahaya bagi orang tersebut.
 Ciri-ciri gangguan pada korban yang harus ditolong termasuk keadaan khusus.
Untuk dapat memberikan pertolongan yang tepat maka perlu mengenal ciri-ciri
gangguan pada korban. Gangguan dapat bersifat umum yang dapat
mempengaruhi keadaan umum seseorang dan dapat menyebabkan ancaman
maut, dan dapat bersifat lokal yang dapat mempengaruhi keadaan cedera lebih
lanjut dan juga keselamatan nyawa korban. Gangguan umum dan gangguan
lokal tersebut antara lain :
Gangguan Umum :
– Gangguan pernafasan yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas,
menghisap asap/ gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan.
– Gangguan kesadaran yang disebabkan oleh karena benturan atau pukulan
pada kepala yang menyebabkan gegar/memar otak, sengatan matahari
langsung, berada dalam ruangan yang penuh orang sehingga kekurangan
zat asam/oksigen.
– Gangguan peredaran darah yang disebabkan karena perdarahan yang
hebat, luka bakar yang luas, rasa nyeri yang hebat, kekurangan cairan tubuh
secara cepat, keadaan alergi atau tidak tahan terhadap obat/bahan kimia
tertentu.
Gangguan Lokal :
– Perdarahan atau luka yang disebabkan karena adanya pembuluh darah
terputus atau robek.
– Patah tulang yang disebabkan karena adanya benturan atau pukulan.

4-29
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

– Luka bakar yang disebabkan karena panas kering, kontak dengan aliran
listrik, gesekan dari roda yang berputar, asam dan basa kuat, panas yang
basah
 Kesiapan pertolongan baik tenaga penolong maupun sarana dan peralatan yang
diperlukan. Pedoman tindakan :
– Petugas/ personil
– Buku petunjuk
– Kotak P3K
– Alat pengangkut penderita
– Isi kotak P3K
– Kotak khusus dokter
– Transportasi
– Peralatan darurat pada pabrik, seperti pancaran air dan tempat cuci.

2) Pelaksanaan P3K
Pertolongan gangguan sirkulasi :
Gangguan peredaran darah dengan tanda-tanda muka pucat, kulit basah dan
dingin, nadi cepat dan lemah, pernafasan cepat dan tak teratur serta gelisah
maka berikan pertolongan dengan cara :
– Bawa korban ke tempat yang teduh dan aman
– Tidurkan terlentang tanpa bantal atau posisi kepala lebih rendah dari kaki
– Longgarkan semua pakaiannya dan beri selimut agar hangat
– Apabila ada perdarahan hentikan perdarahan dengan pasang pembalut
Pertolongan gangguan pernafasan :
Gangguan pernafasan dapat ditolong dengan pernafasan buatan dari mulut ke
mulut atau dari mulut ke hidung, yang meliputi tahapan sebagai berikut :
– Baringkan korban terlentang
– Longgarkan pakaian korban
– Bersihkan mulut, hidung dan tenggorokan (dengan jari, pukulan punggung
dan tekanan perut). Pada pernafasan buatan dari mulut ke mulut, tutup
hidung korban dan pada pernafasan buatan dari mulut ke hidung gunakan
ibu jari satu tangan untuk menahan dagu dan menekan bibir bawah agar
mulut tertutup.
– Ambil nafas dan berikan 4 kali hembusan nafas dengan cepat sehingga
dada korban mengembang
– Lanjutkan pertolongan nafas 12 – 15 kali permenit
– Sesudah satu menit periksa kembali dan lakukan setiap beberapa menit

4-30
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

– Jika sudah bernafas awasi pernafasannya dan jika tidak bernafas dilanjutkan
bantuan pernafasan
Apabila nadi tidak teraba atau tidak ada denyut jantung maka dipilih teknik
kombinasi antara pernafasan buatan dengan pijit jantung dengan tahapan
sebagai berikut :
– Korban baringkan terlentang di atas dasar yang keras dan kuat
– Kepala korban ditengadahkan
– Letakkan salah satu tangan penolong pada 2 (dua) jari di atas ujung tulang
dada korban dan tangan yang lain diletakkan di atas tangan yang pertama
– Dengan kedua tangan tegak lurus terhadap tulang dada dilakukan tekanan
dengan bantuan berat badan sebanyak 60 kali permeint
– Bila penolong hanya seorang dilakukan dulu pernafasan buatan 2 (dua) kali
disusul dengan pijatan jantung luar 15 kali dan bila ada dua penolong maka
dilakukan bersama-sama dengan perbandingan 1 : 5
– Setelah beberapa menit lihat dan raba nadi
Pertolongan gangguan kesadaran :
Gangguan kesadaran dengan tanda-tanda keluar keringat dingin, muka pucat,
muntah dan hilang kesadaran maka dapat diberikan pertolongan dengan cara :
– Angkat penderita ke tempat yang teduh dan baik sirkulasi udaranya
– Tidurkan terlentang tanpa bantal dan longgarkan semua pakaian
– Bila penderita muntah, letakkan penderita dalam keadaan miring
– Berikan rangsangan dengan menciumkan bau-bauan misalnya; alcohol,
amoniak, minyak wangi dan lain-lain
– Bawa ke dokter, rumah sakit atau poliklinik terdekat.
Pertolongan Perdarahan Karena Luka :
Perdarahan karena luka nampak dari luar berupa terputusnya pembuluh darah,
maka dapat dilakukan pertolongan dengan cara :
– Tekan tempat perdarahan dengan kain kasa 5 – 15 menit dan bila perlu
tekan bagian pangkal dari tempat perdarahan
– Tinggikan anggota badan yang terluka atau berdarah lebih tinggi dari jantung
– Tidurkan korban dengan kepala lebih rendah kecuali pada perdarahan
kepala dan sesak nafas
– Tenangkan korban dan ajak bicara
– Segera bawa ke dokter, rumah sakit atau poliklinik

4-31
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Pertolongan Patah Tulang :


Patah tulang dengan tanda-tanda; terasa sakit bila ditekan atau digerakkan,
tampak kelainan bentuk tulang jaringan sekitar bengkak dan nampak penonjolan
tulang yang patah.
Adapun tindakan pertolongan dapat diberikan dengan cara :
– Bawa korban ke tempat yang aman dengan hati-hati
– Pasang bidai/penyangga dengan hati-hati
– Bila disertai perdarahan maka hentikan perdarahan
– Segera bawa korban ke rumah sakit
Pertolongan Luka Bakar :
Luka bakar dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh hawa panas tinggi
dapat dibagi dalam beberapa tingkatan, antara lain :
– Tingkat pertama, hanya terdapat warna merah pada kulit
– Tingkat kedua, terdapat gelembung-gelembung pada kulit tetapi tidak
merusak seluruhnya
– Tingkat ketiga, terdapat penghancuran kulit seluruhnya, mungkin juga alat-
alat lebih dalam
Luka bakar dapat dilakukan pertolongan sebagai berikut :
– Bebaskan korban dari penyebab luka bakar
– Tanggalkan semua kain yang melekat pada bagian yang terbakar
– Kulit yang terluka bakar segera dilakukan :
 Pada luka bakar tingkat pertama, siram/rendam dengan air dingin 10–15
menit bila terasa nyeri beri obat anti nyeri
 Pada luka bakar tingkat kedua, rendam di air bersih, tutup dengan kain
bersih/steril, beri balutan longgar, beri obat anti nyeri, beri minum
 Pada luka bakar tingkat ketiga, tutup bagian yang terbakar dengan kain
atau kasa steril, baringkan korban dengan kepala lebih rendah,
perhatikan keadaan umum korban dan kirim ke rumah sakit
Pertolongan bagi korban yang kontak dengan bahan kimia :
Pada pertolongan pertama yang merupakan hal yang penting adalah korban dan
penolong tidak mendapatkan bahaya lebih lanjut, misalnya :
– korban terkontaminasi pada kulit atau pakaian oleh bahan kimia, maka si
korban harus diguyur dahulu dengan air pada waktu melepaskan pakaian
korban
– korban terkena gas atau asap, maka si penolong harus memakai alat
pernafasan

4-32
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

– korban diangkat dengan hati-hati dari daerah yang berbahaya ke daerah


yang lebih aman
– dan lain sebagainya.

Kebanyakan kecelakaan oleh karena bahan kimia mengenai korban melalui


inhalasi/ pernafasan, absorbsi kulit/ mukosa dan termakan/ tertelan melalui
mulut. Cidera kimia adalah berupa terbakarnya jaringan kulit atau selaput lender
yang terkenal bahan kimia. Pertolongan kecelakaan yang disebabkan bahan
kimia dapat berupa :
– Prinsipnya adalah menghilangkan kontak seminimal mungkin dan
mendinginkan kulit untuk mencegah penyerapan
– Melepas pakaian korban
– Mengguyur bagian yang terbakar dengan air yang mengalir selama 10 – 15
menit dan bila pancaran air tersedia sikorban harus diletakkan dibawah
pancaran air dan seluruh pakaian harus dibuka dibawah air yang mengalir
(pada penyiraman air mengalir, maka zat kimia tersebut dapt menyentuh kulit
sekitar dengan konsentrasi yang lebih ringan)
– Bila bahan kimia terkenal kulit maka segera cuci dengan air dan sabun
sebanyak mungkin
– Bila bahan kimia terkenal mata maka segera cuci dengan boorwater atau air
sebanyak mungkin
– Bila bahan kimia tertelan maka usahakan korban muntah dengan memberi air
minum atau susu sebanyak mungkin
– Bila terjadi sesak nafas segera longgarkan pakaiannya dan beri oksigen bila
memungkinkan.

4-33
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

RANGKUMAN

Bab 1 :
1. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari perlindungan tenaga
kerja dari risiko kecelakaan yang berkembang secara pesat sejak Revolusi Industri.
Dalam sejarah perkembangannya keselamatan dan kesehatan kerja disamping ditujukan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan, juga ditujukan untuk menghindarkan terjadinya
kerugian akibat rusaknya bahan, mesin, alat maupun hilangnya waktu kerja. Aspek
perlindungan atas dasar kemanusiaan di satu pihak, juga mencakup aspek yang bersifat
ekonomis dari sisi pengusaha.

Bab 2 :
1. Peraturan perundang-undangan yang mengatur keselamatan dan kesehatan kerja
mempunyai peranan yang besar di dalam mendorong diterapkannya usaha-usaha
keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. Sikap pimpinan kontraktor dan
komitmennya dalam memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap
tenaga kerja seharusnya seimbang dengan tujuan pemikiran untuk mencegah kerugian
ekonomis akibat kecelakaan.
2. Di Indonesia secara historis peraturan keselamatan dan kesehatan kerja telah ada sejak
pemerintahan Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan dan diberlakukannya Undang-
undang Dasar 1945, maka beberapa peraturan termasuk peraturan keselamatan dan
kesehatan kerja yang pada waktu itu berlaku yaitu Viligheids Reglement telah dicabut
dan diganti dengan Undang-undang Keselamatan Kerja, Lembaran Negara No. 1 Tahun
1970.

Bab 3 :
Sudah cukup banyak peraturan perundang-undangan tentang dan terkait K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja) dari dalam negeri dan internasional yang harus dipatuhi dan apabila
dilanggar akan ada sangsinya.
Sehubungan dengan itu sudah saatnya penerapan ketentuan K3 diintensifkan agar
terbangun kesadaran dan kedisiplinan serta kepatuhan terhadap perundang-undangan yang
berlaku, sehingga kegiatan pembangunan konstruksi betul-betul tercapai nihil kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

Bab 4 :
1. Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja konstruksi/ proyek sangat
tergantung dari kesadaran dan komitmen pimpinan kontraktor, disiplin para pekerja dan
pengawasan pemerintah. Penerapan sanksi yang konsekuen akan berpengaruh
terhadap kepatuhan ketentuan-ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Penggunaan teknologi maju untuk kepentingan kemajuan industri konstruksi akan terus
berkembang sesuai dengan kebutuhan pembanguanan setiap negara. Untuk
menghindarkan dampak yang dapat merugikan terhadap manusia, khususnya terhadap
para pekerja dan lingkungan, maka dibutuhkan peraturan-peraturan maupun standar-
standar yang sesuai dengan perkembangan. Peraturan keselamatan dan kesehatan
kerja tersebut akan menciptakan rasa aman dan memberi rasa perlindungan terhadap
para pekerja.
Pelatihan Ahli K3 Konstruksi Peraturan Perundang-undangan K3

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang No. 1 thn 1970, tentang Keselamatan Kerja


2. Undang-undang N. 4 tahun 1982, tentang : Lingkungan Hidup
3. Undang-undang no. 3 tahun 1992, tentang : Jaminan Sosial Tenaga Kerja
4. Undang-undang no. 18 tahun 1999, tentang : Jasa Konstruksi
5. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
6. Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 1973, tentang : Pengawasan Atas Peredaran,
Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
7. Peraturan Pemerintah (PP) no. 19 tahun 1973, tentang : Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja dan dibidang Pertambangan
8. Peraturan Pemerintah (PP) no. 11 tahun tahun 1975 tentang : Keselamatan Kerja dan
terhadap Radiasi
9. Peraturan Pemerintah (PP) no. 14 tahun 1993, tentang : Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
10. Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang : Penyakit yang timbul karena
Hubungan kerja.
11. PERMENAKER No. Per 01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada
Konstruksi Bangunan
12. PERMENAKER No. : Per.05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut
13. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
No.Kep.174/MEN/ 1986, No. 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan Kerja Pada Tempat
Kegiatan Konstruksi
14. PERMENAKER No. : PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
15. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555/K/26MPE/1995 tanggal 22 Mei
1995 tentang : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.
16. OHSAS 18001:1999, Occupational Health and Safety Assesment Series
17. OHSAS 18002:2000, Guidline for the implementation of OHSAS 18001:1999
18. COHSMS, Construction Industry Occupational Health and Safety Management Systems.

Anda mungkin juga menyukai