Anda di halaman 1dari 4

1.

Patofisiologi asites

Asites adalah penimbunan cairan yang abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit, namun yang terutama adalah sirosis hati dan hipertensi porta.
Patofisiologi asites belum sepenuhnya dipahami dan diduga melibatkan beberapa mekanisme
sekaligus. Teori yang diterima saat ini ialah teori vasodilatasi perifer.

Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan fibrotisasi
sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi
porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah
splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide,
endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan
peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap. 
Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan
kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan
asites.

Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan mempengaruhi
sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif
darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan
meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron
serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari
ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan
yang terkumpul di rongga tubuh.

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV


2. Propanolol (Penghambat Adrenoreseptor Beta / β-Bloker)
Mekanisme antihipertensi. Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-
Bloker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain : (1) penurunan frekuensi denyut
jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunnkan curah jantung; (2) hambatan sekresi
rennin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiostensi II; (3)
efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas
baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adregenik perifer dan peningkatan biosintesis
prostaksiklin.
Penurunan tekanan darah oleh β-Bloker yang diberikan per oral berlangsung lambat. Efek
ini mulai terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh
penurunan tekanan darah lanjut setelah 2 minggu bila dosisnya tetap. Obati ini tidak
menimbulkan hipotensi ortostatik dan tidak menimbulkan retensi air dan garam.

Penggunaan. β-Bloker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai
sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner (khusunya sesudah infark miokard
akut), pasien dengan aritmia supraventrikel dan ventrikel tanpa kelainan konduksi, pada pasien
muda dengan sirkulasi hiperdinamik, dan pada pasien yang memerlukan antidepresan trisiklik
atau antipsikosis (karena efek antihipertensi β-Bloker tidak dihambat oleh obat-obatan tersebut)
β-Bloker lebih efektif pada pasien usia muda dan kurang efektif pada pasien usis lanjut.
Efektivitas antihipertensi berbagai β-Bloker tidak berbeda satu dengan yang lain bila
diberikan pada dosis yang ekuipoten. Ada atau tidaknya kardioselektifitas, aktivitas simptomatik
instrinstik (ASI), menentukan pemilihan obat ini dalam kaitannya dengan kondisi patologi pasien.
Semua β-Bloker dikontraindikasikan pada pasien dengan asma bronchial. Bila harus diberikan
pada pasien diabetes atau dengan gangguan sirkulasi perifer, maka penghambat selektif β1 adalah
lebih baik dibandingkan β-Bloker non selektif, karena efek hipoglikemia relatif ringan serta tidak
menghambat reseptor β2 yang memperantai vasodilatasi di otot rangka. β-Bloker dengan ASI
kurang efektif untuk PJK dan belum terbukti efektif untuk paska infark mikard, meskipun kurang
menimbulkan efek samping metabbolik. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronik,
pemakaian β-Bloker dapat memperburuk fungsi ginjal karena penurunan aliran darah ginjal.
Dari berbagai β-Bloker, atenolol merupakan obat yang paling sering dipilih. Obat ini
bersifat kardioselektif dan penetrasinya ke SSP minimal, sehingga kurang menimbulkan efek
samping sentral dan cukup diberikan sekali sehari sehingga diharapkan akan meningkatkan
kepatuhan pasien. Dosis lazim adalah 50-100 mg per oral sekali sehari. Metoprolol perlu
diberikan dua kali sehari dan kurang kardio selektif disbanding dengan atenolol. Dosisnya adalah
50-100 mg dua kali sehari. Labetolol dan karvedilol memiliki efek vasodilatasi karena selain
menghambat reseptor β, obat ini juga menghambat reseptor α. Secara teoritis sifat ini akan
memperkuat efek antihipertensi dan mengurangi efek samping seperti rasa dingin di ekstermitas.
Terapi efek vasodilatasi ini dapat menimbulkan hipotensi postural.

Efek samping, perhatian dan kontraindikasi. β-Bloker dapat menyebabkan bradikardi,


blockade AV, hambatan nodus SA dan menurunkan kekuatan kontraksi miokard. Oleh karena iru
obat golongan ini dikontraindikasikan pada keadaan bradikardi, blockade AV derajad 2 dan 3,
sick sinus syndrome dan gagl jantung yang belum stabil. Khusus pada gagal jantung, pendapat
lama mengatakan bahwa β-Bloker merupakan kontraindikasi yang bersifat inotropik negative.
Namun pendapat terbaru membuktikan bahwa β-Bloker, terutama kardiverol (α- β-Bloker) dan
juga bisoprolol, terbukti bermanfaat dan telah direkomendasikan dalam JNC VI dan VII untuk
pengobatan gagal jantung dalam kontribusi dengan ACE-Inhibitor.
β-Bloker merupakan obat yang baik untuk hipertensi dengan angina stabil kronik, tapi
dapat memperberat gejala angina Printzhetal, sehingga pemberiannya pada pasien hipertensi
dengan angina harus memperhatikan perbedaan kedua jenis ini.Selain itu, pengehentian β-Bloker
pada pasien dengan angina tidak boleh dilakukan secara mendadak karena dapat menimbulka
kambuhnya serangan hipertensi ke tingkat yang lebih tinggi (Rebound hypertension) kambuhnya
serangan angina bahkan infark miokard pada pasien angina pectoris.
Bronkospasme merupakan efek samping yang penting pada pasien degan riawayat asma
bronchial atau peyakit paru obstruktif kronik (PPOK), sehingga merupkan kontraindikasi untuk
keadaan ini.
Gangguan sirkulasi perifer lebih jarang terjadi halusinasi dapat terjadi dengan β-Bloker
kardioselektif atau yang memiliki efek vasodilatasi seperti labetolol dan karvedilol.
Efek sentral berupa depresi, mimpi buruk, halusinasi dapat terjadi dengan β-Bloker yang
lipofilik seperti propranolol dan oksprenolol.
Gangguan fungsi seksual sering terjadi akibat pemakaian β-Bloker, terutama yang tidak
selektif.
Pemakaian β-Bloker pada pasien DM yang mendapat insulin atau pengobatan
hipoglikemij oral, sebaiknya dihindari. Sebab β-Bloker dapat menutupi gejala hipoglikemia

Sediaan dan dosis β-Bloker

A.Kardioselektif Dosis awal Dosis maksimal Frekuensi Sediaan


(mg/hari) (mg/hari) pembersihan
Asebutolol 200 800 1-2x Cap 200mg,
Tab 400mg
Atenolol 25 100 1x Tab 50mg, 100
mg
Bisoprolol 2,5 10 1x Tab 5mg
Metoprolol biasa 50 200 1-2x Tab 50mg,
100mg
Metoprolol lepas 100 200 1x Tab 100 mg
lambat

B.Nonselektif
Alprenolol 100 200 2x Tab 50mg
Kartenolol 2,5 10 2-3x Tab 5mg
Nadolol 20 160 1x Tab 40mg,
80mg
Oksprenolol 80 320 2x Tab 40 mg,
biasa 80mg
Oksprenolol 80 320 1x Tab 80mg, 160
lambat mg
Pindolol 5 40 2x Tab 5mg, 10
mg
Propanolol 40 160 2-3x Tab 10mg,
40mg
Timolol 20 40 2x Tab 10mg, 20
mg
Karvedilol 12,5 50 1x Tab 25 mg
Labetolol 100 300 2x Tab 100mg

3. Komplikasi efusi pleura pada kasus


Sepsis

4. Metabolisme protein di hati

Anda mungkin juga menyukai