Anda di halaman 1dari 11

Penerapan Asas Tut Wuri Handayani Sebagai Landasan Sejarah

Pendidikan Nasional di Indonesia

1. Pendahuluan
Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari sejarah masa lalu.
Perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang secara tidak langsung merupakan
pandangan dari masa lalu dan merupakan bahan pembanding untuk memajukan
pendidikan bangsa. Syaripudin (2012:219) menyatakan bahwa sejarah pendidikan
Indonesia terpengaruh dari masuknya agama hindu-budha ke Indonesia,
selanjutnya masuknya agama Islam ke Indonesia, lalu masuknya pengaruh nasrani
yang dibawa oleh VOC, setelah itu zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan
Jepang, hingga zaman kemerdekaan awal, zaman Orde Lama, zaman Orde Batu,
dan zaman Reformasi.
Fachri, dkk (2010) menyatakan bahwa pendidikan mewariskan peradaban
masa lalu sehingga peradaban masa lalu yang memiliki nilai-nilai luhur dapat
dipertahankan dan diajarkan lalu digunakan generasi penerus dalam kehidupan di
masa sekarang. Dengan mewariskan dan menggunakan karya dan pengalaman
masa lalu, pendidikan menjadi pengawal, perantara, dan pemelihara peradaban.
Dengan demikian pendidikan memungkinkan peradaban masa lalu diakui
eksistensinya dikehidupan sekarang.
Asas “Tut Wuri Handayani” merupakan salah satu bentuk eksistensi
pendidikan di masa kolonial Belanda sebagai upaya kebangkitan kaum pergerakan
kebangsaan atau kaum pergerakan nasional yang digagas oleh Ki Hajar
Dewantara. Asas Tut Wuri Handayani yang menjadi semboyan Depdikbud,
menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan
mengingat tertibnya persatuan dalam berkehidupan umum (Istuningsih dan
Pinem, 2010).
Asas Tut Wuri Handayani merupakan titik tolak pendidikan nasional
Indonesia. Gufron (2011) menyatakan bahwa asas Tut Wuri Handayani memberi
kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan

Rahma Siska Utari 1


mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) oleh pendidik. Hal
itu tidak menjadikan masalah karena setiap kesalahan yang dilakukan anak didik
akan membawa pidananya sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin
yang mendorong datangnya hukuman tersebut
Berdasarkan uraian di atas, pada makalah ini penulis akan membahas
masalah, “Bagaimana penerapan asas Tut Wuri Handayani sebagai landasan
pendidikan nasional Indonesia?” , dan “ Apa saja problema pendidikan dalam
penerapan asas Tut Wuri Handayani sebagai landasan pendidikan nasional di
Indonesia?”
Adapun tujuan dan manfaat dalam penulisan makalah ini adalah, untuk
menginformasikan bahwa penerapan asas Tut Wari Handayani dalam pendidikan
nasional mencerminkan sejarah pendidikan nasional sebagai pengawal, perantara,
dan pemelihara peradaban masyarakat Indonesia. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menginformasikan apa saja problema pendidikan dalam
penerapan asas Tut Wuri Handayani di Indonesia.

2. Pembahasan
2.1. Landasan Sejarah Pendidikan Nasional di Indonesia
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari
sejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu, salah satunya
landasan sejarah suatu bangsa. Landasan sejarah suatu bangsa sangat penting
karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan
masyarakat bangsa serta pendidikan menjadi pengawal, perantara, dan pemelihara
peradaban. Dengan demikian pendidikan memungkinkan peradaban masa lalu
diakui eksistensinya dikehidupan sekarang (Fachri, Dkk, 2010).
Syaripudin (2012:10) menyatakan landasan historis pendidikan adalah
asumsi-asumsi yang bersumber dari konsep dan praktek pendidikan masa lalu
yang menjadi titik tolak perkembangan pendidikan masa kini dan masa datang.
Pada perjalanannya pendidikan di Indonesia secara tidak langsung mendapat
pengaruh dari berbagai jaman dan periode di Indonesia, jaman penyebaran agama-
agama di Indonesia, jaman penjajahan, dan jaman kemerdekaan (Syaripudin,

Rahma Siska Utari 2


2012:219). Namun demikian, yang menjadi titik tolak sejarah pendidikan nasional
di Indonesia adalah jaman pergerakan nasional, dimana pada saat itu negara
Indonesia masih dijajah oleh kolonial Belanda (Dhewi, 2011).
Penjajahan yang berlangsung lama benar mengungkung kemajuan bangsa
Indonesia, dan mengakibatkan kemelaratan serta kebodohan (Syaripudin,
2010:202). Dengan semakin sadarnya bangsa Indonesia akan makna nasionalisme
dan kemerdekaan, pada jaman pergerakan nasional ini (awal abad ke-20),
munculnya para pemuda sebagai cendikiawan bangsa dalam berbagai pergerakan .
Pada masa ini, mulai berdirinya sekolah-sekolah dan himpunan/ organisasi
pemuda. Pergerakan nasional berlangsung dalam jalur politik maupun pendidikan
(Syaripudin, 2010:203).
Selanjutnya, pada periode inilah yang menjadi puncak sejarah pendidikan
nasional di Indonesia. Dimana pada masa ini para pemuda memulai usahanya
untuk bangkit dari keterpurukan, bangkit dari penjajahan dimulai dari pendidikan.

2.2. Tut Wuri Handayani sebagai Asas Pendidikan di Indonesia


Asas Tut Wuri Handayani pertama kali digagas dan dicetuskan oleh tokoh
pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara pada media tahun 1922. Dhewi (2011)
menyatakan bahwa Tut Wuri Handayani mengandung arti pendidik dengan
kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak
menarik-narik dari depan, membiarkan anak mencari jalan sendiri dan bila anak
melakukan kesalahan baru pendidik membantunya.
Semboyan Tut Wuri Handayani merupakan salah satu dari tujuh asas
Perguruan Nasional Taman Siswa. Istuningsih dan Pinem (2010) menguraikan
ketujuh asas Perguruan Nasional Taman Siswa yang merupakan asas perjuangan
untuk menghadapi pemerintah kolonial Belanda sekaligus untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan sifat yang nasional dan demokrasi. Ketujuh asas tersebut
yang secara singkat disebut ”Asas 1922” adalah sebagai berikut :
a. bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri
dengan mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum.
b. bahwa pengajaran harus member pengetahuan yang berfaedah,
yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri.

Rahma Siska Utari 3


c. bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan
sendiri.
d. bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau
kepada seluruh rakyat.
e. bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya
lahir maupun batin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri,
dan menolak bantuan apapun dan dari siapapun yang mengikat baik
berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.
f. bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka
mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
g. gahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir
dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi
keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
(Istuningsih dan Pinem, 2010)

Asas Tut wuri Handayani merupakan inti dari asas pertama (butir a) dalam
asas 1922 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya
sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum
(Istuningsih dan Pinem, 2010). Dari asasnya yang pertama ini jelas bahwa tujuan
asas Tut Wuri Handayani yaitu:
a. pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan
b. pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna:
momong, among, ngemong. Among mengandung
artimengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak
didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan
selamat. Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar
dapat tumbuh menurut kodratnya. Ngemong berarti kitaharus
mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan memberi
bantuan padasaat anak membutuhkan
c. pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede)
d. pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan
e. pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri
sendiri, dan berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak
didik).
(Istuningsih dan Pinem, 2010)

Asas yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara ini kemudian dikembangkan


oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono (filsuf dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua
semboyan lagi, yaitu “Ing Ngarso Sung Sung Tulodo” dan “Ing Madyo Mangun
Karso” (Dhewi, 2011). Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu
kesatuan asas yaitu:

Rahma Siska Utari 4


1. Ing Ngarso Sung Tulodo artuinya jika di depan memberi contoh. Guru harus
bisa menjaga tingkah lakunya supaya bisa menjadi teladan (Soeratman. 1985:127).
Nugrahaningsih (2011:176) memberikan contoh penerapan Ing Ngarso Sung
Tulodo dalam proses pembelajaran, apabila guru mengajar menggunakan metode
ceramah, ia harus benar-benar siap dan tahu bahwa yang diajarkannya itu baik dan
benar
2. Ing Madyo Mangun Karso artinya jika ditengah-tengah memberi dukungan dan
semangat. Seorang pemimpin (pendidik) ketika berada di tengah harus mampu
membangkitkan semangat, berswakarsa dan berkreasi pada anak didik (Soeratman
1985:127). Hal ini dapat diterapkan bila guru menggunakan metode diskusi.
Sebagai nara sumber dan sebagai pengarah guru dapat memberi masukan-masukan
dan arahan. (Nugrahaningsih, 2011:176)
3. Tut Wuri Handayani artinya jika di belakang memberi dorongan. Seorang
pemimpin (pendidik) berada di belakang, mengikuti dan mengarahkan anak didik
agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab (Idris,1983). Ketika
guru berada di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan,
dapat terjadi anak didik akan berusaha bersaing, berkompetisi menunjukkan
kemampuannya yang terbaik (Nugrahaningsih, 2011:176)
Sebagai asas yang merupakan inti dari sitem among perguruan, di mana
guru memperoleh sebutan pamong yang berdiri di belakang dengan semboyan Tut
Wuri Handayani.
Cara mengajar dan mendidik dengan menggunakan “metode Among” dengan
semboyan Tut Wuri Handayani artinya mendorong para anak didik untuk
membiasakan diri mencari dan belajar sendiri. Mengemong (anak) berarti
membimbing, memberi kebebasan anak bergerak menurut kemauannya. Guru atau
pamong mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, bertugas mengamat amati
dengan segala perhatian, pertolongan diberikan apabila dipandang perlu. Anak didik
dibiasakan bergantung pada disiplin kebatinannya sendiri, bukan karena paksaan dari
luar atau perintah orang lain. (Soeratman, 1985:79)
Among berarti membimbing anak dengan penuh kecintaan dan mendahulukan
kepentingan sang anak. Dengan demikian anak dapat berkembang menurut
kodratnya. Hubungan murid dan pamong seperti keluarga. Murid memanggil gurunya

Rahma Siska Utari 5


dengan sebutan “ibu” atau “bapak” berbeda dengan sekolah lain pada jaman itu
yangmemanggil gurunya dengan sebutan “tuan”, “nyonya”, “nona”, “ndoro”, “den
Behi” atau “mas Behi”. (Soeratman, 1985:79)
Dengan menggunakan dasar kekeluargaan dalam metode among hubungan
antara murid dan guru sangat erat. Pengertian keluarga juga dipakai untuk sendi
persatuan. Sifat keluarga mengandung unsur unsur :
a. Cinta mencintai sesama anggota keluarga
b. sesama hak dan sesama kewajiban
c. tidak ada nafsu menguntungkan diri dengan merugikan anggota lain.
d. kesejahteraan bersama
e. sikap toleran (Soeratman, 1985:119)

2.3. Penerapan Asas Tut Wuri Handayani dalam Pendidikan Indonesia


Asas Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk
melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan,
tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik (Istuningsih dan Pinem, 2010). Hal itu
tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara, setiap kesalahan
yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya sendiri, kalau tidak ada
pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman tersebut.
Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut bersifat mendidik.
Dhewi (2011) mengungkapkan bahwa kemandirian dalam belajar menurut asas
Tut wuri Handayani:
a. Pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan
b. Pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna:
momong, among dan ngemong. Among mengandung arti
mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak
didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan
selamat. Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar
dapat tumbuh menurut kodratnya. Ngemong berarti kita harus
mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiridan memberi
bantuan pada saat anak membutuhkan.
c. Pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede)
d. Pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak)
e. Pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri
sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam anak didik)

Rahma Siska Utari 6


Selanjutnya Istuningsih dan Pinem menjabarkan dalam kaitan penerapan
asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui
sekarang, yakni:
a. peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan
ketrampilan yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang
pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan
profesinya dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas
pendidikannya sendiri
b. peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan
kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk
memasuki lapangan kerja bidang tertentu yang diinginkannya
c. peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan
kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan ketrampilan
sesuai dengan gaya dan irama belajarnya
d. peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental
memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan
ketrampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat
bertumbuh menjadi manusia yang mandiri
e. peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk
memperoleh pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang
menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang memadai
sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi dibawah
normal sampai jauh di atas normal
(Istuningsih dan Pinem, 2010)

Implikasi dari penerapan asas ini Tut Wuri Handayani terhadap pendidik,
adalah sebagai berikut:
a. memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide
dan prakarsa yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkan.
b. seorang pendidik berusaha melibatkan mental siswa yang maksimal
didalam mengaktualisasikan pengalaman belajar, upaya melibatkan
siswa seperti ini yang sering dikenal dengan cara belajar siswa aktif
(CBSA).
c. peranan pendidik hanyalah bertugas mengarahkan siswa, sebagai
fisilitator, moitivator dan pembimbing dalam rangka mencapai
tujuan belajar.
d. dalam proses belajar mengajar dilakukan secara bebas tetapi
terkendali, interaksi pendidik dan siswa mencerminkan hubungan
manusiawi serta merangsang berfikir siswa, memanfaatkan
bermacam-macam sumber, kegiatan belajar yang dilakukan siswa
bervariasi, tetapi tetap dibawah bimbingan guru
(Istuningsih dan Pinem, 2010)

Rahma Siska Utari 7


2.4. Problema dalam Penerapan Asas Tut Wuri Handayani terhadap
Pendidikan di Indonesia
Adapun permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penerapan asas
pendidikan Tut Wuri Handayani di Indonesia, yaitu:
a. Masih terbatasnya kebebasan peserta didik untuk mengembangkan potensi
diri, khusunya di daerah-daerah terpencil. Kebebasan tersebut biasanya
terkendala pada keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan yang
disediakan pemerintah yang belum merata dimasing-masing sekolah
(Komunitas Belajar Waskita Islamiyah, 2012).
b. Ujian Nasional (UN) yang dijadikan pedoman kelulusan bagi para siswa.
Seperti dilansir pada Komunitas Belajar Waskita (KBW) (2012) bahwa
UN yang dilakukan pada saat ini membatasi kebebasan siswa. Membatasi
kebebasan siswa yang dimaksud adalah, bahwa mata pelajaran yang
dijadikan bahan UN terbatas pada 4 matapelaran tersebut melainkan pada
matapelajaran yang lainnya, yang benar seharusnya membiarkan siswa
memilih pelajaran yang dia sukai yang dia anggap mampu atau
mempunyai bakat dalam matapelajaran tersebut.
c. Masalah peningkatan mutu pendidikan yang sampai sekarang masih
diupayakan pemerintah. mengenai perubahan dan pergantian KTSP
dengan kurikulum 2013 dengan segala problemanya, membuat peserta
didik bingung dalam memilih dan menentukan kebebasan, berdampak
pada perkembangan peserta didik.
a. Masih adanya sikap otoriter secara tidak langsung berasal dari jaman
penjajahan yang diterapkan oleh orang tua maupun guru kepada peserta
didik, berdampak pada pengembangan potensi yang tidak maksimal.
b. Masih terbatasnya lapangan pekerjaan akan jurusan tertentu,
mengakibatkan peserta didik masih belum bebas dalam membuat
keputusan untuk masa depannya.
c. sejarah bangsa Indonesia yang pernah dijajah oleh negara asing
menyebabkan mental bangsa Indonesia dalam pengembangan kualitas
pendidikan terbawa hingga sekarang. Hal ini terlihat dari aksi tawuran

Rahma Siska Utari 8


antar pelajar, mudahnya tersulur emosi dan adu domba antar pelajar, ini
juga disebabkan kebebasan yang tidak terkontrol dengan baik.

C. Penutup
Pendidikan mewariskan peradaban masa lalu sehingga peradaban masa lalu
yang memiliki nilai-nilai luhur dapat dipertahankan dan diajarkan lalu digunakan
generasi penerus dalam kehidupan di masa sekarang. Dengan mewariskan dan
menggunakan karya dan pengalaman masa lalu, pendidikan menjadi pengawal,
perantara, dan pemelihara peradaban. Sehingga pendidikan memungkinkan
peradaban masa lalu diakui eksistensinya dikehidupan sekarang.
Asas “Tut Wuri Handayani” merupakan salah satu bentuk eksistensi sejarah
pendidikan nasional. Dalam penerapan asas pendidikan di Indonesia masih
mengalami berbagai problema yang harus ditanggulangi agar pada akhirnya
negara kita dapat mencapai tujuan pendidikan nasional yang merupakan nilai-nilai
luhur dari peradaban bangsa Indonesia di masa lalu.

Rahma Siska Utari 9


Daftar Pustaka

Dhewi. 2011. “Artikel Asas Tut Wuri Handayani sebagai Landasan Pendidikan”.
http://dhewzone.files.wordpress.com/2011/11/azas-tutwuri-handayani-
sebagai-landasan-pendidikan.pd . Diakses pada 25 November 2013.
Fachri,Dkk. 2010. “ Landasan Historis Pendidikan di Indonesia”.
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-
MODES/LANDASAN_PENDIDIKAN/LANDASAN_HISTORIS_PENDIDIKA
N_DI_INDONESIA.pdf Diakses pada 25 november 2013.

Gufron. 2011. “Artikel Asas Tut Wuri Handayani”. .


http://gufrons.blogspot.com/2011/01/asas-tut-wuri-handayani.html .
Diakses pada 25 November 2013.
Idris, Z. 1983. Dasar-Dasar Kependidikan. Bandung: Angkasa

Istuningsih,D.W., dan Pinem, R. 2010. “Paper Asas-asas Pokok Pendidikan”.


http://www.slideshare.net/widemulia/asas-asas-pokok-pendidikan .
Diakses pada 25 November 2013.
Komunitas Belajar Waskita Islamiyah. 2012. “Kebebasan Itu Perlu”.
https://m.facebook.com/note.php?note_id=524165090929835&_ft_=fbid.52
4165090929835. Diakses tanggal 16 Desember 2013.
Nugrahaningsih, T.K., 2011. “Implementasi Ajaran Ki Hajar Dewantara dalam
Pembelajaran Matematika untuk Membangun Karakter Siswa”.
http://eprints.uny.ac.id/7371/1/p-16.pdf .Diakses tanggal 13 Desember 2013.

Putra, R. 2012. “Artikel Asas Pokok Pendidikan dan Penerapannya”.


http://rikiputrafisika.blogspot.com/2012/05/resume-pengantar-pendidikan-
pp-asas.html . Diakses pada 25 November 2013.
Soeratman, P. 1985. Ki Hajar Dewantara, Jakarta, Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan, Proyek Pembinaan Pendidikan Dasar.

Syaripudin, T. 2012. Landasan Kependidikan. Jakarta: Direktorat Jendral


Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia.

Rahma Siska Utari 10


Rahma Siska Utari 11

Anda mungkin juga menyukai