Anda di halaman 1dari 23

Modul

Pelatihan Penggunaan
Reaktor Biogas (Digester)
Skala Rumah Tangga

PROGRAM BIOENERGY FOR SMK


Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Bidang Mesin & Teknik Industri (P4TK‐BMTI)/
Technical Education Development Center (TEDC)

TAHUN 2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 1


DAFTAR TABEL ....................................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... 3
PENGENALAN BIOGAS DAN PENGURAIAN ANAEROBIK .................................... 4
PRINSIP PENGGUNAAN DAN PERAWATAN REAKTOR BIOGAS ......................... 6
JENIS REAKTOR ................................................................................................... 13
Reaktor Berlaju Alir Rendah ................................................................................ 13
Reaktor Berlaju Alir Tinggi ................................................................................... 14
MENGHITUNG KAPASITAS BIODIGESTER.......................................................... 15
PEMURNIAN BIOGAS ............................................................................................ 16
UAP AIR ................................................................................................................. 17
HIDROGEN SULFIDA ............................................................................................ 17
KARBON DIOKSIDA ............................................................................................... 17
PEMANFAATAN SLURRY ...................................................................................... 18
1. Pupuk organik cair ........................................................................................... 18
2. Kompos ........................................................................................................... 19
3. Kompos cacing ................................................................................................ 19
4. Pakan ikan/ternak ............................................................................................ 19
5. Media budidaya jamur ..................................................................................... 20

1
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kandungan senyawa dalam biogas .............................................................. 4
Tabel 2 Kegunaan 1m3 Biogas ................................................................................. 5
Tabel 3 Dampak penghambat dari senyawa asam volatil pada berbagai pH ............ 8
Tabel 4 Nilai rasio C/N untuk berbagai bahan baku .................................................. 9
Tabel 5 Sumber Potensi Bahan Biogas................................................................... 15

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Hubungan pertumbuhan bakteri metanogenesis dengan temperatur ....... 6


Gambar 2 Rentang pH optimum pada setiap tahapan penguraian anaerobik ........... 8
Gambar 3 Reaktor Fixed Dome .............................................................................. 13
Gambar 4 Reaktor Floating Drum ........................................................................... 14
Gambar 5 Reaktor Flexible Bag .............................................................................. 14

3
PENGENALAN BIOGAS DAN PENGURAIAN ANAEROBIK
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari penguraian bahan-bahan organik secara
anaerobik (tanpa oksigen). Komponen terbesar dari biogas adalah metana yang
memiliki nilai bakar. Karena itu biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Selain metana, biogas mengandung beberapa senyawa lain, seperti tercantum pada
Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan senyawa dalam biogas

Jenis
Komposisi Peran
kandungan
Metana 55-75% • Bahan bakar
• Menurunkan nilai kalor
Karbondioksida 25-50%
• Menyebabkan korosi
Hidrogen • Menyebabkan korosi
0-0,5%
sulfida • Bersifat racun bagi manusia
Ammonia 0-0,05% • Bersifat racun pada bakteri pengurai
• Menyebabkan korosi
Uap air 1-5% • Embun dapat merusak instrumen dan
menyumbat pipa
Debu >5 μm • Menyumbat penyemprot pada motor/genset

Secara garis besar, biogas dapat digunakan sebagai sumber energi, melalui
pembakaran langsung seperti untuk memasak, maupun tidak langsung seperti untuk
pembangkit listrik. Gas metana sebagai komponen utama penyusun biogas memiliki
nilai kalor 35,8 MJ/m3 pada kondisi standar (0oC, 1 bar). Nilai bakar biogas
ditentukan oleh konsentrasi metana dalam campuran gas, berkisar antara 20-27
MJ/m3. Nilai ini kira-kira setara dengan 0,46 kg LPG; 0,62 liter minyak tanah; 0,52
liter diesel; 0,8 liter bensin; dan 3,5 kg kayu bakar.

Penggunaan biogas dari reaktor skala rumah tangga tentu berbeda dengan reaktor
skala industri. Pada reaktor biogas skala industri, biogas umumnya digunakan
sebagai pembangkit listrik menggunakan motor bakar. Listrik ini kemudian dapat
dijual kepada PLN atau dimanfaatkan sendiri untuk keperluan industri tersebut. Pada
reaktor biogas skala rumah tangga, biogas memiliki kegunaan yang lebih beragam
seperti bahan bakar memasak, lampu petromak, pemanas air, penanak nasi, dan
membangkitkan listrik menggunakan genset. Bahkan ada juga yang
mengembangkan lemari pendingin yang menggunakan biogas tanpa melalui listrik
dengan menggunakan sistem adsorpsi.

Proses penguraian anaerobik yang terjadi pada sampah organik terjadi dalam
beberapa tahap yaitu hidrolisis, fermentasi, dan metanogenesis. Hidrolisis

4
merupakan tahap awal dalam penguraian anaerobik di mana bahan organik
kompleks (karbohidrat, lemak, dan protein) diuraikan oleh enzim yang dikeluarkan
oleh bakteri menjadi senyawa-senyawa sederhana yang larut air seperti gula, asam
lemak rantai panjang, gliserol, dan asam amino. Proses ini terjadi di luar tubuh
bakteri dan bertujuan supaya bahan organik menjadi senyawa sederhana yang bisa
dimakan oleh bakteri.

Senyawa sederhana diserap ke dalam tubuh bakteri dan difermentasi menjadi


produk-produk yang lebih sederhana yaitu asam-asam lemak volatil dan alkohol.
Proses ini menghasilkan energi yang menunjang pertumbuhan bakteri. Fermentasi
lanjutan kemudian semakin menyederhanakan senyawa-senyawa tersebut menjadi
asam asetat, karbondioksida, dan hidrogen yang merupakan bahan baku untuk
proses metanogenesis (pembentukan biogas).

Pada tahap terakhir, produk fermentasi lanjutan tersebut dikonversi menjadi metana.
Terdapat 2 jalur pembentukan metana yaitu dari asam asetat menjadi metana dan
karbondioksida, serta dari karbondioksida dan hidrogen menjadi metana. Bakteri
metanogenesis ini merupakan kelompok yang paling sensitif dibanding dengan 2
proses sebelumnya, namun perannya paling krusial. Karena itu reaktor biogas
membutuhkan pengoperasian dan perawatan yang rutin dan disiplin.

Teknologi penguraian anaerobik merupakan teknologi yang sederhana karena


seluruh proses dilakukan oleh bakteri yang banyak tersedia di alam. Karena itu,
pada dasarnya proses tidak memerlukan sumber bakteri khusus maupun proses
yang steril sehingga biaya operasional rendah. Penggunaan sumber bakteri yang
dijual di pasaran lebih bertujuan untuk mempercepat proses start-up sehingga
reaktor dapat mencapai kemampuan olah maksimumnya dalam waktu singkat.
Selain menggunakan sumber bakteri komersial, untuk mempercepat start-up dapat
juga ditambahkan lumpur/isi dari reaktor anaerobik lain yang sudah beroperasi.

Pemanfaatan biogas

Tabel 2 Kegunaan 1m3 Biogas

5
PRINSIP PENGGUNAAN DAN PERAWATAN REAKTOR BIOGAS
Karena proses penguraian anaerobik, terutama tahap metanogenesis, sangat
sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan, maka diperlukan pengetahuan
mengenai kondisi yang optimal bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kinerja reaktor anaerobik di antaranya adalah
temperatur, pH, komposisi umpan/bahan baku, kandungan senyawa penghambat,
pengadukan, dan waktu inap/laju beban organik.

1. Temperatur
Pada dasarnya, proses penguraian berlangsung lebih cepat pada temperatur
yang lebih tinggi. Namun demikian, temperatur yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan denaturasi protein yang berdampak pada kerusakan sel
bakteri. Hal ini akan mengakibatkan penurunan drastis laju reaksi ketika
temperatur melampaui titik optimumnya. Ilustrasi mengenai hubungan antara
laju reaksi/pertumbuhan bakteri dengan temperatur dapat dilihat pada
Gambar 1.

Temperatur rata-rata
di Indonesia

Gambar 1 Hubungan laju pertumbuhan bakteri metanogenesis dengan temperatur reaksi

Berdasarkan rentang temperatur optimumnya, bakteri metanogenik dapat


dibagi dalam 3 golongan yaitu termofilik (temperatur tinggi), mesofilik
(temperatur menengah), dan psikrofilik (temperatur rendah). Untuk rentang

6
temperatur daerah tropis seperti di Indonesia, yaitu sekitar 25-320C, jenis
bakteri mesofilik lebih sesuai. Namun, pada temperatur tersebut, laju proses
hanya sekitar 30% dari laju maksimumnya. Laju reaksi ini dapat ditingkatkan
dengan menjaga temperatur proses pada temperatur optimum, misalnya di
370C untuk mesofilik, atau 600C untuk termofilik. Pengaturan temperatur bisa
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya menggunakan jaket pemanas
reaktor, menambahkan kumparan pemanas, atau menggunakan bahan baku
yang bertemperatur tinggi.

Selain itu, pertumbuhan bakteri juga membutuhkan temperatur yang relatif


konstan. Apabila terjadi fluktuasi temperatur harian di atas 5oC, maka
pertumbuhan bakteri juga akan menjadi terhambat. Salah satu cara yang
umum digunakan untuk menjaga temperatur reaktor tetap konstan adalah
dengan menanamnya di dalam tanah, sehingga perubahan temperatur udara
(misalnya pada siang dan malam hari) tidak terlalu berpengaruh.

Penting untuk diperhatikan bahwa menjalankan reaksi pada temperatur


optimum akan membuat proses menjadi lebih sensitif karena kenaikan
temperatur sedikit saja di atas batas akan menyebabkan penurunan performa
yang drastis. Oleh karena itu, sistem kontrol yang dipasang harus benar-
benar sensitif dan tangguh.

Selain berpengaruh pada pertumbuhan bakteri, temperatur proses juga


mempengaruhi kesetimbangan gas-cair di dalam reaktor. Pada temperatur
tinggi, gas akan lebih sulit larut dalam air sehingga lebih banyak gas yang
terlepas. Karena itu, sering terjadi pada siang hari seakan-akan produksi
biogas meningkat walaupun sebenarnya hanya terjadi pelepasan gas yang
telah terbentuk sebelumnya dari cairan digester.

2. pH
pH adalah parameter tingkat keasaman suatu larutan. Bakteri maupun enzim
memiliki rentang pH di mana kinerja bakteri dan enzim tersebut optimal. Dari
keempat tahap proses penguraian anaerobik, bakteri metanogenesis memiliki
rentang pH optimum yang paling sempit yaitu pada pH netral (6,8 – 7,2).
Bahkan pada pH di bawah 6 (kondisi asam), bakteri metanogenesis relatif
tidak aktif. Begitu pula pada pH yang terlalu basa, di atas 8, bakteri
metanogenesis menjadi inaktif. Namun, kondisi basa ini sangat jarang terjadi,
berlawanan dengan kondisi asam yang sangat mungkin untuk terjadi.

Salah satu faktor utama penyebab menurunnya pH adalah produksi asam-


asam lemak volatil pada tahap fermentasi. Pada kondisi reaktor yang normal,
produksi asam lemak volatil ini diatur supaya sesuai dengan laju konsumsi
oleh bakteri metanogenesis, yaitu dengan mengatur laju pengisian bahan
baku. Namun bila terjadi perubahan kondisi reaktor menjadi kurang optimal,

7
laju konsumsi asam volatil oleh bakteri metanogenesis menurun. Hal ini
mengakibatkan terjadinya akumulasi asam lemak volatil yang kemudian akan
membuat kondisi reaktor menjadi lebih asam. Peningkatan keasaman reaktor
ini akan semakin memperlambat aktivitas bakteri metanogenesis sehingga
kinerja reaktor akan terus menurun dan pada akhirnya reaktor tidak mampu
lagi beroperasi.

Gambar 2 Rentang pH optimum pada setiap tahapan penguraian anaerobik

Selain faktor pH optimal bakteri dan enzim, pH juga berpengaruh terhadap


tingkat toksisitas senyawa racun pada digester. Beberapa senyawa racun
seperti amonia, hidrogen sulfida, dan asam lemak volatil (yang merupakan
produk antara) memiliki tingkat toksistas yang berbeda sesuai dengan pH.
Dampak negatif dari asam lemak volatil akan lebih parah pada pH rendah
seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Hidrogen sulfida juga semakin
berpengaruh pada pH rendah, sedangkan amonia akan lebih berpengaruh
pada pH tinggi.

Tabel 3 Dampak penghambat dari senyawa asam volatil pada berbagai pH

8
3. Bahan baku
Jenis dan komposisi kandungan nutrisi pada bahan baku juga berpengaruh
pada kinerja digester. Salah satu kriteria yang digunakan adalah
perbandingan antara unsur karbon (C) dan nitrogen (N) yang biasa disebut
rasio C/N. Unsur karbon dari bahan baku dibutuhkan sebagai komponen
pembentuk metana. Selain itu karbon dan nutrisi lain, termasuk nitrogen,
dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bakteri.

Rasio C/N optimal yang disarankan adalah 20-30. Pada rasio C/N yang lebih
rendah, maka kandungan nitrogen pada bahan baku lebih tinggi dari yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Nitrogen berlebih ini akan dikonversi
menjadi amonia yang pada konsentrasi tinggi akan meracuni bakteri dan
menghambat kinerja digester. Pada rasio C/N yang terlalu tinggi, maka terjadi
kekurangan unsur nitrogen untuk pembentukan sel baru. Akibatnya
pertumbuhan bakteri menjadi terhambat dan laju reaksi penguraian anaerobik
juga melambat.

Perkiraan rasio C/N untuk berbagai bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.
Pada umumnya, bahan baku lignoselulosa (limbah pertanian) atau sumber
karbohidrat/gula (seperti ampas singkong) memiliki rasio C/N yang tinggi,
sedangkan kotoran hewan atau bahan-bahan yang mengandung protein akan
memiliki rasio C/N rendah. Untuk mencapai rasio C/N optimal, bahan baku
dengan rasio C/N rendah dapat dicampur dengan rasio C/N tinggi.

Selain rasio C/N, ukuran partikel dari bahan organik yang masuk ke reaktor
juga menentukan kecepatan penguraian. Partikel berukuran besar akan
mengalami proses hidrolisis yang lebih lambat karena minimnya permukaan
partikel yang mengalami kontak dengan enzim. Karena itu, disarankan untuk
menghancurkan bahan baku yang akan digunakan. Sebuah studi
menyimpulkan untuk bahan baku dari sampah sisa makanan, ukuran partikel
0,6 mm akan menghasilkan produksi metana yang maksimal. Studi lain
mengatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan untuk partikel berukuran
20 mm hingga 5 mm, menunjukkan bahwa untuk memperoleh performa
proses yang lebih baik, ukuran partikel harus lebih kecil dari 5 mm.

Tabel 4 Nilai rasio C/N untuk berbagai bahan baku


Bahan C/N

Kotoran sapi 10-20

Kotoran kambing 20

Kotoran babi 9-13

Kotoran unggas 5-8

9
Kotoran manusia 8

Urin manusia 0,8

Rumput segar 12

Sekam padi 47,2

4. Senyawa penghambat
Senyawa penghambat atau senyawa racun bisa berasal dari bahan baku
maupun dari hasil reaksi di dalam digester. Senyawa-senyawa ini berdampak
terhadap aktivitas bakteri di dalam digester. Senyawa penghambat yang
berasal dari produk reaksi fermentasi adalah asam volatil, hidrogen sulfida,
dan amonia. Senyawa penghambat yang tergantung dari bahan baku adalah
asam lemak rantai panjang (hasil hidrolisis lemak), senyawa garam, logam
berat, dan antibiotik/disinfektan.

Asam lemak volatil, seperti dijelaskan sebelumnya, adalah produk fermentasi


sekaligus substrat untuk bakteri metanogenesis. Asam lemak volatil selain
bersifat racun juga menurunkan pH. Pada pH rendah, asam lemak volatil
memberikan dampak menghambat yang semakin parah. Hidrogen sulfida
merupakan hasil penguraian anaerobik dari senyawa yang mengandung
sulfur. Gas ini akan semakin bersifat racun pada pH yang rendah. Amonia
merupakan hasil penguraian anaerobik dari senyawa yang mengandung
nitrogen, seperti asam amino/protein. Berlawanan dengan hidrogen sulfida,
gas amonia semakin bersifat racun pada pH tinggi dan temperatur tinggi.

Asam lemak rantai panjang merupakan hasil hidrolisis dari lemak. Senyawa
ini dapat meresap ke membran sel bakteri dan mengganggu proses
transportasi senyawa lain dari dan ke dalam sel bakteri, sehingga
menghambat aktivitas bakteri. Selain itu, asam lemak rantai panjang ini
lambat diurai oleh bakteri. Oleh karena itu, tidak dianjurkan untuk
memasukkan bahan baku dengan konsentrasi lemak/minyak yang tinggi ke
dalam digester.

Senyawa garam yang menggandung unsur-unsur seperti magnesium (Mg),


kalsium (Ca), kalium (K), natrium (Na), termasuk garam dapur (NaCl)
berdampak negatif pada konsentrasi yang berbeda-beda. Pada limbah ternak
atau limbah dapur yang normal, konsentrasi garam masih tergolong rendah.
Namun demikian, konsentrasi garam dapat meningkat salah satunya melalui
penambahan senyawa basa ketika berusaha meningkatkan pH reaktor.
Senyawa pH yang banyak dipakai adalah NaOH (soda api), CaO (batu
kapur), dan NaHCO3 (soda kue), dan ketiganya akan membentuk garam
ketika bereaksi dengan isi digester. Senyawa Mg, Ca, K, dan Na akan

10
menghambat aktivitas bakteri 50% pada konsentrasi 1,9; 4,7; 6,1; dan 7,6
gram/liter isi digester.

Senyawa logam berat seperti timbal, seng, tembaga, nikel, dan sebagainya
umumnya terkandung pada limbah ternak atau dapur dalam konsentrasi yang
rendah sehingga jarang menjadi masalah. Pada limbah industri konsentrasi
logam berat ini bisa jadi berada pada tingkat yang menghambat aktivitas
bakteri. Disinfektan atau antibiotik pada konsentrasi rendah tidak akan
membahayakan proses. Namun dalam konsentrasi tinggi, misalnya
membuang satu botol larutan disinfektan ke dalam digester, tentu saja akan
mengganggu proses. Gangguan yang disebabkan oleh senyawa-senyawa
racun ini umumnya hanya bersifat sementara, dan proses dapat kembali
berjalan normal bila konsentrasi senyawa penghambatnya telah diturunkan
pada batas yang diijinkan.

5. Pengadukan
Pengadukan merupakan faktor penting yang juga menentukan kinerja reaktor
karena memiliki beberapa fungsi, yaitu 1) menyeragamkan kondisi reaktor, 2)
meningkatkan kontak antara bakteri dengan substrat/bahan baku, 3)
membebaskan biogas yang terperangkap dalam lumpur, 4) mencegah
akumulasi bahan inert dan racun, dan 5) mencegah terjadinya pengeringan
lapisan permukaan isi digester. Pengadukan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya menggunakan batang pengaduk, resirkulasi isi
digester dengan pompa, resirkulasi biogas, atau menggunakan tekanan
biogas seperti pada reaktor kubah tetap (fixed dome).

Proses penguraian hanya terjadi bila terjadi kontak antara bahan baku
(substrat) dengan bakteri atau enzim. Tanpa pengadukan, akan terjadi
pemisahan antara lapisan bakteri di bagian bawah (lumpur), dengan substrat
yang larut dalam air, sehingga laju reaksi menjadi minim. Kemudian, karena
bakteri terdapat pada bagian lumpur, maka gas yang terbentuk juga akan
terperangkap dalam lumpur, sehingga dibutuhkan pengadukan supaya gas
dapat terlepas keluar dari digester.

Bahan baku yang masuk ke dalam reaktor tidak hanya merupakan senyawa
organik yang menjadi makanan bakteri, tetapi juga senyawa inert seperti pasir
yang tidak akan bereaksi atau dikonsumsi oleh bakteri. Bila tidak ada
pengadukan, pasir akan terakumulasi di dalam reaktor dan semakin lama
akan mengurangi volume aktif reaktor, bahkan bisa menyumbat perpipaan.
Selain bahan inert, bisa juga terdapat senyawa racun yang harus dikeluarkan
dari reaktor. Dengan pengadukan maka senyawa racun ini akan tercampur
merata dalam reaktor sehingga konsentrasinya rendah dan akan keluar
bersama dengan slurry.

11
Pada reaktor tanpa pengaduk mekanik seperti model kubah tetap, sering
terjadi pengeringan pada lapisan permukaan dari isi digester. Hal ini
disebabkan karena pemanasan pada bagian atas reaktor oleh matahari yang
menyebabkan penguapan dan pengeringan pada bagian permukaan cairan.
Pengadukan, termasuk menggunakan tekanan gas, dapat mencegah
pengerakan ini terjadi. Karena itu, pada reaktor kubah tetap pengisian harus
dilakukan rutin untuk menciptakan efek pengadukan dan mencegah
pengerakan.

6. Waktu inap
Waktu inap adalah rata-rata waktu yang diperlukan oleh bahan baku untuk
berpindah dari inlet reaktor menuju outlet reaktor. Waktu inap ditentukan oleh
ukuran (volume) reaktor dibagi dengan laju alir (volume) bahan baku. Waktu
inap yang ideal adalah sesuai dengan waktu yang dibutuhkan oleh bakteri
pengurai untuk menguraikan bahan baku, dipengaruhi oleh jenis, jumlah, dan
tingkat aktivitas bakteri, dan jenis bahan baku.

Bahan baku yang lebih kompleks membutuhkan tahapan hidrolisis sehingga


waktu inap yang dibutuhkan umumnya lebih panjang daripada bahan baku
yang sudah lebih terurai. Laju hidrolisis dipengaruhi oleh temperatur,
komposisi bahan baku, ukuran partikel, pH. Selain itu, konsentrasi akhir
polutan yang ingin dicapai juga menentukan waktu inap yang dibutuhkan.
Waktu inap lebih panjang akan diperlukan untuk mencapai konsentrasi akhir
polutan yang lebih rendah.

Waktu inap yang terlalu singkat dapat menyebabkan wash out, yaitu kondisi
di mana laju pertumbuhan bakteri lebih lambat daripada laju pembuangan
bakteri keluar dari reaktor. Akibatnya konsentrasi bakteri di dalam reaktor
akan menurun seiring waktu sehingga kemampuan reaktor untuk mengurai
bahan baku juga menurun. Hal ini penting dalam proses penguraian
anaerobik karena bakteri yang berperan, terutama metanogenesis, memiliki
laju pertumbuhan yang lambat. Waktu inap terlalu singkat disebabkan oleh
pengisian bahan baku ke dalam reaktor yang melebihi kapasitas desain awal.

Untuk dapat meningkatkan kapasitas pengolahan (laju pengisian bahan baku)


tanpa mengalami wash out, dapat dilakukan biomass retention atau
penangkapan bakteri di dalam reaktor. Dengan menerapkan penangkapan
bakteri ini, maka bakteri tidak akan ikut terbuang bersama dengan aliran yang
keluar dari reaktor. Strategi ini dapat meningkatkan konsentrasi bakteri di
dalam reaktor sehingga dapat memperpendek waktu inap dan meningkatkan
kapasitas olah. Penangkapan bakteri secara sederhana dapat dilakukan
dengan mendaur ulang (resirkulasi) lumpur padat dari slurry yang keluar dari
reaktor atau dengan memasang media pendukung di dalam bakteri sebagai
tempat di mana bakteri dapat menempel dan berkembang biak.

12
Berbagai macam media pendukung dapat digunakan misalnya kerikil, bola
plastik, atau sabut. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam memilih
bahan adalah bahan sebaiknya memiliki banyak rongga dan bentuknya tidak
mulus serta memiliki permukaan yang kasar. Dengan demikian, perbandingan
luas terhadap volume menjadi maksimal sehingga luas permukaan yang
dapat ditumbuhi oleh bakteri juga maksimal. Selain itu bahan yang digunakan
juga seharusnya tidak mudah terbawa oleh aliran.

JENIS REAKTOR
Reaktor Berlaju Alir Rendah
• Substrat kompleks dan banyak padatan tersuspensi (sisa makanan, sampah
pertanian, kotoran hewan)
• Hidrolisis tahap penentu
• Tanpa sludge retention
• Batch : cocok untuk sisa panen
• Reaktor kontinyu berpengaduk
• Reaktor kontinyu tak berpengaduk:

o Fixed dome (fiberglass atau beton)

Gambar 3 Reaktor Fixed Dome

Keuntungan : biaya konstruksi lebih murah dan perawatan lebih mudah.


Kerugian : terjadi kehilangan gas pada bagian kubah, fluktuasi tekanan
gas

13
o Floating drum (fiberglass atau beton)

Gambar 4 Reaktor Floating Drum

Keuntungan : Jumlah gas yang terkumpul dapat dimonitor, tekanan gas


relatif konstan.
Kerugian : Biaya konstruksi lebih mahal, korosi pada drum menyebabkan
bagian pengumpul gas berumur lebih pendek

o Flexible bag (plastik)

Gambar 5 Reaktor Flexible Bag

Keuntungan : sederhana, murah, dan mudah dipasang.


Kerugian : umur reaktor tidak terlalu lama, rentan kebocoran gas.

Reaktor Berlaju Alir Tinggi


• Substrat sederhana dan terlarut (limbah industri, limbah cair domestik)
• Metanogenesis tahap penentu
• Dengan sludge retention
• Fluidized bed reactor
• Anaerobic downflow filter

14
• Upflow Anaerobic Sludge Bed (UASB)
• Anaerobic Membrane Bioreactor (AMBR)
• Expanded Granular Sludge Bed (EGSB)
• Kombinasi UASB-AMBR

MENGHITUNG KAPASITAS BIODIGESTER


1. Perkirakan potensi biomassa sebagai umpan
Tabel 5 Sumber Potensi Bahan Biogas

Contoh:
Keluarga dengan 4 orang anggota keluarga dan 2 ekor sapi perah memiliki potensi
biomassa:
(4 x 0,25 kg) + (4 x 0,5 kg) + (2 x 25 kg) = 53 kg kotoran basah per hari
Atau
8,55 kg TS/hari atau 6,62 kg VS/hari

2. Tentukan konsentrasi umpan dan jumlah air untuk pengenceran


a. Umumnya, konsentrasi padatan (Total solid) pada umpan sekitar
5-10%

Contoh:
Dari data sebelumnya, dipilih waktu tinggal selama 30 hari dan konsentrasi padatan
pada umpan sebesar 5%
Jumlah TS = 8,55 kg/hari
Jumlah total umpan = 8,55 kg/hari : 5% = 171 kg/hari  171 liter/hari
Jumlah air yang perlu ditambahkan = 171 kg/hari - 53 kg/hari = 118 liter/hari

3. Tentukan waktu tinggal biodigester

Untuk reaktor dengan laju konversi rendah pada suhu ruangan sekitar 25-30oC,
dapat digunakan waktu tinggal sekitar 30-40 hari

15
Contoh:
Dari data sebelumnya, dipilih waktu tinggal selama 30 hari
Laju umpan = 171 liter/hari
Ukuran reaktor yang dibutuhkan = 171 liter/hari x 30 hari = 5130 liter  5 m3

4. Tentukan laju beban organik (OLR) yang sesuai

Untuk biodigester dengan laju konversi rendah dan tak berpengaduk, OLR
sebaiknya di bawah 2 kg VS/m3.hari

Contoh:
Dari data sebelumya, dihitung laju beban organiknya
Jumlah VS = 6,62 kgVS/hari
Ukuran reaktor = 5 m3
OLR = jumlah VS : ukuran reaktor
= 6,62 kgVS/hari : 5 m3 = 1,324 kgVS/m3.hari  sudah di bawah 2
kgVS/m3.hari

5. Tentukan ruang simpan biogas yang dibutuhkan

Contoh:
Total produksi biogas :
2 x 750 liter + 4 x 20 liter + 4 x 30 liter = 1700 liter per hari
Ditambahkan 1,7 m3 untuk kapasitas penampungan gas dalam bentuk kantong
tambahan, floating drum, atau ruang slurry

PEMURNIAN BIOGAS
• Meningkatkan efisiensi pembakaran
• Mencegah korosi pada peralatan
• Untuk kebutuhan pembangkit listrik atau bahan bakar kendaraan dibutuhkan
biogas dengan tingkat kemurnian tinggi
• Gas H2S pada konsentrasi tinggi berbahaya bagi manusia

16
UAP AIR
 Water trap

◦ Mengandalkan pengembunan di sepanjang saluran biogas

 Mesin pendingin

◦ Pada temperatur lebih rendah, pengembunan yang terjadi lebih banyak

◦ Pada 5oC, kandungan uap air berkurang 85% mencapai 7 g/Nm3

HIDROGEN SULFIDA
 Absorpsi langsung dalam fasa larut air di dalam reaktor

◦ Dengan iron chelate membentuk padatan sulfur

◦ Dengan ZnSO4 atau CuSO4 membentuk logam sulfida (ZnS/CuS)


 Absorpsi menggunakan padatan di luar reaktor

◦ Besi oksida : dapat mencapai di bawah 1 ppm

◦ Karbon aktif
 Injeksi oksigen pada penampung biogas

◦ Injeksi 2-6% udara, bisa mencapai 50 ppm (hati-hati karena campuran


oksigen terlalu banyak bisa menimbulkan ledakan)
 Water scrubbing
 Metode biologis

◦ Menggunakan bakteri oksidator sulfur

KARBON DIOKSIDA
 Water scrubbing :

◦ Dengan tekanan gas 10-20 bar, dapat mencapai kemurnian 95%


metana
 Pressure swing adsorption

◦ Karbon aktif, tekanan 6 bar. Regenerasi dengan menurunkan tekanan.


 Chemical scrubbing

◦ Senyawa amine

17
◦ (Polietilen) Glikol
 Pemisahan dengan membran

◦ Biaya operasi tinggi (energi dan penggantian membran), kemurnian


metana mencapai 96%, terjadi kehilangan metana
 Pemisahan cryogenic

◦ Berdasarkan perbedaan titik embun, membutuhkan biaya tinggi, lebih


cocok untuk produksi Liquified Biomethane (LBM)

PEMANFAATAN SLURRY
Reaktor biogas akan mengolah limbah organik yang masuk menjadi lumpur dengan
kandungan karbon (COD) yang sudah rendah dan relatif bebas patogen, biasa
disebut (bio)slurry. Slurry ini memiliki nilai yang bahkan lebih tinggi daripada biogas
karena memiliki beragam pemanfaatan misalnya pupuk organik, media tanam, atau
campuran pakan ikan. Pemanfaatan slurry penting untuk meningkatkan
keekonomian dari reaktor biogas skala rumah tangga karena tanpa pemanfaatan
slurry, harga produksi biogas ini masih sulit untuk bersaing dengan LPG.

1. Pupuk organik cair


Slurry yang keluar dari reaktor biogas kotoran ternak dan sisa pertanian
umumnya dapat langsung digunakan sebagai pupuk cair. Namun, apabila
slurry belum sepenuhnya terurai, sebaiknya didiamkan terlebih dahulu selama
sekitar seminggu. Slurry yang belum sepenuhnya terurai dapat dikenali
dengan ciri-ciri : masih menghasilkan gelembung-gelembung gas, masih
berbau dan berwarna menyerupai kotoran segar. Slurry yang sudah siap
pakai akan tidak berbau dan berwarna gelap.

Menggunakan pupuk dari slurry keluaran digester lebih aman daripada


menggunakan kotoran ternak segar karena sebagian besar bakteri patogen
yang ada pada kotoran ternak akan mati dalam proses anaerobik. Pada
reaktor mesofilik (temperatur sekitar 35oC), waktu inap sekitar 7 hari dapat
membunuh 90% bakteri patogen. Selain itu, benih gulma yang kadang
terdapat pada kotoran ternak maupun sisa pertanian juga secara efektif
dimatikan dalam proses anaerobik.

Slurry keluaran dari reaktor yang mengolah sampah sebaiknya tidak


digunakan sebagai pupuk, terutama bagi tanaman pangan, kecuali bila
dilakukan pemisahan khusus sampah dapur sejak awal. Apabila sampah
dapur sudah bercampur dengan berbagai jenis sampah lainnya (seperti
baterai, tinta, pewarna, limbah elektronik), dikhawatirkan terjadi kontaminasi
oleh logam berat atau polutan lain yang tidak dapat terurai seperti PAH, PCB,

18
dan dioksin. Senyawa-senyawa kontaminan ini dapat membahayakan
kesehatan baik tanaman, hewan, maupun manusia.

Demikian juga dengan reaktor biogas yang mengolah kotoran manusia


sebaiknya tidak digunakan sebagai pupuk tanaman pangan karena ada
kemungkinan mengandung zat antibiotik maupun hormon yang dikonsumsi
sebelumnya dan tidak dapat terurai dalam reaktor anaerobik, misalnya
hormon steroid.

2. Kompos
Bagian yang lebih padat dari slurry dapat digunakan sebagai kompos. Untuk
dapat dijadikan kompos, slurry bisa dicampurkan dengan bahan-bahan
organik lain yang lebih kering, misalnya jerami, dedaunan kering, sampah
rumah tangga, dan sebagainya. Bahan-bahan kering ini dibutuhkan untuk
menghasilkan tingkat kelembaban yang sesuai untuk proses pengomposan.
Selama proses pengomposan, campuran ini perlu dibolak-balik beberapa kali
untuk memastikan semua bagian terkena cukup oksigen. Selain itu,
kelembaban kompos juga perlu dijaga. Pengomposan akan berlangsung
selama sekitar 1-2 bulan, kemudian kompos akan berwujud dan berbau
seperti tanah hutan atau humus, tidak lagi panas, dan berwarna gelap. Sama
seperti pada penggunaan untuk pupuk cair, slurry yang berasal dari
pengolahan limbah rumah tangga tercampur dan kotoran manusia sebaiknya
tidak digunakan sebagai kompos.

3. Kompos cacing
Pembuatan kompos cacing serupa dengan pembuatan kompos biasa, yaitu
dengan mencampurkan slurry yang agak padat dengan bahan-bahan organik
kering. Kemudian campuran ini dipakai sebagai media tumbuh cacing tanah.
Cacing yang umum digunakan adalah jenis Lumbricus rubellus dan Eisenia
foetida. Setelah proses pengomposan selama sekitar 2 minggu, sampah akan
menjadi kompos yang menyerupai tanah dengan butiran-butiran kecil yang
merupakan kotoran cacing. Cacing kemudian dapat dipisahkan dari kompos
dan kotoran cacing. Kompos campuran kotoran cacing sudah dapat
digunakan.

4. Pakan ikan/ternak
Slurry yang kering dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak, dan
terutama ikan. Namun, penggunaan slurry sebaiknya memperhatikan sumber
bahan bakunya. Bahan baku dari kotoran sapi tidak digunakan untuk pakan
sapi, begitu pula kotoran unggas tidak digunakan untuk pakan unggas. Slurry
dari bahan baku kotoran sapi mengandung vitamin B12 hingga 3 gram B12
per kg slurry.

19
Sebagai pakan ikan, slurry memberikan peningkatan produksi dibanding ikan
yang diberi kotoran segar. Dalam pembibitan lele, penambahan slurry ke
dalam kolam dapat mengurangi tingkat kematian bibit lele dan mengurangi
serangan penyakit. Slurry dapat dipakai sebagai pupuk kolam dengan
ditaburkan langsung, dapat juga dibentuk pelet sebagai pakan ikan. Bila
dibentuk pelet, slurry dapat dicampur dengan bahan pakan ikan lain seperti
ampas tahu, tepung ikan, dll. Sebagai perekat dapat ditambahkan tepung
kanji. Pelet dapat dikeringkan di bawah matahari bila ingin disimpan.

Selain itu, slurry bisa juga digunakan untuk budidaya tanaman lemna rumput
bebek, yang kemudian dapat digunakan sebagai campuran pakan ternak.
Tanaman lemna memiliki kandungan protein yang tinggi (10-45%) sehingga
cocok digunakan sebagai campuran pakan ternak. Pertumbuhan tanaman ini
juga sangat cepat sehingga dengan pembibitan sejumlah 1/4 luas kolam,
dalam 4 hari lemna sudah bisa memenuhi seluruh permukaan kolam dengan
produktivitas sekitar 400 gram per m2.

5. Media budidaya jamur


Slurry dapat digunakan sebagai campuran media untuk budidaya jamur. Di
Cina, campuran slurry dalam media dapat meningkatkan produksi 15%.
Penggunaan slurry dapat mengurangi kebutuhan unsur lain seperti dedak.
Selain itu, pertumbuhan jamur muda juga lebih cepat.

20
21
22

Anda mungkin juga menyukai