Pelatihan Penggunaan
Reaktor Biogas (Digester)
Skala Rumah Tangga
TAHUN 2018
DAFTAR ISI
1
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kandungan senyawa dalam biogas .............................................................. 4
Tabel 2 Kegunaan 1m3 Biogas ................................................................................. 5
Tabel 3 Dampak penghambat dari senyawa asam volatil pada berbagai pH ............ 8
Tabel 4 Nilai rasio C/N untuk berbagai bahan baku .................................................. 9
Tabel 5 Sumber Potensi Bahan Biogas................................................................... 15
2
DAFTAR GAMBAR
3
PENGENALAN BIOGAS DAN PENGURAIAN ANAEROBIK
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari penguraian bahan-bahan organik secara
anaerobik (tanpa oksigen). Komponen terbesar dari biogas adalah metana yang
memiliki nilai bakar. Karena itu biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Selain metana, biogas mengandung beberapa senyawa lain, seperti tercantum pada
Tabel 1.
Jenis
Komposisi Peran
kandungan
Metana 55-75% • Bahan bakar
• Menurunkan nilai kalor
Karbondioksida 25-50%
• Menyebabkan korosi
Hidrogen • Menyebabkan korosi
0-0,5%
sulfida • Bersifat racun bagi manusia
Ammonia 0-0,05% • Bersifat racun pada bakteri pengurai
• Menyebabkan korosi
Uap air 1-5% • Embun dapat merusak instrumen dan
menyumbat pipa
Debu >5 μm • Menyumbat penyemprot pada motor/genset
Secara garis besar, biogas dapat digunakan sebagai sumber energi, melalui
pembakaran langsung seperti untuk memasak, maupun tidak langsung seperti untuk
pembangkit listrik. Gas metana sebagai komponen utama penyusun biogas memiliki
nilai kalor 35,8 MJ/m3 pada kondisi standar (0oC, 1 bar). Nilai bakar biogas
ditentukan oleh konsentrasi metana dalam campuran gas, berkisar antara 20-27
MJ/m3. Nilai ini kira-kira setara dengan 0,46 kg LPG; 0,62 liter minyak tanah; 0,52
liter diesel; 0,8 liter bensin; dan 3,5 kg kayu bakar.
Penggunaan biogas dari reaktor skala rumah tangga tentu berbeda dengan reaktor
skala industri. Pada reaktor biogas skala industri, biogas umumnya digunakan
sebagai pembangkit listrik menggunakan motor bakar. Listrik ini kemudian dapat
dijual kepada PLN atau dimanfaatkan sendiri untuk keperluan industri tersebut. Pada
reaktor biogas skala rumah tangga, biogas memiliki kegunaan yang lebih beragam
seperti bahan bakar memasak, lampu petromak, pemanas air, penanak nasi, dan
membangkitkan listrik menggunakan genset. Bahkan ada juga yang
mengembangkan lemari pendingin yang menggunakan biogas tanpa melalui listrik
dengan menggunakan sistem adsorpsi.
Proses penguraian anaerobik yang terjadi pada sampah organik terjadi dalam
beberapa tahap yaitu hidrolisis, fermentasi, dan metanogenesis. Hidrolisis
4
merupakan tahap awal dalam penguraian anaerobik di mana bahan organik
kompleks (karbohidrat, lemak, dan protein) diuraikan oleh enzim yang dikeluarkan
oleh bakteri menjadi senyawa-senyawa sederhana yang larut air seperti gula, asam
lemak rantai panjang, gliserol, dan asam amino. Proses ini terjadi di luar tubuh
bakteri dan bertujuan supaya bahan organik menjadi senyawa sederhana yang bisa
dimakan oleh bakteri.
Pada tahap terakhir, produk fermentasi lanjutan tersebut dikonversi menjadi metana.
Terdapat 2 jalur pembentukan metana yaitu dari asam asetat menjadi metana dan
karbondioksida, serta dari karbondioksida dan hidrogen menjadi metana. Bakteri
metanogenesis ini merupakan kelompok yang paling sensitif dibanding dengan 2
proses sebelumnya, namun perannya paling krusial. Karena itu reaktor biogas
membutuhkan pengoperasian dan perawatan yang rutin dan disiplin.
Pemanfaatan biogas
5
PRINSIP PENGGUNAAN DAN PERAWATAN REAKTOR BIOGAS
Karena proses penguraian anaerobik, terutama tahap metanogenesis, sangat
sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan, maka diperlukan pengetahuan
mengenai kondisi yang optimal bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kinerja reaktor anaerobik di antaranya adalah
temperatur, pH, komposisi umpan/bahan baku, kandungan senyawa penghambat,
pengadukan, dan waktu inap/laju beban organik.
1. Temperatur
Pada dasarnya, proses penguraian berlangsung lebih cepat pada temperatur
yang lebih tinggi. Namun demikian, temperatur yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan denaturasi protein yang berdampak pada kerusakan sel
bakteri. Hal ini akan mengakibatkan penurunan drastis laju reaksi ketika
temperatur melampaui titik optimumnya. Ilustrasi mengenai hubungan antara
laju reaksi/pertumbuhan bakteri dengan temperatur dapat dilihat pada
Gambar 1.
Temperatur rata-rata
di Indonesia
6
temperatur daerah tropis seperti di Indonesia, yaitu sekitar 25-320C, jenis
bakteri mesofilik lebih sesuai. Namun, pada temperatur tersebut, laju proses
hanya sekitar 30% dari laju maksimumnya. Laju reaksi ini dapat ditingkatkan
dengan menjaga temperatur proses pada temperatur optimum, misalnya di
370C untuk mesofilik, atau 600C untuk termofilik. Pengaturan temperatur bisa
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya menggunakan jaket pemanas
reaktor, menambahkan kumparan pemanas, atau menggunakan bahan baku
yang bertemperatur tinggi.
2. pH
pH adalah parameter tingkat keasaman suatu larutan. Bakteri maupun enzim
memiliki rentang pH di mana kinerja bakteri dan enzim tersebut optimal. Dari
keempat tahap proses penguraian anaerobik, bakteri metanogenesis memiliki
rentang pH optimum yang paling sempit yaitu pada pH netral (6,8 – 7,2).
Bahkan pada pH di bawah 6 (kondisi asam), bakteri metanogenesis relatif
tidak aktif. Begitu pula pada pH yang terlalu basa, di atas 8, bakteri
metanogenesis menjadi inaktif. Namun, kondisi basa ini sangat jarang terjadi,
berlawanan dengan kondisi asam yang sangat mungkin untuk terjadi.
7
laju konsumsi asam volatil oleh bakteri metanogenesis menurun. Hal ini
mengakibatkan terjadinya akumulasi asam lemak volatil yang kemudian akan
membuat kondisi reaktor menjadi lebih asam. Peningkatan keasaman reaktor
ini akan semakin memperlambat aktivitas bakteri metanogenesis sehingga
kinerja reaktor akan terus menurun dan pada akhirnya reaktor tidak mampu
lagi beroperasi.
8
3. Bahan baku
Jenis dan komposisi kandungan nutrisi pada bahan baku juga berpengaruh
pada kinerja digester. Salah satu kriteria yang digunakan adalah
perbandingan antara unsur karbon (C) dan nitrogen (N) yang biasa disebut
rasio C/N. Unsur karbon dari bahan baku dibutuhkan sebagai komponen
pembentuk metana. Selain itu karbon dan nutrisi lain, termasuk nitrogen,
dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bakteri.
Rasio C/N optimal yang disarankan adalah 20-30. Pada rasio C/N yang lebih
rendah, maka kandungan nitrogen pada bahan baku lebih tinggi dari yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Nitrogen berlebih ini akan dikonversi
menjadi amonia yang pada konsentrasi tinggi akan meracuni bakteri dan
menghambat kinerja digester. Pada rasio C/N yang terlalu tinggi, maka terjadi
kekurangan unsur nitrogen untuk pembentukan sel baru. Akibatnya
pertumbuhan bakteri menjadi terhambat dan laju reaksi penguraian anaerobik
juga melambat.
Perkiraan rasio C/N untuk berbagai bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.
Pada umumnya, bahan baku lignoselulosa (limbah pertanian) atau sumber
karbohidrat/gula (seperti ampas singkong) memiliki rasio C/N yang tinggi,
sedangkan kotoran hewan atau bahan-bahan yang mengandung protein akan
memiliki rasio C/N rendah. Untuk mencapai rasio C/N optimal, bahan baku
dengan rasio C/N rendah dapat dicampur dengan rasio C/N tinggi.
Selain rasio C/N, ukuran partikel dari bahan organik yang masuk ke reaktor
juga menentukan kecepatan penguraian. Partikel berukuran besar akan
mengalami proses hidrolisis yang lebih lambat karena minimnya permukaan
partikel yang mengalami kontak dengan enzim. Karena itu, disarankan untuk
menghancurkan bahan baku yang akan digunakan. Sebuah studi
menyimpulkan untuk bahan baku dari sampah sisa makanan, ukuran partikel
0,6 mm akan menghasilkan produksi metana yang maksimal. Studi lain
mengatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan untuk partikel berukuran
20 mm hingga 5 mm, menunjukkan bahwa untuk memperoleh performa
proses yang lebih baik, ukuran partikel harus lebih kecil dari 5 mm.
Kotoran kambing 20
9
Kotoran manusia 8
Rumput segar 12
4. Senyawa penghambat
Senyawa penghambat atau senyawa racun bisa berasal dari bahan baku
maupun dari hasil reaksi di dalam digester. Senyawa-senyawa ini berdampak
terhadap aktivitas bakteri di dalam digester. Senyawa penghambat yang
berasal dari produk reaksi fermentasi adalah asam volatil, hidrogen sulfida,
dan amonia. Senyawa penghambat yang tergantung dari bahan baku adalah
asam lemak rantai panjang (hasil hidrolisis lemak), senyawa garam, logam
berat, dan antibiotik/disinfektan.
Asam lemak rantai panjang merupakan hasil hidrolisis dari lemak. Senyawa
ini dapat meresap ke membran sel bakteri dan mengganggu proses
transportasi senyawa lain dari dan ke dalam sel bakteri, sehingga
menghambat aktivitas bakteri. Selain itu, asam lemak rantai panjang ini
lambat diurai oleh bakteri. Oleh karena itu, tidak dianjurkan untuk
memasukkan bahan baku dengan konsentrasi lemak/minyak yang tinggi ke
dalam digester.
10
menghambat aktivitas bakteri 50% pada konsentrasi 1,9; 4,7; 6,1; dan 7,6
gram/liter isi digester.
Senyawa logam berat seperti timbal, seng, tembaga, nikel, dan sebagainya
umumnya terkandung pada limbah ternak atau dapur dalam konsentrasi yang
rendah sehingga jarang menjadi masalah. Pada limbah industri konsentrasi
logam berat ini bisa jadi berada pada tingkat yang menghambat aktivitas
bakteri. Disinfektan atau antibiotik pada konsentrasi rendah tidak akan
membahayakan proses. Namun dalam konsentrasi tinggi, misalnya
membuang satu botol larutan disinfektan ke dalam digester, tentu saja akan
mengganggu proses. Gangguan yang disebabkan oleh senyawa-senyawa
racun ini umumnya hanya bersifat sementara, dan proses dapat kembali
berjalan normal bila konsentrasi senyawa penghambatnya telah diturunkan
pada batas yang diijinkan.
5. Pengadukan
Pengadukan merupakan faktor penting yang juga menentukan kinerja reaktor
karena memiliki beberapa fungsi, yaitu 1) menyeragamkan kondisi reaktor, 2)
meningkatkan kontak antara bakteri dengan substrat/bahan baku, 3)
membebaskan biogas yang terperangkap dalam lumpur, 4) mencegah
akumulasi bahan inert dan racun, dan 5) mencegah terjadinya pengeringan
lapisan permukaan isi digester. Pengadukan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya menggunakan batang pengaduk, resirkulasi isi
digester dengan pompa, resirkulasi biogas, atau menggunakan tekanan
biogas seperti pada reaktor kubah tetap (fixed dome).
Proses penguraian hanya terjadi bila terjadi kontak antara bahan baku
(substrat) dengan bakteri atau enzim. Tanpa pengadukan, akan terjadi
pemisahan antara lapisan bakteri di bagian bawah (lumpur), dengan substrat
yang larut dalam air, sehingga laju reaksi menjadi minim. Kemudian, karena
bakteri terdapat pada bagian lumpur, maka gas yang terbentuk juga akan
terperangkap dalam lumpur, sehingga dibutuhkan pengadukan supaya gas
dapat terlepas keluar dari digester.
Bahan baku yang masuk ke dalam reaktor tidak hanya merupakan senyawa
organik yang menjadi makanan bakteri, tetapi juga senyawa inert seperti pasir
yang tidak akan bereaksi atau dikonsumsi oleh bakteri. Bila tidak ada
pengadukan, pasir akan terakumulasi di dalam reaktor dan semakin lama
akan mengurangi volume aktif reaktor, bahkan bisa menyumbat perpipaan.
Selain bahan inert, bisa juga terdapat senyawa racun yang harus dikeluarkan
dari reaktor. Dengan pengadukan maka senyawa racun ini akan tercampur
merata dalam reaktor sehingga konsentrasinya rendah dan akan keluar
bersama dengan slurry.
11
Pada reaktor tanpa pengaduk mekanik seperti model kubah tetap, sering
terjadi pengeringan pada lapisan permukaan dari isi digester. Hal ini
disebabkan karena pemanasan pada bagian atas reaktor oleh matahari yang
menyebabkan penguapan dan pengeringan pada bagian permukaan cairan.
Pengadukan, termasuk menggunakan tekanan gas, dapat mencegah
pengerakan ini terjadi. Karena itu, pada reaktor kubah tetap pengisian harus
dilakukan rutin untuk menciptakan efek pengadukan dan mencegah
pengerakan.
6. Waktu inap
Waktu inap adalah rata-rata waktu yang diperlukan oleh bahan baku untuk
berpindah dari inlet reaktor menuju outlet reaktor. Waktu inap ditentukan oleh
ukuran (volume) reaktor dibagi dengan laju alir (volume) bahan baku. Waktu
inap yang ideal adalah sesuai dengan waktu yang dibutuhkan oleh bakteri
pengurai untuk menguraikan bahan baku, dipengaruhi oleh jenis, jumlah, dan
tingkat aktivitas bakteri, dan jenis bahan baku.
Waktu inap yang terlalu singkat dapat menyebabkan wash out, yaitu kondisi
di mana laju pertumbuhan bakteri lebih lambat daripada laju pembuangan
bakteri keluar dari reaktor. Akibatnya konsentrasi bakteri di dalam reaktor
akan menurun seiring waktu sehingga kemampuan reaktor untuk mengurai
bahan baku juga menurun. Hal ini penting dalam proses penguraian
anaerobik karena bakteri yang berperan, terutama metanogenesis, memiliki
laju pertumbuhan yang lambat. Waktu inap terlalu singkat disebabkan oleh
pengisian bahan baku ke dalam reaktor yang melebihi kapasitas desain awal.
12
Berbagai macam media pendukung dapat digunakan misalnya kerikil, bola
plastik, atau sabut. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam memilih
bahan adalah bahan sebaiknya memiliki banyak rongga dan bentuknya tidak
mulus serta memiliki permukaan yang kasar. Dengan demikian, perbandingan
luas terhadap volume menjadi maksimal sehingga luas permukaan yang
dapat ditumbuhi oleh bakteri juga maksimal. Selain itu bahan yang digunakan
juga seharusnya tidak mudah terbawa oleh aliran.
JENIS REAKTOR
Reaktor Berlaju Alir Rendah
• Substrat kompleks dan banyak padatan tersuspensi (sisa makanan, sampah
pertanian, kotoran hewan)
• Hidrolisis tahap penentu
• Tanpa sludge retention
• Batch : cocok untuk sisa panen
• Reaktor kontinyu berpengaduk
• Reaktor kontinyu tak berpengaduk:
13
o Floating drum (fiberglass atau beton)
14
• Upflow Anaerobic Sludge Bed (UASB)
• Anaerobic Membrane Bioreactor (AMBR)
• Expanded Granular Sludge Bed (EGSB)
• Kombinasi UASB-AMBR
Contoh:
Keluarga dengan 4 orang anggota keluarga dan 2 ekor sapi perah memiliki potensi
biomassa:
(4 x 0,25 kg) + (4 x 0,5 kg) + (2 x 25 kg) = 53 kg kotoran basah per hari
Atau
8,55 kg TS/hari atau 6,62 kg VS/hari
Contoh:
Dari data sebelumnya, dipilih waktu tinggal selama 30 hari dan konsentrasi padatan
pada umpan sebesar 5%
Jumlah TS = 8,55 kg/hari
Jumlah total umpan = 8,55 kg/hari : 5% = 171 kg/hari 171 liter/hari
Jumlah air yang perlu ditambahkan = 171 kg/hari - 53 kg/hari = 118 liter/hari
Untuk reaktor dengan laju konversi rendah pada suhu ruangan sekitar 25-30oC,
dapat digunakan waktu tinggal sekitar 30-40 hari
15
Contoh:
Dari data sebelumnya, dipilih waktu tinggal selama 30 hari
Laju umpan = 171 liter/hari
Ukuran reaktor yang dibutuhkan = 171 liter/hari x 30 hari = 5130 liter 5 m3
Untuk biodigester dengan laju konversi rendah dan tak berpengaduk, OLR
sebaiknya di bawah 2 kg VS/m3.hari
Contoh:
Dari data sebelumya, dihitung laju beban organiknya
Jumlah VS = 6,62 kgVS/hari
Ukuran reaktor = 5 m3
OLR = jumlah VS : ukuran reaktor
= 6,62 kgVS/hari : 5 m3 = 1,324 kgVS/m3.hari sudah di bawah 2
kgVS/m3.hari
Contoh:
Total produksi biogas :
2 x 750 liter + 4 x 20 liter + 4 x 30 liter = 1700 liter per hari
Ditambahkan 1,7 m3 untuk kapasitas penampungan gas dalam bentuk kantong
tambahan, floating drum, atau ruang slurry
PEMURNIAN BIOGAS
• Meningkatkan efisiensi pembakaran
• Mencegah korosi pada peralatan
• Untuk kebutuhan pembangkit listrik atau bahan bakar kendaraan dibutuhkan
biogas dengan tingkat kemurnian tinggi
• Gas H2S pada konsentrasi tinggi berbahaya bagi manusia
16
UAP AIR
Water trap
Mesin pendingin
HIDROGEN SULFIDA
Absorpsi langsung dalam fasa larut air di dalam reaktor
◦ Karbon aktif
Injeksi oksigen pada penampung biogas
KARBON DIOKSIDA
Water scrubbing :
◦ Senyawa amine
17
◦ (Polietilen) Glikol
Pemisahan dengan membran
PEMANFAATAN SLURRY
Reaktor biogas akan mengolah limbah organik yang masuk menjadi lumpur dengan
kandungan karbon (COD) yang sudah rendah dan relatif bebas patogen, biasa
disebut (bio)slurry. Slurry ini memiliki nilai yang bahkan lebih tinggi daripada biogas
karena memiliki beragam pemanfaatan misalnya pupuk organik, media tanam, atau
campuran pakan ikan. Pemanfaatan slurry penting untuk meningkatkan
keekonomian dari reaktor biogas skala rumah tangga karena tanpa pemanfaatan
slurry, harga produksi biogas ini masih sulit untuk bersaing dengan LPG.
18
dan dioksin. Senyawa-senyawa kontaminan ini dapat membahayakan
kesehatan baik tanaman, hewan, maupun manusia.
2. Kompos
Bagian yang lebih padat dari slurry dapat digunakan sebagai kompos. Untuk
dapat dijadikan kompos, slurry bisa dicampurkan dengan bahan-bahan
organik lain yang lebih kering, misalnya jerami, dedaunan kering, sampah
rumah tangga, dan sebagainya. Bahan-bahan kering ini dibutuhkan untuk
menghasilkan tingkat kelembaban yang sesuai untuk proses pengomposan.
Selama proses pengomposan, campuran ini perlu dibolak-balik beberapa kali
untuk memastikan semua bagian terkena cukup oksigen. Selain itu,
kelembaban kompos juga perlu dijaga. Pengomposan akan berlangsung
selama sekitar 1-2 bulan, kemudian kompos akan berwujud dan berbau
seperti tanah hutan atau humus, tidak lagi panas, dan berwarna gelap. Sama
seperti pada penggunaan untuk pupuk cair, slurry yang berasal dari
pengolahan limbah rumah tangga tercampur dan kotoran manusia sebaiknya
tidak digunakan sebagai kompos.
3. Kompos cacing
Pembuatan kompos cacing serupa dengan pembuatan kompos biasa, yaitu
dengan mencampurkan slurry yang agak padat dengan bahan-bahan organik
kering. Kemudian campuran ini dipakai sebagai media tumbuh cacing tanah.
Cacing yang umum digunakan adalah jenis Lumbricus rubellus dan Eisenia
foetida. Setelah proses pengomposan selama sekitar 2 minggu, sampah akan
menjadi kompos yang menyerupai tanah dengan butiran-butiran kecil yang
merupakan kotoran cacing. Cacing kemudian dapat dipisahkan dari kompos
dan kotoran cacing. Kompos campuran kotoran cacing sudah dapat
digunakan.
4. Pakan ikan/ternak
Slurry yang kering dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak, dan
terutama ikan. Namun, penggunaan slurry sebaiknya memperhatikan sumber
bahan bakunya. Bahan baku dari kotoran sapi tidak digunakan untuk pakan
sapi, begitu pula kotoran unggas tidak digunakan untuk pakan unggas. Slurry
dari bahan baku kotoran sapi mengandung vitamin B12 hingga 3 gram B12
per kg slurry.
19
Sebagai pakan ikan, slurry memberikan peningkatan produksi dibanding ikan
yang diberi kotoran segar. Dalam pembibitan lele, penambahan slurry ke
dalam kolam dapat mengurangi tingkat kematian bibit lele dan mengurangi
serangan penyakit. Slurry dapat dipakai sebagai pupuk kolam dengan
ditaburkan langsung, dapat juga dibentuk pelet sebagai pakan ikan. Bila
dibentuk pelet, slurry dapat dicampur dengan bahan pakan ikan lain seperti
ampas tahu, tepung ikan, dll. Sebagai perekat dapat ditambahkan tepung
kanji. Pelet dapat dikeringkan di bawah matahari bila ingin disimpan.
Selain itu, slurry bisa juga digunakan untuk budidaya tanaman lemna rumput
bebek, yang kemudian dapat digunakan sebagai campuran pakan ternak.
Tanaman lemna memiliki kandungan protein yang tinggi (10-45%) sehingga
cocok digunakan sebagai campuran pakan ternak. Pertumbuhan tanaman ini
juga sangat cepat sehingga dengan pembibitan sejumlah 1/4 luas kolam,
dalam 4 hari lemna sudah bisa memenuhi seluruh permukaan kolam dengan
produktivitas sekitar 400 gram per m2.
20
21
22