Anda di halaman 1dari 10

Mutu fisik dan mikrostrutur kamaboko, Agustin, TI.

JPHPI 2012, Volume 15 Nomor 1

MUTU FISIK DAN MIKROSTRUKTUR KAMABOKO


IKAN KURISI (Nemipterus nematophorus) DENGAN
PENAMBAHAN KARAGINAN
Physical and Microstructure Quality of Kamaboko Kurisi Fish
(Nemipterus nematophorus) with Addition of Carrageenan
Titiek Indhira Agustin
Jurusan Perikanan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan, Universitas Hang Tuah
Diterima 7 Oktober 2011/Disetujui 9 Januari 2012

Abstract
Carrageenan is a natural material extracted from red algae especially Eucheuma sp, kappa-carrageenan
extracted from E. cottonii and iota-carrageenan from E. spinosum. Kappa and iota carrageenans have very
similar structures and have functional properties as gelling agent. The purpose of this research is to find
out the effect of carrageenan on the physical and microstructure quality of kamaboko. This research used a
complete randomized design by doing four treatments, namely K(-): without carrageenan, K(+): by adding
commercial carrageenan, K(k): by adding kappa-carrageenan and K(i): by adding iota-carrageenan. The
result showed that the additional carrageenan had significant effects on the physical and microstructure
quality of the kamaboko. The best treatment of kamaboko was by adding of commercial carrageenan
(K(+)). The characteristics of kamaboko were folding test (5), springness (7.3), gel strength 2872.62g/cm2
and whiteness (W*) 73.78. The microstructure of kamaboko with adding of commercial carrageenan and
kappa-carragenan exhibited a porous structure while the microstructure of kamaboko added with iota-
carrageenan exhibited a compact and smooth structure.

Keywords: carrageenan, microstructure, kamaboko, Nemipterus nematophorus



Abstrak
Karaginan merupakan bahan alami yang diekstrak dari rumput laut merah khususnya Eucheuma sp.
Kappa-karaginan merupakan jenis karaginan yang diekstrak dari E. cottonii dan iota-karaginan diekstrak
dari E. spinosum. Kappa dan iota-karaginan memiliki struktur yang sangat mirip dan memiliki sifat
fungsional sebagai pembentuk gel. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karaginan
terhadap mutu fisik dan mikrostruktur kamaboko ikan kurisi. Aktivitas penelitian yang dilakukan adalah
melihat pengaruh pemberian karaginan terhadap sifat fisik kamaboko yang digunakan, yang meliputi
kamoboko tanpa penambahan karaginan (K(-)), kamaboko dengan penambahan karaginan komersial
(K(+)), kamaboko dengan penambahan kappa-karaginan (K(k)) dan kamaboko dengan penambahan
iota-karaginan (K(i)). Penambahan karaginan secara signifikan berpengaruh terhadap mutu fisik dan
mikrostruktur kamaboko. Perlakuan terbaik adalah kamaboko dengan penambahan karaginan komersil
(K(+)) dengan karakteristik mutu fisik: uji lipat (5), uji gigit (7,9), kekuatan gel 2872,62 g/cm2, dan derajat
putih (W*) 73,78. Mikrostruktur kamaboko dengan penambahan karaginan komersil (K(+)) dan kappa-
karaginan (K(k)) memiliki struktur yang porus sedangkan mikrostruktur kamaboko yang ditambah iota-
karaginan (K(i)) memiliki struktur yang kompak dan lembut.

Kata kunci: kamaboko, karaginan, mikrostruktur, Nemipterus nematophorus

PENDAHULUAN ikan yang homogen. Produk ini telah dikenal


Kamaboko atau fish cake merupakan oleh masyarakat Jepang sejak 1500 tahun yang
produk khas Jepang yang dibuat dari gel protein lalu (Suzuki 1981). Saat ini telah berkembang
berbagai produk kamaboko yang dibedakan
Korespondensi: Jl. Arif Rahman Hakim No. 150, Surabaya
60111. Telp. +6281334523090, Fax. +62315946261 berdasarkan teknik pengolahannnya, yaitu
E-mail: titiek_agustin@yahoo.co.id berupa perlakuan pemanasan, bentuk dan

17 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2012, Volume 15 Nomor 1 Mutu fisik dan mikrostrutur kamaboko, Agustin, TI.

komposisi bahan tambahan (Mao et al. 2006). terhadap adhesiveness gel daging lumat ikan
Produk analog dari kamaboko seperti bakso yang mengandung iota-karaginan tetapi tidak
ikan dan empek-empek merupakan makanan berpengaruh terhadap gel daging lumat ikan
dari ikan yang sudah dikenal oleh masyarakat yang mengandung sodium alginat. Perez-
Indonesia. Mateos and Montero (2000) menyatakan
Secara teknis, kamaboko terbuat dari jenis hidrokoloid tertentu, yaitu LBG (Locus
daging ikan giling sebagai bahan utama Bean Gum), xanthan gum, iota-karaginan,
dengan penambahan bahan-bahan, seperti kappa-karaginan, CMC dan alginat tidak
pati, gula, garam dan sodium glutamat. Proses berpengaruh terhadap water holding capacity
selanjutnya adalah pemasakan dengan cara (WHC) gel daging lumat ikan blue whiting,
pengukusan, pemanggangan, perebusan namun WHC terendah adalah produk dengan
maupun penggorengan (Suzuki 1981). Sejalan persentase hidrokoloid yang paling rendah.
dengan perkembangan teknologi, saat ini Semakin tinggi nilai WHC tekstur gel daging
kamaboko dibuat dari surimi sebagai bahan lumat ikan Blue Whitting semakin lunak dan
utamanya (Mao et al. 2006). halus.
Atribut mutu yang penting dari Ikan kurisi (Nemipterus nematophorus)
kamaboko adalah sifat teksturnya yang elastis merupakan salah satu ikan berdaging putih
(ashi). Faktor-faktor yang mempengaruhi yang banyak terdapat di Indonesia, khususnya
ashi kamaboko diantaranya adalah jenis ikan Perairan Laut Jawa. Pemanfaatan ikan ini masih
dan bahan-bahan tambahan yang digunakan terbatas, yaitu hanya sebagai ikan konsumsi
dalam pembuatan kamaboko (Mao et al. dengan harganya relatif murah. Penggunaan
2006). Biasanya dalam pembuatan kamaboko ikan kurisi sebagai bahan baku dalam
menggunakan surimi dari jenis ikan berdaging pembuatan kamaboko dengan kualitas yang
putih dan berprotein tinggi, sedangkan bahan dapat diterima pasar belum dikembangkan.
tambahan (pengisi) untuk memperkuat ashi Karakteristik gel kamaboko dengan bahan
yang sering digunakan adalah pati singkong baku ikan kurisi dengan tambahan kappa dan
(tapioka), pati kentang, terigu, dan jagung iota-karaginan yang diekstrak dari rumput
(Suzuki 1981; Park 2005; Mao et al. 2006). laut juga belum banyak dilakukan. Kajian
Sifat elastis kamaboko terutama ini diharapkan dapat memberikan informasi
dipengaruhi oleh keberadaan protein ikan dan karakteristik gel ikan dari ikan kurisi dan
pati, namun adakalanya protein ikan karena diversifikasi produk olahan dari ikan. Tujuan
suatu sebab dapat mengalami denaturasi penelitian ini adalah menentukan mutu fisik
sehingga jika digunakan sebagai bahan dan mikrostruktur kamaboko ikan kurisi
baku kamaboko perlu penambahan bahan dengan penambahan karaginan.
lain untuk memperbaiki kekuatan gelnya,
misalnya karaginan. Banyak peneliti yang MATERIAL DAN METODE
telah mempelajari sifat fungsional karaginan Bahan dan Alat
sebagai gelling agent pada daging lumat Bahan utama yang digunakan dalam
ikan. Gomez-Guillen dan Montero (1996), penelitian ini adalah ikan kurisi (N.
menambah hidrokoloid (iota-karaginan dan nematophorus) segar berukuran 200-250 g per
pati) dan kombinasi hidrokoloid dengan ekor, yang diperoleh dari perairan Laut Jawa,
protein non-otot pada daging lumat ikan dengan pendaratan di TPI Pelabuhan
sardin (Sardina pilchardus) yang dapat Nusantara Brondong-Lamongan. Ikan dibawa
meningkatkan kekuatan gelnya baik pada ke Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan
daging lumat berkadar garam rendah maupun Universitas Hang Tuah Surabaya menggunakan
tinggi. Montero dan Perez-Mateos (2002) cool box yang diisi hancuran es batu dengan
menyatakan bahwa KCl terutama berpengaruh perbandingan ikan dengan es (1 bagian ikan:

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 18


Mutu fisik dan mikrostrutur kamaboko, Agustin, TI. JPHPI 2012, Volume 15 Nomor 1

3 bagian es). Bahan lain yang digunakan dan dicuci dengan air dingin, daging ikan
adalah sodium tripolifosfat (STPP), sorbitol dipisahkan dari tulang dan durinya, daging
(food grade), tepung tapioka (cap Merak), ikan yang diperoleh dikumpulkan dan
sukrosa (food grade) dan karaginan hasil dilumatkan menggunakan food processor
ekstraksi pada penelitian sebelumnya dan 1 menit low speed dan 1 menit high speed
karaginan komersil dengan karakteristik selama penggilingan ditambah hancuran es
disajikan pada Tabel 1. batu untuk mempertahankan suhu rendah.
Bahan kimia untuk analisis mikrostruktur Lumatan daging ikan dicuci dengan air dingin
kamaboko adalah larutan 2% glutaraldehida (5-10 oC) sebanyak tiga kali, pada pencucian
dalam bufer fosfat (pH 7,2), bufer fosfat (pH terakhir ditambah NaCl 0,1%. Larutan daging
7,4), larutan post fiksasi asam osmat 1%, ikan disaring dengan kain saring berdiameter
aseton absolut dan emas 24 karat sebagai 0,2 mm dan di-press secukupnya sampai
coating sampel saat pengamatan dengan kadar air sekitar 80%, selanjutnya digiling
Scanning Electron Microscopy (SEM). kembali dengan menambah STPP 0,3% dan
Peralatan untuk pembuatan kamaboko sorbitol 4%. Surimi yang dihasilkan dikemas
meliputi kotak pendingin (cool box), pisau dengan plastik polietilen, masing-masing
khusus untuk filet ikan, sendok, food processor kemasan 500 g dan dibekukan menggunakan
(Sanken AFP-700), lemari pendingin (Sharp). Air Blast Freezer pada suhu -40 oC. Surimi
Alat laboratorium yang digunakan untuk beku selanjutnya disimpan pada suhu -18 oC
analisis: color reader (Minolta), tensil strength sampai dilakukan pembuatan kamaboko.
(Shimadzu) dan SEM (JEOL JSM-T100) Pembuatan kamoboko mengikuti metode
digunakan untuk mendapatkan gambar Suzuki (1981), surimi beku dicairkan pada
mikrostruktur dari kamaboko. suhu 5 oC selama semalam kemudian dibiarkan
pada suhu kamar selama 3 jam. Garam
Metode Penelitian sebanyak 2% ditambahkan pertama kali untuk
Surimi ikan kurisi dibuat menggunakan mengekstrak protein aktomiosin sehingga
metode Suzuki (1981) dengan tahapan terbentuk pasta sol aktomiosin kemudian
sebagai berikut: ikan kurisi segar disiangi sukrosa 1%, tepung tapioka 10% dan berbagai

Tabel 1 Mutu dan sifat fungsional karaginan hasil penelitian, karaginan komersil dan standar FAO
E. cottonii E.spinosum Karaginan
Parameter Standar FAO
kappa karaginan Iota karaginan Komersil
Mutu :
Kadar air (%) 10,03 11,78 9,8 8 – 12
Kadar abu (%) 21,07 23,42 17,80 15 – 40
Kadar abu tidak
0,97 0,97 0,66 1-2
larut asam (%)
Kadar sulfat (%) 23,65 33,17 19,25 15 – 40
Derajat putih (%) 68,57 58,30 88,48 Krem – Putih
Sifat Fungsional :
Viskositas (cP) 53,20 61,87 37,64 5 - 800
Kekuatan gel (g/
584,94 416,50 998,38 20 - 500
cm2)
Titik gel (oC) 30,24 25,60 36,0 35 -65
Titik leleh ( C)
o
51,50 41,88 66,0 55 - 85
Sumber : Agustin (2010)

19 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2012, Volume 15 Nomor 1 Mutu fisik dan mikrostrutur kamaboko, Agustin, TI.

jenis karaginan 1,5% sesuai perlakuan. 5,5

nilai rata-rata uji lipat


Pencampuran bahan dilakukan menggunakan 5a 4,9a
5 4,75b
food processor high speed 1 menit, selama
4,5 4, 35b
penggilingan ditambahkan hancuran es 20%
4
agar suhu tetap rendah. Adonan kamaboko
yang telah homogen dituang ke dalam cetakan 3,5

stainles steel kotak (12 cm x 12 cm x 5 cm) 3


K(+) K(k)
K(-) K(i)
kemudian dikukus pada suhu 90-95 oC selama Perlakuan Jenis karaginan
30 menit. Kamaboko yang telah dikukus Gambar 1 Nilai rata-rata uji lipat kamaboko.
segera didinginkan dengan cara merendam Gambar 1 Nilai Rata-rata Uji Lipat (Folding test) Kamaboko.
dalam air es untuk menghindari over cooking. rata uji lipat kamaboko dengan penambahan
Kamaboko yang telah dingin dipotong kubus karaginan berkisar dari 4,35 sampai dengan
4 cm3 dan dikemas dengan plastik polietilen 5 (skor 1-5). Nilai uji lipat kamaboko yang
dan disimpan dalam cold storage (-18 oC) dihasilkan berada diantara kriteria tidak
sampai dilakukan analisis. retak jika dilipat setengah bagian sampai
Penelitian ini menggunakan Rancangan tidak retak jika dilipat seperempat bagian.
Acak Lengkap (RAL), empat perlakuan yaitu Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan
kamaboko tanpa penambahan karaginan bahwa perlakuan penambahan karaginan
(K(-)), kamaboko dengan penambahan pada formulasi kamaboko berpengaruh
karaginan komersial (K(+)), kamaboko sangat nyata (sig= 0,000) terhadap daya lipat
dengan penambahan kappa-karaginan (K(k)) kamaboko ikan kurisi. Hasil uji lanjut Mann
dan kamaboko dengan penambahan iota- Whitney menunjukkan bahwa kamaboko
karaginan (K(i)), masing-masing perlakuan dengan karaginan komersial (K(+)) tidak
diulang sebanyak 6 kali ulangan. berbeda nyata dengan kamaboko dengan
Parameter mutu fisik yang diamati kappa-karaginan, sedangkan kamaboko tanpa
adalah uji lipat (folding test) dan uji gigit penambahan karaginan (K(-)) tidak berbeda
(springness test) (Suzuki 1981), kekuatan gel dengan kamaboko dengan penambahan iota-
(gel strength) (Mao et al. 2006), derajat putih karaginan (K(i)).
(W*) (Mao dan Tao 2007). Pengamatan Uji lipat merupakan salah satu uji
mikrostruktur kamaboko dari keempat yang digunakan untuk menilai kualitas gel
perlakuan menggunakan SEM perbesaran kamaboko. Metode ini baik sekali digunakan
1000X (Alvarez et al. 1999). Analisis data untuk membedakan gel yang bermutu tinggi
menggunakan analisis ragam (ANOVA), dengan yang bermutu rendah, namun tidak
apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh sensitif untuk membedakan gel yang bermutu
nyata (signifikan) maka dilanjutkan dengan uji baik dengan gel yang bermutu sangat baik.
BNT pada α= 0,05 (Hanafiah 2003). Data hasil Ikan kurisi termasuk golongan ikan yang
uji gigit dan uji lipat dianalisis menggunakan mampu membentuk gel yang baik, hal ini
analisis data non parameter dengan Kruskal dapat dilihat dari hasil uji lipat kamaboko
Wallis test, jika signifikan dilanjutkan dengan tanpa penambahan karaginan (K(-)) masih
uji Mann Whitney. Analisis data menggunakan tergolong tinggi dan tidak berbeda nyata
software program SPSS versi 11.5. dengan kamaboko dengan penambahan iota-
karaginan (K(i)). Agustin (2010) menyatakan
HASIL DAN PEMBAHASAN bahwa kandungan sulfat iota-karaginan lebih
Uji Lipat (Folding Test) tinggi daripada kappa-karaginan sehingga
Hasil pengukuran uji lipat kamaboko mudah mengikat air yang menyebabkan
ikan kurisi dengan perlakuan penambahan produk menjadi lunak dan memiliki daya lipat
karaginan disajikan pada Gambar 1. Nilai rata- yang lebih rendah.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 20


Mutu fisik dan mikrostrutur kamaboko, Agustin, TI. JPHPI 2012, Volume 15 Nomor 1

8,5 3500

nilai rata-rata uji gigit


8 7,9a 7,8a 3000

kekuatan gel (g/cm2)


2872,78d
7,6b
7,5 7,3c 2500 2442,34c
2200,41b
7 2000
1679,78a
6,5 1500
6
1000
5,5
500
5
K(-) K(+) K(k) K(i) 0
K(-) K(+) K(k) K(i)
Perlakuan Jenis karaginan Perlakuan Jenis karaginan
Gambar 2 Nilai Rata-rata
Gambar Ujirata-rata
2 Nilai Gigit (springenes test) Kamaboko.
uji gigit kamaboko. Gambar
Gambar3 3Nilai
NilaiRata-rata Kekuatan
rata-rata Gelgel
kekuatan Kamaboko (g/cm2)
kamaboko.

Uji Gigit (Springness Test) matriks yang kuat. Zahiruddin et al. (2008)
Uji gigit memberikan taksiran secara menyatakan bahwa penambahan karaginan
subyektif terhadap sifat kekenyalan produk. dapat memperbaiki daya potong atau daya iris
Uji gigit dilakukan dengan cara menekan produk akhir daging olahan.
produk diantara gigi seri atas dan bawah,
kemudian panelis memberikan penilaian Kekuatan Gel (Gel Strength)
terhadap tingkat kekenyalan produk sesuai Kekuatan gel kamaboko sangat ditentukan
dengan format yang sudah ditentukan. oleh kualitas bahan bakunya dalam hal ini
Nilai rata-rata uji gigit kamaboko dengan adalah kesegaran ikan sebagai bahan baku
penambahan karaginan berkisar dari 7,3 surimi yang merupakan komponen terbesar
sampai dengan 7,9 (skor 1-9). Nilai uji gigit dalam formulasi kamaboko. Chaijan et al.
kamaboko yang dihasilkan berada diantara 2004 menyatakan bahwa pencucian daging
kriteria lenting agak kuat sampai daya lenting ikan selama proses pembuatan surimi dapat
kuat. Nilai rata-rata uji gigit kamaboko dengan menghilangkan protein sarkoplasma dan
perlakuan penambahan karaginan disajikan meningkatkan konsentrasi protein myofibril
pada Gambar 2. yang memegang peranan penting dalam
Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan kemampuan membentuk gel. Keberadaan
bahwa perlakuan penambahan karaginan pada protein sarkoplasma meskipun dalam jumlah
formulasi kamaboko berpengaruh sangat nyata kecil dapat berpengaruh terhadap kekuatan
(sig= 0,000) terhadap daya gigit kamaboko gel surimi yang dihasilkan.
ikan kurisi. Hasil uji lanjut Mann Whitney Nilai kekuatan gel kamaboko akibat
menunjukkan bahwa kamaboko dengan penambahan karaginan berkisar dari 1679,78-
penambahan karaginan komersil (K(+)) tidak 2872,62 g/cm2 (Gambar 3). Hasil analisis
berbeda nyata dengan kamaboko dengan ragam menunjukkan bahwa penambahan
penambahan kappa-karaginan (K(k)). Nilai karaginan memberikan pengaruh sangat nyata
uji gigit tertinggi 7,9 terdapat pada kamaboko (sig = 0,000) terhadap kekuatan gel kamaboko.
dengan perlakuan penambahan karaginan Hasil analisis lanjut dengan LSD pada α=0,05
komersil (K(+)), sedangkan nilai uji gigit diketahui bahwa penambahan karaginan
terendah 7,3 terdapat pada kamaboko tanpa komersil (K(+)) memiliki nilai kekuatan gel
penambahan karaginan (K(-)). Penambahan kamaboko lebih tinggi dan berbeda nyata
karaginan dapat meningkatkan kekuatan gel dengan perlakuan lainnya, perbedaan ini
kamaboko, hal ini disebabkan kemampuan disebabkan karaginan komersil memiliki
karaginan berinteraksi dengan komponen kekuatan gel sangat tinggi yaitu mencapai
penyusun kamaboko terutama protein dan 998,38 g/cm2 (Agustin 2010), sehingga
pati melalui ikatan hidroksi. Gaonkar (1995) kamaboko yang ditambah dengan karaginan
menyatakan bahwa hidrokoloid memiliki komersial memiliki kekuatan gel yang tinggi.
gugus hidroksi yang mampu berikatan dengan Kekuatan gel kamaboko tertinggi
pati dan protein serta air sehingga membentuk (2872,78 g/cm2) terdapat pada kamaboko

21 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2012, Volume 15 Nomor 1 Mutu fisik dan mikrostrutur kamaboko, Agustin, TI.

dengan perlakuan penambahan karaginan 80 73,78d 69,03c


70
komersil (K(+)). Tingginya kekuatan gel 60
64,28b
53,21a
kamaboko dari perlakuan tersebut, diduga

Derajat putih
50
40
karena karaginan komersil lebih murni akibat 30
diproses dari bahan baku dan teknologi yang 20
10
lebih baik sedangkan karaginan hasil ekstraksi 0
K(-) K(+) K(k) K(i)
pada penelitian sebelumnya yang digunakan
Perlakuan Jenis karaginan
pada penelitian ini masih menggunakan Gambar4 4Nilai
Nilairata-rata
Rata-rataderajat
Derajadputih
Putih kamaboko.
(W*) Kamaboko
Gambar
metode ekstraksi yang konvensional sehingga
masih mengandung beberapa garam menghasilkan nilai kecerahan L* yang lebih
anorganik. Montero and Perez-Mateos (2002) rendah yaitu 67,78 dan mengakibatkan nilai
menyatakan bahwa garam anorganik pada derajat putih (W*) juga rendah yaitu 53,21.
karaginan dapat menghalangi terbentuknya Derajat putih kamaboko tertinggi
gel sehingga memiliki kekuatan gel yang diperoleh dari penambahan karaginan
rendah. komersil dan berbeda nyata dengan perlakuan
Hermanasson et al. (1991) menyatakan lainnya pada uji BNT α= 0,05 (Gambar 4).
bahwa keberadaan kation mempengaruhi Karaginan komersil memiliki nilai derajat
sifat fungsional karaginan, pengaruh sinergis putih yang tinggi yaitu mencapai 88,48%
terlihat ketika natrium ditambahkan pada (Agustin 2010) sehingga dapat meningkatkan
kalium-kappa-karaginan tetapi tidak pada derajat putih dan kecerahan kamaboko yang
kalium yang ditambahkan pada natrium- dihasilkan. Nilai derajat putih karaginan
kappa-karaginan. Montero dan Perez- hasil ekstraksi dari E. cottonii pada penelitian
Mateos (2002) menyatakan bahwa adanya sebelumnya 68,57% dan 58,30% dari E.
ion K+ dalam kappa-karaginan dapat spinosum (Agustin 2010) yang digunakan
meningkatkan kekuatan gelnya, sedangkan dalam penelitian ini sehingga derajat putih
iota-karaginan meningkat kekuatan gelnya kamaboko yang dihasilkan lebih rendah
jika terdapat ion Ca2+, adanya ion Na+ namun lebih tinggi dari perlakuan kontrol
menghalangi terbentuknya pilinan ganda negatif (K(-)) yaitu kamaboko tanpa karaginan.
pada karaginan sehingga menghasilkan gel Penambahan karaginan secara signifikan
yang rapuh. Kekuatan gel karaginan yang dapat meningkatkan derajat putih kamaboko
rendah menyebabkan kekuatan gel kamaboko karena karaginan dapat meningkatkan
juga rendah seperti pada kamaboko yang interaksi protein-protein, protein-air dan
ditambah dengan iota-karaginan (K(i)), hal protein-pati sehingga menghasilkan produk
ini disebabkan kekuatan gel iota-karaginan yang kencang (tidak berkerut) dan cerah.
rendah yang yaitu 416,50 g/cm2 (Agustin Derajat putih merupakan parameter mutu
2010). fisik yang penting untuk produk kamaboko,
derajat putih diukur menggunakan color
Derajat Putih (W*) reader dengan rumus W* = L*-3b. Simbol L*
Hasil pengamatan menunjukkan rata- adalah kecerahan dengan skala dari hitam
rata derajat putih kamaboko berkisar dari sampai putih sedangkan b adalah skala
53,21-73,78. Nilai rata-rata derajat putih kuning sampai biru (Mao dan Tao 2007).
terendah diperoleh pada perlakuan kontrol Hsu dan Chiang (2002) menyatakan bahwa
negatif yaitu tanpa penambahan karaginan secara umum derajat kecerahan yang tinggi,
(K(-)) dan berbeda nyata dengan perlakuan kekuningan yang rendah dan keputihan yang
lainnya. Perbedaan ini disebabkan kamaboko tinggi adalah permintaan konsumen.
tanpa karaginan terlihat agak mengkerut Derajat putih kamaboko sangat
sehingga saat pembacaan dengan color reader dipengaruhi oleh derajat putih surimi yang

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 22


Mutu fisik dan mikrostrutur kamaboko, Agustin, TI. JPHPI 2012, Volume 15 Nomor 1

Gambar 5Gambar 5 Surimi


Mikrostruktur Mikrostruktur
Segar (sebelum surimi
dibekukan)segar (sebelum
Ikan Kurisi pada Perbesaran Gambar
Gambar 6 6 Mikrostruktur
Mikrostruktur kamaboko
Kamaboko (K(-)) (K-)1000X
pada Perbesaran pada
1000 X ( rongga kosong, matriks gel protein) ( perbesaran
rongga kosong,
dibekukan) ikan kurisi pada perbesaran 1000x matriks
( gel protein) kosong,
rongga
1000x ( rongga kosong, matriks matriks gel protein).
gel protein).

digunakan. Chen (2002) menyatakan bahwa Mikrostruktur kamaboko tanpa


selama proses pembuatan surimi, mioglobin penambahan karaginan komersil (K(-))
dan hemoglobin berperan penting dalam (Gambar 6) terlihat matriks gel protein yang
menghasilkan surimi dengan derajat putih terbentuk seperti serabut yang kasar, hal
yang tinggi dimana derajat putih merupakan ini disebabkan protein daging ikan kurisi
salah satu faktor penentu kualitas surimi. berbentuk serabut, penambahan karaginan
Livingston dan Brown (1981) menyatakan meningkatkan kemampuan kamaboko
bahwa hemoglobin lebih mudah dihilangkan mengikat air sehingga menghasilkan tekstur
selama proses penanganan dan penyimpanan, yang porus. Suzuki (1981); Zayas (1997) dan
sedangkan mioglobin terikat dengan struktur Park (2005) menyatakan bahwa matriks gel
otot intraseluler. Surimi yang berkualitas kamaboko terbentuk akibat adanya interaksi
tinggi adalah yang memiliki nilai gel strength protein-protein, protein-air dan protein-pati.
dan derajat putih yang tinggi yang dapat Zayas (1997) menjelaskan bahwa interaksi
diperoleh jika daging gelap dapat dihilangkan protein-protein terjadi melalui ikatan disulfida
sebanyak mungkin (Ochiai et al. 2001). yang merupakan ikatan paling kuat dalam
mempertahankan struktur tersier protein.
Mikrostruktur Kamaboko Interaksi protein-air memegang peranan
Mikrostruktur surimi ikan kurisi penting dalam pembentukan gel khususnya
(Gambar 5) memperlihatkan struktur seperti selama perubahan bentuk sol menjadi gel.
serabut yang porus dan homogen, struktur Chin et al. (1998) menyatakan bahwa interaksi
seperti ini diduga akibat pelumatan daging protein-karbohidrat mempengaruhi sifat
ikan mengggunakan food processor sehingga fungsional produk pangan seperti kemampuan
menghasilkan ukuran partikel daging yang membentuk gel khususnya produk berbasis
halus dan homogen. Park (2005) menyatakan protein seperti produk berbahan dasar daging
bahwa ukuran partikel daging harus sekecil ikan.
mungkin agar protein sarkoplasma dan Park (2005) menyatakan bahwa pada
beberapa pengotor lainnya seperti darah, saat pati dipanaskan, granula pati mengalami
lemak dan protein larut air dapat keluar pengembangan secara irreversible, jika panas
dari matriks daging dan dapat terbuang diteruskan sampai mencapai suhu gelatinisasi,
selama proses pencucian. Adanya protein pati menyerap banyak air dan secara dramatis
sarkoplasma dan beberapa pengotor lainnya meningkatkan viskositas. Granula pati terus
yang tertinggal dalam lumatan daging dapat menyerap air dan mengembang sampai batas
menurunkan kemampuan surimi membentuk maksimal gel matriks. Pengembangan granula
gel. pati akibat panas dalam sistem surimi-pati

23 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2012, Volume 15 Nomor 1 Mutu fisik dan mikrostrutur kamaboko, Agustin, TI.

GambarGambar 7 Mikrostruktur
7 Mikrostruktur kamaboko
Kamaboko Akibat akibat
Penambahan penambahan
Karaginan Gambar8 8Mikrostruktur
Komersil (K(+)) Gambar Mikrostruktur kamaboko
Kamaboko Akibat akibat penambahan
Penambahan kappa_karaginan pada
pada Perbesaran 1000 X ( rongga kosong, matriks gel protein)
karaginan komersial (K+) pada perbesaran kappa-karaginan pada perbesaran 1000x (
Perbesaran 1000 X ( rongga kosong, matriks gel protein)
1000x ( rongga kosong, matriks gel rongga kosong, matriks gel protein).
protein).

berbeda dengan pengembangan pati dalam


sistem air-pati. Gelatinisasi pati terjadi secara
bersamaan dengan suhu gelasi protein ikan.
Gelatinisasi pati tertunda dengan keberadaan
protein miofibril, garam, gula atau sorbitol
dalam sistem surimi-pati. Protein miofibril
terdenaturasi sebelum pati tergelatinisasi
sempurna, air yang terperangkap dalam
jaringan gel protein terbatas untuk gelatinisasi
pati akibatnya terjadi kompetisi antara patiGambar Gambar 9 Mikrostruktur
9 Micrograph
Perbesaran
Kamaboko kamaboko
1000 X (
akibat penambahan
Akibat Penambahan
ronggaperbesaran
kosong,
iota_karaginan pada
matriks
iota-karaginan pada 1000x ( gel protein)
dan protein terhadap air. Pengembangan rongga kosong, matriks gel protein).
granula pati tidak sebaik dalam sistem pati-air
meskipun granula pati mengembang dalam dan melalui ikatan hidrogen yaitu air pada
matriks gel protein karena ketersediaan air gugus hidroksil di sepanjang rantai karaginan.
terbatas dalam protein ikan. Interaksi karaginan-protein terjadi melalui
Mikrostruktur kamaboko dengan ikatan elektrostatik yaitu muatan negatif
penambahan karaginan komersil (K(+)) gugus sulfat karaginan dengan muatan
(Gambar 7) memperlihatkan matriks gel yang positif sisi samping asam amino pada
porus dengan rongga kosong yang terbentuk permukaan miofibril protein dan pada
diantara matriks gel protein lebih besar dan akhirnya membentuk matriks gel protein
banyak. Karakteristik ini menunjukkan yang kuat (Gaonkar 1995). Alvarez dan Tejada
elastisitas kamaboko lebih tinggi terlihat dari (1997) menyatakan bahwa pembentukan
hasil uji gigit dan lipat yang tinggi. Park (2005) mikrostruktur kamaboko selain dipengaruhi
menyatakan bahwa pada saat pemanasan oleh jenis ikan juga dipengaruhi oleh suhu
protein miofibril mengalami gelasi dan dan waktu pemasakan. Suhu pemasakan yang
karaginan meleleh menjadi larutan sehingga tinggi dapat meningkatkan pembentukan
menjamin pencampuran sempurna dan pada ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik.
saat dingin terbentuk matriks gel yang kuat, Mikrostruktur kamaboko yang ditambah
selain itu kemampuan karaginan mengikat kappa-karaginan (K(k)) (Gambar 8) memiliki
air mengurangi keluarnya air dari matriks gel rongga kosong yang terbentuk diantara matriks
protein. gel protein hampir sama dengan mikrostruktur
Interaksi karaginan-air terjadi melalui kamaboko dengan penambahan karaginan
ikatan elektrostatik yaitu air dengan muatan komersil (K(+)) (Gambar 7) yang berbeda
negatif grup sulfat dari molekul karaginan dengan mikrostruktur kamaboko dengan

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 24


Mutu fisik dan mikrostrutur kamaboko, Agustin, TI. JPHPI 2012, Volume 15 Nomor 1

penambahan iota-karaginan (K(i)) (Gambar Kelautan dan Perikanan II, 09 Agustus


9). Kamaboko yang ditambah iota-karaginan 2010. BBRPPB-KKP. 167-174.
memiliki matriks gel protein yang lebih Chin KB, Keeton JT, Longnecker MT, Lamkey
lembut dengan rongga kosong yang terbentuk JW. 1998. Functional, textural and
diantara matriks gel protein lebih kecil. Iota- microstructural properties of low fat
karaginan memiliki gugus sulfat yang lebih bologna (model system) with a konjac
banyak sehingga lebih mudah mengikat air blend. Journal of Food Science 63(5):801-
dan sulit keluar dari matriks gel protein, 807.
kondisi ini menyebabkan tekstur yang lembut Chen HH. 2002. Decoloration and gel
dengan pori-pori yang lebih kecil. forming ability of horse mackerel mince
by air-floatation washing. Journal of Food
KESIMPULAN Science 67:2970-2975.
Karaginan secara signifikan dapat Chaijan M, Benjakul S, Visseanguan W,
memperbaiki mutu fisik kamaboko. Faustman C. 2004. Characteristic and
Kamaboko yang memiliki mutu fisik terbaik gel properties of muscles from sardine
adalah kamaboko dengan penambahan (Sardinella gibbosa) and mackerel
karaginan komersil (K(+)) dengan (Rastrelliger kanagurta) caught in
karakteristik mutu fisik: uji lipat (5), uji Thailand. Food Research International
gigit (7,9), kekuatan gel 2872,62 g/cm2, dan 37:1021-1030.
derajat putih (W*) 73,78. Hasil pengamatan Gaonkar AG. 1995. Ingredient Interactions
mikrostruktur kamaboko dengan SEM pada (Effects on Food Quality). New York:
pembesaran 1000X menunjukkan kamaboko Marcell Dekker, Inc.
tanpa penambahan karaginan (K(-)) memiliki Gomez-Guillen MC, Montero P. 1996. Addition
struktur berserabut yang padat sedangkan of hydrocolloids and non-muscle proteins
mikrostruktur kamaboko yang ditambah to sardine (Sardina pilchardus) mince
kappa-karaginan memiliki struktur yang gels: Effect of salt concentration. Food
porus dengan pori-pori yang agak besar Chemistry 56(4):421-427.
sehingga menghasilkan tekstur yang kenyal Hanafiah KA. 2003. Rancangan Percobaan
dan mikrostruktur kamaboko yang ditambah (Teori dan Aplikasi). Jakarta: PT. Gravindo
iota-karaginan memiliki struktur yang porus Persada.
dengan pori-pori yang lebih kecil sehingga Hermanasson AM, Eriksson E, Jordansson
menghasilkan tekstur yang lembut. E. 1991. Effects of potassium, sodium
and calcium on the microstructure
DAFTAR PUSTAKA and rheological behaviour of kappa-
Alvarez C, Tejada M. 1997. Influence of carrageenan gels. Carbohydrate Polymers
texture suwari gels on kamaboko gels 16:297-320.
made from sardine (Sardina philcardus) Hsu KC, Chiang BH. 2002. Effects of water,
surimi. Journal Science Food Agriculture oil, starch, calcium carbonate and
75(4):472-480. titanium dioxide on the color and texture
Alvarez C, Couso I, Margarita T. 1999. of threadfin and hairtail surimi gels.
Microstructure of suwari and kamaboko International Journal of Food Science and
sardine surimi gels. Journal of the Science Technology 37(4):387-393.
of Food and Agriculture 79(6):839-844. Livingston DJ, Brown WD. 1981. The
Agustin TI. 2010. Aplikasi karaginan sebagai chemistry of myoglobin and its reactions.
gelling agent kamaboko ikan kurisi. Di Journal of Food Technology 25(3):244-252.
dalam: Prosiding Seminar Nasional Montero P, Perez-Mateos M. 2002. Effects of
Pengolahan Produk dan Bioteknologi Na+, K+ and Ca2+ on gels formed from

25 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2012, Volume 15 Nomor 1 Mutu fisik dan mikrostrutur kamaboko, Agustin, TI.

fish mince containing a carrageenan or Contribution of hydrocolloids to gelling


alginate. Food Hydrocolloid 16(4):375- properties of blue whiting muscle. Journal
385. of European Food Research and Technology
Mao W, Mika F, Noboru F. 2006. Gel strength 210(6):383-390.
of kamaboko gels produced by microwave Park JW. 2005. Surimi and Surimi Seafood.
heating. Food Science and Technology Second Edition. Food Science and
Research 12(4):241-246. Technology. New York: Taylor & Francis
Mao L, Tao W. 2007. Gelling properties and Group..
lipid oxidation of kamaboko gels from Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein. Processing
grass carp (Ctenopharyngodon idellus) Technology. London: Applied Sci. Publ.
Influenced by chitosan. Journal of Food Zahiruddin W, Erungan AC, Wiraswanti I.
Engineering 82(2):128-134. 2008. Pemanfaatan karaginan dan kitosan
Ochiai Y, Ochiai L, Hashimoto,K, Watabe S. dalam pembuatan bakso ikan kurisi
2001. Quantitative estimation of dark (Nemipterus nematophorus) pada
muscle content in the mackerel meat penyimpanan suhu dingin dan beku.
paste and its products using antisera Buletin Teknologi Hasil Perikanan 11(1):
againts myosin light chains. Journal of 40-52.
Food Science 66:1301-1305. Zayas JF. 1997. Functionality of Protein in
Perez-Mateos M, Montero P. 2000. Food. New York. Springer-Verlag.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 26

Anda mungkin juga menyukai