Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS

1. Pengertian Meningitis
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang disebut
meningen. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan plamater
(leptomeningens) disebut meningitis. Peradang pada bagian duramater disebut
pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau karena
toksin. Namun demikian sebagian besar meningitis disebabkan bakteri.Meningitis adalah
peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla spinalis
(Tarwoto, 2013).
Batticaca (2008), mengatakan meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada
meningen otak dan medulla spinalis, gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri
(infeksi sekunder) seperti pneumonia, endokarditis, atau osteomielitis.
Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membran (selaput) yang
mengelilingi otak dan medula spinalis penyebab meningitis meliputi bakteri,piogenik yang
disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokos, pneumokokos, dan basil
influenza. Kedua yaitu virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat berariasi,
yang ke tiga adalah organisme jamur (Muttaqin, 2008).

Gambar 1 Meningen normal dan meningitis


Sumber : Wardayati, 2013
2. Etiologi
Widagdo, dkk(2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan oleh berbagai
macam organisme: Haemophilus influenza, Neisseria meningitis (Meningococus),
Diplococus pneumonia, Streptococcus group A, Pseudomonas, Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, Klebsiella, Proteus. Paling sering klien memiliki kondisi predisposisi
seperti: fraktur tengkorak, infeksi, pembedahan otak atau spinal, dimana akan
meningkatkan terjadinya meningitis.
a. Meningitis bakteri
Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah: Haemophilus
influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides, dan Staphylococcus
aureus. Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dan dapat menimbulkan respon
peradangan. Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel-sel sebagai
respon peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang dibentuk di
ruang subaraknoid. Penumpukan didalam cairan serebrospinal akan menyebabkan
cairan menjadi kental sehingga dapat menggangu aliran serebrospinal di sekitar otak
dan medulla spinalis. Sebagian akan menganggu absorbsi akibat granulasi arakhnoid
dan dapat menimbulkan hidrosefalus. Penambahan eksudat di dalam ruang subaraknoid
dapat menimbulkan peradangan lebih lanjut dan peningkatan tekanan intrakranial.
Eksudat akan mengendap di otak dan saraf-saraf kranial dan spinal. Sel-sel meningeal
akan menjadi edema, membran sel tidak dapat lebih panjang mengatur aliran cairan
yang menujuh atau keluar dari sel.

b. Meningitis virus
Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik meningitis.Meningitis ini
terjadi sebagai akibat dari berbagai macam penyakit virus yang meliputi measles,
mumps, herpes simplex dan herpes zoster.Pembentukan eskudat pada umumnya terjadi
diatas korteks serebral, substansi putih dan meningens.Kerentanan jaringan otak
terhadap berbagai macam virus tergantung pada tipe sel yang dipengaruhi.Virus herpes
simplex merubah metabolisme sel, yang mana secara cepat menyebabkan perubahan
produksi enzim atau neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari sel dan
kemungkinan kelainan neurologi.
Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitisada 2 yaitu:
a. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipiococus pneumonia dan
Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.
b. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria meningitidis dan
diplococcus pneumonia.
3. Tanda dan gejala/Manifestasi Klinis
Tarwoto (2013) mengatakan manifestasi klinik pada meningitis bakteri diantaranya :
a. Demam, merupakan gejala awal
b. Nyeri kepala
c. Mual dan muntah
d. Kejang umum
e. Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai dengan
koma.
Sedangkan menurut (Widago, dkk, 2013) manifestasi klinis klien meningitis meliputi:
a. Sakit kepala
b. Mual muntah
c. Demam
d. Sakit dan nyeri secara umum
e. Perubahan tingkat kesadaran
f. Bingung
g. Perubahan pola nafas
h. Ataksia
i. Kaku kuduk
j. Ptechialrash
k. Kejang (fokal, umum)
l. Opistotonus
m. Nistagmus
n. Ptosis
o. Gangguan pendengaran
p. Tanda brundzinki’s dan kerniq’s positif
q. Fotophobia
4. Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu pada bagian
paling luar adalah durameter, bagian tengah araknoid dan bagian dalam piameter. Cairan
serebrospinalis merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang subarachnoid yang
dihasilkan dalam fleksus-fleksus choroid yang kemudian di alirkan melalui sistem
ventrikel.
Mikroorganisme daoat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui beberapa cara
misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus pada CSF dank
arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon peradangan.
Netropil bergerak ke ruang subarachnoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat
dalam ruang subarachnoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang
subarkhnoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus.
Selain itu luka atau fraktur terbuka pada kepala dan medulla spinalis,
memungkinkan mudahnya bakteri atau kuman masuk ke otak. Infeksi pada telinga seperti
otitis media dan mastoiditis meningkatkan resiko meningitis bakteri. Kuman bakteri akan
mudah menembus membrane epithelium dan masuk ke ruang subarachnoid, berkembang
menimbulkan respon inflamasi.
Radang paru yang paling sering adalah karena tuberkolusis paru mengakibatkan
meningitis bakteri atau meningitis TB. Selain itu pembedahan otak dan spinal secara
langsung kuman dapat masuk ke lapisan otak. Sepsis atau infeksi sistemik juga beresiko
terjadinya meningitis (Arif Muntaqqin,2008).
5. Pathways

Faktor-faktor predisposisi mencakup: ISNA, otitis media,


mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh
imunologis

Invansi kuman ke jaringan serebral via vena nasofaring posterior, telinga


bagian tengah dan saluran mastoid

Reaksi peradangan jaringan serebral

Eksudat Gannguan metabolism Hipoperfusi


meningen serebral

Thrombus daerah korteks dan


aliran darrah serebral

Kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi, kerusakan


endotel, dan nekrosis pembuluh darah

Infeksi /septicemia jaringan otak

Iritasi meningen

Sakit kepala dan Perubahan fisiologis


demam intrakrnial

Hipertermi
Hipertermi Nyeri
Nyeri akut
akut Edema serebral dan peningkatan Peningkatan permeabilitas darah ke
TIK otak

Penekanan area Adhesi Perubahan tingkat Perubahan Bradikardi


Perubahan
fokal kortikal menyebabkan kesadaran, perubahan gastrointestina system
kelumpuhan prilaku, disorientasi, l pernapasan:
saraf fotofobia, peningkatan cheyne-stokes
sekresi ADH Perubahan
Perubahan
Regiditas Mual dan
perfusi
perfusi
nukal, tanda muntah
jaringan
jaringan
kerning dan
Koma otak
otak
Brudzinki
Risiko
Risiko
positif deficit Ketidskefektifa
Kematian deficit Ketidskefektifa Ketidak
Ketidak Risiko
nn pola Risiko
cairan
cairan pola napas
napas efektifan
efektifan gangguan
Kejang gangguan
bersihan
bersihan perfusi
perfusi perifer
perifer
jalan
jalan
napas
napas
Risiko
Risiko Takut
Takut Cemas
Cemas
injuri
injuri
Peningkatan
Prosedur Kelemahan fisik permeabilitas kapiler
invansif lumbal dan retensi cairan
pungsi
Gangguan
Gangguan
ADL
ADL Risiko
Risiko kelebihan
kelebihan volume
volume
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
• Darah : Pemeriksaan darah lengkap, peningkatan sel darah putih (10.000-
0.000/mm3), pemeriksaan koagulasi, kultur adanya mikroorganisme pathogen.
• Urine : Albumin, sel darah merah, sel darah putih ada dalam urine.
b. Radiografi : Untuk menentukan adanya sumber infeksi misalnya Rongen dada untuk
menentukan adanya penyakit paru seperti TBC paru, pneumonia, abses paru. Scan otak
untuk menentukan kelainan otak.
c. Pemeriksaan lumbal pungsi : untuk membandingkan keadaan CSF normal dengan
meningitis.

7. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan umum :

• Pasien di isolasi

• Pasien di istirahatkan/bedrest

• Kontrol hipertermia dengan kompres, pemberian antipiretik seperti parasetamol, asam

salisilat

• Kontrol kejang : Diazepam, fenobarbital

• Kontrol peningkatan tekanan intracranial : Manitol, kortikosteroid

• Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi

2. Pemberian antibiotic

• Diberikan 10-14 hari atau sedikitnya 7 hari bebas panas

• Antibiotik yang umum diberikan : Ampisilin, gentamisin,


kloromfenikol, selalosporin.

• Steroid untuk mengatasi inflamasi

• Antipiretik untuk mengatasi demam

• Antikonvulsant untuk mencegah kejang

• Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan

• Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton)

3. Pengobatan simtomatis :

• Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis  Fenitoin 5

mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.

• Turunkan panas Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.

• Kompres air PAM atau es.

4. Pengobatan suportif :

• Cairan intravena.

• Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%

• Perawatan pada waktu kejang

1. Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.

2. Hisap lender
3. Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.

4. Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).


8. Komplikasi

• Peningkatan tekanan intrakranial

• Hydrosephalus : Penumpukan cairan pada rongga otak, sehingga meningkatkan tekanan

pada otak.

• Infark serebral : Kerusakan jaringan otak akibat tidak cukup suplai oksigen, karena

terhambatnya aliran darah ke daerah tersebut.

• Ensepalitis : peradangan pada jaringan otak dan meningenakibat virus, bakteri, dan

jamur.

• Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormon

• Abses otak : Infeksi bakteri yang mengakibatkan penimbunan nanah didalam otak serta

pembengkakakan.

• Kejang : Gangguan aktivitas listrik di otak. Ditandai dengan gerakan tubuh yang tidak

terkendali dan hilangnya kesadaran.

• Endokarditis : Infeksi pada endokardium yaitu lapisan bagian dalam jantung.

• Pneumonia : Infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara disalah satu

atau kedua paru-paru yang dapat berisi cairan.

• Syok sepsis : Infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan tekanan darah yang

sangat rendah.
9. Pengkajian

Anamnesis pada meningitis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat

penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu dikaji dampak

hospitalisasi) (Arif Muttaqin,2008).

a. Keluhan utama

Hal yang sering menjadi alas an klien atau orang tua membawa anaknya untuk

meminta pertolongan kesehatan adalah suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan

tingkat kesadaran.

b. Riwayat penyakit sekarang

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman

penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti

kapan mulai terjadinya serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian

klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan

akibat infeksi atau peningkatan tekanan

intrakranial.

Keluhan tersebut di antaranya sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang

sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai

akibat iritasi meningen. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan

pengkajian lebih mendalam, bagaiman sifat timbulnya kejang, stimulasi apa yang

sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang diberikan dalam upaya

menurunkan keluhan kejang.

Adanya penurunan kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan

gangguan memori biasanya merupakan awal adanya


penyakit.

Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani

perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan invasive yang memungkinkan

masuknya kuman ke meningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.

c. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya

hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien

mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit

dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan

adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu

ditanyakan kepada klien perlu ditanyakan kepada klien terutama jika ada keluhan

batuk produktif dan pernah mengalami pengobatan obat anti tuberculosis yang

sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.

d. Pengkajian psikososial-spititual

Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat

untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai

status emosi, kognitif dan perilaku klien.

Sebagian besar pengkajian ini didapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh

dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan member pertanyaan dan

tetap melakukan pengawaan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan

ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanime koping yang digunakan klien juga

penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan

perubahan peran klien dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga

maupun dalam masyarakat.


e. Pemeriksaan Fisik

• Tanda-tanda vital

Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih

dari normal 38-41oC, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit

kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proes

inflamasi dan iritasi meningen yang sudah menggangu pusat pengatur suhu

tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda

peningkatan TIK.

• B1 (Breathing)

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan

otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan

pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan sistem pernafasan.

Palpasi thorax hanya dilakuan jika terdapat deformitas pada tulang dada pada

klien dengan efusi pleura massif.

Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti rochi pada klien meningitis tuberkulosa dengan

penyebaran primer dari paru.

• B2 ( Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien meningitis pada

tahap lanjut seperti apabila klien mengalami renjatan

(syok).

• B3 (Brain)
Pengkajian ini merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan

pengkajian pada sisstem lainnya.

• Pengkajian tingkat kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan

parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Pada

keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada

tingkat letergi, stupor, dan semikomatosa.

Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk

menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan

pemberi asuhan.

• Pengkajian Fungsi Serebral

Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,

ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien meningitis tahap

lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

• Pengkajian Saraf Kranial

1. Saraf I : biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan funsi penciuman.

2. Saraf II : Tes ketajaman penglihatan dalam batas normal

3. Saraf III, IV, dan VI : Pemeriksaan funsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang

tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.

4. Saraf V : Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah

dan reflek kornea biasanya tidak ada kelainan.

5. Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah


simetris.

6. Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif atu tuli persepsi.

7. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan baik

8. Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokledomastoideus dan

trapezius.

9. Saraf XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.

Indra pengecapan normal.

• Pengkajian Sistem Motorik

Kekuatan otot menurun, control keseimbangan, dan koordinasi pada meningitis tahap

lanjut mengalami perubahan.

• Pengkajian Reflek

Pemeriksaan reflek profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau

periosteum derajat reflek pada respon normal.

Reflek patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran

koma. Adanya reflek Babinski (+) merupakan tanda lesi

UMN.

• Pengkajian Sistem Sensorik

Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensari raba,

nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh,

sensasi propriosefsi, dan diskriminatif normal.

1. Kaku kuduk

2. Tanda Kerniq Positif


3. Tanda Brudzinski

• B4 (Bladder)

Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya

volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi

dan penurunan curah jantung ke ginjal.

• B5 ( Bowel)

Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam lambung.

Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan

adanya kejang.

• B6 (Bone)

Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan

pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada

penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang berat pada wajah dan

ekstremitas.

Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara

umum sehingga mengganggu ADL.

f. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis, meliputi laboratorium klinik

rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan laboratorium

yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa cairan otak diperiksa

untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Pemeriksaan lainnya diperlukan

sesuai klinis klien, meliputi foto rontgen paru dan CT scan kepala.

g. Pengkajian penatalaksanaan medis


Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan
standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis.

10. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

Kemungkinan diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan

penyakit Meningitis, yaitu:

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hambatan aliran darah


ke otak.

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret


pada saluran nafas
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan kerja otot
pernafasan

d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis

e. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis


f. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi

g. Ketidakseimbangan nutrsi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidak mampuan untuk makan

h. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolism


i. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diaphoresis

j. Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan


11. Intervensi Keperawatan

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan NANDA, NIC-NOC

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Edema serebra


perfusi jaringan otak kepewatan diharapkan tingkat 1. Monitor adanya
berhubungan resiko ketidakefektifan perfusi kebingungan perubahan
dengan hambatan pikiran, keluha pusing,
jaringan otak berkurang
aliran darah ke otak dengan pingsan

Perfusi jaringan serebral 2. Monitor setatus neurologi

Indikator: dengan ketat dan bandingan


dengan nilai normal
1. Tidak ada deviasi dari
kisaran normal tekanan 3. Monitor TTV
4. Monitor TIK dan CPP
intrakranial
5. Monitor setatus pernafasan:
2. Tidak ada saki kepala
3. Tidak ada keadaan frekuensi, irama kedalaman
pingsan pernafasan PaO2, PCO2,pH,
4. Tidak ada refleks saraf bikarbonat
terganggu
6. Catat perubahan pasien
dalam merespon terhadap
stimulus

7. Berikan anti kejang, sesuai


kebutuhan

8. Hindari fleksi leher


9. Latihan roam pasif

10. Monitor intake dan out put

Monitor tekanan intra kranial


(TIK)
1. Monitor tekanan darah ke
otak

2. Monitor pasien TIK dan


reaksi perawatan serta

neurologis serta rangsangan


lingkungan

3. Pertahankan setrilitas sistem


pemantauan

4. Periksa pasien ada tidak

adanya gejala kaku kuduk


5. Berikan antibiotic
6. Letakkan kepala dan posisi
pasien dalam posis netral,
hindari fleksi pinggang yang
berlebihan
7. Berikan ruang perawatan

agar menimalkan elifasi TIK

8. Monitor CO2 dan

pertahankan palemeter yang


di tentukan
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway suction
bersihan jalan nafas keperawatan di harapkan 1. Pastikan kebutuhan oral /
berhubungan tracheal suctioning
ketidaefektifan bersihan jalan
dengan peumpukan
nafas 2. Auskultasi suara nafas
secret pada saluran
sebelum dan sesudah
nafas Kriteria hasil
1. Mendemonstrasikan batuk suctioning
efektif dan suara nafas yang 3. Informasikan pada klien dan
bersih, tidak ada sianosis keluarga tentang suctioning

dan dyspnea (mampu 4. Minta klien nafas dalam


mengeluarkan sputum, sebelum suctioning
mampu bernafas dengan
dilakukan
mudah, tidak ada pursed
5. Berikan O2 dengan
lips)
menggunakan nasal untuk
2.Menunjukkan jalan nafas yang memfasilitasi suction
paten (klien tidak
nasotrakeal
merasa tercekik, irama nafas,
6. Gunakan alat yang steril
frekuensi pernafasan dalam
setiap melakukan tindakan
rentang normal, tidak ada 7. Anjurkan pasien untuk
suara nafas abnormal) istirahat dan nafas dalam
setelah kateter di keluarkan
dari nastrokeal

8. Monitor status oksigenasi

pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana
cara melakukan suction

10. Hentikan suction dan berikan


oksigen apabila

apsien menunjukkan
bradikardi,
peningkatan

saturasi O2, dll.


11. Airway management

12. Buka jalan nafas gunakan


teknik chin lift atau jaw

thrust bila perlu


13. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi
14. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan

15. Pasang mayo bila perlu


16. Lakukan fisioterapi dada

bila perlu
17. Keluarkan secret dengan

batuk atau suction


18. Auskultasi suara nafas, catat

adanya suara nafas


tambahan
19. Lakukan suction pada mayo
20. Berikan bronkodilator bila
perlu

21. Berikan pelembab udara kasa


basah NaCl lembab
22. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan

23. Monitor respirasi dan status

O2
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway management
pola nafas keperawatan di harapkan 1. Buka jalan nafas dengan

berhubungan menggunakan teknik chin


ketidakefektifan pola nafas
dengan peningkatan Kriteria hasil :
lift atau jaw thrust bila perlu

kerja otot 1. Mendemonstrasikan batuk 2. Posisikan apsien untuk


pernafasan efektif dan suara nafas yang memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
bersih, tidak ada sianosis
pemasangan alat jalan nafas
dan dyspnea (mampu
buatan
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan 4. Pasang mayo bila perlu
mudah, tidak ada 5. Lakukan fisioterapi dada

pursed lips) jika perlu

2. Menunjukkan jalan nafas 6. Keluarkan secret dengan


yang paten (klien tidak batuk atau suction
7. Auskulatsi suara nafas catat
merasa tercekik, irama
adanya suara nafas
nafas, frekuensi pernafasan
tambahan
dalam rentang normal, tidak
ada suara nafas abnormal) 8. Lakukan suction pada mayo
Tanda – tanda vital dalam
batas normal 9. Berikan bronkodilator bila

perlu
10. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl lembab

11. Atur intake untuk cairan


mengoptimalkan
keseimbangan
12. Monitor respirasi dan status

O2
13. Oxygen therapy

14. Bersihkan mulut, hidung


dan secret trakea
15. Pertahankan jalan nafas yang
paten

16. Atur peralatan oksigenasi


17. Pertahankan posisi pasien

18. Observasi adanya


tanda-
tanda hipoventilasi

19. Monitor adanya kecemasan


pasien terhadap oksigenasi

20. Vital sign monitoring


21. Monitor TD, andi, suhu dan
RR

22. Catat adanya fluktuasi

tekanan darah
23. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan

24. Monitor TD, nadi, RR sebelum


, selama, dan

setelah aktifitas
25. Monitor kualitas dari nadi
26. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan

27. Monitor suara paru

12. Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai