Anda di halaman 1dari 16

Tatalaksana terhadap Penderita Asma Bronkial dengan Derajat Sedang

Aprilia Dwi Rahma 102018041

D5

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

aprilia.2018fk041@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas karena adanya obstruksi saluran
pernapasan yang ditandai dengan bunyi mengi (wheezing), batuk, dan rasa sesak di dada
akibat penyumbatan saluran napas. Secara umum faktor risiko yang dapat memicu terjadinya
asma terbagi atas alergen dan non alergen contoh dari non alergen adalah infeksi, bakteri,
obat-obatan dan stress, lingkungan kerja, perubahan cuaca terutama cuaca dingin. Klasifikasi
penyakit asma ditentukan berdasarkan gambaran klinisnya. Tujuan pengobatan asma adalah
tercapainya kontrol asma dan menurunkan resiko ekesaserbasi. Manajemen asma harus
melibatkan pemberian pengobatan, modifikasi faktor resiko, dan terapi non farmakologi.
Pencegahan asma yaitu dengan rajin berolahraga, membersihkan lingkungan, dan
menghindari faktor pencetus.

Kata kunci : Asma, faktor resiko, pencegahan

Abstract
Asthma is a chronic inflammatory disease of the airways due to airway obstruction marked
by wheezing, coughing, and tightness in the chest due to airway obstruction. In general, risk
factors that can trigger asthma are divided into allergens and non allergens. Examples of
non allergens are infection, bacteria, drugs and stress, work environment, weather changes,
especially cold weather. Asthma classification is determined based on the clinical picture.
The goal of asthma treatment is to achieve asthma control and reduce the risk of
exacerbation. Asthma management must involve treatment, modification of risk factors, and
non-pharmacological therapy. Prevention of asthma is to exercise diligently, clean the
environment, and avoid precipitating factors.

Keywords: Asthma, risk factors, prevention


Pendahuluan
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah- engah” dan berarti
serangan nafas pendek. Meskipun dulu istilah ini digunakan untuk menyatakan gambaran
klinis napas pendek tanpa memandang sebabnya, cenderung pada malam hari/dini hari
(nocturnal). Sekarang istilah ini hanya ditunjukan untuk keadaan- keadaan yang
menunjukkan respon abnormal saluran nafas terhadap berbagai rangasangan yang
menyebabkan penyempitan jalan nafas yang meluas . Asma merupakan penyakit infamasi
kronik saluran napas dengan banyak sel serta elemen seluler yang berperan, serta
berhubungan dengan hiperresponsivitas jalan napas dengan manifestasi berupa episode
berulang dari mengi, sesak napas, rasa berat di dada, dan batuk terutama malam atau dini hari
dan sering bersifat reversibel secara spontan atau dengan pengobatan.
Manisfestasi penyumbatan jalan napas pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi,
hipersekresi mucus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel
radang. Berbagai rangsangan allergen dan rangsangan non spesifik, akan adanya jalan nafas
yang hiperaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi
alergen yang dihirup (tungau debu, tepung sari, sari kedelai dan protein minyak jarak),
protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, obat-obatan (metaglisulfid),
udara dingin dan olahraga berat .1

Skenario
Seorang perempuan 32 tahun dibawa ke UGD karena sesak napas memberat sejak 3 jam yang
lalu.

Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangatlah penting. Tujuannya, selain untuk
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, anamnesis juga berguna untuk
menyusun srategi pengobatan pada penderita asma. Pada anamnesis akan kita jumpai adanya
keluhan, batuk, sesak, mengi dan atau rasa berat di dada yang timbul secara tiba-tiba dan
hilang secara spontan atau dengan pengobatan. Tetapi adakalanya juga penderita hanya
mengeluhkan batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan
jasmani ataupun hanya pada musim-musim tertentu saja. Disamping itu, mungkin adanya
riwayat alergi baik pada penderita maupun pada keluarganya, seperti rhinitis alergi,
dermatitik atopic dapat membantu menegakakan diagnosis. Ada beberapa hal yang harus
ditanyakan dari pasien asma, antara lain:
 Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari ?
 Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah terpajan
alergen atau polutan (pencetus) ?
 Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas atau
olahraga ?
 Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang atau hilang setelah pemberian obat
pelega (bronkodilator) ?
 Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim atau cuaca atau
suhu yang ekstrim (perubahan yang tiba-tiba) ?
 Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis alergi)?
 Apakah dalam keluarga (kakek atau nenek, orang tua, anak, saudara kandung, saudara
sepupu) ada yang menderita asma atau alergi ?

Dari anamnesis didapatkan informasi bahwa pasien perempuan berusia 32 tahun sedang
membersihkan gudang dan tiba-tiba mengalami sesak napas. Penderita sejak kecil sering
sesak napas hilang timbul namun sejak SMA hingga sekarang belum pernah kambuh lagi.
Pasien dikatakan alergi susu waktu kecil.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatnya kelainan. Selain
itu perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma paling
sering ditemukan adalah wheezing (mengi), tetapi pada sebagian pasien asma tidak
didapatkan mengi diluar serangan. Pada serangan asma umumnya terdengar mengi, disertai
tanda-tanda lainnya, pada asma yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest)
dan pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun. Dari pemeriksaan fisik pasien
tampak sakit sedang, compos mentis, TD 110/70 mmg, nadi 112x/menit, RR 28x/menit cepat
dangkal, suhu 36,7 derajat. C paru vesikuler, Ronkhi basah kasar -/- Wheezing +/+.

Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan darah lengkap juga penting untuk
mendiagnosis penyakit asma karena pada penderita asma jumlah eosinophil dalam
darah sering meningkat, untul lekositnya bisa meningkat ataupun normal.2
 Spirometri. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Penurunan FEV1/FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.3
 Pemeriksaan AGD. Pemeriksaan ini akan memberikan hasil pengukuran yang tepat
dari kadar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Hal ini dapat membantu dokter
menentukan seberapa baik paru-paru dan ginjal bekerja. Biasanya dokter memerlukan
tes analisa gas darah apabila menemukan gejala-gejala yang menunjukkan bahwa
seorang pasien mengalamai ketidakseimbangan oksigen, karbon dioksida, atau pH
darah. Dengan melakukan pemeriksaan ini, selain untuk menentukan penyakit, AGD
juga bisa memantau hasil perawatan yang sebelumnya diterapkan kepada pasien.3
 X-ray dada/thorax, dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan
asma. Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat yaitu bila disertai dengan bronkitis,
maka bercak-bercak di hilus akan bertambah, bila terdapat komplikasi empisema
(COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah, bila terdapat
komplikasi maka terdapat gambaran infiltrate pada paru, dapat pula menimbulkan
gambaran atelektasis local dan bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks,
dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-
paru.2
 Uji provokasi bronkus. Tes ini digunakan untuk memastikan bagaimana saluran
pernapasan pasien bereaksi ketika terpapar salah satu pemicu asma. Dalam tes ini,
pasien biasanya akan diminta menghirup serbuk kering (mannitol). Setelah itu pasien
akan diminta untuk menghembuskan napas ke dalam spirometer untuk mengukur
seberapa tinggi tingkat perubahan FEV1 dan FVC setelah terkena pemicu. Jika
hasilnya turun drastis, maka dapat diperkirakan pasien mengidap asma. Pada anak-
anak, selain mannitol, media yang bisa dipakai untuk memicu asma adalah olah raga.3
 Pemeriksaan status alergi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah
gejala-gejala asma yang dirasakan oleh pasien disebabkan oleh alergi. Misalnya alergi
pada makanan, tungau, debu, serbuk sari, atau gigitan serangga.3

Differential Diagnosis
 Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru dengan terjadinya sumbatan aliran
udara pada paru yang berlangsung lama. PPOK mempunyai tiga gejala umum yang utama
yaitu sesak napas, batuk menahun, dan batuk berdahak. Namun pada kasus yang ringan
tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari PPOK yaitu biasanya dialami oleh
perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama semakin bertambah
buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan tidak ada hubungannya dengan
alergi. Terdapat 2 jenis PPOK, yaitu Bronchitis Chronic dan Emphysema.4
o Bronchitis Chronic, bronchitis akut adalah radang mendadak pada bronchus yang
biasanya mengenai trachea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan
“laringotracheobronchitis”. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan nafas
tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik, misalnya pada morbili,
pertusis, difteri. Ditandai dengan batuk kronik mengeluarkan sputum 3 bulan
dalam setahun paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum
biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa
batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan
jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.4

o Emphysema, emfisema merupakan pembesaran/pelebaran ruang udara


bronkhiolus terminalis dari alveolus, terjadi destruksi dinding alveolus dan
dinding kapiler. Faktor-faktor karna asap rokok/polusi udara, gejala klinis sesak
napas dengan ekspirasi memanjang, batuk menahun dan pembesaran dada.
Terdapat 4 perubahan patologik yaitu hilangnya elastisitas paru protease (enzim
paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan
merusakkan serabut elastin, akibat hal tersebut kantung alveolar kehilangan
elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa
alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar. Hyperinflation
paru pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi
istirahat normal selama ekspirasi. Terbentuknya bullae dinding alveolar
membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat
udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray. Kollaps jalan nafas kecil dan
udara terperangkap etika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan
positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas.4

 Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan
pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pneumonis disebabkan oleh bakteri, virus, jamur.
Pertukaran gas berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan
kesekitar alveoli yang tidak berfungsi.  Hipoksemia dapat terjadi tergantung banyaknya
jaringan paru-paru yang sakit. Dengan kata lain pneumonia adalah peradangan paru di
mana asinus tensi dengan cairan, dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang kedalam
dinding alveol dan rongga interstisium. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas
berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan
gastrointestinal. Gejala umum demam, sesak nafas, nadi berdenyut lebih cepat, dan dahak
berwarna kehijauan.5

Working Diagnosis
Asma merupakan penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat penyempitan saluran
napas, asma adalah gangguan peradangan kronik disaluran nafas yang menyebabkan
serangan berulang mengi, sesak, dada terasa tertekan, dan batuk, terutama malam dan/atau
dini hari. Berbagai rangsangan allergen dan rangsangan non spesifik, akan adanya jalan nafas
yang hiperaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi
alergen yang dihirup (tungau debu, tepung sari, sari kedelai dan protein minyak jarak),
protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, obat-obatan (metaglisulfid),
udara dingin. Pencegahan asma yaitu dengan rajin berolahraga, membersihkan lingkungan,
dan menghindari faktor pencetus. 1

Tabel 2. Klasifikasi Asma1


Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
 Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.6
 Faktor presipitasi
Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu inhalan yang masuk melalui
saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi).
Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan). Kontaktan yang masuk
melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan).
 Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.6
 Stres
Stresa tau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
 Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
 Olahraga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani
atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.6
Patofisiologi
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hiperaktivitas bronkus ini
dapat diukur secara tidak langsung. Ukuran ini yang merupakan parameter objektif untuk
menentukan beratnya hiperaktivitas yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara yang
digunakan untuk mengukur hiperaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban
kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat non spesifik.
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen,
virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas asma dini
(early asthma reaction/EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction/EAR) . Setelah
reaksi asma awal dan reaksi asma melambat proses dan terus berlanjut menjadi reaksi
inflamasi subakut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi terutama eosinophil dan
monosit dalam jumlah besar kedinding dan lumen bronkus. Penyempitan saluran nafas yang
terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya
mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan atau dimukosa bronkus, lumen
jalan nafas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sel
mast. Selain sel mast, sel lain juga dapat melepaskan mediator yaitu sel makrofag alveolar,
eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosdit, dan monosit.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus
vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vegal menyebabkan refleks
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi. Mediator inflamasi secara langsung
maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti
eosinofil, netrofil, platelet, dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator
yang kuat seperti lekotriens. Tromboksan, PAF, dan protein sitotoksis yang memperkuat
reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamsi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas
bronkus.7

Gejala Klinis
Batuk dapat berupa batuk kering maupun berdahak (berlendir), umumnya batuk
cenderung akan semakin parah pada malam hari dan membuat sulit tidur. Mengi adalah suara
berbunyi lirih seperti “ngik-ngik” yang terdengar setiap kali bernapas, bunyi ini terjadi karena
udara dipaksa keluar melalui saluran pernapasan yang tersumbat. Dada sesak, saluran udara
yang tengah meradang dan tersumbat menyebabkan dada terasa sesak atau sakit, dada
mungkin terasa seperti ditekan atau ditindih dengan benda yang sangat berat. Sesak napas,
saluran udara yang meradang dan tersumbat akan membuat sulit bernapas, sesak napas yang
terjadi kemudian dapat menyebabkan perasaan gelisah, yang mungkin makin memperburuk
gejala ini. Gejala lain badan lemas, lesu, dan tidak bertenaga, suara sengau, menghela napas
terus-terusan, rasa gelisah yang tidak biasa.3

Epidemiologi

Di Indonesia prevalensi asma mencapai 4.5% dengan estimasi jumlah pasien asma
11.2 jiwa. Prevalensi terendah berada di Propinsi Lampung, sebesar 1.6%, sedangkan
prevalensi tertinggi adalah di Sulawesi Tengah sebanyak 7.8%. Jumlah pasien asma terendah
di Papua Barat sekitar 26 ribu jiwa. Terbanyak adalah di Jawa barat dengan jumlah 2.2 juta
jiwa. Walaupun asma tidak dapat disembuhkan,  manajemen yang tepat dapat mengendalikan
penyakit ini dan orang dengan asma dapat menikmati hidup yang lebih baik dan berkualitas.
Pengobatan jangka pendek digunakan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dengan
jangka panjang menggunakan inhalasi steroid diperlukan untuk mengendalikan progres dari
asma yang berat.8

Penatalaksaan
Tujuan penatalaksaan asma yaitu menghilangkan dan mengendalikan gejala asma,
mencegah eksaserbasi akut, meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal
mungkin, mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise, menghindari efek samping
obat, mencegah terjadi keterbatasan aliram udara (airflow limitation) ireversibel dan
mencegah kematian pada asma.9

 Terapi Farmakologis
Pada prinsipnya pengobatan asma menjadi 2 golongan yaitu anti inflamasi merupakan
pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal
dengan pengontrol, serta bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk
mengatasi eksaserbasi atau serangan dekenal dengan pelega. Contoh anti inflamasi yaitu
golongan steroid inhalasi seperti flutikason propionat dan budesonid, golongan
antileukotrin seperti metilprednisolon, kortikosteroid sistemik seperti prednison, agonis
beta-2 kerja lama seperti formeterol, prokaterol. Obat pelega ada dari golongan agonis
beta-2 kerja singkat seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, golongan antikolinergik
seperti ipratoprium bromide,golongan metilsantin seperti teofilin, aminofilin dan lain-
lain.9

 Terapi Non Farmakologi


Berhenti merokok dan menjauhi ruangan atau mobil yang terdapat asap rokok, melakukan
aktivitas fisik yang teratur, menghindari faktor pemicu, menjaga kebersihan lingkungan,
tidak meminum obat yang dapat memperparah asma misalnya NSAIDS, kontrol satu kali
selama 3 hari sampai 1 minggu dan gunakan maintenance inhaler secara teratur.9

Tabel 2. Terapi serangan asma9

Berat ringannya Terapi Lokasi


serangan

Ringan Terbaik : - Di rumah

-Agonis beta 2 inhalasi diulang


setiap 1 jam

Alternatif :

-Agonis beta 2 oral 3 X 2 mg

Sedang Terbaik : - Puskesmas

-Oksigen 2-4 liter/menit - Klinik rawat jalan


-Agonis beta 2 inhalasi -IGD

Alternatif : -Praktek dokter umum

-Agonis beta 2 IM/adrenalin -Rawat inap jika tidak ada


subkutan. Aminofilin 5- respons dalam 4 jam.
6mg/kgbb

Berat Terbaik : - IGD

-Oksigen 2-4 liter/menit -Rawat inap apabila dalam 3


jam belum ada perbaikan
-Agonis beta 2 nebulasi diulang
s/d 3 kali dalam 1 jam pertama -Pertimbangkan masuk ICU
jika keadaan memburuk
-Aminofilin IV dan infuse
progresif.
-Steroid IV diulang tiap 8 jam

Mengancam jiwa Terbaik ICU

-Lanjutkan terapi sebelumnya

-Pertimbangkan intubasi dan


ventilasi mekanik

Jenis Terapi Inhalasi


Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas
melalui penghisapan. Terapi pemberian ini, saat ini makin berkembang luas dan banyak
dipakai pada pengobatan penyakit-penyakit saluran napas. Berbagai macam obat seperti
antibiotik, mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi.
Obat asma inhalasi yang memungkinkan penghantaran obat langsung ke paru-paru, dimana
saja dan kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi keluhan sesak napas. Untuk
mencapai sasaran di paru-pari, partikel obat asma inhalasi harus berukuran sangat kecil (2-5
mikron).
Keuntungan terapi inhalasi ini adalah obat bekerja langsung pada saluran napas
sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan asma karena setelah
dihisap, obat akan langsung menuju paru-paru untuk melonggarkan saluran pernapasan yang
menyempit. Selain itu memerlukan dosis yang lebih rendah untuk mendapatkan efek yang
sama, dan harga untuk setiap dosis lebih murah. Untuk efek samping obat minimal karena
konsentrasi obat didalam rendah.9

 Inhaler/MDI/Metered-Dose Inhaler
Digunakan dengan cara menyemprotkan obat ke dalam mulut, kemudian dihisap agar
masuk ke dalam mulut, kemudian dihisap agar masuk ke paru-paru. Pasien perlu
melakukan beberapa kali agar dapat menggunakan inhaler dengan benar. Jika pasien
kesulitan untuk melakukan gerakan menyemprotkan dan menghisap obat secara beruntun,
maka dapat digunakan alat bantu spancer. Manfaat spancer adalah memungkinkan pasien
menghisap obat bebrapa kali, memaksimalkan usaha agar seluruh obat masuk ke paru-
paru, dan dapat membantu menekan inhaler untuk anak-anak. Untuk satu produk inhaler
60-400 dosis/semprotan. Contoh produk: Alupent, Becotide, Bricasma, Seretide, Barotec,
Ventolin. 9
 Turbuhaler
Digunakan dengan cara menghisap, dosis obat ke dalam mulut, kemudian diteruskan ke
paru- paru. Pasien tidak akan mendapat kesulitan dengan menggunakan turbuhaler karena
tidak perlu menyemprotkan obat terlebih dahulu. Satu produk turbuhaler mengandung 60-
200 dosis. Ada indicator dosis yang akan memberitahu anda jika obat hampir habis.
Contoh produk: Bricasma, Pulmicort, Symbicort.
 Rotahaler
Digunakan dengan cara yang mirip dengan turbuhaler. Perbedaan setiap kali akan
menghisap obat, rotahaler harus didiisi dulu dengan obat yang berbentuk kapsul/rotacap.
Jadi rotahaler hanya berisi satu dosis, rotahaler sangat cocok untuk anak-anak dan usia
lanjut. Contoh produk: Ventolin Rotacap
 Nebulizer
Nebulizer digunakan dengan cara menghirup dengan cara menghirup larutan obat yang
telah diubah menjadi bentuk kabut. Nebulizer sangat cocok digunakan untuk anak-anak,
usila dan mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis nebulizer
berupa kompresor dan ultrasonic. Tidak ada kesulitan sama sekali dalam menggunakan
nebulizer, karena pasien cukup bernapas seperti biasa dan kabut obat akan terhirup masuk
ke dalam paru-paru. Satu dosis obat akan terhirup habis tidak lebih dari 10 menit. Contoh
produk yang bisa digunakan daengan nebulizer: Bisolvon solution, Pulmicort respules,
Ventolin nebulas. Untuk memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas untuk
mengobati bronkospasme akut, produksi mucus yang berlebihan, batuk dan sesak napas
dan epiglottis.9
Keuntungan nebulizer terapi adalah medikasi dapat diberikan langsung pada
tempat/sasaran aksinya seperti paru-paru sehingga dosis yang diberikan rendah. Dosis
yang rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik. Pengiriman
obat melalui nebulizer ke paru-paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat daripada
rute lainnya seperti: subkutan/oral. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab,
yang dapat membantu mengeluarkan sekresi bronkus.9

Komplikasi

Asma akan semakin parah dan tidak terkendali jika tidak rutin mengonsumsi obat
yang dianjurkan dan masih terkena berbagai pemicu asma. Bila dibiarkan akan ada banyak
komplikasi asma yang muncul seperti ACO (asma COPD overlap) adalah penyakit yang
ditandai dengan hambatan aliran udara persisten dengan beberapa manifestasi klinis yang
biasanya berhubungan dengan asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Asma
persisten adalah serangan asma yang intensitas kambuhnya sering terjadi, pada
penderita asma persisten, ada atau tidak adanya pencetus, asma akan kambuh. Status
asmaticus yaitu kondisi asma yang parah dan tidak dapat merespon dengan terapi normal.
Gagal pernapasan, kerusakan pada sebagian atau seluruh paru-paru dan meninggal.6

Pencegahan

Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan asma.
Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja mudah terserang penyakit tetapi juga berate
mudah untuk mendapat serangan penyakit asma beserta komplikasinya. Usaha menjaga. ini
antara lain berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat yang
cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai.
Menjaga kebersihan lingkungan, lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari
sangat mempengaruhi timbulnya serangan penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat
penting. Rumah sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya matahari. Saluran
pembuangan air harus lancer. Kamar tidur merupakan tempat yang perlu mendapat perhatian
khusus. Sebaiknya kamar tidur sedikit mungkin berisi barang-barang untuk menghidar debu
rumah. Hewan peliharaan, asap rokok, semprotan nyamuk, atau semprotan rambut dan lain-
lain mencetus asma. Lingkungan pekerjaan juga perlu mendapat perhatian apalagi kalau
jelas-jelas ada hubungan antara lingkungan krja dengan serangan penyakit asma.3
Menghindari faktor alergen, alergen yang tersering menimbulkan penyakit
asma adalah tungau debu sehingga cara-cara menghindari debu rumah harus dipahami.
Alergen lain seperti kucing, anjing, burung, perlu mendapat perhatian dan juga
perlu diketahui bahwa binatang yang tidak diduga seperti kecoak dan tikus dapat
menimbulkan penyakit asma. Infeksi virus saluran pernapasan s e r i n g mencetuskan
penyakit asma. Sebaiknya penderita penyakit asma orang-orang yang sedang terserang
influenza. Juga dianjurkan menghindari tempat-tempat ramai atau penuh sesak. Hindari
kelelahan yang berlebihan, kehujanan, penggantian suhu udara yang ekstrim, berlari-lari
mengejar kendaraan umum atau olahraga yang melelahkan. Jika akan berolahraga, lakukan
latihan pemanasan terlebih dahulu dan dianjurkan memakai obat pencegah serangan penyakit
asma. Zat-zat yang merangsang saluran napas seperi asap rokok, asap mobil, uap bensin,
uapcat atau uap zat-zat kimia dan udara kotor lainnya harus dihindari.
Menggunakan obat-obat antipenyakit asma, pada serangan penyakit asma yang
ringan apalagi frekuensinya jarang,  penderita boleh memakai obat bronkodilator,
baik bentuk tablet, kapsul maupun sirup.3

Prognosis

Prognosis asma umumnya baik apabila terkontrol. Apabila asma tidak terkontrol


dengan baik dan berlangsung terus menerus, maka dapat timbul komplikasi seperti penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK), asma persisten, status asmaticus.

Kesimpulan
Asma merupakan penyakit infamasi kronik saluran napas dengan banyak sel serta
elemen seluler yang berperan, serta berhubungan dengan hiperresponsivitas jalan napas
dengan manifestasi berupa episode berulang dari mengi, sesak napas, rasa berat di dada, dan
batuk terutama malam atau dini hari dan sering bersifat reversibel secara spontan atau dengan
pengobatan. Berbagai macam faktor yang dapat mencetuskan penyakit asma yaitu faktor
predisposisi, presipitasi, perubahan cuaca, stres, lingkungan kerja, dan olahraga yang terlalu
berat.
Berdasarkan keluhan utama, anamsesis, pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami
seperti sesak napas maka dapat disimpulkan bahwa perempuan 32 tahun tersebut mederita
asma bronchiale eksaserbasi dengan derajat sedang, yang disebabkan oleh faktor predisposisi.

Daftar Pustaka

1. Manurung, D. dan Nasrul, E., 2013. Gambaran Jumlah Eosinofil Darah Tepi Penderita
Asma Bronkial di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas,
2(3), h.124.
2. Prodia.co.id. 2017. Pemeriksaan Laboratorium [online] Available at:
http://www.prodia.co.id/id/produklayanan/pemeriksaanlaboratoriumdetails/asma-sma
[Accessed 16 May 2020].
3. Usriana, C., 2014. Pengaruh Jenis Terapi Dan Karakteristik Penyakit Asma Terhadap
Kualitas Hidup Pasien Asma Rawat Jalan di RSUD. Fakultas Kedokteran UGM, 4(1),
h.26.
4. Apanggala, A., 2015. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan Efusi Pleura dan
Hipertensi. Fakultas kedokteran Universitas Lampung, 4(2), h.98
5. Sari, E. dan Rumende, M., 2016. Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Diagnosis
Pneumonia. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 3(4), h.185.
6. RSUD dr. Mohamad Soewandhie. 2019. Asma: Faktor Penyebab, Gejala, Pengobatan &
Pencegahan Asma - RSUD Dr. Mohamad Soewandhie. [online] Available at: https://rs-
soewandhi.surabaya.go.id/asma-faktor-penyebeb-gejala-pengobatan-pencegahan-asma/
[Accessed 16 May 2020].
7. Yudhawati, R., 2017. Imunopatogenesis Asma. Departemen Ilmu Kedokteran Universitas
Airlangga, 3(1), h.28.
8. Omeo. 2016. Program Penatalaksanaan Asma - Direktorat P2PTM. [online] Available at:
http://p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/program-penatalaksanaan-asma
[Accessed 16 May 2020].
9. Nuari, A. and Soleha, T., 2018. Penatalaksanaan Asma Bronkial Eksaserbasi pada Pasien
Perempuan Usia 46 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Lampung, 7(3), h.145.

Anda mungkin juga menyukai