PENDAHULUAN
1
bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisi dan bila mungkin
meniadakan, oleh karena itu K3RS perlu di kelola dengan baik (Gempur, 2004).
Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 23 dinyatakan
bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang memiliki resiko bahayakesehatan, mudah terjangkit penyakit
atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas
maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk kedalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di Rumah Sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS.
Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS (WHO,
1993)
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga potensi bahaya-bahaya yang
lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan denga instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya),
radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososisal dan
ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut diatas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi
karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS (WHO,
1993).
Mata ajar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada program profesi merupakan
mata ajar kuliah keahlian (MKK). Disiplin ilmu-ilmu ini merupakan sintesa konsep dan
prinsip-prinsip K3. Melalui penerapanilmu dan teknologi perawatan yang berfokus pada
keselamatan dan kesehatan kerja di institusi pelayanan kesehatan ,terutama dilingkungan RS
yang berkaitan dengan bahaya-bahaya yang ada atau yang bakal terjadi di pelayanan
kesehatan yang berhubungan dengan tugas_tugas keperawatan secara langsung dan tidak
langsung.
Dari berbagai fenomena diatas dapat kita simpulkan bahwa penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja RS sangatlah penting lebih khusus di RS. Berhubungan dengan hal tersebut
diatas ,mahasiswa program profesi Ners STIK Bina Husada Palembang terdorong untuk
melakukan praktikan K3 di RS Ernaldi Bahar Palembang
2
1.2 Tujuan Praktikum
1.2.1 Tujuan Umum
Peserta praktikum mampu mengenal ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja
Rumah Sakit serta tata cara pencegahan dan penanggulangan sesuai dengan standar K3
Rumah Sakit.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Peserta praktikum mampu mengindentifikasi hazard yang ada di tempat praktek di
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang
2. Peserta praktikum mampu mengidentifikasi resiko hazard yang ada di tempat
praktek di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang
3. Peserta praktikum mampu menyusun program pencegahan kecelakaan akibat kerja
di tempat praktek di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang
4. Peserta praktikum mampu menerapkan program pencegahan kecelakaan akibat
kerja di tempat praktek di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang
3
1.5 Manfaat Praktikum
1.5.1 Bagi Pihak Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang
Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan dan dapat dijadikan bahan
penyusunan kebijakan atau pengambilan keputusan.
1.5.2 Bagi STIK Bina Husada Palembang
Dapat memberikan informasi kepada institusi pendidikan yang berkaitan dengan
bidang kesehatan dan keselamatan kerja serta untuk diterapkan. Selain itu juga dapat
menjadi bahan masukan bagi profesi selanjutnya.
1.5.3 Bagi Mahasiswa Ners
Sebagai wadah untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotordalam
mengaplikasikan ilmu dan teori yang berkaitan dengan Konsep Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3 ) Rumah Sakit. Selain itu juga dapatmenerapkan K3RS dimana
pun mahasiswa nanti bekerja atau pun praktek.
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan berisikan tentang latar belakang masalah
tujuanpraktikan, peserta dan pembimbing, tempat dan waktu,
manfaatpraktikan, metode praktikan dan sistematika penulisan laporan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Membahas tentang pengertian K3, Hazard, Kecelakaan Kerja,
Penyakit Akibat Kerja, Pengolahan Limbah, APAR, APD bagi tenaga
kesehatan.
4
BAB III : PROFIL RS ERNALDI BAHAR PALEMBANG
Pada bab ini membahas tentang identifikasi hazard serta membandingkan
teori dan praktikum.
BAB IV : HASIL IDENTIFIKASI HAZARD
Membahas tentang ceklist hasil identifikasi hazard yang ditemukan di
Rumah Sakit, analisa SWOT dan POA.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Membahas tentang kesimpulan dan saran yang merupakan tolak ukur dari
identifikasi dan masalah yang ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Sedangkan fungsi rumah sakit (Departemen Kesehatan RI)
adalah :
a. Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis
tambahan.
b. Melaksanakan pelayanan kedokteran.
c. Melaksanakan pelayanan medis khusus.
d. Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan.
e. Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi.
f. Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan.
g. Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal
(Observasi).
h. Melaksanakan pelayanan rawat inap.
i. Melaksanakan pelayanan pendidikan para medis.
j. Membantu pendidikan tenaga medis umum.
k. Membantu pendidikan tenaga medis spesialis.
l. Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan.
1.3.2 Tujuan
Menciptakan suatu sistem kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit dengan
melibatkan unsur manajemen, karyawan, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi
dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Agar
tercapainya suatu kondisi kerja yang dan lingkungan kerja Rumah sakit yang memenuhi
persyaratan K3, dengan harapan adanya peningkatan, efisiensi kerja serta peningkatan
produktifitas kerja yang ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit.
8
1.3.3 Ruang Lingkup
1. Rumah Sakit perlu menyusun sebuah program manajemen risiko
fasilitas/lingkungan/proses kerja yang membahas pengelolaan risiko keselamatan dan
kesehatan melalui penyusunan manual K3RS, kemudian berdasarkan manual K3RS
yang ditetapkan dipergunakan untuk membuat rencana manajemen fasilitas dan
penyediaan tempat, teknologi, dan sumber daya.
2. Organisasi K3RS bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan manajemen risiko
keselamatan dan Kesehatan Kerja dimana dalam sebuah Rumah Sakit yang kecil,
ditunjuk seorang personil yang ditugaskan untuk bekerja purna waktu, sedangkan di
Rumah Sakit yang lebih besar, semua personil dan unit kerja harus dilibatkan dan
dikelola secara efektif, konsisten dan berkesinambungan. Antara lain meliputi :
a) Sarana hygene yang memantau pengaruh lingkungan kerja terhadap tenaga kerja
antara lain pencahayaan, bising, suhu / iklim kerja.
b) Sarana Keselamatan kerja yang meliputi pengamanan pada peralatan kerja,
pemakaian alat pelindung diri dan tanda/rambu-rambu peringatan dan alat
pemadam kebakaran.
c) Sarana Kesehatan Kerja yang meliputi pemeriksaan awal, berkala dan khusus,
gizi kerja, kebersihan diri dan lingkungan.
d) Ergonomi yaitu kesehatan antara alat kerja dengan tenaga kerja.
9
1.3.5 Dasar Hukum dan Pedoman K3RS
1. UU No.1 /1970 tentang keselamatan kerja
2. UU No.23 /1992 tentang kesehatan
3. Permenkes RI No. 986/92 tentang kesehatan lingkungan RS
4. Permenkes RI No. 472 tahun 1996 tentang pengamanan bahan berbahaya bagi
kesehatan
5. SK Menkes No.351 tahun 2003 tentang Komite K3 sektor Kesehatan
6. Permenaker no.05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
7. Keputusan Dir.Jen. P2PLP nomor 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit
8. Pedoman K3 di rumah sakit th 2006 ( BinKesja DepKes )
9. Pedoman teknis pengelolaan limbah klinis dan desinfeksi dan sterilisasi di rumah
sakit tahun 2002.
10
K3RS meliputi standar kerja RS, standar keamanan banggunan, standar peralatan, standar
pengendalian/kondisi Emergenci, standar pengolahan limbh dan lingkungan.
2. Pengorganisasian K3 Rumah Sakit
Pelaksanaan kebijakan K3 rumah sakit agar terlakana dengan baik perlu dilakukan
dalam bentuk organisasi dalam setiap rumah sakit dan memiliki kerja yang jelas dan serta
adanya keterlibatan dana tingkat komponen kerja di rumah sakit.
Pengalaman menunjukkan suatu organisasi K3 tanpa program kerja yang jelas dan
tidak didukung mmanajemen rumah sakit serta komponen kerja lainnya, akan merupakan
kedalaman didalam penerapan K3RS.
3. Perencanaan dan penerapan K3RS
Penerapan K3RS meliputi identifikasi faktor bahaya dan resiko yang diakibatkan
adanya (Hazard identification and risk assessement) dan menemukan prioritas. Faktor
bahaya serta mengurangi resiko bahaya yang ditimbulkan identifikasi faktor bahaya dan
penendaliannya sangat menentukan keberhasilan organisasi K3.
a) Identifikasi gangguan dan Resiko K3
Agar penyusunan program kerja K3RS menjadi efektif program kegiatan harus
didasari hasil pengamatan tersebut dilakukan dengan identifiksi seluruh faktor
gangguan/penyebab masalah k3 disemua unit kerja dalam meaksanakan kegiatan
identifikasi faktor gangguan dapat menggunakan hasil pengamatan langsung disertai
dengan wawancara dengan petugas/pekerja di unit-unit kerja tersebut. Dapat juga
dibuatkan Check List untuk memantau dan memudahan upaya identifikasi. Identifikasi
dapat dilakukan dengan berpedoman pada jenis gangguan penyebab kecelakaan kerja
dan akibat kerja :
1) Kondisi- kondisi yang tidak aman (Unsafe Condition)
2) Perbuatan-perbuatan tidak aman (Unsafe acts)
3) Faktor fisik
4) Faktor kimia
5) Faktor physiologi
6) Faktor biologi
7) Faktor Psikologi
11
b) Evaluasi dan Monitoring
Upaya dalam penerapan K3RS didalam harus selalu dievaluasi secara periodik,
demi tercapainya peningkatan dan berkesinambungan (Continous Envoment) dalam
penerapan K3RS. Tidak menutup kemungkinan adanya temuan teman baru, adaya
faktor penyebab gangguan K3 yang kemudian dilakukan rencana pengendalian.
1.4 Hazard
2.4.1 Pengertian Hazard
Hazard adalah suatu potensi yang menimbulkan bahaya terhadap kehidupan,
kesehatan, harta benda atau lingkungan. Hazard adalah segala sesuatu yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan penyakit. Risk (resiko) adalah kemungkinan yang dapat diukur dari
suatu kejadian yang menimbulkan bahaya terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda atau
lingkungan (Madjid, A. 2005).
a. Kebisingan
Kebisingan merupakan kesehatan kerja yang selalu timbul. Batasan pengertian
kebisingan adalah merupakan suatu bunyi yang tidak dikehendaki. Musik keras
merupakan suatu bunyi yang tidak dikehendaki. Musik keras merupakan kebisingan
bagi sebagian orang tua. Sebaliknya musik kelasik merupakan ‘’suara’’ yang tidak
dikehendaki kebisingan bagi sebagian orang muda. Bising bagi setiap orang
mempunyai makna berlainan tergantung situasi dan kondisi (Achmadi, 1990).
Beberapa sumber kebisingan dirumah sakit antara lain : Ruang generator, ruang
AHU (Air Handing Unit), jet Pump, mesin cuci pakaian, dsb.
Dampak dari kebisingan :
1) Auditional/accupational hearing loss yaitu trauma akustik dan noise induce
hearing loss
12
2) Non auditional, dampak yang diterima antara lain: gangguan komunikasi,
gangguan tidur, serta gangguan perilaku yang ditandai dengan sakit kepala,
mual dan berdebar.
3) Cahaya bising berhubungan dengan faktor :
Intesitas
Intesitas bunyi yanag ditangkap oleh telingan berbanding langsung dengan
logaritma kuadrat tekanann aukustik ynag dihasilkan getaran dalam rentang
yang dapat didengar. Jadi tingkattekannaa bunyi yang diukur dengan skalla
logaritma dalam decibel (dB).
Frekuensi
Frekuensi yang dapat didengar telinga manusia terletak diantara 16 hingga
20.000 Hz. Frekuensi bicara dalam rentan 250 sampai dengan 4.000 Hz.
Bunyi frekuensi tinggi adalah yang paling berbahaya.
Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan, dan
kelihatannya berhubungan dengan jumalaah total energi yang dapat
merekam dan memandu bunyinya.
b. Suhu
Suhu yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan :
a) Heart Stroke terjadi pada orang yang melakukan pekerjaan berat didalam
linkungan yang panas dan belum teraklimitasi.
b) Heart Cramp dialami dalam lingkungan suhu yang tinggi sebagai akibat
bertambahnya keringat yang disertai hilangnya Na yang hilang.
c) Heat Exhaustion terjadi oleh karena cuaca yang sangat panas dan orang yang
belum teraklimitasi
d) Frosbite terjadi karena berkerja di tempat yang cukup dingin dalam waktu yang
cukup lama
e) Trenchfood terjadi karena terendam dalam air dingin cukup lama.
13
c. Getaran
Getaran atau vibrasi adalah faktor fisik yang ditimbulkan oleh objek dengan
getran isolasi misalnya mesin, peralatan kerja yang bergetar dan memanjani
pekerjaan melalui transmisi.
Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh getaran itu :
a) Sistem peredaran darah misalnya kesemutan pada jaringan tangan dan kadang-
kadang ujung jari memucat disertai rasa nyeri.
b) Sistem Tulang, sendi otot gangguan osteartikular terutama pada tulang, kurpal,
sendi siku.
c) Istem syaraf yaitu kelainan syaraf sensoris yang menimbulkan
paraestesia/kesemutan, menurunya sensitivitas gangguan membedakan atropi.
d. Cahaya
Cahaya merupakan sumber yang memancar energi, sebagian energi diubah
menjadi cahaya tampak. Penyebaran cahaya dari sumber cahaya yang tergantung
pada akontruksi kulit pelindung yang digunakan. Penerangan kurang dapat
menyebabkan kelainan ada indera.
Dampak dari pencahayaan antara lain : mengeluh kelelahan mata (iritai
konjugtivis), sakit kepala, terganngu ketajaman penglihatan serta akomodasi dan
konvergasi menurun.
e. Radiasi
Radiasi adalah suatu energi yang memiliki kemampuan untuk menembus objek
termasuk tubuh manusia . Ada 2 jenis radiasi : 1) radiasi pengion jika radiasi
mempunyai kemampuan untuk melepas elektron dari orbitnya pada system atom
dan membentuk suatu ion. Misalnya sinar X, sinar gamma, dan sinar kosmis;
2)Radiasi nonpengion adalah radiasi yang tanpa ada pelepasan electron yang
tergantung pada panjang gelombang, mialnya sinar ultraviolet, sinar yang bias
dilihat (sinar laser) dan sinar dengan gelombang pendek.
14
1) Radiasi Ultraviolet
Sinar ulta violet digunakan pada biological safety cabinet dalam
menyipakan obat-obatan kangker yang sering juga untuk mencuci hamakan
rugan yang terkontaminasi dengan virus misalnya campak, varisella. Efek yang
ditimbulkan kulit terbakar dan kerusakan mata.
Dari hasil seminar Kesehatan dan Keselamata Kerja (K3)di rumah sakit
persahabatan tanggal 13 Nopember 2001 didapat bahwa penyebab kematian
yang berhubungan dengan pekerjaan diantaranya kanker mendudukipersentase
tertinggi dengan jumlah 34%, kecelakaan 25%, penyakit saluran pernafasan
kronis 21 %, penyakit kardiovaskuler 15 %, dan lain-lain sebesar 5%.
2) Laser
Sinar laser digunakan di ruang operasi minor dan mayor untuk proses eksisi
dan kateterisasi jaringan. Pemaparan umumnya terjadi jika proses tersebut
dilaksanakan secara kurang tepat.
a) Radiasi Ionisasi
Pernapasan dapat terjadi pada pekerja di radiologi yang tidak menggunakan
alat pelindung diri (APD) dan berada didekat pesawat rontgen. Derajat
pernapasan tergantung pada jumlah radiasi, lama pernapasan, jarak sumber
radiasi dan jenis alat pelindung diri yang digunakan. Spesimen jaringan
maupun sekret manusia yang mengandung isotop radioaktif dapat
berbahaya.Efek yang ditimbulkan: eritema dan dermatitis, mual,muntah,
diare dan dapat menyebabkan kematian.Efek kesehatan kronik dapat
menimbulkan kangker kulit, tulang, kelainan genetik, dan dapat terjadi
cacat bawaan.
15
b) Radiasi Magnetik
Berasal dari instrumentasi resonasi magnetik yang berasal dari ruang MRI.
16
akan kembali muncul sebagai akibat dari hilangnya sel-sel basal pada epidermis.
Dosis sekitar 3 – 8 Gy menyebabkan terjadinya kerontokan rambut (epilasi) dan
pengelupasan kering (deskuamasi kering) dalam waktu 3 – 6 minggu setelah
pajanan radiasi. Pada dosis yang lebih tinggi, 12 – 20 Gy, akan mengakibatkan
terjadinya pengelupasan kulit disertai dengan pelepuhan dan bernanah (blister)
serta peradangan akibat infeksi pada lapisan dalam kulit (dermis) sekitar 4 – 6
minggu kemudian.
Mata
Mata terkena pajanan radiasi baik akibat dari radiasi lokal (akut atau
protraksi) maupun pajanan radiasi seluruh tubuh. Lensa mata merupakan bagian
dari struktur mata yang paling sensitif terhadap radiasi. Terjadinya kekeruhan
atau hilangnya sifat transparansi lensa mata sudah mulai dapat dideteksi setelah
pajanan radiasi yang relatif rendah yaitu sekitar 0,5 Gy dan bersifat akumulatif.
Dengan demikian tidak seperti efek deterministik pada organ lainnya, katarak
tidak akan terjadi beberapa saat setelah pajanan, tetapi setelah masa laten antara
6 bulan sampai 35 tahun, dengan rerata sekitar 3 tahun.
Organ reproduksi
Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau
kemandulan. Pajanan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan
sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel sperma yang akan
dihasilkan. Dosis radiasi 0,15 Gy merupakan dosis ambang terjadinya sterilitas
yang bersifat sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya penurunan
jumlah sel sperma selama beberapa minggu. Sedangkan dosis ambang sterilitas
yang permanen berdasarkan ICRP 60 adalah 3,5 – 6 Gy. Semakin besar dosis
yang di terima testis, semakin banyak jumlah penurunan sel sperma dan semakin
lama waktu pulih kembali normal, selama belum mencapai dosis ambang
kemandulan permanen. Pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung pada
usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi karena semakin sedikit
sel telur yang masih tersisa dalam ovarium. Selain sterilitas, radiasi dapat
menyebabkan menopuse dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem
reproduksi.
17
Paru
Paru dapat terkena pajanan radiasi secara eksterna dan interna. Efek
deterministik berupa pneumonitis biasanya mulai timbul setelah beberapa
minggu atau bulan. Efek utama adalah pneumonitis interstisial yang dapat diikuti
dengan terjadinya fibrosis sebagai akibat dari rusaknya sel sistim vaskularisasi
kapiler dan jaringan ikat, yang dapat berakhir dengan kematian. Kerusakan sel
yang mengakibatkan terjadinya peradangan akut paru ini biasanya terjadi pada
dosis 5 – 15 Gy. Perkembangan tingkat kerusakan sangat bergantung pada
volume paru yang terkena radiasi dan laju dosis. Hal ini juga dapat terjadi setelah
inhalasi partikel radioaktif dengan aktivitas tinggi dan waktu paro pendek. Efek
stokastik berupa kanker paru. Keadaan ini banyak dijumpai pada para
penambang uranium. Selama melakukan aktivitasnya, para pekerja menginhalasi
gas Radon-222 secara berkesinambungan sebagai hasil luruh dari uranium. Di
dalam paru, radon selama proses peluruhannya sampai mencapai bentuk stabil
yaitu timbal, akan melepaskan partikel alpa yang sangat berbahaya sebagai
sumber pajanan radiasi interna.
Sistem Pencernaan
Bagian dari sistim ini yang paling sensitif terhadap radiasi adalah usus
halus. Kerusakan pada saluran pencernaan menimbulkan gejala mual, muntah,
diare, dan gangguan sistem pencernaan dan penyerapan makanan. Dosis radiasi
yang tinggi dapat mengakibatkan kematian karena dehidrasi akibat muntah dan
diare yang parah. Efek stokastik yang timbul berupa kanker pada epitel saluran
pencernaan.
c) Laser
Sinar Laser yang digunakan diruangan Operasi monor dan mayor untuk
proses exsisi dan kateterisasi jaringan. Pemaparan umumnya terjadi ketika proes
tersebut dilaksanakan secara kurang tepat.
Radiasi ionisasi
18
Pemaaran yang dpat terjadi pada pekerja diradiologi yang tidak menggunakan
pelindungdiri (APP) dan berada didekat pesawat ronsent. Derajat pemaparan
tergantung jumlah radiasi dan jenis alat pelindung iri yang digunakan.
f. Aliran Listrik
Pemanfaatan aliran listrik di rumah sakit sebagai penerang, pemanfaatan
Peralatan medic dan non medic, yang juga secara langsung dimanfaatkan oleh
petugas rumah sakit ataupun oleh pasien. Bahaya listrik antara lain makroshock
yaitu adanya arus listrik yang dalam jumlah relatife besar mengalir melalui jarngan
tubuh manusia. Akibatnya terkejut, rasa lelah, gangguan pernafasan atau fibrilisasi
vestikuler pada jantung san luka bakar.
2. Hazard Biologi
Pemaparan kontak melalui produk darah dan cairan tubuh. Terjadi kontak
dengan produk dan cairan tubuh mungkin saja terjadi selama melakukan tindakan
medis, tindakan keperawatan maupun pembedahan. Pemaparan terhadap agen biologis
ini umumnya terjadi karena penerapan prosedur kerja yang tidak tepat.
3. Hazard Kimia
1) Karbon monoksida dan Nitrogen Oksida
Sumber utama karbon monoksida adalah dari asap rokok, pembakaraan yang
tidak sempurna, asap dari kendaraan dariemisi buangan kendaraan bermotor. Efek
yang ditimbulkan : pusing, mual, iritasi mata dan saluran pernapasan.
2) Ozon
Sumber utama ozon dari sarana sterilisasi yaitu air ozon yang merupakan
sumber air minum dari mesin fhoto copy. Efek yang ditimbulkan: iritasi mata dan
saluran pernapasan, pusing dapat menimbulkan kelainan genetik.
3) Etilen Oksida
Bahan kimia ini digunakan untuk desinfektan dan bahan untuk
mensterilisasikan alat. Pernapasan umumnya terjadi karena aerasi yang kurang tepat
pada wadah penampungan etilen oksida setelah proses sterilisasi selesai. Efek yang
19
ditimbulkan : iritasi saluran pernapasan, mata, diare, perubahan prilaku, anemia,
infeksi saluran nafas sekunder, sensitisasi pada kulit, gangguan reproduksi dan
karsinogen.
4) Metil Matakrilat (MMA)
Umumnya digunakan untuk proses fiksasi sedian di labortorium. Efek
kesehatan akut; iritasi mata, kulit dan membrane mulosa. Efek yang ditimbulkan:
sangat bervariasi mulai dari penurunan tekanan darah hingga serangan jantung.
Efek kesehatan kronik : degenerasi, mutagenesis dan teratogenesis.
5) Formaldehid
Efek kesehatan akut : iritasi pada mata dan pernapasan, nyeri ulu hati, mual,
hilang kesadaran (jika tertelan dalam jumlah yang besar). Efek kesehatan kronis:
terpapar dalam konsentrasi yang tinggi dalam uap pormalin selama beberapa waktu
dapat menyebabkan laryngitis, bronchitis, atau bronkopneumonia. Terpapar dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan conjungtivitasdandiperkirakan dapat
menyebabkan kanker.
20
4. Hazard Ergonomi
Sikap tubuh, penggunaan alat yang tidak sesuai dengan antropometri pekerja
dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Misalnya melakukan pekerjaan
memindahkan pasien dari tempat tidur ke restul atau sebaliknya, kalau tidak dilakukan
dengan tehnik yang benar akan menimbulkan gangguan kesehatan mulai dari
gangguan yang ringan seperti mialgia sampai berat terjadi HNP (Nucleus Pulsesus).
Menurut Sama’mur (1944) mengemukan beberapa prinsip ergonomi sebagai
pengangan :
5. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran, dan
penempatan mesin-mesin, alat-alat petunjuk, car-cara sebagaimana seharusnya
menggunakan mesin(gerakkan, arah, dan kekuatan).
6. Untuk nomalisasi ukuran dan alat-alat industri harus diambil ukuran terbesar
sebagai dasar kerja, serta diatur dengan suatu cara sehingga ukuran dapat dikecilkan
dan dapat digunakan oleh tenaga kerja yang lebih kecil(misalnya kursi yang dapat
dinaikkan diturunkan, tempat duduk yang dapat disetel maju mundur).
7. Ukuran-ukuran antropometri terpenting seperti dasar ukuran-ukura dan penempatan
alat-alat adalah :
a. Bila dalam keadaan berdiri :
Tinggi badan berdiri
Tinggi bahu
Tinggi siku
Tinggi pinggul
Tinggidepa
Tinggi lengan
b. Dalam keadaan duduk :
Tinggi duduk
Panjang lengan atas
Panjang lengan atas dan bawah
Panjang lekuk lutut –garis punggung
Arah lekuk lutut telapak
21
8. Pada pekerjaan tangan yang dialakukan diambil berdiri, tinggi meja kerja
sebaikanya 5-10 cm di bawah siku. Apabila berkerja berdiri dengan pekerjaan di ats
meja dan jika dataran tinggi siku di siku disebut O maka hendaknya dataran kerja
adalah :
Untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian O 5-10 cm
Untukm pkerjaan ringan 0- (5-10) cm
Untuk pekerjaan yang diperlukan untuk mengangkat beban berat yang
menggunakan otot punggung O – (10-20) cm.
9. Tempat duduk yang baikmemenuhio syarat sebagai berikut :
a. Tinggi dataran duduk yang dapat diatur dengan papan kaki yangsesuai dengan
tinggi lutut, sedangkan pada dalam keadaan latar.
b. Papan tolak punggung yangtingginya dapat diatur dan menekan pada punggung
c. Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 cm
d. Tinggi meja disesuaikan dengan jenis pekerjaan.
5. Hazard Psikologi
Hazard psikologis biasanya disebabkan karena:
1. Stess akibat kerja
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik tehadap
setiap tuntutan atasnya. Penyebab stress misalnya, tuntutan pekerjaan, sruktur
organisasi, kurangnya dukungan atau adanya kendala dalam berhubungan. Manifestasi
yang dapat ditimbulkan akibat stres adalah depresi, kecemasan, skit kepal, jenuh, sulit
mengambil keputusan, tidak ada kepuasan berkerjaan, tidak ada keputusan berkerja
dan gangguan pencernaan. Sedangkan perubahan akibat stres antaralain absen dari
pekerjaan, merokok, minuman keras.
2. Kerja Bergilir
Kerja bergilir adalah pekerjaan yangada dasarnya dilakukan diluar jam kerja.
Adapun mekanisme terjadinya penyakit ini yaitu : terganggunya ritme circadian akibat
(gangguan tidur dan peningkatan kepekaan), perubahan kebiasaan (diet, merokok) dan
perubahan kehiduapan sosial.
22
Gangguan kesehatan akaibat kerja akibat kerja bergilir dapat menimbulkan
reaksi fisiologis antara lain : reaksi tingkah laku (kesalahan atau kecelakaan kerja),
reaksi psikologis (gangguan tidur), reaksi sosial (masalah keluarga).
8. Hazard Elektrikal
Proses pernapasan dapat terjadi jika pemakaian peralatan yang kurang tepat,
kurang pemahaman terhadap peralatan, kurang pengawasan maupun pemeliharaan alat
kurang diperhatikan. Kondisi yang berbahaya dapat terjadi karena adanya oksigen dan
uap air udara. Efek yang ditimbulkan: painful shocks, susah bernapas, kulit terbakar
(listrik dan panas), denyut jantung tidak teratur, dapat meenyebabkan kematian.
Menilai Resiko Hazard
Penelilaian Tiggkat Resiko Indentifikasi Hazard
b. Dasar hukum
1) Salah satu peraturan-peraturan yang menyangkut penggunaan alat pelindung diri
(APD) adalah UU No.1 Th 1970 tentang Keselamatan kerja antara lain
Pasal 3 ayat (1) butir f : Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
Pasal 9 ayat (1) butir c : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada
tiap tenaga kerja baru tentang APD bagi tenaga kerja yang bersangkutan
Pasal 12 butir b : Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak
tenaga kerja untuk memakai APD yang diwajibkan
Pasal 14 butir c : Pengurus diwajibkan menyedikan secara cuma-cuma Alat
Perlindungan Diri yang diwajibkan pada pekerja dan orang lain yang memasuki
tempat kerja.
25
Pasal 2 menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan
pembuatan tempmat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta
penyelanggaraan makanan ditempat kerja.
26
7) Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.h.Alat tersebut tidak
membatasi gerakan dan presepsi sensoris pemakainya.i.Suku cadangnya mudah
didapat guna mempermudah pemeliharaannya.
8) Tidak membatasi gerak
9) Pergantian suku cadang murah
10) Pemeliharaan mudah
11) Bentuknya cukup menarik
Pemilihan dan pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan tenaga
kerja yang memakainya, bahkan mungkin lebih membahayakan dibandingkan tanpa
memakai APD.Oleh karena itu agar dapat memilih APD yang tepat, maka perusahaan
harus mampu mengidentifikasi bahaya potensial yang ada, khususnya yang tidak dapat
dihilangkan ataupun dikendali.
d. Jennis-jenis APD
Berdasarkan fungsinya, ada beberapa macam APD yang digunakan oleh tenaga
kerja, antaralain (Tarwaka, 2008).
1) Alat Pelindung Kepala (Headwear)
Alat pelindung kepala ini digunakan untuk mencegah dan melindungi rambut
terjerat oleh mesin yang berputar dan untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur
benda tajam atau keras, bahaya kejatuhan benda atau terpukul benda yang melayang,
melindungi jatuhnya mikroorganisme, percikan bahan kimia korosif, panas sinar
matahari dll. Jenis alat pelindung kepala antara
lain:a)Topipelindung(SafetyHelmets)Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari
benda-benda keras yang terjatuh, benturan kepala, terjatuh dan terkena arus listrik.
Topipelindung harus tahan terhadap pukulan, tidak mudah terbakar, tahan terhadap
perubahan iklim dan tidak dapat menghantarkan arus listrik. Topi pelindung dapat
terbuat dari plastik (Bakelite), serat gelas (fiberglass) maupun metal
2) Tutup kepala
Alat ini berfungsi untuk melindungi/mencegah jatuhnya mikroorganisme yang
ada dirambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat/daerah steril dan percikan
27
bahan-bahan dari pasien. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari kain katun. (PK3
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, 2006)
3) Topi/Tudung
Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari api, uap-uap korosif, debu, dan
kondisi cuaca buruk. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari asbestos, kain tahan
api/korosi, kulit dan kain tahan air.
4) Alat Pelindung Mata
Alat pelindung mata digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan
kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap
yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang elegtromagnetik, panas
radiasi sinar matahari, pukulan atau benturan benda keras, dll. Jenis alat pelindung
mata antara lain:
Kacamatabiasa(spectaclegoogles). Alat ini berfungsi untuk melindungi mata dari
partikel-partikel kecil, debu dan radiasi gelombang elegtromagnetik.
Googles. Alat ini berfungsi untuk melindungi matadari gas, debu, uap, dan
percikan larutan bahan kimia. Googles biasanya terbuat dari plastik transparan
dengan lensa berlapis kobalt untuk melindungi bahaya radiasi gelombang
elegtromagnetik mengion
28
6) Alat Pelindung Tangan (Hand Protection)
Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya
dari benda tajam atau goresan, bahan kimia, benda panas dan dingin, kontak dengan
arus listrik. Jenis alat pelindung tangan antara lain:
Sarungtanganbersih
Sarungtanganrumahtangga(gloves)
29
Sepatuboot. Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan yang
membutuhkan keamanan oleh zat kimia korosif, bahan-bahan yang dapat
menimbulkan dermatitis, dan listrik.
Alat Pelindung Telinga (Ear Protection). Alat pelindung telinga digunakan untuk
mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. Jenis alat pelindung
telinga seperti sumbattelinga (Earplug). Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-
tiap individu dan bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama adalah bebeda.
Untuk itu sumbat telinga (Ear plug) harus dipilih sesuai dengan ukuran dan bentuk
saluran telinga pemakainya.
31
Suatu Infeksi dikatakan sebagai infeksi nosokomial apabila memenuhi kriteria berikut :
1) Adanya infeksi yang jelas pada penderita selama dirawat di rumah sakit, atas
dasar tanda-tanda fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium.
2) Pada saat penderita mulai di rawat, tidak di temukan tanda-tanda infeksi atau
masa inkubasi dari penyakit yang bersangkutan
3) Infeksi bukan merupakan sisa (residual) Infeksi sebelumya
4) Infeksi terjadi setelah 48 jam perawatan.
5) Infeksi pada lokasi yang sama tetati penyebab mikroorganisme berbeda atau
mikroorganisme sama tetapi lokasi berbeda.
b. Rantai Penularan Infeksi
Kuman Penyebab Infeksi Nosokomial di sebabkan oleh bakteri : Stafilokokus
Aureous, Salmonella SP, Klebsiella, Pseudomonas, Virus Herpes, Virus
Varicellazoozter, Virus Sitomegalus dan parasit Toxoplasma. Dimana diantara keempat
penyebab tersebut infeksi nasokomial terutama disebabkan oleh kelompok bakteri
(90%) dan lainnya adalah jamur, virus, parasit (10%), Yang paling banyak adalahInfeksi
stafilokokus.yang terdapat di rumah sakit, poliklinik dan ruang perawatan bedah
bervariasi mulai dari lesi dalam bentuk furunkel-furunkel sederhana atau infeksi
dekubitus, abses, atau luka bedah yang terinfeksi, septic phlebitis,
osteomielitiskronis,pneumoniafulminan, meningitis, endokarditis atau sepsis.
Infeksi staphylococcuspasca bedah merupakan ancaman potensial bagi
penderita pasca bedah. Prosedur pembedahan yang semakin kompleks dengan tindakan
manipulasi organ yang lebih besar dan anestesi yang lebih lama akan menunjang
masuknya kuman staphylococcus. Peningkatan penggunaan alat-alat prostetik dan
kateter menyebabkan peningkatan kejadian infeksi nosokomial stafilokokus.Penggunaan
antimikroba yang tidak rasional dapat meningkatkan kejadian resistensi antibiotik
terhadap stafilokokus.
Umumnya ditularkan oleh para petugas "karier" dan ditularkan melalui
tangan.Di ruang perawatan dimana penyakit yang disebabkan kuman ini berupa
endemi/epidemi maka koloni Stafilokokkus aureus ini dapat ditemukan di kulit, tali
pusat, lubang hidung dan nasofaring.Semakin banyak koloni ini ditemukan, semakin
tinggi pula angka kejadian infeksi oleh kuman tersebut. Infeksi yang ditimbulkannya
32
dapat berupa pustula dikulit, konjungtivitis, paranokia, omfalitis, abses subkutan
(mastitis), sepsis, pneumonia, mepingitis, osteomielitis, enteritis
34
5) Mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) setiap melakukan tindakan seperti
menggunakan pelindung standar seperti sarung tangan, masker, atau perlengkapan
lain yang dianjurkan.
6) Penggunaan alat Pelindung diri
Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari resiko panjanan dara, cairan tubuh, sekreta, eksreta, kulit yang tidak
utuh, selaput lendir pasien, dan benda yang yang terkontaminasi.Jenis alat pelindung
meliputi sarung tangan, masker, kaca mata, pelindung wajah, penutup kepala, gaun,
baju kerja, dan sepatu.
Tidak semua alat pelindung tubuh harus selalu dipakai, karena jenis pelindung
itu harus sesuai krbutuhan saat melakukan kegiatan atau tindakan.Sebagai contoh
tindakan bedah minor cukup memakai sarung tangan sterilatau sarung tangan yang
didekontaminasi tingkat tinnggi (DTT).
2.5 Limbah
2.5.1 Pengertian
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit
dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung
mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia acun, dan sebagian bersifat
radioaktif (Depkes, 2006).
Limbah rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila
tidak dikelola dengan baik.
36
2.5.2. Macam- macam limbah
a. Limbah Padat
Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah rumah
sakit adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus
dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan
umumnya bersifat padat (Azwar, 1990). Limbah padat rumah sakit adalah semua
limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri
dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan MenKes R.I.
No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu :
a. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar
medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat
dimanfaatka kembali apabila ada teknologi. Penyimpanannya pada tempat sampah
berplastik hitam.
b. Limbah medis padat adalah imbah padat yang terdiri dari :
1) limbah infeksius dan limbah patologi, pennyimpanannya pada tempat sampah
berplastik kuning.
2) limbah farmasi (obat kadaluarsa), penyimpanannya pada tempat sampah
berplastik coklat.
3) limbah sitotoksis adalah limbah berasal dari sisa obat pelayanan kemoterapi.
Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik ungu.
4) Limbah medis padat tajam seperti pecahan gelas, jarum suntik, pipet dan alat
medis lainnya. Penyimpanannya pada safety box/container.
5) Limbah radioaktif adalah limbah berasal dari penggunaan medis ataupun riset
di laboratorium yang berkaitan dengan zat-zat radioaktif. Penyimpanannya
pada tempat sampah berplastik merah.
b. LimbahCair
Limbah cair Rumah Sakit adalah semua air buangan termasuk tinja
yang berasal dari kegiatan RS, yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme bahan beracun, dan radio aktif serta darah yang berbahaya bagi
37
kesehatan (Depkes RI, 2006). Penanganannya melalui IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah).
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil
proses seluruh kegiatan rumah sakit, yang meliputi : limbah cair domestik,
yakni buangan kamar dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif (Said, 1999).
Menurut Azwar (1990), air limbah atau air bekas adalah air yang tidak bersih
dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia
atau hewan, yang lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk
industry untuk mengoptimalkan upaya penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari
pencemaran limbah yang dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai
fasilitas pengelolaan limbah sendiri yang ditetapkan KepMenkes RI No.
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit yaitu:
a. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat — Setiap Rumah sakit harus melakukan
reduksi limbah dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi
penggunaan bahan kimia yang berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang
digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan,
pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwenang.
b. Fasilitas Pengolahan Limbah Cair harus dikumpulkan dalam container yang
sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur
penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki Instalasi
Pengolahan Air Limbah sendiri.
2.6.1 Pengertian
Kesadaran akan pentingmya pencegahan kebakaran dan penanggulangan dini
terhadap bahaya kebakaran. Pada umumnya masih dirasakan sangat kurang.
Khususnya untuk sebagian besar masyarakat kita. Sehingga masih seringkali terjadi
kejadian kebakaran yang selalu berakibat kerugian terutama secara materil. Untuk
mencegah kejadian kebakaran dan mengurangi dampak yang ditimbulkannya, petugas
pemadam kebakaran harus memiliki pengetahuan tentang api yang memadai, agar
dapat mencegah terjadinya korban jiwa baik bagi petugas ataupun dari masyarakat.
Kebakaran adalah peristiwa oksidasi dari material yang berlangsung cepat serta
menghasilkan panas dan cahaya. Timbulnya kebakaran ditandai dengan penyalaan tau
penyulutan (ignition) suatu material oleh sumber panas. Penyalaan tersebut merupakan
suatu permulaan dan pembakaran yang digunakan dalam peristiwa oksidasi. Bila api
yang terjadi sangat terbatas maka gejala tersebut belum dinyatakan sebagai kebakaran.
Tetapi bila api mulai memungkinkan terjainya penjalaran maka gejala itu dapat
dikatakan kebakaran.
Alat pemadam api adalah alat perlindungan kebakaran aktif yang digunakan
untuk memadamkan api atau mengendalikan kebakaran kecil, umumnya dalam
situasi darurat. Pemadam api tidak dirancang untuk digunakan pada kebakaran yang
sudah tidak terkontrol, misalnya ketika api sudah membakar lagit-langit. Umumnya
alat pemadam api terdiri dari sebuah tabung ber tekanan tinggi yang berisi
bahan pemadam api.
APAR Jenis Air (Water) adalah Jenis APAR yang disikan oleh Air dengan
tekanan tinggi. APAR Jenis Air ini merupakan jenis APAR yang paling Ekonomis
dan cocok untuk memadamkan api yang dikarenakan oleh bahan-bahan padat non-
logam seperti Kertas, Kain, Karet, Plastik dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas
A). Tetapi akan sangat berbahaya jika dipergunakan pada kebakaran yang
dikarenakan Instalasi Listrik yang bertegangan (Kebakaran Kelas C).
APAR Jenis Busa ini adalah Jenis APAR yang terdiri dari bahan kimia
yang dapat membentuk busa. Busa AFFF (Aqueous Film Forming Foam) yang
disembur keluar akan menutupi bahan yang terbakar sehingga Oksigen tidak dapat
masuk untuk proses kebakaran. APAR Jenis Busa AFFF ini efektif untuk
memadamkan api yang ditimbulkan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti
Kertas, Kain, Karet dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas A) serta kebakaran yang
dikarenakan oleh bahan-bahan cair yang mudah terbakar seperti Minyak, Alkohol,
Solvent dan lain sebagainya (Kebakaran Jenis B).
APAR Jenis Karbon Dioksida (CO2) adalah Jenis APAR yang menggunakan
bahan Karbon Dioksida (Carbon Dioxide / CO2) sebagai bahan pemadamnya.
APAR Karbon Dioksida sangat cocok untuk Kebakaran Kelas B (bahan cair yang
mudah terbakar) dan Kelas C (Instalasi Listrik yang bertegangan).
a) Kebakaran Kelas A
41
adalahAPAR jenis Cairan (Water), APAR jenis Busa (Foam) dan APAR jenis
Tepung Kimia (Dry Powder).
b) Kebakaran Kelas B
c) Kebakaran Kelas C
d) Kebakaran Kelas D
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan merupakan Rumah Sakit
Khusus Jiwa milik Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang memberikan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat Provinsi Sumatera Selatan dan daerah
sekitarnya, seperti Provinsi Jambi, Bengkulu, dan Lampung. Sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan dan pusat rujukan di bidang kesehatan jiwa, Rumah Sakit Ernaldi
43
Bahar Provinsi Sumatera Selatan terus berupaya untuk melakukan pelayanan
kesehatan yang prima dan paripurna dalam mewujudkan masyarakat sehat yang
mandiri dan berkeadilan.
Laporan tahunan ini merupakan suatu dokumen yang mencerminkan hasil dan
evaluasi pelaksanaan kegiatan RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan tahun
2019 yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi perbaikan pelayanan kesehatan
yang berkesinambungan.
44
3.2Maksud dan Tujuan
Maksud dari disusunnya Laporan Tahunan Rumah Sakit Ernaldi Bahar Tahun 2019 adalah
sebagai tolok ukur pencapaian target pada upaya-upaya peningkatan mutu kinerja yang dicapai selama
tahun anggaran 2019. Sedangkan tujuan dari penyusunan laporan tahunan adalah sebagai berikut :
a. Sebagai bentuk pertanggungjawaban secara tertulis atas pelaksanaan tugas-tugas Rumah Sakit
Ernaldi Bahar tahun2019.
b. Sebagai gambaran capaian kinerja RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan tahun2019
c. Sebagai gambaran dari hasil pengelolaan sumber daya yang meliputi sumber daya manusia
(SDM), keuangan, sarana dan prasarana, metode, dan pasar/market RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera
Selatan tahun 2019
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No. 9 Tahun 2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah
Provinsi Sumatera Selatan, Pasal 48, tugas pokok Rumah Sakit Ernaldi Bahar adalah membantu
Gubernur dalam penyelenggaraan Pemerintah Provinsi di bidang kesehatan. Sedangkan pada pasal 49
peraturan tersebut, Rumah Sakit Ernaldi Bahar mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan kegiatan tata usaha, urusan umum,perlengkapan
b. Pembinaan kesehatan masyarakat SumateraSelatan
c. Penyelenggara kegiatan usaha pelayanan kesehatan jiwa, pencegahan, pemulihan, rehabilitasi,
kemasyarakatan dan sistemrujukan
d. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
45
3.4 Kedudukan dan DasarHukum
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No. 9 Tahun 2008 Pasal 47, Rumah
Sakit Ernaldi Bahar merupakan Unsur Pelayanan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan di bidang
kesehatan, yang dipimpin oleh seorang Direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Gubernur melalui SekretarisDaerah.
a.Visi RS ErnaldiBahar
Visi RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan adalah “Rumah Sakit Ernaldi Bahar Sebagai
Pusat Rujukan Pelayanan dan Pendidikan Kesehatan Jiwa yang Prima dan Berdaya Saing
Nasional”
46
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan
tahun 2019 - 2023 adalah sebagai berikut :
2.Sasaran
Dari setiap tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing dibuat sasarannya, yaitu :
1. Tujuan 1 : “Meningkatnya pelayanan kesehatan jiwa yang bermutu”, dengan sasaran 1
adalah “Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan jiwa”, dengan indikator:
a. NDR (Net Death Rate) / Kematian pasien setelah > 48 jam perawatan
b. LOS (Length Of Stay) / Rata-rata lamanya pasiendirawat
c. Jumlah Pasien dirawat ruang UPIP (Unit Perawatan Intensif Psikiatri) lebih dari 10hari
d. Persentase pasien jiwaterkontrol
2. Tujuan 1 : “Meningkatnya pelayanan kesehatan jiwa yang bermutu”, dengan sasaran 2
adalah “Meningkatnya pemanfaatan pelayanan kesehatan jiwa di Rumah Sakit”, dengan
indikator:
a. BOR (Bed Occupancy Rate) / Rata-rata tempat tidurterisi
47
3.6 Struktur Organisasi
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan
dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No. 9 Tahun 2008, maka susunan
organisasi RS Ernaldi Bahar sebagai berikut :
1. Direktur
2. Wakil Direktur Umum danKeuangan
a. Bagian Pengembangan
1) Sub Bagian Penyusunan Program danAnggaran
2) Sub Bagian Evaluasi danPelaporan
b. Bagian Keuangan
1) Sub BagianPerbendaharaan
2) Sub Bagian Tata UsahaKeuangan
48
3.7 Profil Rumah Sakit Ernaldi Bahar
a. Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan
c. Kepemilikan
: Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
d. LuasTanah
: 100.300 m2
e. Tahun
: 2010
mulaidibangun
f. TahunOperasional
g. Kapasitas
RumahSakit :200Orang
h. Kapasitas tempat
tidur saatini
:12 tempat tidur
1. VIP
:27 tempat tidur
2. Kelas I
:18 tempat tidur
3. Kelas II
:143 t
4. KelasIII
49
Nama-nama Direktur yang pernah memimpin RS Ernaldi Bahar adalah :
50
3.8 Data Kepegawaian
Keadaan pegawai Rumah Sakit Ernaldi Bahar hingga tanggal 31 Desember 2019 didukung sebanyak 373
orang. Berdasarkan status kepegawaian, pegawai RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari PNS,
pegawai honorer, pegawai BLUD, dan TKPD (Tenaga Kerja Perangkat Daerah). Adapun rincian jumlah
pegawai berdasarkan status kepegawaian sebagai berikut :
1. PNS: 250 orang, terdiri dari:
• GolonganIV : 31orang
• GolonganIII : 203orang
• GolonganII : 16orang
2. PegawaiHonorer : 50orang
3. PegawaiBLUD : 66orang
4. TKPD (Tenaga Kerja Perangkat Daerah) : 7orang
Distribusi SDM berdasarkan status kepegawaian dan golongan di RS Ernaldi Bahar tahun 2019 dapat
dilihat pada Grafik 1.1.
51
Grafik 1.1
Distribusi SDM berdasarkan Status Kepegawaian dan Golongan di RS
Ernaldi Bahar Tahun 2019
52
Tabel 1.1
Data Kepegawaian RS Ernaldi Bahar Tahun 2019 berdasarkan
Jenis Pendidikan
53
NO JENIS PENDIDIKAN JUMLAH KET
11 Dokter Spesialis Anestesi 1 BLUD 1 orang
12 Dokter Spesialis THT 1
13 Dokter Spesialis Anak 1
14 Dokter Umum 17 Honor 1orang
BLUD 1orang
15 Dokter Gigi 2
B Perawat
1 Magister Keperawatan 2
2 Profesi Keperawatan 34 BLUD 7orang
TKPD 1orang
3 Sarjana Keperawatan 32 BLUD 1orang
TKPD 1orang
4 Sarjana / DIV Perawat Bedah 1
5 Akademi Keperawatan 47 Honor 9orang
BLUD 9orang
TKPD 1orang
6 SPR “B” 1
7 SPR “A” / SPK 3 Honor 1 orang
C Terapis Gigi dan Mulut
1 Akademi Keperawatan Gigi 5
D Perawat Mata
1 Akademi Refraksionis Optisien 1 BLUD 1 orang
E Bidan
1 Sarjana / DIV - Kebidanan 1
2 Akademi Bidan 7 BLUD 2 orang
II Penunjang Medis
A Psikologi
1 Psikolog 5
2 Sarjana Psikologi 4 Honor 1orang
BLUD 1orang
B Farmasi
1 Apoteker 4 BLUD 1 orang
2 Sarjana Farmasi 4 BLUD 1 orang
3 Akademi Farmasi 15 Honor 1orang
BLUD 4orang
54
4 SMF 1 Honor 1 orang
C Gizi
55
NO JENIS PENDIDIKAN JUMLAH KET
1 Sarjana Gizi 2
2 DIV Gizi 5
3 Akademi Gizi 4
4 SPAG 1
D Rontgen
1 DIV Radiologi 1
2 Akademi Radiologi 3 BLUD 2 orang
E Sanitasi Lingkungan
1 Akademi Kesehatan Lingkungan 7 Honor 1orang
BLUD 1orang
TKPD 1orang
F Analis Kesehatan
1 Sarjana / DIV Analis Kesehatan 2
2 Akademi Analis Kesehatan 9 Honor 1orang
BLUD 1orang
G Rekam Medis
1 Akademi Rekam Medis 4 BLUD 1 orang
H Tehnisi Elektromedis
1 Akademi Tehnisi Elektromedis 1
I Fisioterapi
1 Sarjana / DIV Fisioterapi 1
2 Akademi Fisioterapi 2
J Penyuluh Kesehatan Masyarakat
1 Magister Kesehatan 9
2 Sarjana Kesehatan Masyarakat 12 Honor 1orang
BLUD 3orang
K Terapi Wicara dan Terapi Okupasi
1 Akademi Terapi Wicara 1 Honor 1 orang
2 Akademi Terapi Okupasi 1 Honor 1 orang
III Umum
1 Magister Administrasi Publik 12 Honor 1 orang
2 Magister Pekerja Sosial Spesialis 1
3 Magister Tehnik Informatika 1 Honor 1 orang
4 Sarjana Administrasi 6 Honor 2orang
BLUD 1orang
56
5 Sarjana Ekonomi / Akuntasi 10 Honor 4 orang
57
NO JENIS PENDIDIKAN JUMLAH KET
BLUD 2orang
TKPD 1orang
6 Sarjana Komputer / Sistem Informasi 2 Honor 1 orang
7 Sarjana Ilmu Pemerintahan 1 BLUD 1 orang
8 Sarjana Pendidikan 1 BLUD 1 orang
9 Sarjana Tehnik 1 Honor 1 orang
10 Sarjana Sastra Inggris 1 BLUD 1 orang
11 D IV - Pekerja Sosial 2
12 D III – Ekonomi 1 TKPD 1 orang
13 D III - Komp / Komp. Akuntansi / M. Informatika 5 Honor 4 orang
14 D III – Pariwisata 1 BLUD 1 orang
15 D I - Manajemen Rumah Sakit 1 BLUD 1 orang
16 SMA 37 Honor 13 orang
BLUD 7orang
TKPD 1orang
17 STM / MTs 3 BLUD 2 orang
BLUD 1orang
18 SMK / SMKK 7
BLUD 5orang
19 KPAA 1
20 SMPS 1
21 SPK 1
22 SMF 1
Honor 2orang
23 SMP 4
BLUD 1orang
24 SD 2 Honor 2 orang
BAB IV
HASIL IDENTIFIKASI HAZARD
Berikut ini adalah hasil identifikasi hazard yang dilakukan oleh mahasiswa Ners program
studi ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang di Rumah Sakit Ernaldi Bahar
58
Palembang selama 14 hari dari tanggal 17 Februari 2020 – 29 Februari 2020 di Ruang
Laboratorium
59
4.2.1. DATA PEGAWAI
Analis
Jumlah : 11 orang
Jenis Kelamin : 1 Orang analis laki-laki
10 Orang analis Perempuan
Hari Kerja :
o Pagi : 07.30 wib – 14.00 wib
o Sore : 14.00 wib - 20.00 wib
o Malam : 20.00 wib – 07.30 wib
60
Jumlah Dokter : 1 orang dokter patologi klinik sebagai kepala instalasi
Cleaning servise : 2 Orang perempuan (Jam kerja setiap hari mulai
Pukul 06.00 wib s.d 16.00 wib)
61
FASILITAS KESEHATAN
o Tempat Sampah : Ada 16 kotak sampah , 9 kotak sampah non
infeksius, 7 kotak sampah infeksius
o Kamar Mandi : Ada 3 kamar mandi, 2 untuk petugas 1 untuk pasien
o Tempat istirahat : Ada 1 buah kamar
o Tempat cuci tangan/wastafel : Ada 7 wastafel
o Kesterilan hasil : Baik
o Kebersihan : baik
62
APAR, Hidrant, Eye Washer dan Jalur evakuasi
4.2.6.
63
4.2.7. IDENTIFIKASI PENILAIAN TINGKAT RESIKO DAN PERENCANAAN PENGENDALIAN K3RS
Memanfaatkan Memanfaatkan
waktu istirahat waktu istirahat
yang baik dengan baik.
3. Hazard Kimia Terjadi B1 Adanya lemari B3 Pembuatan ceklist Monitoring/evaluas
Terpercik dan perlukaan dan untuk penyimpanan untuk bahan i penggunaan
terhirup bahan rasa panas di bahan-bahan kimia bahan B3 barang B3 dan
kimia ( contohnya kulit serta ruangan B3
klorin dan mengganggu
deterjen) pernafasan
4. Hazard Ergonomi
Posisi tubuh saat Rasa pegal di A1 Pemakaian kursi Meningkatkan Meningkatkan
melakukan leher dan yang bisa diatur pengetahuan pengetahuan
pemeriksaan pinggang posisi petugas akan petugas
64
menggunakan ketinggiannya bahaya yang dengan
mikroskop ditimbulkan mengikuti
pelatihan K3
5. Hazard Psikologi
Beban kerja Kelelahan A1 Pembagian tugas Menempatkan Meningkatkan
yang sesuai KATIM/PJS kerja TIM yang
Jadwal dinas shift dalam baik lagi.
yang nyaman setiap
shiftnya.
Memanfaatkan Memanfaatkan
waktu istirahat waktu istirahat
yang baik dengan baik.
6. Unsafe Condition Terjadi D1 Bekerja Melakukan Mengajukan
Tertusuk jarum perlukaan, dengan hati- supervisi permintaan
tertular penyakit hati sesuai laboratorium pembelian APD
dengan SPOP
yg telah
ditetapkan
Pemakaian
APD
7. Unsafe Act
Kesalahan pasien Resiko D1 Mengecek ulang Pengusulan foto Tersedianya
yang akan diambil kesalahan identitas di blanko labor Stiker
darah diagnosa spesimen dengan khususuntuk
blanko penulisan yang
permintaan bisa ditempel di
Mengolah blanko labor
spesimen sesuai
dengan SPO yang
sudah ditetapkan
65
Mengecek hasil
yang diprint alat
dengan hasil yang
ditulis di blanko
permintaaan
66
4.2.8. TABEL PENGUKURAN RESIKO
TABEL UKURAN KEMUNGKINAN / RESIKO
67
1 Hazard Fisik : Terjadi Untuk Melakukan 28-2-2020 Seminar Petugas Mahasiswa
Suhu kerusakan mencegah supervisi Laboratoriu praktek
pada alat terjadinya untuk m
laboratorium kerusakan monitoring
alat suhu
laboratoriu Mengajuka
m n
pergantian
AC jika
terjadi
kerusakan
2 Hazard Biologi : Resiko Untuk Pemeriksaan 28-2-2020 Seminar Petugas Mahasiswa
Tertular penyakit tertular mencegah berkala bagi laboratoriu praktek
dari pasien yang penyakit terjadinya petugas m
diambil sampel resiko laboratorium
tertular
penyakit
3 Hazard Kimia : Resiko terjadi Untuk Adanya lemari B3 2-2-2020 Seminar Petugas Mahasiswa
perlukaan untuk penyimpanan
Terpercik dan mencegah laboratoriu praktek
dan rasa bahan-bahan kimia
terhirup panas di kulit terjadinya m
serta
perlukaan
mengganggu
pernafasan dan rasa
68
panas di
kulit serta
menggangg
u
pernafasan
4 Hazard Ergonomi Rasa pegal di Untuk Pemakaian kursi 28-2-2020 Seminar Petugas Mahasiswa
yang bisa diatur
Posisi tubuh saat leher dan mencegah laboratoriu Praktek
posisi
melakukan pinggang terjadinya ketinggiannya m
pemeriksaan kelelahan
menggunakan dalam
mikroskop bekerja
5 Hazard Psikologis : Kejenuhan Untuk Memberikan waktu 28-2-2020 Seminar Petugas Mahasiswa
Beban kerja dan kelelahan menghindar istirahat pada laboratoriu praktek
i kejenuhan petugas m
dan
kelelahansa
at bekerja
6 Hazard Unsafe Resiko terjadi Untuk Pemakaian 26-2-2020 Diskusi Petugas Mahasiswa
Condition : perlukaan, mencegah APD laboratorium praktek
Tertusuk jarum tertular terjadinya Bekerja
penyakit resiko sesuai dengan
tertusuk SPO
jarum
69
7 Unsafe Act : Resiko Mencegah Menyarankan 26-2-2020 Diskusi Petugas Mahasiswa
Ditemukannya terjadinya terjadinya petugas untuk laboratoriu praktek
petugas yang infeksi infeksi menggunakan APD m
kadang-kadang nasokomial nasokomial saat melakukan
tidak menggunakan dan PAK dan PAK tindakan
APD saat
melakukan
tindakan
70
kerja
2 Tenaga analis yang Kondisi ruangan yang Adanya tunjangan Gangguan dari
professional dan terampil sepi terutama pada resiko bagi petugas pasien dan keluarga
waktu sore dan malam pasien yang kurang
kooperatif
3 Adanya APD bagi tenaga Belum maksimalnya Adanya pemeriksaan Memungkinkan
kerja dalam upaya kesadaran petugas analis berkala bagi petugas terjadinya infeksi
pencegahan infeksi akan pentingnya APD analis nasokomial
nasokomial Rumah Sakit
4 Fasilitas K3 yang tersedia Pelaksanaan K3RS Adanya pelatihan dan Memungkinkan
di ruang laboratorium belum dilaksanakan seminar mengenai K3 terjadinya infeksi
terdiri dari : secara maksimal Rumah Sakit nasokomial,
- APAR kecelakaan kerja,
- APD yang lengkap penyakit akibat
- Hidrant kerja
- Jalur evakuasi
- Eye Washer
- Kotak sampah
-Handrub/Handwash
71
72
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Hazard Fisik dari hasil identifikasi di ruang Laboratorium ditemukan suhu yang
terkadang tidak stabil.
2. Hazard Biologi di ruang laboratorium ditemukan resiko tertular dari pasien yang
diambil sampelnya
3. Hazard Kimia di ruang laboratorium ditemukan resiko terpercik dan terhirup bahan
kimia
4. Hazard ergonomi di ruang laboratorium ditemukan posisi tubuh saat melakukan
pemeriksaan saat menggunakan mikroskop
5. Hazard Psikologi diruang laboratorim ditemukan beban kerja
6. Hazard Unsafe Condition di ruang laboratorium ditemukan resiko tertusuk jarum
7. Hazard unsafe act di ruang laboratorium ditemukan resiko kesalahan yang akan diambil
darah
5.2 Saran
Diharapkan Organisasi Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) RS.Ernaldi Bahar dapat
memonitoring hal-hal yang berkaitan dengan K3, melakukan evaluasi secara continue
dalam pelaksanaan K3 RS yang berguna dan bermanfaat dalam meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit.
73
5.2.3 Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa program profesi ners yang akan melanjutkan praktek K3 di
RS.Ernaldi Bahar agar dapat melanjutkan pelaksanaan Planning Of Action (POA) yang
telah ada agar yang diharapkan dari praktek keperawatan K3 dapat berjalan sesuai dengan
rencana. Kelompok telah melakukan implementasi di beberapa ruangan, diharapkan
kelompok berikutnya untuk melakukan peninjauan kembali perkembangan dari
implementasi yang telah dilakukan.
74