Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat, dimana
kesehatan merupakan kebutuhan bagi semua lapisan. Adapun di dalam perkembangan
teknologi yang pesat dan persaingan di era globalisasi yang semakin ketat, maka rumah sakit
dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Pelayanan kesehatan pada masa kini
sudah merupakan industri jasa kesehatan utama dimana setiap rumah sakit bertanggung gugat
terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan. Keberadaan dan kualitas pelayanan kesehatan
yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan tersebut.
Disamping itu, penekanan pelayanan kepada kualitas yang tinggi tersebut harus dapat dicapai
dengan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan (Depkes RI, 2008).
Rumah sakit sebagai industri jasa memerlukan perhatian dari pemerintah dalam upaya
membenahi diri untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, meningkatkan skill sumber
daya manusia dan sarana prasarana agar tercapai pelayanan kesehatan yang komprehensif.
Pesatnya laju perkembangan pengetahuan dan teknologi di bidang pelayanan kesehatan tidak
dapat dipisahkan dan erat hubungannya dengan penerapan pelayanan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan
keharusan yang wajib dipenuhi dunia industri, termasuk di dalamnya industry perumah
sakitan. Meski secara garis besar sama, K3 pada rumah sakit lebih spesifik dibandingkan
industri biasa (Sahadi, Wahyudi, dr, 2006).
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan bahwa terjadinya
kecelakaan di Rumah Sakit 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering
terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores / terpotong, luka bakar, dan
penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada
pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%; contusion, crushing, bruising : 11 %; cuts,
laceration, punctures : 10,8%; fractures : 5,6%; multiple injuries: 2,1 %; thermal burns: 2%;
scratches, abrasions: 1,9%; infections : 1,3%; dermatitis: 1,2%; dan lain-lain: 12,4% (US
Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983). Dari berbagai potensi

1
bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisi dan bila mungkin
meniadakan, oleh karena itu K3RS perlu di kelola dengan baik (Gempur, 2004).
Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 23 dinyatakan
bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang memiliki resiko bahayakesehatan, mudah terjangkit penyakit
atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas
maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk kedalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di Rumah Sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS.
Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS (WHO,
1993)
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga potensi bahaya-bahaya yang
lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan denga instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya),
radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososisal dan
ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut diatas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi
karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS (WHO,
1993).
Mata ajar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada program profesi merupakan
mata ajar kuliah keahlian (MKK). Disiplin ilmu-ilmu ini merupakan sintesa konsep dan
prinsip-prinsip K3. Melalui penerapanilmu dan teknologi perawatan yang berfokus pada
keselamatan dan kesehatan kerja di institusi pelayanan kesehatan ,terutama dilingkungan RS
yang berkaitan dengan bahaya-bahaya yang ada atau yang bakal terjadi di pelayanan
kesehatan yang berhubungan dengan tugas_tugas keperawatan secara langsung dan tidak
langsung.
Dari berbagai fenomena diatas dapat kita simpulkan bahwa penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja RS sangatlah penting lebih khusus di RS. Berhubungan dengan hal tersebut
diatas ,mahasiswa program profesi Ners STIK Bina Husada Palembang terdorong untuk
melakukan praktikan K3 di RS Ernaldi Bahar Palembang

2
1.2 Tujuan Praktikum
1.2.1 Tujuan Umum
Peserta praktikum mampu mengenal ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja
Rumah Sakit serta tata cara pencegahan dan penanggulangan sesuai dengan standar K3
Rumah Sakit.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Peserta praktikum mampu mengindentifikasi hazard yang ada di tempat praktek di
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang
2. Peserta praktikum mampu mengidentifikasi resiko hazard yang ada di tempat
praktek di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang
3. Peserta praktikum mampu menyusun program pencegahan kecelakaan akibat kerja
di tempat praktek di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang
4. Peserta praktikum mampu menerapkan program pencegahan kecelakaan akibat
kerja di tempat praktek di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang

1.3 Peserta dan Bimbingan


1.3.1 Peserta
Peserta praktik lapangan mata kuliah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah
mahasiswa Ners Semester I Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada
Palembang tahun akademik 2019-2020 sebanyak 30 mahasiswa yang terbagi menjadi
dua kelompok.
1.3.2 Pembimbing
Pembimbing Akademik :Mareta Akhriansyah, S.Kep, Ners,. M.Kep

1.4 Tempat dan Waktu


1.4.1 Tempat Praktek
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang di Ruang Laboratorium
1.4.2 Waktu Praktek
Waktu praktek dari tanggal 15 Februari 2021 – 27 Februari 2021

3
1.5 Manfaat Praktikum
1.5.1 Bagi Pihak Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang
Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukan dan dapat dijadikan bahan
penyusunan kebijakan atau pengambilan keputusan.
1.5.2 Bagi STIK Bina Husada Palembang
Dapat memberikan informasi kepada institusi pendidikan yang berkaitan dengan
bidang kesehatan dan keselamatan kerja serta untuk diterapkan. Selain itu juga dapat
menjadi bahan masukan bagi profesi selanjutnya.
1.5.3 Bagi Mahasiswa Ners
Sebagai wadah untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotordalam
mengaplikasikan ilmu dan teori yang berkaitan dengan Konsep Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3 ) Rumah Sakit. Selain itu juga dapatmenerapkan K3RS dimana
pun mahasiswa nanti bekerja atau pun praktek.

1.6 Metode Praktikan


Pada proses pelaksanaan pratikum metode yang digunakan adalah metode
observasi langsung (identifikasi Hazard), wawancara mendalam (indepth interview)
dan kegiatan yang dilaksanakan seperti diskusi kelompok (Focus Group Discussion)
dan simulasi, pelaksanaan POA (Planning Of Action) dan seminar hasil praktikum.

1.7 Sistematika Penulisan Laporan


Pelaporan kegiatan ini terdiri dari enam bab yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan berisikan tentang latar belakang masalah
tujuanpraktikan, peserta dan pembimbing, tempat dan waktu,
manfaatpraktikan, metode praktikan dan sistematika penulisan laporan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Membahas tentang pengertian K3, Hazard, Kecelakaan Kerja,
Penyakit Akibat Kerja, Pengolahan Limbah, APAR, APD bagi tenaga
kesehatan.
4
BAB III : PROFIL RS ERNALDI BAHAR PALEMBANG
Pada bab ini membahas tentang identifikasi hazard serta membandingkan
teori dan praktikum.
BAB IV : HASIL IDENTIFIKASI HAZARD
Membahas tentang ceklist hasil identifikasi hazard yang ditemukan di
Rumah Sakit, analisa SWOT dan POA.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Membahas tentang kesimpulan dan saran yang merupakan tolak ukur dari
identifikasi dan masalah yang ditemukan.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan terhadap kecelakaan, cacat
dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu
gerbang bagi keamanan tenaga kerja Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi
dan distribusi, baik barang maupun jasa. (Mangku Negara, 2014).
Sedangkan menurut Bangun Wilson (2012) dalam Suma’mur (2009), keselamatan
kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaannya. Keselamatan kerja adalah Segala upaya untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kecelakaan saat melakukan pekerjaan. Keselamatan Kerja adalah Tindakan aktif
setiap orang untuk menjaga keselamatan dirinya dari hal-hal yang tidak diiginkan.
Keselamatan kerja adalah system perlindungan diri terhadap segala kemungkinan yang dapat
menyebabkan kecelakaan. Keselamatan Kerja adalah tindakan preventif terhadap kecelakaan
yang dilakukan sebagai bentuk tanggungjawab diri saat bekerja.
Sedangkan keselamatan kerja menurut Adid, M. (2009). menyatakan bahwa kesehatan
kerja merupakan aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan,
pabrik, kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah
masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahan tersebut.Ciri pokoknya adalah preventif
(pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan). Oleh sebab itu, dalam
kesehatan kerja pedomannya ialah: “ penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah”.
Dari aspek ekonomi, penyelenggaraan kesehatan kerja bagi suatu perusahaan adalah sangat
menguntungkan karena tujuan akhir dari kesehatan kerja ialah meningkatkan produktifitas
seoptimal mungkin.
Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan
kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang
bagi keamanan tenaga kerja Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan
distribusi, baik barang maupun jasa (Suma’mur, 2009).
6
Menurut Ramli (2010), keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu upaya
mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berkaitan dengan lingkungan dan situasi
kerja sehingga tercapainya derajat kesehatan setinggi – tingginya baik fisik, mental maupun
sosial dengan upaya preventif dan kuratif.
Jadi kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya penyesuaian suatu pekerjaan dan
penyesuaian suatu pekerjaan dengan pekerja terhadap pekerjaannya. (Upaya Kesehatan Kerja
Sektor Informal di Indonesia, Depkes RI, Jakarta 2004).

1.2 Rumah Sakit


1.2.1 Pengertian Rumah Sakit
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada
masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik. Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang
dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

1.2.2 Fungsi Rumah Sakit


Berdasarkan undang-undang No. 44 tahun 2009, rumah sakit berfungsi sebagai :
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pengaplikasian teknologi
dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

7
Sedangkan fungsi rumah sakit (Departemen Kesehatan RI)
adalah :
a. Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis
tambahan.
b. Melaksanakan pelayanan kedokteran.
c. Melaksanakan pelayanan medis khusus.
d. Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan.
e. Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi.
f. Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan.
g. Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal
(Observasi).
h. Melaksanakan pelayanan rawat inap.
i. Melaksanakan pelayanan pendidikan para medis.
j. Membantu pendidikan tenaga medis umum.
k. Membantu pendidikan tenaga medis spesialis.
l. Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan.

1.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)


1.3.1 Pengertian
K3 Rumah sakit adalah upaya pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik, kimia,
biologi di RS yang mungkin dapat menimbulkan dampak atau gangguan kesehatan terhadap
petugas, pasien, pengunjung sekitar rumah sakit (Depkes RI, 2009).

1.3.2 Tujuan
Menciptakan suatu sistem kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit dengan
melibatkan unsur manajemen, karyawan, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi
dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Agar
tercapainya suatu kondisi kerja yang dan lingkungan kerja Rumah sakit yang memenuhi
persyaratan K3, dengan harapan adanya peningkatan, efisiensi kerja serta peningkatan
produktifitas kerja yang ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit.

8
1.3.3 Ruang Lingkup
1. Rumah Sakit perlu menyusun sebuah program manajemen risiko
fasilitas/lingkungan/proses kerja yang membahas pengelolaan risiko keselamatan dan
kesehatan melalui penyusunan manual K3RS, kemudian berdasarkan manual K3RS
yang ditetapkan dipergunakan untuk membuat rencana manajemen fasilitas dan
penyediaan tempat, teknologi, dan sumber daya.
2. Organisasi K3RS bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan manajemen risiko
keselamatan dan Kesehatan Kerja dimana dalam sebuah Rumah Sakit yang kecil,
ditunjuk seorang personil yang ditugaskan untuk bekerja purna waktu, sedangkan di
Rumah Sakit yang lebih besar, semua personil dan unit kerja harus dilibatkan dan
dikelola secara efektif, konsisten dan berkesinambungan. Antara lain meliputi :
a) Sarana hygene yang memantau pengaruh lingkungan kerja terhadap tenaga kerja
antara lain pencahayaan, bising, suhu / iklim kerja.
b) Sarana Keselamatan kerja yang meliputi pengamanan pada peralatan kerja,
pemakaian alat pelindung diri dan tanda/rambu-rambu peringatan dan alat
pemadam kebakaran.
c) Sarana Kesehatan Kerja yang meliputi pemeriksaan awal, berkala dan khusus,
gizi kerja, kebersihan diri dan lingkungan.
d) Ergonomi yaitu kesehatan antara alat kerja dengan tenaga kerja.

1.3.4 Sistem Manajemen K3RS


Merupakan bagian  dari sistem manajemen RS secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber
daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, dan pemeliharaan
kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang sehat, aman, efisien, dan produktif.
(Depkes RI, 2009).

9
1.3.5 Dasar Hukum dan Pedoman K3RS
1. UU No.1  /1970 tentang keselamatan kerja
2. UU No.23 /1992 tentang kesehatan
3. Permenkes RI No. 986/92 tentang kesehatan lingkungan RS
4. Permenkes RI No. 472 tahun 1996 tentang pengamanan bahan berbahaya bagi
kesehatan
5. SK Menkes No.351 tahun 2003 tentang Komite K3 sektor Kesehatan
6. Permenaker no.05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
7. Keputusan Dir.Jen. P2PLP nomor 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit
8. Pedoman K3 di rumah sakit th 2006 ( BinKesja DepKes )
9. Pedoman teknis pengelolaan limbah klinis dan desinfeksi dan sterilisasi di rumah
sakit tahun 2002.

1.3.6 Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3RS)


Penerapan K3RS sedah merupakan keharusan dilaksanakan oleh manajemen rumah
sakit, selain merupakan persyaratan akreditasi uatu rumah sakit, juga penting untuk
meningkatkan mutu pelayanan/quality assurance rumah sakit, Selain hal dalam penerapan
K3RS ditujukan agar tercapai suatu kondisi kerja dan lingkungan kerja rumah sakit yang
memenuhi syarat K3 sehingga diperoleh peningkatan efisien keja dan peningkatan
produktifitas tenaga kerja rumah sakit.(Ramli, 2010)
Upaya penerapan K3RS akan mencapai keberhasilan yang baik bila didukung I oleh
seluruh komponen kerja di lingkungan kerja rumah sakit. Tahapan – tahapan di dalam
penerapan K3RS di mulai dengan mengupayakan adanya :
1. Kebijakan Manajemen Rumah Sakit
Kebijakan manajemen rumah sakit harus sesuai dengn komitmen manajeman rumah
sakit, kecerdasan akan pentinya K3RS dan keyakinan mendukung kualitas pelayanan
rumah sakit.
Kebijakan manajemen K3RS/safety and health policy berfokus pada penelitian
kerja/operasional rumah sakit dan penerapan K3 semua organisasi dimana pelksanaan

10
K3RS meliputi standar kerja RS, standar keamanan banggunan, standar peralatan, standar
pengendalian/kondisi Emergenci, standar pengolahan limbh dan lingkungan.
2. Pengorganisasian K3 Rumah Sakit
Pelaksanaan kebijakan K3 rumah sakit agar terlakana dengan baik perlu dilakukan
dalam bentuk organisasi dalam setiap rumah sakit dan memiliki kerja yang jelas dan serta
adanya keterlibatan dana tingkat komponen kerja di rumah sakit.
Pengalaman menunjukkan suatu organisasi K3 tanpa program kerja yang jelas dan
tidak didukung mmanajemen rumah sakit serta komponen kerja lainnya, akan merupakan
kedalaman didalam penerapan K3RS.
3. Perencanaan dan penerapan K3RS
Penerapan K3RS meliputi identifikasi faktor bahaya dan resiko yang diakibatkan
adanya (Hazard identification and risk assessement) dan menemukan prioritas. Faktor
bahaya serta mengurangi resiko bahaya yang ditimbulkan identifikasi faktor bahaya dan
penendaliannya sangat menentukan keberhasilan organisasi K3.
a) Identifikasi gangguan dan Resiko K3
Agar penyusunan program kerja K3RS menjadi efektif program kegiatan harus
didasari hasil pengamatan tersebut dilakukan dengan identifiksi seluruh faktor
gangguan/penyebab masalah k3 disemua unit kerja dalam meaksanakan kegiatan
identifikasi faktor gangguan dapat menggunakan hasil pengamatan langsung disertai
dengan wawancara dengan petugas/pekerja di unit-unit kerja tersebut. Dapat juga
dibuatkan Check List untuk memantau dan memudahan upaya identifikasi. Identifikasi
dapat dilakukan dengan berpedoman pada jenis gangguan penyebab kecelakaan kerja
dan akibat kerja :
1) Kondisi- kondisi yang tidak aman (Unsafe Condition)
2) Perbuatan-perbuatan tidak aman (Unsafe acts)
3) Faktor fisik
4) Faktor kimia
5) Faktor physiologi
6) Faktor biologi
7) Faktor Psikologi

11
b) Evaluasi dan Monitoring
Upaya dalam penerapan K3RS didalam harus selalu dievaluasi secara periodik,
demi tercapainya peningkatan dan berkesinambungan (Continous Envoment) dalam
penerapan K3RS. Tidak menutup kemungkinan adanya temuan teman baru, adaya
faktor penyebab gangguan K3 yang kemudian dilakukan rencana pengendalian.

1.4 Hazard
2.4.1 Pengertian Hazard
Hazard adalah suatu potensi yang menimbulkan bahaya terhadap kehidupan,
kesehatan, harta benda atau lingkungan. Hazard adalah segala sesuatu yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan penyakit. Risk (resiko) adalah kemungkinan yang dapat diukur dari
suatu kejadian yang menimbulkan bahaya terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda atau
lingkungan (Madjid, A. 2005).

2.4.2 Hazard Yang ada di Rumah Sakit


1. Hazard fisik
Faktor resiko di rumah sakit terdiri dari berbagai kegiatan, antara lain kebisingan, suhu,
getaran, cahaya, radiasi, dan listrik.

a. Kebisingan
Kebisingan merupakan kesehatan kerja yang selalu timbul. Batasan pengertian
kebisingan adalah merupakan suatu bunyi yang tidak dikehendaki. Musik keras
merupakan suatu bunyi yang tidak dikehendaki. Musik keras merupakan kebisingan
bagi sebagian orang tua. Sebaliknya musik kelasik merupakan ‘’suara’’ yang tidak
dikehendaki kebisingan bagi sebagian orang muda. Bising bagi setiap orang
mempunyai makna berlainan tergantung situasi dan kondisi (Achmadi, 1990).
Beberapa sumber kebisingan dirumah sakit antara lain : Ruang generator, ruang
AHU (Air Handing Unit), jet Pump, mesin cuci pakaian, dsb.
Dampak dari kebisingan :
1) Auditional/accupational hearing loss yaitu trauma akustik dan noise induce
hearing loss
12
2) Non auditional, dampak yang diterima antara lain: gangguan komunikasi,
gangguan tidur, serta gangguan perilaku yang ditandai dengan sakit kepala,
mual dan berdebar.
3) Cahaya bising berhubungan dengan faktor :
 Intesitas
Intesitas bunyi yanag ditangkap oleh telingan berbanding langsung dengan
logaritma kuadrat tekanann aukustik ynag dihasilkan getaran dalam rentang
yang dapat didengar. Jadi tingkattekannaa bunyi yang diukur dengan skalla
logaritma dalam decibel (dB).
 Frekuensi
Frekuensi yang dapat didengar telinga manusia terletak diantara 16 hingga
20.000 Hz. Frekuensi bicara dalam rentan 250 sampai dengan 4.000 Hz.
Bunyi frekuensi tinggi adalah yang paling berbahaya.
 Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan, dan
kelihatannya berhubungan dengan jumalaah total energi yang dapat
merekam dan memandu bunyinya.

b. Suhu
Suhu yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan :
a) Heart Stroke terjadi pada orang yang melakukan pekerjaan berat didalam
linkungan yang panas dan belum teraklimitasi.
b) Heart Cramp dialami dalam lingkungan suhu yang tinggi sebagai akibat
bertambahnya keringat yang disertai hilangnya Na yang hilang.
c) Heat Exhaustion terjadi oleh karena cuaca yang sangat panas dan orang yang
belum teraklimitasi
d) Frosbite terjadi karena berkerja di tempat yang cukup dingin dalam waktu yang
cukup lama
e) Trenchfood terjadi karena terendam dalam air dingin cukup lama.

13
c. Getaran
Getaran atau vibrasi adalah faktor fisik yang ditimbulkan oleh objek dengan
getran isolasi misalnya mesin, peralatan kerja yang bergetar dan memanjani
pekerjaan melalui transmisi.
Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh getaran itu :
a) Sistem peredaran darah misalnya kesemutan pada jaringan tangan dan kadang-
kadang ujung jari memucat disertai rasa nyeri.
b) Sistem Tulang, sendi otot gangguan osteartikular terutama pada tulang, kurpal,
sendi siku.
c) Istem syaraf yaitu kelainan syaraf sensoris yang menimbulkan
paraestesia/kesemutan, menurunya sensitivitas gangguan membedakan atropi.

d. Cahaya
Cahaya merupakan sumber yang memancar energi, sebagian energi diubah
menjadi cahaya tampak. Penyebaran cahaya dari sumber cahaya yang tergantung
pada akontruksi kulit pelindung yang digunakan. Penerangan kurang dapat
menyebabkan kelainan ada indera.
Dampak dari pencahayaan antara lain : mengeluh kelelahan mata (iritai
konjugtivis), sakit kepala, terganngu ketajaman penglihatan serta akomodasi dan
konvergasi menurun.

e. Radiasi
Radiasi adalah suatu energi yang memiliki kemampuan untuk menembus objek
termasuk tubuh manusia . Ada 2 jenis radiasi : 1) radiasi pengion jika radiasi
mempunyai kemampuan untuk melepas elektron dari orbitnya pada system atom
dan membentuk suatu ion. Misalnya sinar X, sinar gamma, dan sinar kosmis;
2)Radiasi nonpengion adalah radiasi yang tanpa ada pelepasan electron yang
tergantung pada panjang gelombang, mialnya sinar ultraviolet, sinar yang bias
dilihat (sinar laser) dan sinar dengan gelombang pendek.

14
1) Radiasi Ultraviolet
Sinar ulta violet digunakan pada biological safety cabinet dalam
menyipakan obat-obatan kangker yang sering juga untuk mencuci hamakan
rugan yang terkontaminasi dengan virus misalnya campak, varisella. Efek yang
ditimbulkan kulit terbakar dan kerusakan mata.
Dari hasil seminar Kesehatan dan Keselamata Kerja (K3)di rumah sakit
persahabatan tanggal 13 Nopember 2001 didapat bahwa penyebab kematian
yang berhubungan dengan pekerjaan diantaranya kanker mendudukipersentase
tertinggi dengan jumlah 34%, kecelakaan 25%, penyakit saluran pernafasan
kronis 21 %, penyakit kardiovaskuler 15 %, dan lain-lain sebesar 5%.
2) Laser
Sinar laser digunakan di ruang operasi minor dan mayor untuk proses eksisi
dan kateterisasi jaringan. Pemaparan umumnya terjadi jika proses tersebut
dilaksanakan secara kurang tepat.
a) Radiasi Ionisasi
Pernapasan dapat terjadi pada pekerja di radiologi yang tidak menggunakan
alat pelindung diri (APD) dan berada didekat pesawat rontgen. Derajat
pernapasan tergantung pada jumlah radiasi, lama pernapasan, jarak sumber
radiasi dan jenis alat pelindung diri yang digunakan. Spesimen jaringan
maupun sekret manusia yang mengandung isotop radioaktif dapat
berbahaya.Efek yang ditimbulkan: eritema dan dermatitis, mual,muntah,
diare dan dapat menyebabkan kematian.Efek kesehatan kronik dapat
menimbulkan kangker kulit, tulang, kelainan genetik, dan dapat terjadi
cacat bawaan.

15
b) Radiasi Magnetik
Berasal dari instrumentasi resonasi magnetik yang berasal dari ruang  MRI.

Selain itu efek radiasi dapat mengenai:


 Sistem pembentukan darah
Sumsum tulang adalah organ sasaran dari sistem pembentukan darah
karena pajanan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu
beberapa minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah sel
basal pada sumsum tulang secara tajam. Komponen sel darah terdiri dari sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (limfosit dan granulosit) dan sel keping
darah (trombosit).Dosis sekitar 0,5 Gy pada sumsum tulang sudah dapat
menyebabkan penekanan proses pembentukan komponen sel darah sehingga
jumlahnya mengalami penurunan. Efek stokastik pada sumsum tulang adalah
leukemia dan kanker sel darah merah. Berdasarkan pengamatan pada para
korban bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, leukemia merupakan efek
stokastik tertunda pertama yang terjadi setelah pajanan radiasi seluruh tubuh
dengan masa laten sekitar 2 tahun dengan puncaknya setelah 6 – 7 tahun.
 Kulit
Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis. Pajanan
radiasi sekitar 2-3 Gy dapat menimbulkan efek kemerahan (eritema) sementara
yang timbul dalam waktu beberapa jam. Beberapa minggu kemudian, eritema

16
akan kembali muncul sebagai akibat dari hilangnya sel-sel basal pada epidermis.
Dosis sekitar 3 – 8 Gy menyebabkan terjadinya kerontokan rambut (epilasi) dan
pengelupasan kering (deskuamasi kering) dalam waktu 3 – 6 minggu setelah
pajanan radiasi. Pada dosis yang lebih tinggi, 12 – 20 Gy, akan mengakibatkan
terjadinya pengelupasan kulit disertai dengan pelepuhan dan bernanah (blister)
serta peradangan akibat infeksi pada lapisan dalam kulit (dermis) sekitar 4 – 6
minggu kemudian.
 Mata
Mata terkena pajanan radiasi baik akibat dari radiasi lokal (akut atau
protraksi) maupun pajanan radiasi seluruh tubuh. Lensa mata merupakan bagian
dari struktur mata yang paling sensitif terhadap radiasi. Terjadinya kekeruhan
atau hilangnya sifat transparansi lensa mata sudah mulai dapat dideteksi setelah
pajanan radiasi yang relatif rendah yaitu sekitar 0,5 Gy dan bersifat akumulatif.
Dengan demikian tidak seperti efek deterministik pada organ lainnya, katarak
tidak akan terjadi beberapa saat setelah pajanan, tetapi setelah masa laten antara
6 bulan sampai 35 tahun, dengan rerata sekitar 3 tahun.
 Organ reproduksi
Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau
kemandulan. Pajanan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan
sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel sperma yang akan
dihasilkan. Dosis radiasi 0,15 Gy merupakan dosis ambang terjadinya sterilitas
yang bersifat sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya penurunan
jumlah sel sperma selama beberapa minggu. Sedangkan dosis ambang sterilitas
yang permanen berdasarkan ICRP 60 adalah 3,5 – 6 Gy. Semakin besar dosis
yang di terima testis, semakin banyak jumlah penurunan sel sperma dan semakin
lama waktu pulih kembali normal, selama belum mencapai dosis ambang
kemandulan permanen. Pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung pada
usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi karena semakin sedikit
sel telur yang masih tersisa dalam ovarium. Selain sterilitas, radiasi dapat
menyebabkan menopuse dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem
reproduksi.
17
 Paru
Paru dapat terkena pajanan radiasi secara eksterna dan interna. Efek
deterministik berupa pneumonitis biasanya mulai timbul setelah beberapa
minggu atau bulan. Efek utama adalah pneumonitis interstisial yang dapat diikuti
dengan terjadinya fibrosis sebagai akibat dari rusaknya sel sistim vaskularisasi
kapiler dan jaringan ikat, yang dapat berakhir dengan kematian. Kerusakan sel
yang mengakibatkan terjadinya peradangan akut paru ini biasanya terjadi pada
dosis 5 – 15 Gy. Perkembangan tingkat kerusakan sangat bergantung pada
volume paru yang terkena radiasi dan laju dosis. Hal ini juga dapat terjadi setelah
inhalasi partikel radioaktif dengan aktivitas tinggi dan waktu paro pendek. Efek
stokastik berupa kanker paru. Keadaan ini banyak dijumpai pada para
penambang uranium. Selama melakukan aktivitasnya, para pekerja menginhalasi
gas Radon-222 secara berkesinambungan sebagai hasil luruh dari uranium. Di
dalam paru, radon selama proses peluruhannya sampai mencapai bentuk stabil
yaitu timbal, akan melepaskan partikel alpa yang sangat berbahaya sebagai
sumber pajanan radiasi interna.
 Sistem Pencernaan
Bagian dari sistim ini yang paling sensitif terhadap radiasi adalah usus
halus. Kerusakan pada saluran pencernaan menimbulkan gejala mual, muntah,
diare, dan gangguan sistem pencernaan dan penyerapan makanan. Dosis radiasi
yang tinggi dapat mengakibatkan kematian karena dehidrasi akibat muntah dan
diare yang parah. Efek stokastik yang timbul berupa kanker pada epitel saluran
pencernaan.
c) Laser
Sinar Laser yang digunakan diruangan Operasi monor dan mayor untuk
proses exsisi dan kateterisasi jaringan. Pemaparan umumnya terjadi ketika proes
tersebut dilaksanakan secara kurang tepat.
 Radiasi ionisasi

18
Pemaaran yang dpat terjadi pada pekerja diradiologi yang tidak menggunakan
pelindungdiri (APP) dan berada didekat pesawat ronsent. Derajat pemaparan
tergantung jumlah radiasi dan jenis alat pelindung iri yang digunakan.

f. Aliran Listrik
Pemanfaatan aliran listrik di rumah sakit sebagai penerang, pemanfaatan
Peralatan medic dan non medic, yang juga secara langsung dimanfaatkan oleh
petugas rumah sakit ataupun oleh pasien. Bahaya listrik antara lain makroshock
yaitu adanya arus listrik yang dalam jumlah relatife besar mengalir melalui jarngan
tubuh manusia. Akibatnya terkejut, rasa lelah, gangguan pernafasan atau fibrilisasi
vestikuler pada jantung san luka bakar.

2. Hazard Biologi
Pemaparan kontak melalui produk darah dan cairan tubuh. Terjadi kontak
dengan produk dan cairan tubuh mungkin saja terjadi selama melakukan tindakan
medis, tindakan keperawatan maupun pembedahan. Pemaparan terhadap agen biologis
ini umumnya terjadi karena penerapan prosedur kerja yang tidak tepat.

3. Hazard Kimia
1) Karbon monoksida dan Nitrogen Oksida
Sumber utama karbon monoksida adalah dari asap rokok, pembakaraan yang
tidak sempurna, asap dari kendaraan dariemisi buangan kendaraan bermotor. Efek
yang ditimbulkan : pusing, mual, iritasi mata dan saluran pernapasan.
2) Ozon
Sumber utama ozon dari sarana sterilisasi yaitu air ozon yang merupakan
sumber air minum dari mesin fhoto copy. Efek yang ditimbulkan: iritasi mata dan
saluran pernapasan, pusing dapat menimbulkan kelainan genetik.
3) Etilen Oksida
Bahan kimia ini digunakan untuk desinfektan dan bahan untuk
mensterilisasikan alat. Pernapasan umumnya terjadi karena aerasi yang kurang tepat
pada wadah penampungan etilen oksida setelah proses sterilisasi selesai. Efek yang
19
ditimbulkan : iritasi saluran pernapasan, mata, diare, perubahan prilaku, anemia,
infeksi saluran nafas sekunder, sensitisasi pada kulit, gangguan reproduksi dan
karsinogen.
4) Metil Matakrilat (MMA)
Umumnya digunakan untuk proses fiksasi sedian di labortorium. Efek
kesehatan akut; iritasi mata, kulit dan membrane mulosa. Efek yang ditimbulkan:
sangat bervariasi mulai dari penurunan tekanan darah hingga serangan jantung.
Efek kesehatan kronik : degenerasi, mutagenesis dan teratogenesis.
5) Formaldehid
Efek kesehatan akut : iritasi pada mata dan pernapasan, nyeri ulu hati, mual,
hilang kesadaran (jika tertelan dalam jumlah yang besar). Efek kesehatan kronis:
terpapar dalam konsentrasi yang tinggi dalam uap pormalin selama beberapa waktu
dapat menyebabkan laryngitis, bronchitis, atau bronkopneumonia. Terpapar dalam
jangka waktu lama  dapat menyebabkan conjungtivitasdandiperkirakan dapat
menyebabkan kanker.

6) Tolueene dan Xylene


Bahan kimia ini digunakan untuk proses fiksasi sfesimen jaringan dan
pembersihan noda. Umumnya ditemukan di laboratorium histology, hemology,
makrobiology, dan sitilogy.
 Efek kesehatan akut: uap maupun cairannya dapat menyebabkan iritasi mata dan
lapisan mukosa, hilangan kesadaran, pusing dan penurunan mental. Tertelan atau
absorbsi bahan kimia ini melalui kulit dapat menyebabkan kulit terbkar dan
bersifat mudah terbakar.(flammable).
 Efek kesadaran kronik: jika bahan kimia ini mengandung campuran benzena,
maka dapat menyebabkan leukemia. Kontak kulit yang berkepanjangan dapat
menyebabkan dermatitis. Toluene diperkirakan dapt menyebabkan kerusakan
sistem reproduksi.

20
4. Hazard Ergonomi
Sikap tubuh, penggunaan alat yang tidak sesuai dengan antropometri pekerja
dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Misalnya melakukan pekerjaan
memindahkan pasien dari tempat tidur ke restul atau sebaliknya, kalau tidak dilakukan
dengan tehnik yang benar akan menimbulkan gangguan kesehatan mulai dari
gangguan yang ringan seperti mialgia sampai berat terjadi HNP (Nucleus Pulsesus).
Menurut Sama’mur (1944) mengemukan beberapa prinsip ergonomi sebagai
pengangan :
5. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran, dan
penempatan mesin-mesin, alat-alat petunjuk, car-cara sebagaimana seharusnya
menggunakan mesin(gerakkan, arah, dan kekuatan).
6. Untuk nomalisasi ukuran dan alat-alat industri harus diambil ukuran terbesar
sebagai dasar kerja, serta diatur dengan suatu cara sehingga ukuran dapat dikecilkan
dan dapat digunakan oleh tenaga kerja yang lebih kecil(misalnya kursi yang dapat
dinaikkan diturunkan, tempat duduk yang dapat disetel maju mundur).
7. Ukuran-ukuran antropometri terpenting seperti dasar ukuran-ukura dan penempatan
alat-alat adalah :
a. Bila dalam keadaan berdiri :
 Tinggi badan berdiri
 Tinggi bahu
 Tinggi siku
 Tinggi pinggul
 Tinggidepa
 Tinggi lengan
b. Dalam keadaan duduk :
 Tinggi duduk
 Panjang lengan atas
 Panjang lengan atas dan bawah
 Panjang lekuk lutut –garis punggung
 Arah lekuk lutut telapak

21
8. Pada pekerjaan tangan yang dialakukan diambil berdiri, tinggi meja kerja
sebaikanya 5-10 cm di bawah siku. Apabila berkerja berdiri dengan pekerjaan di ats
meja dan jika dataran tinggi siku di siku disebut O maka hendaknya dataran kerja
adalah :
Untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian O 5-10 cm
Untukm pkerjaan ringan 0- (5-10) cm
Untuk pekerjaan yang diperlukan untuk mengangkat beban berat yang
menggunakan otot punggung O – (10-20) cm.
9. Tempat duduk yang baikmemenuhio syarat sebagai berikut :
a. Tinggi dataran duduk yang dapat diatur dengan papan kaki yangsesuai dengan
tinggi lutut, sedangkan pada dalam keadaan latar.
b. Papan tolak punggung yangtingginya dapat diatur dan menekan pada punggung
c. Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 cm
d. Tinggi meja disesuaikan dengan jenis pekerjaan.

5. Hazard Psikologi
Hazard psikologis biasanya disebabkan karena:
1. Stess akibat kerja
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik tehadap
setiap tuntutan atasnya. Penyebab stress misalnya, tuntutan pekerjaan, sruktur
organisasi, kurangnya dukungan atau adanya kendala dalam berhubungan. Manifestasi
yang dapat ditimbulkan akibat stres adalah depresi, kecemasan, skit kepal, jenuh, sulit
mengambil keputusan, tidak ada kepuasan berkerjaan, tidak ada keputusan berkerja
dan gangguan pencernaan. Sedangkan perubahan akibat stres antaralain absen dari
pekerjaan, merokok, minuman keras.
2. Kerja Bergilir
Kerja bergilir adalah pekerjaan yangada dasarnya dilakukan diluar jam kerja.
Adapun mekanisme terjadinya penyakit ini yaitu : terganggunya ritme circadian akibat
(gangguan tidur dan peningkatan kepekaan), perubahan kebiasaan (diet, merokok) dan
perubahan kehiduapan sosial.

22
Gangguan kesehatan akaibat kerja akibat kerja bergilir dapat menimbulkan
reaksi fisiologis antara lain : reaksi tingkah laku (kesalahan atau kecelakaan kerja),
reaksi psikologis (gangguan tidur), reaksi sosial (masalah keluarga).

6. Hazard Unsafe Condition


1. Peralatan pengamatan/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tindak
memenuhi syarat
2. Bahan alat-alat/peralatan rusak
3. Terlalu sempit /sempit
4. Sistem-sistem tanda peringatan yangkurang memadai
5. Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
6. Keterampilan/tata/letak (Housekeeping) yang jelek
7. Lingkunagn berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap dan lain-lain
8. Bising
9. Paparan radiasi
10. Ventilasi dan penerangan yang kurang.

7. Hazard Unsafe Action


1. Mengoprasikan alat/peralatan tanpa wewenang
2. Gagal untuk memberikan peringatan
3. Gagal untuk mengamankan
4. Berkerja dengan kecepatan yang salah
5. Menyebabkan alat-alat
6. Memindahkan alat kesehatan
7. Menggunakan alat-alat dengan cara yang salah
8. Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
9. Membokar secarasalah
10. Menempatkan/ menyusun secara salah
11. Menganggakt secara salah
12. Mengambil posisi salah
13. Memperbaiki alat/peralatan yang sedag salah jalan/hidup
23
14. Bersenda/bergurw di tempat kerja
15. Mabuk karena minuman berakohol atau minuman/obat.
 

8. Hazard Elektrikal
Proses pernapasan dapat terjadi jika pemakaian peralatan yang kurang tepat,
kurang pemahaman terhadap peralatan, kurang pengawasan maupun pemeliharaan alat
kurang diperhatikan. Kondisi yang berbahaya dapat terjadi karena adanya oksigen dan
uap air udara. Efek yang ditimbulkan: painful shocks, susah bernapas, kulit terbakar
(listrik dan panas), denyut jantung tidak teratur, dapat meenyebabkan kematian.
Menilai Resiko Hazard
Penelilaian Tiggkat Resiko Indentifikasi Hazard

Tinggka Uraian Penjelasan


t
A Almost Certain Kejadian hampir pasti terjadi disetiap
(sangat Mungkin) situasi
B Likely (Mungkin) Kejadian yang mempunyai peluang
terjadi disetiap situasi
C Moderate (Kadang-kadang) Kejadian yang dapat terjadi sekali-
kali pada beberapa waktu
D Unlikely Kejadian ada (Tiap kerap kali) di
beebrapa waktu
E Rare Kejadian hanaya terjadi dalam
keadaan yang tidak mungkin.

Ukuran Kualitatif tingkat Keparahan


Tinggka Uraian Penjelasan
t
1 Insignifikan Tidaka da cidera, kerugian Financial
(Tidak Signifikan) kecil
2 Monitor (Rendah) Pertolongan pertama dibutuhkan,
kerugian financial sedang
3 Moderate (Menengah) Perawatan medis, kerugian financial
cukup besar
4 Major Cidera serius, kehilangan kemampuan
produksi, kemampuan produksi,
kerugian financial besar.
5 Catastrophic Kematian, kerugian financial sangat
24
(Dasyat) besar.

9. Alat Pelindung Diri (APD)


a. Pengertian
Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk
melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya untuk
kecelakaan kerja (Hasbari, 2003).
Alat pelindung diri adalah suatu alat alat yng mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang dalam pelaksanaan pekerjaanya (Susmanto, 1991).

b. Dasar hukum
1) Salah satu peraturan-peraturan yang menyangkut penggunaan alat pelindung diri
(APD) adalah UU No.1 Th 1970 tentang Keselamatan kerja antara lain
 Pasal 3 ayat (1) butir f : Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
 Pasal 9 ayat (1) butir c : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada
tiap tenaga kerja baru tentang APD bagi tenaga kerja yang bersangkutan
 Pasal 12 butir b : Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak
tenaga kerja untuk memakai APD yang diwajibkan
 Pasal 14 butir c : Pengurus diwajibkan menyedikan secara cuma-cuma Alat
Perlindungan Diri yang diwajibkan pada pekerja dan orang lain yang memasuki
tempat kerja.

2) Permenakertrans No. Per: 01/Men/1981


Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan secara cuma-
cuma Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan penggunaanya oleh tenaga kerja yang
berada dibawah pimpinannya untuk mencegah Penyakit Akibat Kerja (PAK).

3) Permenakertrans No. Per. 03/Men/1982

25
Pasal 2 menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan
pembuatan tempmat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta
penyelanggaraan makanan ditempat kerja.

4) Permenakertrans No. Per.08/Men/VII/2010


 Pasal 2 ayat (1) menyebutkan pengusaha wajib menyediakan Alat Perlindungan Diri
bagi pekerja/buruh ditempat kerja.
 Pasal 5 menyebutkan pengusaha atau pemgurus wajib mengumumkan secara tertulis
dan memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan Alat Perlindungan
Diri ditempat kerja.
 Pasal 6 ayat (1) menyebutkan pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat
kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesyai dengan potensi bahaya dan
risiko
 Pasal 7 ayat (1) menyebutkan pengusaha atau pengurus wajib melaksanakan
manajemen Alat Perlindungan Diri di tempat kerja

c. Pemilihan APD di Rumah Sakit


Alat Pelindung Diri (APD) perlu sebelumnya dipilih secara hati-hati agar dapat
memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan, (BPP, 2008) :
1) Harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik
atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
2) Berat alatnya hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
3) Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
4) Bentuknya harus cukup menarik.e
5) Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
6) Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, yang
dikarenakan bentuknya yang tidak tepat atau karena salah dalam penggunaanya.

26
7) Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.h.Alat tersebut tidak
membatasi gerakan dan presepsi sensoris pemakainya.i.Suku cadangnya mudah
didapat guna mempermudah pemeliharaannya.
8) Tidak membatasi gerak
9) Pergantian suku cadang murah
10) Pemeliharaan mudah
11) Bentuknya cukup menarik
Pemilihan dan pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan tenaga
kerja yang memakainya, bahkan mungkin lebih membahayakan dibandingkan tanpa
memakai APD.Oleh karena itu agar dapat memilih APD yang tepat, maka perusahaan
harus mampu mengidentifikasi bahaya potensial yang ada, khususnya yang tidak dapat
dihilangkan ataupun dikendali.

d. Jennis-jenis APD
Berdasarkan fungsinya, ada beberapa macam APD yang digunakan oleh tenaga
kerja, antaralain (Tarwaka, 2008).
1) Alat Pelindung Kepala (Headwear)
Alat pelindung kepala ini digunakan untuk mencegah dan melindungi rambut
terjerat oleh mesin yang berputar dan untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur
benda tajam atau keras, bahaya kejatuhan benda atau terpukul benda yang melayang,
melindungi jatuhnya mikroorganisme, percikan bahan kimia korosif, panas sinar
matahari dll. Jenis alat pelindung kepala antara
lain:a)Topipelindung(SafetyHelmets)Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari
benda-benda keras yang terjatuh, benturan kepala, terjatuh dan terkena arus listrik.
Topipelindung harus tahan terhadap pukulan, tidak mudah terbakar, tahan terhadap
perubahan iklim dan tidak dapat menghantarkan arus listrik. Topi pelindung dapat
terbuat dari plastik (Bakelite), serat gelas (fiberglass) maupun metal

2) Tutup kepala
Alat ini berfungsi untuk melindungi/mencegah jatuhnya mikroorganisme yang
ada dirambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat/daerah steril dan percikan
27
bahan-bahan dari pasien. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari kain katun. (PK3
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, 2006)

3) Topi/Tudung
Alat ini berfungsi untuk melindungi kepala dari api, uap-uap korosif, debu, dan
kondisi cuaca buruk. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari asbestos, kain tahan
api/korosi, kulit dan kain tahan air.
4) Alat Pelindung Mata
Alat pelindung mata digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan
kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap
yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang elegtromagnetik, panas
radiasi sinar matahari, pukulan atau benturan benda keras, dll. Jenis alat pelindung
mata antara lain:
 Kacamatabiasa(spectaclegoogles). Alat ini berfungsi untuk melindungi mata dari
partikel-partikel kecil, debu dan radiasi gelombang elegtromagnetik.
 Googles. Alat ini berfungsi untuk melindungi matadari gas, debu, uap, dan
percikan larutan bahan kimia. Googles biasanya terbuat dari plastik transparan
dengan lensa berlapis kobalt untuk melindungi bahaya radiasi gelombang
elegtromagnetik mengion

5) Alat Pelindung Pernafasan (RespiratoryProtection)


Alat pelindung pernafasan digunakan untuk melindungi pernafasan dari resiko
paparan gas, uap, debu, atau udara terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang
bersifat rangsangan. Sebelum melakukan pemilihan terhadap suatu alat pelindung
pernafasan yang tepat, maka perlu mengetahui informasi tentang potensi bahaya atau
kadar kontaminan yang ada di lingkungan kerja. Jenis alat pelindung pernafasan yaitu
Masker yang digunakan untuk mengurangi paparan debu atau partikel-partikel yang
lebih besar masuk kedalam saluran pernafasan yang kedua respiratordigunakan untuk
melindungi pernafasan dari paparan debu, kabut, uap logam, asap, dan gas-gas
berbahaya.

28
6) Alat Pelindung Tangan (Hand Protection)
Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya
dari benda tajam atau goresan, bahan kimia, benda panas dan dingin, kontak dengan
arus listrik. Jenis alat pelindung tangan antara lain:
 Sarungtanganbersih
 Sarungtanganrumahtangga(gloves)

7) Baju Pelindung (Body Potrection)


Baju pelindung digunakan untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari
percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia, dll. Jenis baju pelindung
antara lain:
 Pakaiankerja. Pakaian kerja yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat isolasi
seperti bahan dari wool, katun, asbes, yang tahan terhadap panas.
 Celemek. Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat kedap
terhadap cairan dan bahan-bahan kimia seperti bahan plastik atau karet.
 Apron. Pelindung pakaian yang terbuat dari bahan timbal yang dapat menyerap
radiasi pengion.

8) Alat Pelindung Kaki (Feet Protection)


Alat pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan bagian lainnya dari
benda-benda keras, benda tajam, logam/kaca, larutan kimia, benda panas, kontak
dengan arus listrik. Jenis alat pelindung kaki antara lain:
 Sepatusteril
 Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang bedah,
laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang otopsi.
 Sepatukulit. Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan yang
membutuhkan keamanan oleh benda-benda keras, panas dan berat, serta
kemungkinan tersandung, tergelincir, terjepit, panas, dingin.

29
 Sepatuboot. Sepatu khusus yang digunakan oleh petugas pada pekerjaan yang
membutuhkan keamanan oleh zat kimia korosif, bahan-bahan yang dapat
menimbulkan dermatitis, dan listrik.
 Alat Pelindung Telinga (Ear Protection). Alat pelindung telinga digunakan untuk
mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. Jenis alat pelindung
telinga seperti sumbattelinga (Earplug). Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-
tiap individu dan bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama adalah bebeda.
Untuk itu sumbat telinga (Ear plug) harus dipilih sesuai dengan ukuran dan bentuk
saluran telinga pemakainya.

9) Sabuk Pengaman Keselamatan (SafetyBelt)


Alat pelindung tangan digunakan untuk melindungi tubuh dari kemungkinan
terjatuh dari ketinggian, seperti pada pekerjaan mendaki, memanjat dan pada
pekerjaan konstruksi bangunan.

e. Perawatan Alat Pelindung Diri (APD)


Masa pemakaian yang maksimal dari APD yang telah di tentukan dan
manajemen wajib memelihara alat pelindung diri yang telah disediakan.Perawatan dan
pemeliharaan APD seperti yang tertulis dalam prosedur pengendalian alat pelindung diri
meliputi:
1. Alat Pelindung Kepala. Penyediaan tempat penyimpanan untuk pelindung kepala
merupakan bagian penting, karena akan memudahkan di dalam penggunaan,
memastikan bahwa tempat penyimpanan dan daftar inventarisasi
2. Alat Pelindung Mata. Tempat penyimpanan, menggunakan lemari rak dan berpintu
untuk menjaga alat pelindung mata dalam keadaan tersusun rapi dan bersih,
membersihkan secara rutin bagian lensa dengan kain lembut dan memastikan frame
dan pengikat dalam keadaan baik serta kencang.
3. Alat Pelindung Pernafasan. Pembersihan pelindung pernafasan melibatkan pelepasan
bagian-bagiannya, setelah filter atau cartrige dilepaskan, tali dan wadah filter harus
dicuci dengan detergen dan air hangat menggunakan sikat lembut kemudian dibilas
dengan air bersih selanjutnya dikeringkan di tempat yang bersih.
30
4. Alat pelindung tanganbeberapa jenis pelindung tangan dapat dicuci dan didesinfeksi
atau disterilkan sebelum digunakan kembali, namun pelindung tangan yang diproses
kembali dengan DTT (desinfeksi tingkat tinggi) atau disterilkan sebaiknya tidak
dipakai ulang sampai dari 3 (tiga) kali, pemprosesan berulang akan memperbesar
terjadinya lubang pada pelindung tangan, oleh karena itu setiap kali pencucian
dilakukan pemilihan terhadap pelindung tangan yang bocor atau pelindung tangan
yang telah diproses untuk ketiga kalinya harus dibuang karena tidak layak pakai.
5. Baju Pelindung. Setiap meliputi bahan, jenis, dan cara melakukan dekontaminasi,
baju pelindung tidak boleh dibawa ke luar tempat kerja, tempat penyimpanan berupa
lemari dan gantungan harus disediakan untuk mencegah pencemaran dari pakaian
pribadi, baju pelindung harus segera dibersihkan apabila terkena bahan kontaminan.
6. Alat Pelindung Kaki. Periksa nomor, pelindung kaki harus segera dibersihkan apabila
terkena bahan kontaminan.
7. Alat Pelindung Telinga. Pelindung telinga harus selalu berada di lokasi dengan
tingkat kebisingan tinggi, untuk meyakinkan reabilitas pelindung telinga harus selalu
diperiksa secara teratur sebelum setiap pembersihan dan selama dan setelah setiap
pembersihan, dan pelindung telinga disimpan pada tempat yang bersih dan kering.
8. Sabuk Pengaman.Sabuk pengaman harus disimpan dalam keadaan tergantung pada
tempat kering dan bersirkulasi udara yang baik, tali pengikat harus disimpan dalam
keadaan tergulung padat dan disimpan dalam keadaan terbuka.

10. Infeksi Nosokomial


a. Definisi
Nosokomial berasal dari kata nosos= penyakit dan komeo= merawat berarti
tempat untuk merawat/rumah sakit, jadi Infeksi nosokomial dapat di artikan infeksi yang
terjadi di rumah sakit, atau tempat pelayanan lain atau degan kata lain infeksi yang
disebabkan oleh microba yang berasal dari rumah sakit ditimbul sesudah 72 jam
perawatan pada pasien rawat inap atau infeksi yang terjadi pada pasien yang dirawat
lebih lama dari masa inkubasi suatu penyakit(Steven,2007).

31
Suatu Infeksi dikatakan sebagai infeksi nosokomial apabila memenuhi kriteria berikut :
1) Adanya infeksi yang jelas pada penderita selama dirawat di rumah sakit, atas
dasar tanda-tanda fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium.
2) Pada saat penderita mulai di rawat, tidak di temukan tanda-tanda infeksi atau
masa inkubasi dari penyakit yang bersangkutan
3) Infeksi bukan merupakan sisa (residual) Infeksi sebelumya
4) Infeksi terjadi setelah 48 jam perawatan.
5) Infeksi pada lokasi yang sama tetati penyebab mikroorganisme berbeda atau
mikroorganisme sama tetapi lokasi berbeda.
b. Rantai Penularan Infeksi
Kuman Penyebab Infeksi Nosokomial di sebabkan oleh bakteri : Stafilokokus
Aureous, Salmonella SP, Klebsiella, Pseudomonas, Virus Herpes, Virus
Varicellazoozter, Virus Sitomegalus dan parasit Toxoplasma. Dimana diantara keempat
penyebab tersebut infeksi nasokomial terutama disebabkan oleh kelompok bakteri
(90%) dan lainnya adalah jamur, virus, parasit (10%), Yang paling banyak adalahInfeksi
stafilokokus.yang terdapat di rumah sakit, poliklinik dan ruang perawatan bedah
bervariasi mulai dari lesi dalam bentuk furunkel-furunkel sederhana atau infeksi
dekubitus, abses, atau luka bedah yang terinfeksi, septic phlebitis,
osteomielitiskronis,pneumoniafulminan, meningitis, endokarditis atau sepsis.
Infeksi staphylococcuspasca bedah merupakan ancaman potensial bagi
penderita pasca bedah. Prosedur pembedahan yang semakin kompleks dengan tindakan
manipulasi organ yang lebih besar dan anestesi yang lebih lama akan menunjang
masuknya kuman staphylococcus. Peningkatan penggunaan alat-alat prostetik dan
kateter menyebabkan peningkatan kejadian infeksi nosokomial stafilokokus.Penggunaan
antimikroba yang tidak rasional dapat meningkatkan kejadian resistensi antibiotik
terhadap stafilokokus.
Umumnya ditularkan oleh para petugas "karier" dan ditularkan melalui
tangan.Di ruang perawatan dimana penyakit yang disebabkan kuman ini berupa
endemi/epidemi maka koloni Stafilokokkus aureus ini dapat ditemukan di kulit, tali
pusat, lubang hidung dan nasofaring.Semakin banyak koloni ini ditemukan, semakin
tinggi pula angka kejadian infeksi oleh kuman tersebut. Infeksi yang ditimbulkannya
32
dapat berupa pustula dikulit, konjungtivitis, paranokia, omfalitis, abses subkutan
(mastitis), sepsis, pneumonia, mepingitis, osteomielitis, enteritis

c. Cara terjadinya Infeksi Nosokomial


Cara penularan infeksi nosokomialmacam-macam penularan infeksi nosokomial bisa
berupa :
1) Dengan cara endogen/Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection), yaitu infeksi
yang disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri berpindah tempat dari satu
jaringan kejaringan lain
2) Melalui lingkungan (Enverenmental infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh
kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di
lingkungan rumah sakit, misalnya lingkungan yang lembab, udara, debu, benda atau
peralatan.
3) Infeksi silang (Cross Infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman yang
didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak
langsung.
4) Melalui vector seranggadan binatang pengganggu).

d. Pencegahan Infeksi Nosokomial


Pengendalian Infeksi nosokomial infeksi oleh populasi kuman rumah sakit
terhadap seseorang pasien yang memang sudah lemah fisiknya tidaklahterhidarkan.
Strategi pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit antara lain, yaitu :
1) Pengawasan/surveilans infeksi nosocomial
2) Pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit
3) Pengobatan yang rasional terhadap penyakit infeksi
4) Program sosialisasi dan pelatihan pengendalian infeksi nosokomial
5) Penanganan Infeksi NosokomialUntuk menghilangkan perkembangan infeksi
pada penderita yang sedang dirawat di rumah sakit, perlu diperhatikan
beberapa hal pokok dari penanganan infeksi nosokomial yang dapat
dikelompokkan:
 Pembasmian fokus infeksi
33
 Pemutusan cara penularan
 Peningkatan keterampilan dokter dan tenaga perawatd.Penetapan kebijaksanaan
dan prosedur untuk pencegahan.
 Pelaksanaan suatu program edukatif terpaduf.Pengumpulan data kejadian infeksi
secara lebih sistematikg.Pengawasan kesehatan seluruh pegawaih.Peningkatan
peranan lab kliniki.
 Pembentukan panitia penanganan infeksi

e. Pencegahan Infeksi Nosokomial


Langkah-langkah pencegahan infeksi nosokomial menjadi tanggung jawab
seluruh orang yang ada di rumah sakit termasuk petugas kesehatan, pasien dan orang
yang berkunjung. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran
infeksi ini adalah:
1) Cuci tangan dengan cara dan waktu yang tepat lima saat yang penting untuk
melakukan cuci tangan:
 Sebelum memegang pasien.
 Sebelum melakukan prosedur kepada pasien.
 Setelah terpapar dengan cairan tubuh (misalnya darah, urin, atau feses).
 Setelah menyentuh pasien.
 Setelah menyentuh barang-barang di sekitar pasien.
2) Menjaga kebersihan lingkungan rumahsakit dengan menggunakan cairan pembersih
atau disinfektan dengan frekuensi 2-3 kali per hari untuk lantai dan 2 minggu sekali
untuk dinding.
3) Penggunaan alat dan prosedur yang menempel pada tubuh seperti alat bantu napas
atau kateter urine, serta melakukan tindakan medis lainnya sesuai dengan indikasi
(tepat guna).
4) Penempatan pasien di ruang isolasi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
rendah atau pasien yang berpotensi untuk menularkan penyakit diharuskan untuk
ditempatkan di ruang isolasi.

34
5) Mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) setiap melakukan tindakan seperti
menggunakan pelindung standar seperti sarung tangan, masker, atau perlengkapan
lain yang dianjurkan.
6) Penggunaan alat Pelindung diri
Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari resiko panjanan dara, cairan tubuh, sekreta, eksreta, kulit yang tidak
utuh, selaput lendir pasien, dan benda yang yang terkontaminasi.Jenis alat pelindung
meliputi sarung tangan, masker, kaca mata, pelindung wajah, penutup kepala, gaun,
baju kerja, dan sepatu.
Tidak semua alat pelindung tubuh harus selalu dipakai, karena jenis pelindung
itu harus sesuai krbutuhan saat melakukan kegiatan atau tindakan.Sebagai contoh
tindakan bedah minor cukup memakai sarung tangan sterilatau sarung tangan yang
didekontaminasi tingkat tinnggi (DTT).

f. Pengelolaan Peralatan Perawatan Pasien


Peralatan perawatn pasien bias disposibel (sekali pakai) dan non disposibel
(bisa digunakan kembali).Untuk peralatan disposable, setelah dipakai dikumpulkan
ketempat yang ditentukan dan dimusnakan sesuai dengan prosedur. Untuk yang
nondisposible, setelah digunakan, sebelum digunakan kembaliharus dikelola dengan
benar untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan.
Pemilihan cara pengolaan alat kesehatan yang dipakai ulang tergantung pada
kegunaan alat tersebut dan berhubungan dengan tingkat resiko penyebaran infeksi.
Semua alat yang akan dimasukkan kedalam jaringan di bawah kulit (disebut peralatan
nonkritikal, contoh : tensimeter, termometer) cukup dilakukan disinfeksi tingkat rendah.
Proses pengelolaan peralatan dilakukan dalam 4 tahapan yaitu sebagai berikut :
1) Dekontaminasi
Adalah proses fisika atau kimia yang digunakan untuk menurunkan jumlah
mikroorganisme pada benda mati sehingga aman untuk penggunaaan lebih lanjut.
Pada dekontaminasi ini tidak semua bentuk kehidupan mikroorganisme dapat
dimatikan misalnya endospore.
2) Pembersihan atau pencucian
35
Merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran terlihat, kotoran
tidak terlihat, dan mikroorganismesebanyak mungkin.
3) Sterilisasi atau DTT
Merupakan rangkain proses fisika atau kimia yang bertujuan untuk membetuk semua
bentuk kehidupan mikroorganisme baik bentuk vegetative dan endospora.
4) Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan untuk melindungi alat dari kontaminasi, menjamin sterilisasi
hingga saat digunakan, memudahkan pencarian, dan untuk mencegah kehilangan dan
kerusakan.

g. Penyuntikan yang aman


Penularan HIV hepatitis Bdan C di sarana pelayanan kesehatan sebagian besar
karena kecelakan yang sebenarnya dapat dicegah yaitu tertusul jrum suntikdan luka oleh
alata tajam.Untuk mencegah semuanya maka benda tajam yang harus digunakan sekali
pakai. Jarum suntik tidak boleh digunakan lagi setelah digunakan, bila terpaksa harus
selalu ditutup, lakukan dengan tehnik satu tangan.
Hindari melepas jarum yang telah digunakan dari spuid sekli pakai, hindari
membengkokkan, menghancurkan dan memanipulasi jarum dengan tangan. Masukkan
jarum bekas dan instrument lainnya kedalam wadah yang tahan tusukkan, tahan air dan
tidak mudah bocor.

2.5 Limbah
2.5.1 Pengertian
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit
dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung
mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia acun, dan sebagian bersifat
radioaktif (Depkes, 2006).
Limbah rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila
tidak dikelola dengan baik.

36
2.5.2. Macam- macam limbah

a. Limbah Padat
Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah rumah
sakit adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus
dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan
umumnya bersifat padat (Azwar, 1990). Limbah padat rumah sakit adalah semua
limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri
dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan MenKes R.I.
No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu :
a. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di luar
medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat
dimanfaatka kembali apabila ada teknologi. Penyimpanannya pada tempat sampah
berplastik hitam.
b. Limbah medis padat adalah imbah padat yang terdiri dari :
1) limbah infeksius dan limbah patologi, pennyimpanannya pada tempat sampah
berplastik kuning.
2) limbah farmasi (obat kadaluarsa), penyimpanannya pada tempat sampah
berplastik coklat.
3) limbah sitotoksis adalah limbah berasal dari sisa obat pelayanan kemoterapi.
Penyimpanannya pada tempat sampah berplastik ungu.
4) Limbah medis padat tajam seperti pecahan gelas, jarum suntik, pipet dan alat
medis lainnya. Penyimpanannya pada safety box/container.
5) Limbah radioaktif adalah limbah berasal dari penggunaan medis ataupun riset
di laboratorium yang berkaitan dengan zat-zat radioaktif. Penyimpanannya
pada tempat sampah berplastik merah.

b. LimbahCair
Limbah cair Rumah Sakit adalah semua air buangan termasuk tinja
yang berasal dari kegiatan RS, yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme bahan beracun, dan radio aktif serta darah yang berbahaya bagi

37
kesehatan (Depkes RI, 2006). Penanganannya melalui IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah).
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil
proses seluruh kegiatan rumah sakit, yang meliputi : limbah cair domestik,
yakni buangan kamar dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif (Said, 1999).
Menurut Azwar (1990), air limbah atau air bekas adalah air yang tidak bersih
dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia
atau hewan, yang lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk
industry untuk mengoptimalkan upaya penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari
pencemaran limbah yang dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai
fasilitas pengelolaan limbah sendiri yang ditetapkan KepMenkes RI No.
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit yaitu:
a. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat — Setiap Rumah sakit harus melakukan
reduksi limbah dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi
penggunaan bahan kimia yang berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang
digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan,
pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwenang.
b. Fasilitas Pengolahan Limbah Cair harus dikumpulkan dalam container yang
sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur
penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki Instalasi
Pengolahan Air Limbah sendiri.

2.5.3 Penanganan dan Pengangkutan Limbah Medis

Pemusnahan limbah medis haruslah dengan menggunakan cara pembakaran,


perlu dijaga keutuhan kemasannya pada waktu sampah tersebut ditangani. Banyak
sistem pembakaran atau insenerasi yang menggunakan peralatan mekanik. Namun,
usahakan untuk melakukan pengolahan limbah medis yang sesuai dengan peraturan
berlaku dan pengolahan ramah lingkungan
38
Cara terbaik untuk mengurangi risiko terjadinya penularan adalah dengan menjaga
agar sampah medis tersebut tetap tertutup dengan rapat. Ada beberapa prinsip dasar
dan prosedur yang dapat membantu pencapaian tujuan pengurangan dari pemakaian.
Prinsip-prinsip dan prosedur tersebut adalah :
a) Sampah dikemas dengan baik.
b) Menjaga agar sampah tetap dalam kemasan dan tertutup rapat serta menghindarkan
hal-hal yang dapat merobek atau memecahkan kontainer limbah.
c) Menghindari kontak fisik dengan limbah.
d) Menggunakan alat pelindung perorangan ( sarung tangan, masker, dsb)
e) Usahakan agar sedikit mungkin memegang limbah.
f) Membatasi jumlah orang yang berpotensi untuk tercemar.

2.6.Penanggulangan Kebakaran Rumah Sakit

2.6.1 Pengertian
Kesadaran akan pentingmya pencegahan kebakaran dan penanggulangan dini
terhadap bahaya kebakaran. Pada umumnya masih dirasakan sangat kurang.
Khususnya untuk sebagian besar masyarakat kita. Sehingga masih seringkali terjadi
kejadian kebakaran yang selalu berakibat kerugian terutama secara materil. Untuk
mencegah kejadian kebakaran dan mengurangi dampak yang ditimbulkannya, petugas
pemadam kebakaran harus memiliki pengetahuan tentang api yang memadai, agar
dapat mencegah terjadinya korban jiwa baik bagi petugas ataupun dari masyarakat.
Kebakaran adalah peristiwa oksidasi dari material yang berlangsung cepat serta
menghasilkan panas dan cahaya. Timbulnya kebakaran ditandai dengan penyalaan tau
penyulutan (ignition) suatu material oleh sumber panas. Penyalaan tersebut merupakan
suatu permulaan dan pembakaran yang digunakan dalam peristiwa oksidasi. Bila api
yang terjadi sangat terbatas maka gejala tersebut belum dinyatakan sebagai kebakaran.
Tetapi bila api mulai memungkinkan terjainya penjalaran maka gejala itu dapat
dikatakan kebakaran.

2.6.2Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


39
2.6.2.1 Pengertian Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Alat pemadam api adalah alat perlindungan kebakaran aktif yang digunakan
untuk memadamkan api atau mengendalikan kebakaran kecil, umumnya dalam
situasi darurat. Pemadam api tidak dirancang untuk digunakan pada kebakaran yang
sudah tidak terkontrol, misalnya ketika api sudah membakar lagit-langit. Umumnya
alat pemadam api terdiri dari sebuah tabung  ber tekanan tinggi yang berisi
bahan pemadam api.

2.6.2.2 Jenis-jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

1. Alat Pemadam Api (APAR) Air / Water

 APAR Jenis Air (Water) adalah Jenis APAR yang disikan oleh Air dengan
tekanan tinggi. APAR Jenis Air ini merupakan jenis APAR yang paling Ekonomis
dan cocok untuk memadamkan api yang dikarenakan oleh bahan-bahan padat non-
logam seperti Kertas, Kain, Karet, Plastik dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas
A). Tetapi akan sangat berbahaya jika dipergunakan pada kebakaran yang
dikarenakan Instalasi Listrik yang bertegangan (Kebakaran Kelas C).

2. Alat Pemadam Api (APAR) Busa / Foam (AFFF)

APAR Jenis Busa ini adalah Jenis APAR yang terdiri dari bahan kimia
yang dapat membentuk busa. Busa AFFF (Aqueous Film Forming Foam) yang
disembur keluar akan menutupi bahan yang terbakar sehingga Oksigen tidak dapat
masuk untuk proses kebakaran. APAR Jenis Busa AFFF ini efektif untuk
memadamkan api yang ditimbulkan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti
Kertas, Kain, Karet dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas A) serta kebakaran yang
dikarenakan oleh bahan-bahan cair yang mudah terbakar seperti Minyak, Alkohol,
Solvent dan lain sebagainya (Kebakaran Jenis B).

3. Alat Pemadam Api (APAR) Serbuk Kimia / Dry Chemical Powder


40
APAR Jenis Serbuk Kimia atau Dry Chemical Powder Fire Extinguisher
terdiri dari serbuk kering kimia yang merupakan kombinasi dari Mono-amonium
danammonium sulphate. Serbuk kering Kimia yang dikeluarkan akan menyelimuti
bahan yang terbakar sehingga memisahkan Oksigen yang merupakan unsur penting
terjadinya kebakaran. APAR Jenis Dry Chemical Powder ini merupakan Alat
pemadam api yang serbaguna karena efektif untuk memadamkan kebakaran di
hampir semua kelas kebakaran seperti Kelas A, B dan C.
APAR Jenis Dry Chemical Powder tidak disarankan untuk digunakan dalam
Industri karena akan mengotori dan merusak peralatan produksi di sekitarnya.
APAR Dry Chemical Powder umumnya digunakan pada mobil.

4. Alat Pemadam Api (APAR) Karbon Dioksida / Carbon Dioxide (CO2)

APAR Jenis Karbon Dioksida (CO2) adalah Jenis APAR yang menggunakan
bahan Karbon Dioksida (Carbon Dioxide / CO2) sebagai bahan pemadamnya. 
APAR Karbon Dioksida sangat cocok untuk Kebakaran Kelas B (bahan cair yang
mudah terbakar) dan Kelas C (Instalasi Listrik yang bertegangan).

2.6.2.3 Kelas-Kelas (Golongan) Kebakaran

Kita perlu mengetahui kelas-kelas (golongan) kebakaran atau sumber penyebab


terjadinya api supaya jenis APAR yang dipergunakan efektif dalam mengendalikan
kebakaran tersebut. Dalam Permenaker No. Per-04/MEN/1980, kelas atau golongan
kebakaran dibagi menjadi 4 golongan yaitu Golongan A, B, C dan D.
Berikut ini adalah Kelas atau Golongan Kebakaran beserta Jenis APAR yang efektif
untuk memadamkannya :

a) Kebakaran Kelas A

Kebakaran Kelas A merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh


bahan-bahan padat non-logam seperti Kertas, Plastik, Kain, Kayu, Karet dan lain
sebagainya. Jenis APAR yang cocok untuk memadamkan kebakaran Kelas A

41
adalahAPAR jenis Cairan (Water), APAR jenis Busa (Foam) dan APAR jenis
Tepung Kimia (Dry Powder).

b) Kebakaran Kelas B

Kebakaran Kelas B merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh


bahan-bahan cair yang mudah terbakar seperti Minyak (Bensin, Solar, Oli),
Alkohol, Cat, Solvent, Methanol dan lain sebagainya. Jenis APAR yang cocok
untuk memadamkan kebakaran Kelas B adalah  APAR jenis Karbon Diokside
(CO2), APAR jenis Busa (Foam) dan APAR jenis Tepung Kimia (Dry Powder).

c) Kebakaran Kelas C

Kebakaran Kelas C merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh


Instalasi Listrik yang bertegangan. Jenis APAR yang cocok untuk memadamkan
kebakaran Kelas C adalah APAR jenis Karbon Diokside (CO2) dan APAR jenis
Tepung Kimia (Dry Powder).

d) Kebakaran Kelas D

Kebakaran Kelas D merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh


bahan-bahan logam yang mudah terbakar seperti sodium, magnesium, aluminium,
lithium dan potassium. Kebakaran Jenis ini perlu APAR khusus dalam
memadamkannya.

2.6.2.4 Cara Menggunakan alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Untuk mempermudah dalam mengingat proses ataupun cara penggunaan Alat


Pemadam Api, kita dapat menggunakan singkatan T.A.T.A. yaitu :

1. TARIK Pin Pengaman (Safety Pin) APAR


2. ARAHKAN Nozzle atau pangkal selang ke sumber api (area kebakaran)
3. TEKAN Pemicu untuk menyemprot
4. AYUNKAN ke seluruh sumber api (area kebakaran)
42
BAB III

PROFIL RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PROV. SUMATERA SELATAN

3.1 Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, definisi


kesehatan adalah keadaan sehat secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis, yang
berarti tidak ada kesehatan tanpa adanya jiwa yang sehat. Kesehatan jiwa masih
menjadi salah satu permasalahan kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia, yang
tentunya perlu mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak termasukmasyarakat.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO),
pada tahun 2016 terdapat sekitar 35 juta orang mengalami depresi, 60 juta orang
mengalami bipolar, 21 juta orang mengalami skizofrenia, serta 47,5 juta mengalami
demensia. Di Indonesia sendiri angka penderita gangguan jiwa mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2018 menunjukkan proporsi penderita gangguan jiwa di masyarakat mencapai 7,1
permil atau dari setiap seribu anggota rumah tangga, ada 7 orang yang mengalami
gangguan jiwa berat.

Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan merupakan Rumah Sakit
Khusus Jiwa milik Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang memberikan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat Provinsi Sumatera Selatan dan daerah
sekitarnya, seperti Provinsi Jambi, Bengkulu, dan Lampung. Sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan dan pusat rujukan di bidang kesehatan jiwa, Rumah Sakit Ernaldi
43
Bahar Provinsi Sumatera Selatan terus berupaya untuk melakukan pelayanan
kesehatan yang prima dan paripurna dalam mewujudkan masyarakat sehat yang
mandiri dan berkeadilan.
Laporan tahunan ini merupakan suatu dokumen yang mencerminkan hasil dan
evaluasi pelaksanaan kegiatan RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan tahun
2019 yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi perbaikan pelayanan kesehatan
yang berkesinambungan.

44
3.2Maksud dan Tujuan

Maksud dari disusunnya Laporan Tahunan Rumah Sakit Ernaldi Bahar Tahun 2019 adalah
sebagai tolok ukur pencapaian target pada upaya-upaya peningkatan mutu kinerja yang dicapai selama
tahun anggaran 2019. Sedangkan tujuan dari penyusunan laporan tahunan adalah sebagai berikut :
a. Sebagai bentuk pertanggungjawaban secara tertulis atas pelaksanaan tugas-tugas Rumah Sakit
Ernaldi Bahar tahun2019.
b. Sebagai gambaran capaian kinerja RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan tahun2019
c. Sebagai gambaran dari hasil pengelolaan sumber daya yang meliputi sumber daya manusia
(SDM), keuangan, sarana dan prasarana, metode, dan pasar/market RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera
Selatan tahun 2019

3.3Tugas Pokok dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No. 9 Tahun 2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah
Provinsi Sumatera Selatan, Pasal 48, tugas pokok Rumah Sakit Ernaldi Bahar adalah membantu
Gubernur dalam penyelenggaraan Pemerintah Provinsi di bidang kesehatan. Sedangkan pada pasal 49
peraturan tersebut, Rumah Sakit Ernaldi Bahar mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan kegiatan tata usaha, urusan umum,perlengkapan
b. Pembinaan kesehatan masyarakat SumateraSelatan
c. Penyelenggara kegiatan usaha pelayanan kesehatan jiwa, pencegahan, pemulihan, rehabilitasi,
kemasyarakatan dan sistemrujukan
d. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.

45
3.4 Kedudukan dan DasarHukum

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No. 9 Tahun 2008 Pasal 47, Rumah
Sakit Ernaldi Bahar merupakan Unsur Pelayanan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan di bidang
kesehatan, yang dipimpin oleh seorang Direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Gubernur melalui SekretarisDaerah.

3.5 Visi danMisi

a.Visi RS ErnaldiBahar

Visi RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan adalah “Rumah Sakit Ernaldi Bahar Sebagai
Pusat Rujukan Pelayanan dan Pendidikan Kesehatan Jiwa yang Prima dan Berdaya Saing
Nasional”

b.Misi RS Ernaldi Bahar

Misi RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan adalah :


1. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatanjiwa.
2. Mengembangkan fasilitas pendidikan dan pelatihan kesehatanjiwa.

c.Tujuan dan Sasaran


1.Tujuan
Dalam rangka mencapai visi dan misi RS Ernaldi Bahar, maka harus dirumuskan kedalam
bentuk yang lebih terarah dan operasional berupa perumusan tujuan strategis organisasi pada Rumah
Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan.
Tujuan merupakan hasil yang ingin dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu satu sampai lima
tahun mendatang yang menggambarkan arah strategis organisasi atau digunakan untuk meletakkan
kerangka prioritas dengan memfokuskan arah semua program dan aktivitas organisasi pada pencapaian
misi yang telahditetapkan.

46
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan
tahun 2019 - 2023 adalah sebagai berikut :

1. Meningkatnya pelayanan kesehatan jiwa yangbermutu


2. Meningkatnya pemanfaatan sebagai RSPendidikan
3. Meningkatnya pelayanan publik yangberkualitas.

2.Sasaran

Dari setiap tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing dibuat sasarannya, yaitu :
1. Tujuan 1 : “Meningkatnya pelayanan kesehatan jiwa yang bermutu”, dengan sasaran 1
adalah “Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan jiwa”, dengan indikator:
a. NDR (Net Death Rate) / Kematian pasien setelah > 48 jam perawatan
b. LOS (Length Of Stay) / Rata-rata lamanya pasiendirawat
c. Jumlah Pasien dirawat ruang UPIP (Unit Perawatan Intensif Psikiatri) lebih dari 10hari
d. Persentase pasien jiwaterkontrol
2. Tujuan 1 : “Meningkatnya pelayanan kesehatan jiwa yang bermutu”, dengan sasaran 2
adalah “Meningkatnya pemanfaatan pelayanan kesehatan jiwa di Rumah Sakit”, dengan
indikator:
a. BOR (Bed Occupancy Rate) / Rata-rata tempat tidurterisi

3. Tujuan 2 : “Meningkatnya pemanfaatan sebagai RS Pendidikan”, dengan sasaran


“Meningkatnya mutu RS Pendidikan” danindikator:
a. Persentase kelulusan mahasiswa ujianpraktek
4. Tujuan 3 : “Meningkatnya pelayanan publik yang berkualitas", dengan sasaran :
“Meningkatnya transparansi akuntabilitas BLUD”, dengan indikator :
a. Persentase tindak lanjut temuanBPK

47
3.6 Struktur Organisasi

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan
dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No. 9 Tahun 2008, maka susunan
organisasi RS Ernaldi Bahar sebagai berikut :
1. Direktur
2. Wakil Direktur Umum danKeuangan
a. Bagian Pengembangan
1) Sub Bagian Penyusunan Program danAnggaran
2) Sub Bagian Evaluasi danPelaporan
b. Bagian Keuangan
1) Sub BagianPerbendaharaan
2) Sub Bagian Tata UsahaKeuangan

c. Bagian Umum danSDM


1) Sub Bagian Umum danPerlengkapan
2) Sub BagianKepegawaian
3. Wakil Direktur Medik danKeperawatan
a. Bidang PelayananMedik
1) Seksi Pelayanan Medik Umum danKhusus
2) Seksi Pengembangan PelayananMedik
b. Bidang PenunjangMedik
1) Seksi Laboratorium danFarmasi
2) Seksi Gizi dan SaranaPrasarana
c. BidangKeperawatan
1) Seksi Asuhan Keperawatan
2) Seksi Logistik Keperawatan.

48
3.7 Profil Rumah Sakit Ernaldi Bahar

a. Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan

b. Alamat/No.Telp : Jl. Gubernur H. Muhammad Ali Amin RT 20 RW 04, Kel/Kec.


Alang Alang Lebar, Palembang Telp. 0711-5645126/5645124

c. Kepemilikan
: Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
d. LuasTanah
: 100.300 m2

e. Tahun
: 2010
mulaidibangun
f. TahunOperasional

g. Kapasitas
RumahSakit :200Orang

h. Kapasitas tempat
tidur saatini
:12 tempat tidur
1. VIP
:27 tempat tidur
2. Kelas I
:18 tempat tidur
3. Kelas II
:143 t
4. KelasIII

49
Nama-nama Direktur yang pernah memimpin RS Ernaldi Bahar adalah :

1. Dr.R.Setiardjo : 1946 s/d1958

2. Dr. ChasanahGoepito,Sp.KJ : 1958 s/d1978

3. Dr. H.AhmadHardiman,Sp.KJ : 1978 s/d1985

4. Dr. JusmansyahIdris,Sp.KJ : 1985 s/d1992

5. Dr. F.SoenartoBoediadi,Sp.KJ : 1992 s/d2003

6. Dr. Hj. NurlailaAtika,MM : Sept 2003 s/d Mei2005

7. Dr. H.SyahrulMuhammad,MARS : Mei 2005 s/d Okt2005

8. Dr. H. ChairilZaman,M.Sc : Okt 2005 s/d Okt2009

9. Dr. Latifah,SpKJ,M.Kes : Okt 2009 s/d Mei2012

10. Dr. Hj. YumidiansiF,M.Kes : Mei 2012 s/dSekarang.

50
3.8 Data Kepegawaian

Keadaan pegawai Rumah Sakit Ernaldi Bahar hingga tanggal 31 Desember 2019 didukung sebanyak 373
orang. Berdasarkan status kepegawaian, pegawai RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari PNS,
pegawai honorer, pegawai BLUD, dan TKPD (Tenaga Kerja Perangkat Daerah). Adapun rincian jumlah
pegawai berdasarkan status kepegawaian sebagai berikut :
1. PNS: 250 orang, terdiri dari:
• GolonganIV : 31orang
• GolonganIII : 203orang
• GolonganII : 16orang
2. PegawaiHonorer : 50orang
3. PegawaiBLUD : 66orang
4. TKPD (Tenaga Kerja Perangkat Daerah) : 7orang

Distribusi SDM berdasarkan status kepegawaian dan golongan di RS Ernaldi Bahar tahun 2019 dapat
dilihat pada Grafik 1.1.

51
Grafik 1.1
Distribusi SDM berdasarkan Status Kepegawaian dan Golongan di RS
Ernaldi Bahar Tahun 2019

52
Tabel 1.1
Data Kepegawaian RS Ernaldi Bahar Tahun 2019 berdasarkan
Jenis Pendidikan

NO JENIS PENDIDIKAN JUMLAH KET


I Tenaga Medis
A Dokter
1 Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa 8 BLUD 3 orang
2 Dokter Spesialis Penyakit Dalam 1
3 Dokter Spesialis Kandungan 2
4 Dokter Spesialis Penyakit Mata -
5 Dokter Spesialis Syaraf 1
6 Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin 1
7 Dokter Spesialis Patologi Anatomi 1
8 Dokter Spesialis Patologi Klinik 1 BLUD 1 orang
9 Dokter Spesialis Radiologi 1 BLUD 1 orang
10 Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik -

53
NO JENIS PENDIDIKAN JUMLAH KET
11 Dokter Spesialis Anestesi 1 BLUD 1 orang
12 Dokter Spesialis THT 1
13 Dokter Spesialis Anak 1
14 Dokter Umum 17 Honor 1orang
BLUD 1orang
15 Dokter Gigi 2
B Perawat
1 Magister Keperawatan 2
2 Profesi Keperawatan 34 BLUD 7orang
TKPD 1orang
3 Sarjana Keperawatan 32 BLUD 1orang
TKPD 1orang
4 Sarjana / DIV Perawat Bedah 1
5 Akademi Keperawatan 47 Honor 9orang
BLUD 9orang
TKPD 1orang
6 SPR “B” 1
7 SPR “A” / SPK 3 Honor 1 orang
C Terapis Gigi dan Mulut
1 Akademi Keperawatan Gigi 5
D Perawat Mata
1 Akademi Refraksionis Optisien 1 BLUD 1 orang
E Bidan
1 Sarjana / DIV - Kebidanan 1
2 Akademi Bidan 7 BLUD 2 orang
II Penunjang Medis
A Psikologi
1 Psikolog 5
2 Sarjana Psikologi 4 Honor 1orang
BLUD 1orang
B Farmasi
1 Apoteker 4 BLUD 1 orang
2 Sarjana Farmasi 4 BLUD 1 orang
3 Akademi Farmasi 15 Honor 1orang
BLUD 4orang

54
4 SMF 1 Honor 1 orang
C Gizi

55
NO JENIS PENDIDIKAN JUMLAH KET
1 Sarjana Gizi 2
2 DIV Gizi 5
3 Akademi Gizi 4
4 SPAG 1
D Rontgen
1 DIV Radiologi 1
2 Akademi Radiologi 3 BLUD 2 orang
E Sanitasi Lingkungan
1 Akademi Kesehatan Lingkungan 7 Honor 1orang
BLUD 1orang
TKPD 1orang
F Analis Kesehatan
1 Sarjana / DIV Analis Kesehatan 2
2 Akademi Analis Kesehatan 9 Honor 1orang
BLUD 1orang

G Rekam Medis
1 Akademi Rekam Medis 4 BLUD 1 orang
H Tehnisi Elektromedis
1 Akademi Tehnisi Elektromedis 1
I Fisioterapi
1 Sarjana / DIV Fisioterapi 1
2 Akademi Fisioterapi 2
J Penyuluh Kesehatan Masyarakat
1 Magister Kesehatan 9
2 Sarjana Kesehatan Masyarakat 12 Honor 1orang
BLUD 3orang
K Terapi Wicara dan Terapi Okupasi
1 Akademi Terapi Wicara 1 Honor 1 orang
2 Akademi Terapi Okupasi 1 Honor 1 orang
III Umum
1 Magister Administrasi Publik 12 Honor 1 orang
2 Magister Pekerja Sosial Spesialis 1
3 Magister Tehnik Informatika 1 Honor 1 orang
4 Sarjana Administrasi 6 Honor 2orang
BLUD 1orang
56
5 Sarjana Ekonomi / Akuntasi 10 Honor 4 orang

57
NO JENIS PENDIDIKAN JUMLAH KET
BLUD 2orang
TKPD 1orang
6 Sarjana Komputer / Sistem Informasi 2 Honor 1 orang
7 Sarjana Ilmu Pemerintahan 1 BLUD 1 orang
8 Sarjana Pendidikan 1 BLUD 1 orang
9 Sarjana Tehnik 1 Honor 1 orang
10 Sarjana Sastra Inggris 1 BLUD 1 orang
11 D IV - Pekerja Sosial 2
12 D III – Ekonomi 1 TKPD 1 orang
13 D III - Komp / Komp. Akuntansi / M. Informatika 5 Honor 4 orang
14 D III – Pariwisata 1 BLUD 1 orang
15 D I - Manajemen Rumah Sakit 1 BLUD 1 orang
16 SMA 37 Honor 13 orang
BLUD 7orang
TKPD 1orang
17 STM / MTs 3 BLUD 2 orang
BLUD 1orang
18 SMK / SMKK 7
BLUD 5orang
19 KPAA 1
20 SMPS 1
21 SPK 1
22 SMF 1
Honor 2orang
23 SMP 4
BLUD 1orang
24 SD 2 Honor 2 orang

Sumber : Subbagian Kepegawaian RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan

BAB IV
HASIL IDENTIFIKASI HAZARD

Berikut ini adalah hasil identifikasi hazard yang dilakukan oleh mahasiswa Ners program
studi ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang di Rumah Sakit Ernaldi Bahar

58
Palembang selama 14 hari dari tanggal 17 Februari 2020 – 29 Februari 2020 di Ruang
Laboratorium

HASIL IDENTIFIKASI HAZARD


DI RUANG LABORATORIUM RS ERNALDI BAHAR PALEMBANG

4.1. RUANG LABORATORIUM


4.2. DENAH RUANGAN :

59
4.2.1. DATA PEGAWAI
Analis
Jumlah : 11 orang
Jenis Kelamin : 1 Orang analis laki-laki
10 Orang analis Perempuan

Hari Kerja :
o Pagi : 07.30 wib – 14.00 wib
o Sore : 14.00 wib - 20.00 wib
o Malam : 20.00 wib – 07.30 wib

60
Jumlah Dokter : 1 orang dokter patologi klinik sebagai kepala instalasi
Cleaning servise : 2 Orang perempuan (Jam kerja setiap hari mulai
Pukul 06.00 wib s.d 16.00 wib)

4.2.2. PROSES KERJA ATAU PROSEDUR KERJA


Fungsi Ruangan di Tempat Kerja
Ruang Pengambilan sampel : Tempat petugas mengambil sampel pemeriksaan
Ruang Pelayanan darah : Tempat petugas melayani kebutuhan darah
Ruang penyimpanan reagen : Tempat petugas menyimpan bahan reagen
Ruang pemeriksaan 1&2 : Tempat petugas memeriksa sampel

Macam Kerja/ cara kerja :

61
FASILITAS KESEHATAN
o Tempat Sampah : Ada 16 kotak sampah , 9 kotak sampah non
infeksius, 7 kotak sampah infeksius
o Kamar Mandi : Ada 3 kamar mandi, 2 untuk petugas 1 untuk pasien
o Tempat istirahat : Ada 1 buah kamar
o Tempat cuci tangan/wastafel : Ada 7 wastafel
o Kesterilan hasil : Baik
o Kebersihan : baik

4.2.3. FASILITAS ALAT K3

62
APAR, Hidrant, Eye Washer dan Jalur evakuasi

4.2.4. ALAT PELINDUNG DIRI


Alat Pelindung diri yang ada diruangan:
a. Masker
b. Hanscoon
c. Jas Labor
d. Sepatu safety
e. Kacamata google

4.2.5. SIKAP KERJA


Diharapkan kepada semua petugas agar selalu menggunakan APD dalam
melakukan tindakan untuk proteksi terhadap kemungkinan terjadi infeksi nosokomialdan
kecelakaan akibat kerja.

4.2.6.

63
4.2.7. IDENTIFIKASI PENILAIAN TINGKAT RESIKO DAN PERENCANAAN PENGENDALIAN K3RS

No. Identifikasi Hazard Resiko yang Tingkat Upaya Resiko


ditimbulkan Resiko Pengendalian Tupen Tupan
yang Telah di
Lakukan
1. Hazard Fisik Terjadi C1  Monitoring Melakukan Mengajukan
 Suhu kerusakan pada suhu untuk supervisi untuk pergantian air
alat setiap ruangan monitoring suhu conditioner jika
laboratorium pemeriksaan terjadi kerusakan
2. Hazard Biologi
 Tertular penyakit Resiko tertular A1  Pemeriksaan  Menempatkan  Meningkatkan
dari pasien yg penyakit berkala bagi KATIM/PJS kerja TIM yang
diambil sampel petugas shift dalam baik lagi.
setiap
shiftnya.

 Memanfaatkan  Memanfaatkan
waktu istirahat waktu istirahat
yang baik dengan baik.
3. Hazard Kimia Terjadi B1 Adanya lemari B3 Pembuatan ceklist Monitoring/evaluas
Terpercik dan perlukaan dan untuk penyimpanan untuk bahan i penggunaan
terhirup bahan rasa panas di bahan-bahan kimia bahan B3 barang B3 dan
kimia ( contohnya kulit serta ruangan B3
klorin dan mengganggu
deterjen) pernafasan
4. Hazard Ergonomi
 Posisi tubuh saat Rasa pegal di A1  Pemakaian kursi  Meningkatkan  Meningkatkan
melakukan leher dan yang bisa diatur pengetahuan pengetahuan
pemeriksaan pinggang posisi petugas akan petugas

64
menggunakan ketinggiannya bahaya yang dengan
mikroskop ditimbulkan mengikuti
pelatihan K3
5. Hazard Psikologi
 Beban kerja Kelelahan A1  Pembagian tugas  Menempatkan  Meningkatkan
yang sesuai KATIM/PJS kerja TIM yang
 Jadwal dinas shift dalam baik lagi.
yang nyaman setiap
shiftnya.

 Memanfaatkan  Memanfaatkan
waktu istirahat waktu istirahat
yang baik dengan baik.
6. Unsafe Condition Terjadi D1  Bekerja Melakukan Mengajukan
 Tertusuk jarum perlukaan, dengan hati- supervisi permintaan
tertular penyakit hati sesuai laboratorium pembelian APD
dengan SPOP
yg telah
ditetapkan
 Pemakaian
APD
7. Unsafe Act
 Kesalahan pasien Resiko D1  Mengecek ulang  Pengusulan foto  Tersedianya
yang akan diambil kesalahan identitas di blanko labor Stiker
darah diagnosa spesimen dengan khususuntuk
blanko penulisan yang
permintaan bisa ditempel di
 Mengolah blanko labor
spesimen sesuai
dengan SPO yang
sudah ditetapkan

65
 Mengecek hasil
yang diprint alat
dengan hasil yang
ditulis di blanko
permintaaan

66
4.2.8. TABEL PENGUKURAN RESIKO
TABEL UKURAN KEMUNGKINAN / RESIKO

Tingkat Uraian Penjelasan


A Almost Certain (Sangat Mungkin) Kejadian hampir pasti terjadi setiap hari
B Likely (Mungkin) Kejadian yang mempunyai peluang terjadi di setiap situasi
C Moderate (Kadang-Kadang) Kejadian yang dapat terjadi (sekali-kali pada beberapa waktu)
D Unlikely Kejadian ada (tidak kerap kali) di beberapa waktu
E Rare Kejadian hanya terjadi dalam keadaan yang tidak mungkin

TABEL UKURAN TINGKAT KEPARAHAN

Tingkat Uraian Penjelasan


1 Insignificant (Tidak Signifikan) Tidak ada cidera, kerugian fisik kecil
2 Minor (Rendah) Pertolongan pertama yang dibutuhkan, kerugian finansial sedang
3 Moderate (Menengah) Perawatan Medis, kerugian finansial cukup besar
4 Major (Besar) Cidera serius, kehilangan kemampuan produksi, kerugian finansial besar
5 Catastrophic Kematian, kerugian finansial sangat besar

4.2.9. PLANNING OF ACTION (POA)DI RUANG LABORATORIUM RS ERNALDI BAHAR


PALEMBANG

N DATA MASALAH TUJUAN PERENCANAAN WAKTU METODE SASARAN PENJAB


O

67
1 Hazard Fisik : Terjadi Untuk  Melakukan 28-2-2020 Seminar Petugas Mahasiswa
Suhu kerusakan mencegah supervisi Laboratoriu praktek
pada alat terjadinya untuk m
laboratorium kerusakan monitoring
alat suhu
laboratoriu  Mengajuka
m n
pergantian
AC jika
terjadi
kerusakan
2 Hazard Biologi : Resiko Untuk Pemeriksaan 28-2-2020 Seminar Petugas Mahasiswa
Tertular penyakit tertular mencegah berkala bagi laboratoriu praktek
dari pasien yang penyakit terjadinya petugas m
diambil sampel resiko laboratorium
tertular
penyakit
3 Hazard Kimia : Resiko terjadi Untuk Adanya lemari B3 2-2-2020 Seminar Petugas Mahasiswa
perlukaan untuk penyimpanan
Terpercik dan mencegah laboratoriu praktek
dan rasa bahan-bahan kimia
terhirup panas di kulit terjadinya m
serta
perlukaan
mengganggu
pernafasan dan rasa

68
panas di
kulit serta
menggangg
u
pernafasan
4 Hazard Ergonomi Rasa pegal di Untuk Pemakaian kursi 28-2-2020 Seminar Petugas Mahasiswa
yang bisa diatur
Posisi tubuh saat leher dan mencegah laboratoriu Praktek
posisi
melakukan pinggang terjadinya ketinggiannya m
pemeriksaan kelelahan
menggunakan dalam
mikroskop bekerja
5 Hazard Psikologis : Kejenuhan Untuk Memberikan waktu 28-2-2020 Seminar Petugas Mahasiswa
Beban kerja dan kelelahan menghindar istirahat pada laboratoriu praktek
i kejenuhan petugas m
dan
kelelahansa
at bekerja
6 Hazard Unsafe Resiko terjadi Untuk  Pemakaian 26-2-2020 Diskusi Petugas Mahasiswa
Condition : perlukaan, mencegah APD laboratorium praktek
Tertusuk jarum tertular terjadinya  Bekerja
penyakit resiko sesuai dengan
tertusuk SPO
jarum

69
7 Unsafe Act : Resiko Mencegah Menyarankan 26-2-2020 Diskusi Petugas Mahasiswa
Ditemukannya terjadinya terjadinya petugas untuk laboratoriu praktek
petugas yang infeksi infeksi menggunakan APD m
kadang-kadang nasokomial nasokomial saat melakukan
tidak menggunakan dan PAK dan PAK tindakan
APD saat
melakukan
tindakan

4.2.10. ANALISA SWOT

NO STRENGTH WEAKNESS OPPORTUNITY THREATENED


1 Memiliki akses  Tidak adanya perawat  Kesadaran petugas
laboratorium yang strategis sebagai sampling yang kurang
(berada bagian tengah RS) terhadap kesehatan
dan keselamatan

70
kerja
2 Tenaga analis yang  Kondisi ruangan yang  Adanya tunjangan  Gangguan dari
professional dan terampil sepi terutama pada resiko bagi petugas pasien dan keluarga
waktu sore dan malam pasien yang kurang
kooperatif
3  Adanya APD bagi tenaga  Belum maksimalnya  Adanya pemeriksaan  Memungkinkan
kerja dalam upaya kesadaran petugas analis berkala bagi petugas terjadinya infeksi
pencegahan infeksi akan pentingnya APD analis nasokomial
nasokomial Rumah Sakit
4  Fasilitas K3 yang tersedia  Pelaksanaan K3RS  Adanya pelatihan dan  Memungkinkan
di ruang laboratorium belum dilaksanakan seminar mengenai K3 terjadinya infeksi
terdiri dari : secara maksimal Rumah Sakit nasokomial,
- APAR kecelakaan kerja,
- APD yang lengkap penyakit akibat
- Hidrant kerja
- Jalur evakuasi
- Eye Washer
- Kotak sampah
-Handrub/Handwash

71
72
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil identifikasi dengan metode observasi dan wawancara yang


dilakukan oleh mahasiswa program akademik PSIK STIK Bina Husada Palembang di RS.
Ernaldi Bahar dari tanggal 17 Februari – 29 Februari 2020, pada ruangan laboratorium.
Disimpulkan bahwa

1. Hazard Fisik dari hasil identifikasi di ruang Laboratorium ditemukan suhu yang
terkadang tidak stabil.
2. Hazard Biologi di ruang laboratorium ditemukan resiko tertular dari pasien yang
diambil sampelnya
3. Hazard Kimia di ruang laboratorium ditemukan resiko terpercik dan terhirup bahan
kimia
4. Hazard ergonomi di ruang laboratorium ditemukan posisi tubuh saat melakukan
pemeriksaan saat menggunakan mikroskop
5. Hazard Psikologi diruang laboratorim ditemukan beban kerja
6. Hazard Unsafe Condition di ruang laboratorium ditemukan resiko tertusuk jarum
7. Hazard unsafe act di ruang laboratorium ditemukan resiko kesalahan yang akan diambil
darah

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Rumah Sakit

Diharapkan Organisasi Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) RS.Ernaldi Bahar dapat
memonitoring hal-hal yang berkaitan dengan K3, melakukan evaluasi secara continue
dalam pelaksanaan K3 RS yang berguna dan bermanfaat dalam meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit.

5.2.2 Bagi STIK Bina Husada Palembang

Diharapkan pihak institusi pendidikan STIK Bina Husada Palembang membekali


mahasiswa dengan materi K3 yang lebih konfrehensif sehingga mampu menjadi fasilitator
dilahan praktek

73
5.2.3 Bagi Mahasiswa

Diharapkan bagi mahasiswa program profesi ners yang akan melanjutkan praktek K3 di
RS.Ernaldi Bahar agar dapat melanjutkan pelaksanaan Planning Of Action (POA) yang
telah ada agar yang diharapkan dari praktek keperawatan K3 dapat berjalan sesuai dengan
rencana. Kelompok telah melakukan implementasi di beberapa ruangan, diharapkan
kelompok berikutnya untuk melakukan peninjauan kembali perkembangan dari
implementasi yang telah dilakukan.

74

Anda mungkin juga menyukai