OLEH :
DELLA CANTIKA RAMONA
20149011326
BINA HUSADA
PALEMBANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, terdapat 3 famili ular yang berbisa yaitu : Elipidae,
Viperidae dan Hidrophidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal seperti edema dan
perdarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada
anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elipidae tidak terdapat lagi dilokasi
gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
a. Bisa Ular Yang Bersifat Racun Terhadap Darah (Hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah merah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lendir) pada mulut, hidung, tenggorokan dan
lain-lain.
b. Bisa Ular Yang Bersifat Saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut
mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(Nekrotis). Penyebaran peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limpa. c. Bisa Ular
Yang Bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
d. Bisa Ular Yang Bersifat
Kardiotoksin Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung.
e. Bisa Ular Yang Bersifat Cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler. f. Bisa Ular Yang Bersifat Cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
g. Enzim-Enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
Najabungarus (king cobra), berwarna coklat hijau dan terdapat di Sumatra dan
Jawa
Najatripudrat Sputatrix (cobra hitam, ular sendok) panjangnya sekitar 1,5 meter
terdapat di Sumatra dan Jawa.
Najabungarus Candida (ular sendok berkaca mata) sangat berbahaya dan terdapat
di India.
c. Famili Hidropidae meupakan ular laut yang mempunyai ekor pipeh seperti dayung
biasanya berkepala kecil.
Adapun terdapat macam-macam gigi ular berbisa, diantaranya:
a. Aglypha adalah ular yang mempunyai gigi bisa. Contoh ular pyton dan ular sawah
b. Phistoglypha adalah ular yang mempunyai gigi bisa dibelakang. Contoh ular cincin
mas, ular pucuk atau ular daun.
c. Protheroglipha adalah ular yang mempunyai gigi bisa didepan yang efektif utuk
menyalurkan bisa. Contoh Elapidae dan Hidropidae.
Gigitan ular dapat diklasifikasikan beberapa derajat, antara lain :
a. Derajat 0
Dengan tanda-tanda tidak keracunan, hanya ada bekas taring dan gigitan ular,
nyeri minimal dan terdapat edema dan eritema kurang dari 1 inci dalam 12 jam, pada
umunya gejala sistemik yang lain tidak ada.
b. Derajat I
Terjadi keracunan menimal, terdapat bekas taring dan gigitan, terasa sangat nyeri
dan edema serta eritema seluas 1- inci dalam 12 jam, tidak ada gejala sistemik.
c. Derajat II
Terjadi keracunan tingkat sedang terdapat bekas taring dan gigitan, terdapat sangat
nyeri dan edema serta eritema yang terjadi meluas antara 6-12 inci dalam 12 jam.
Kadang-kadang dijumpai gejala sistemik seperti mual, gejala neurotoksi, syok,
pembesaran kelenjar getah bening regional.
d. Derajat III
Terdapat gejala keracunan yang hebat, bekas taring dan gigitan, terasa sangat
nyeri, edema dan eritema yang terjadi luasnya lebih dari 12 inci dalam 12 jam. Juga
terdapat gejala sistemik seperti hipotensi, petekhiae, dan ekimosis serta syok.
e. Derajat IV
Gejala keracunan sangat berat, terdapat bekas taring dan gigitan yang multiple,
terdapat edema dan local pada bagian distal ekstremitas dan gejala sistemik berupa
gagal ginjal, koma sputum berdarah.
a. ANATOMI KULIT
b. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal
epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak
tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit.
Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan
yang paling atas sampai yang terdalam) :
1) Stratum Korneum, Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2) Stratum Lusidum, Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3) Stratum Granulosum, Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula
keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4) Stratum Spinosum, Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan
kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus
mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak
tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi.
Terdapat sel Langerhans.
5) Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis
diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia
dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel
Langerhans).
b. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai
True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis.Tebalnya bervariasi, yang paling tebal
pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan :
1) Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2) Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia.
Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia
meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling
bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi
kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai
banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis
yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung
banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi.
c. Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di
tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis
untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi
panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
b. FISIOLOGI KULIT
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya
adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier
infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma
mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi
telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba
karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit
berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi
dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan
melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur
kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur
meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi
temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang
dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh
darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas. Kulit
memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi,
persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D
b. Gigitan Viperidae/Crotalidae Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo,
cirinya:
1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di
dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu
2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
1.6. Patofisiologi
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa ular
dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular
dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap
gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat ancaman yang
dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panas yang dikeluarkan
mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk mengimobilisasi
secara cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik
pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular terdiri dari bermacam
polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase,
protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Mangsa gigitan ular jenis Elapidae,
biasanya akan mengalami pendarahan kesan daripada luka yang berlaku pada saluran darah
dan pencairan darah merah yang mana darah sukar untuk membeku. Pendarahan akan
merebak sertamerta dan biasanya akan berterusan selama beberapa hari. Pendarahan pada
gusi, muntah darah, ludah atau batuk berdarah dan air kencing berdarah adalah kesan nyata
bagi keracunan bisa ular jenis Elapidae. Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan
darah yang banyak akan mengancam nyawa mangsa. Bila tidak mendapat anti venom akan
terjadi kelemahan anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasaya full paralysis akan
memakan waktu lebih kurang 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3
jam setelah gigitan. Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy.
Tanda - tanda klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat
gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria,
haematomisis, melena dan batuk darah.
1.7 Patoflow
Etiologi (gigitan binatang berbisa)
Otak
Sistem Menyebar melalui pendarahan
neurologi
Perpindahan
Abses
Diterima otak intravaskuler ke
ekstravaskuler
Statik cairan
Persepsi nyeri
Keluarnya cairan
Resiko tubuh
infeksi Nyeri Akut
Kekurangan
volume cairan
Stress Aktifitas
Intoleransi
gg. pola istirahat
aktifitas
dan tidur
1.8 Komplikasi
a. Syok Hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian d.
Gagal napas
10. Penatalaksanaan
a. Prinsip Pengganan Pada Korban Gigitan Ular
1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2) Menetralkan bisa.
b. Pertolongan pertama, pastikan dan sekitar aman dan ular telah pergi secara
pertolongan medis jangan tinggalkan korban selanjutnya lakukan prinsip RIGT yaitu:
R (Reassure) : yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istrihatkan korban, kepanikan
akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke
tubuh. Terkadang pasien pingsan/ panik karena kaget.
I (Immobilisation) : jangan menggerakan korban, untuk tidak berjalan atau lari. Jika
dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak dating, lakukan tehnik balut tekan
(pressure immobilisation) pada daerah sekitar gigitan (tanggan atau kaki) lihat
prossure immobilisation (balut tekan).
G (Get) : bawah korban kerumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T (Tell to Doctor) : informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul pada
korban.
Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
d. Penatalaksanaan Selanjutnya :
a) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%.
b) IVFD RL 16-20 tpm.
c) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
d) ATS profilaksis 1500 iu.
e) SABU 2 flacon dalam NaCl 0,9 % diberikan per drip dalam waktu 30-40
menit.
f) Heparin 20.000 unit/ 24 jam.
g) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2
flacon SABU lagi. SABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
h) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi
berikan adrenalin 0,5 mg IM, hydrocortisone 100 mg IV.
i) Kalau perlu dilakukan hemodialise.
j) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen
k) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam. Catatan: Jika terjadi syok anafilatik
karena SABU, SABU harus dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin.
PRIMARY SURVEY
a. Airway
Jalan nafas bersih
Tidak ada sumbatan jalan nafas
Tidak ada sputum
Tidak ada darah
b. Breathing
Peningkatan frekuensi pernafasan
Napas dangkal
Distress pernapasan
Kelemahan otot pernafasan
Kesulitan bernafas : sianosis
Penggunaan otot bantu pernafasan
c. Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takicardia
Pendarahan di ekstremitas kiri karena gigitan ular
Akral dingin
Sakit kepala
Pingsan
Berkeringat banyak
Pusing, mata berkunang-kunang
CRT > 3 detik
Sianosis
Bunyi jantung : normal S1 dan S2, HR menurun.
d. Disability
Dapat terjadi penurunan kesadaran (E4V4M5)
Kesadaran : somnolen
Pupil : isokor (2mm)
e. Exposure
Tidak ada perdarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada luka, memar.
SECONDARY SURVEY
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
No Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan tindakan 1. Buka jalan nafas
keperawatan 1x6 jam diharapkan dengan gunakan head
berhubungan dengan
pola nafas efektif kembali. tilt dan chin lift
reaksi endotoksin Dengan kriteria hasil : 2. Atur posisi semi
fowler
- Frekuensi pernafasan 16-24 3. Berikan pelembab
x/menit udara kassa basah
- Bernafas mudah NaCL lembab
- Tidak di dapatkan 4. Auskultasi bunyi nafas
penggunaan otot-otot 5. Kolaborasi pemberian
tambahan oksigen
- Bersuara secara adekuat
2. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1 Kaji tanda-tanda vital.
keperawatan 1x24jam 2 Kaji skala nyeri
dengan proses toksikasi/
diharapkan gangguan nyaman dengan PQRST P :
terputusnya kontuinitas nyeri klien teratasi Dengan Nyeri Q : Terus-
kriteria hasil : menerus R : Seluruh
jaringan kulit
Klien melaporkan tidak nyeri Persendian. S : 5 T :
lagi Saat Beraktivitas
Ekspresi wajah tidak meringis 3 Atur posisi senyaman
mungkin
4 Ajarkan teknik
relaksasi dan distraksi
5 Ciptakan lingkungan
yang tenang dan
anjurkan klien
beristirahat yang cukup
6 Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
analgetik
Brunner and Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8.
Volume 1. Jakarta : ECG.
Corwin. J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doengos. Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Tim Training dan Tim Pengkaji Medis Internasional SOS. (2008). PPGD (Pertolongan
Pertama Gawat Darurat) Level 2. Internasional SOS training department : Jakarta.
EgMansjoer. Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : EGC.