Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEDARURATAN


SENGATAN BINATANG BERBISA ATAU GIGITAN ULAR

OLEH :
DELLA CANTIKA RAMONA
20149011326

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA HUSADA

PALEMBANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Racun ular adalah racun hewani yanh terdapat pada ular berbisa. Racun binatang
merupakan campuran berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa
reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap
suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien
dapat membebaskan beberapa zat farmakologi yang dapat meningkatkan keparahan racun
yang bersangkutan.
Gigitan ular adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa ular
adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau
bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler dan
pernapasan.
Jejas Gigit (Bite Mark) dapat berupa luka lecet tekan berbentuk garis lengkung
terputus-putus hematoma atau luka robek dengan tepi rata, luka gigitan umumnya masih baik
strukturnya sampai 3 jam paska trauma, setelah itu dapat berubah bentuk akibat elastisitas
kulit.
Vulnus Morsum merupakan luka yang tercabik-cabik, yang dapat berupa memar, yang
disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang
termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa
merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak disetiap bagian bawah sisi
kepala belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi
merupakan kompleks, terutama protein, yang memiliku aktifitas enzimatik.

1.2. Etiologi

Karena gigitan ular yang berbisa, terdapat 3 famili ular yang berbisa yaitu : Elipidae,
Viperidae dan Hidrophidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal seperti edema dan
perdarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada
anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elipidae tidak terdapat lagi dilokasi
gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
a. Bisa Ular Yang Bersifat Racun Terhadap Darah (Hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah merah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lendir) pada mulut, hidung, tenggorokan dan
lain-lain.
b. Bisa Ular Yang Bersifat Saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut
mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(Nekrotis). Penyebaran peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limpa. c. Bisa Ular
Yang Bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
d. Bisa Ular Yang Bersifat
Kardiotoksin Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung.
e. Bisa Ular Yang Bersifat Cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler. f. Bisa Ular Yang Bersifat Cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
g. Enzim-Enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

1.3 Klasifikasi Gigitan Ular


Gigitan Ular berbisa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Famili Elipadae, terdiri dari :

 Najabungarus (king cobra), berwarna coklat hijau dan terdapat di Sumatra dan
Jawa
 Najatripudrat Sputatrix (cobra hitam, ular sendok) panjangnya sekitar 1,5 meter
terdapat di Sumatra dan Jawa.
 Najabungarus Candida (ular sendok berkaca mata) sangat berbahaya dan terdapat
di India.

b. Famili Viperidae, terdiri dari :

 Ancistrodon Rodostom (ular tanah)


 Lacheis Graninius (ular hijau pohon)
 Micrurus Fulvius (ular batu koral)

c. Famili Hidropidae meupakan ular laut yang mempunyai ekor pipeh seperti dayung
biasanya berkepala kecil.
Adapun terdapat macam-macam gigi ular berbisa, diantaranya:
a. Aglypha adalah ular yang mempunyai gigi bisa. Contoh ular pyton dan ular sawah
b. Phistoglypha adalah ular yang mempunyai gigi bisa dibelakang. Contoh ular cincin
mas, ular pucuk atau ular daun.
c. Protheroglipha adalah ular yang mempunyai gigi bisa didepan yang efektif utuk
menyalurkan bisa. Contoh Elapidae dan Hidropidae.
Gigitan ular dapat diklasifikasikan beberapa derajat, antara lain :
a. Derajat 0
Dengan tanda-tanda tidak keracunan, hanya ada bekas taring dan gigitan ular,
nyeri minimal dan terdapat edema dan eritema kurang dari 1 inci dalam 12 jam, pada
umunya gejala sistemik yang lain tidak ada.
b. Derajat I
Terjadi keracunan menimal, terdapat bekas taring dan gigitan, terasa sangat nyeri
dan edema serta eritema seluas 1- inci dalam 12 jam, tidak ada gejala sistemik.
c. Derajat II
Terjadi keracunan tingkat sedang terdapat bekas taring dan gigitan, terdapat sangat
nyeri dan edema serta eritema yang terjadi meluas antara 6-12 inci dalam 12 jam.
Kadang-kadang dijumpai gejala sistemik seperti mual, gejala neurotoksi, syok,
pembesaran kelenjar getah bening regional.
d. Derajat III
Terdapat gejala keracunan yang hebat, bekas taring dan gigitan, terasa sangat
nyeri, edema dan eritema yang terjadi luasnya lebih dari 12 inci dalam 12 jam. Juga
terdapat gejala sistemik seperti hipotensi, petekhiae, dan ekimosis serta syok.
e. Derajat IV
Gejala keracunan sangat berat, terdapat bekas taring dan gigitan yang multiple,
terdapat edema dan local pada bagian distal ekstremitas dan gejala sistemik berupa
gagal ginjal, koma sputum berdarah.

1.4 Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ
terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang
dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg, Luasnya sekitar 1,5 – 1,9 m2. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5
mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal
terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu.
Kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari
mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

a. ANATOMI KULIT
b. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal
epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak
tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit.
Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan
yang paling atas sampai yang terdalam) :
1) Stratum Korneum, Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2) Stratum Lusidum, Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3) Stratum Granulosum, Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula
keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4) Stratum Spinosum, Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan
kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus
mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak
tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi.
Terdapat sel Langerhans.
5) Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis
diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia
dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel
Langerhans).
b. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai
True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis.Tebalnya bervariasi, yang paling tebal
pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan :
1) Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2) Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia.
Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia
meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling
bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi
kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai
banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis
yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung
banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi.
c. Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di
tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis
untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi
panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

b. FISIOLOGI KULIT
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya
adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier
infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma
mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi
telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba
karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit
berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi
dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan
melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur
kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur
meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi
temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang
dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh
darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas. Kulit
memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi,
persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D

1.5 Manifestasi Klinik


Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah
yang terperangkap di jaringan bawah kulit). Sedangkan gejala sistemik : hipotensi, otot
melemah, berkeringat, mengigil, mual, hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri
kepala, pandangan kabur. Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan
ular berbisa yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain
(nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot),
pulselesness (denyutan). Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
a. Gigitan Elapidae Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular
anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku
pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak
3) 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis urat-
urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot
lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur,
mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24 jam.

b. Gigitan Viperidae/Crotalidae Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo,
cirinya:
1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di
dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu
2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.

c. Gigitan Hydropiidae Misalnya, ular laut, cirinya:


1) Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2) Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh,
dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai
dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti
jantung.
d. Gigitan Crotalidae Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di
daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.
2) Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori:
1) Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa
sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat
berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan
sekitar sisi gigitan luka.
2) Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen.
Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka
yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan
kematian.
3) Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem
saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan
otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya,
korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
4) Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa
elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area
tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba
menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
5) Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.

1.6. Patofisiologi
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa ular
dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular
dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap
gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat ancaman yang
dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panas yang dikeluarkan
mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk mengimobilisasi
secara cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik
pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular terdiri dari bermacam
polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase,
protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Mangsa gigitan ular jenis Elapidae,
biasanya akan mengalami pendarahan kesan daripada luka yang berlaku pada saluran darah
dan pencairan darah merah yang mana darah sukar untuk membeku. Pendarahan akan
merebak sertamerta dan biasanya akan berterusan selama beberapa hari. Pendarahan pada
gusi, muntah darah, ludah atau batuk berdarah dan air kencing berdarah adalah kesan nyata
bagi keracunan bisa ular jenis Elapidae. Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan
darah yang banyak akan mengancam nyawa mangsa. Bila tidak mendapat anti venom akan
terjadi kelemahan anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasaya full paralysis akan
memakan waktu lebih kurang 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3
jam setelah gigitan. Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy.
Tanda - tanda klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat
gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria,
haematomisis, melena dan batuk darah.
1.7 Patoflow
Etiologi (gigitan binatang berbisa)

Daya Toksi masuk ke dalam

Otak
Sistem Menyebar melalui pendarahan
neurologi

Traumatik jaringan Merangsang


hipotalamus
Mengenai saraf
yg berhubungan
dg sistem Kerusakan Terputusnya kointuinitas jaringan Peningkatan suhu
pernafasan kulit

Pelepasan mediator nyeri


Hipertermi
(prostaglandin,histamin, dan bradikinin
Pola nafas nekrosis
tidak efektif

Jaringan mati Diterima reseptor nyeri perifer


Pendarahan
berlebihan
Inflamasi
Impuls ke ssp

Perpindahan
Abses
Diterima otak intravaskuler ke
ekstravaskuler
Statik cairan
Persepsi nyeri
Keluarnya cairan
Resiko tubuh
infeksi Nyeri Akut

Kekurangan
volume cairan

Stress Aktifitas

Ansietas Kelemahan otot

Intoleransi
gg. pola istirahat
aktifitas
dan tidur
1.8 Komplikasi
a. Syok Hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian d.
Gagal napas

1.9. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan
Darah lengkap meliputi leukosit, trombosit, Hemoglobin, hematokrit dan hitung jenis
leukosit. Faal Hemostasis (Prothrombin time, Activated Partial Thromboplastin time,
International Normalized Ratio), Cross Match, Serum elektrolit, Faal ginjal (BUN,
Kreatinin), Urinalisis untuk melihat myoglobinuria, dan Anlisis Gas darah.

b. Pemeriksaan Penunjang lainnya :


1) Radiografi thoraks untuk melihat apakah ada edema pulmoner
2) Radiografi untuk mencari taring tulang yang teringal.

10. Penatalaksanaan
a. Prinsip Pengganan Pada Korban Gigitan Ular
1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2) Menetralkan bisa.
b. Pertolongan pertama, pastikan dan sekitar aman dan ular telah pergi secara
pertolongan medis jangan tinggalkan korban selanjutnya lakukan prinsip RIGT yaitu:
R (Reassure) : yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istrihatkan korban, kepanikan
akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke
tubuh. Terkadang pasien pingsan/ panik karena kaget.
I (Immobilisation) : jangan menggerakan korban, untuk tidak berjalan atau lari. Jika
dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak dating, lakukan tehnik balut tekan
(pressure immobilisation) pada daerah sekitar gigitan (tanggan atau kaki) lihat
prossure immobilisation (balut tekan).
G (Get) : bawah korban kerumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T (Tell to Doctor) : informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul pada
korban.
Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):

1) Balut tekan pada kaki:


1) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
2) Keringkan sekitar luka gigitan.
3) Gunakan pembalut elastis.
4) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
5) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik
ke atas.
6) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
7) Jangan melepas celana atau baju korban.
8) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai
menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap
pink).
9) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
2) Balut tekan pada tangan:
a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut)
b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
d) Pasang papan sebagai fiksasi.
e) Gunakan mitela untuk menggendongtangan.

d. Penatalaksanaan Selanjutnya :
a) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%.
b) IVFD RL 16-20 tpm.
c) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
d) ATS profilaksis 1500 iu.
e) SABU 2 flacon dalam NaCl 0,9 % diberikan per drip dalam waktu 30-40
menit.
f) Heparin 20.000 unit/ 24 jam.
g) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2
flacon SABU lagi. SABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
h) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi
berikan adrenalin 0,5 mg IM, hydrocortisone 100 mg IV.
i) Kalau perlu dilakukan hemodialise.
j) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen
k) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam. Catatan: Jika terjadi syok anafilatik
karena SABU, SABU harus dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin.

e. Pemberian SABU (Serum Anti Bisa Ular)


Pemberian SABU sesuai derajat parrish Derajat Parrish Pemberian ABU 0-1 Tidak
perlu 2 5-20 cc (1-2 ampul), 3-4 40-100 (4-10 ampul) Klasifikasi derajat parrish
Derajat Parrish Ciri
1. Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca gigitan.
2. Pembengkakan minimal, diameter 1 cm I 1. Bekas gigitan 2 taring 2. Bengkak
dengan diameter 1-5 cm. 3. Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam II 1.
Sama dengan derajat 2. Petechie, echimosis
3. 3. Nyeri hebat dalam 12 jam III 1. Sama dengan derajat I dan II 2. Syok dan
distress napas, echimosis seluruh tubuh IV Sangat cepat memburuk.
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Keperawatan


a Identitas Klien
Keseluruhan identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan, agama, suku, diagnosa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
nomor medical record, dan lain-lain.
b Identitas Penanggun Jawab
Keleseluruhan identitas penanggun jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, dan
hubungan dengan pasien.
c Keluhan Utama Adanya mual, muntah, nyeri, merah dan oedem pada daerah gigitan,
nyeri diserta demam, gatal-gatal, sesak nafas.
d Riwayat Penyakit Sekarang Bagian ekstremitas digigit ular terasa panas disertai sesak
nafas. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik bagian ekstremitas klien ditemukan bekas
gigitan luka yang sudah membengkak, dimana pembengkakan tersebut sudah
mengalami perubahan warna.
e Riwayat Penyakit Dahulu Klien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya, dan
tidak ada riwayat pemakaian obat-obatan.
f Riwayat Penyakit Keluarga Ditanyakan adanya keluarga yang menderita penyakit
yang sama.
g Riwayat Psiko, Sosio, Spiritual Adanya kecemasan dengan kondisinya sekarang,
memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya dan kooperatif pada tindakan yang
diberikan oleh dokter dan perawat, bagaimana kegiatan spiritual.

PRIMARY SURVEY
a. Airway
 Jalan nafas bersih
 Tidak ada sumbatan jalan nafas
 Tidak ada sputum
 Tidak ada darah
b. Breathing
 Peningkatan frekuensi pernafasan
 Napas dangkal
 Distress pernapasan
 Kelemahan otot pernafasan
 Kesulitan bernafas : sianosis
 Penggunaan otot bantu pernafasan
c. Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takicardia
 Pendarahan di ekstremitas kiri karena gigitan ular
 Akral dingin
 Sakit kepala
 Pingsan
 Berkeringat banyak
 Pusing, mata berkunang-kunang
 CRT > 3 detik
 Sianosis
 Bunyi jantung : normal S1 dan S2, HR menurun.
d. Disability
 Dapat terjadi penurunan kesadaran (E4V4M5)
 Kesadaran : somnolen
 Pupil : isokor (2mm)
e. Exposure
Tidak ada perdarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada luka, memar.

SECONDARY SURVEY
 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum

Kesadaran : somnolen, GCS : 13 TTV = TD : Normal / Hipertensi (n: 120/80 mmHg);


Suhu : 36,0oC - 37,0oC; Nadi : 60-100 x/mnt; RR : Normal/ meningkat (n : 16-20
x/mnt).
 Keadaan Khusus
1. Kepala
Bentuk kepala : Mesochepal
Rambut : bersih
Warna rambut : Hitam tidak beruban
Kebersihan : Bersih
2. Mata Letak :
Simestris
Konjungtiva :
Normal Sklera :
Normal Oedema :
Ada
Jarak pandang : berkunang – kunang
3. Hidung
4. Mulut dan gigi Mukosa : Lembab Bibir : Normal Caries : Tidak ada gigi Lidah :
Bersih
5. Leher
 Paru-paru :
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, tidak ada jejas
Palpasi : vocal fremitus teraba kanan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : vesikuler
 Jantung :
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : teraba ictus kordis di SIC V dan VI
Perkusi : Pekak
Auskultasi : terdengar bunyi S1 dan S2
8. Abdomen :
Bentuk :
Simestris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan hepar, gastic dan pembesaran
Auskultasi : Peristaltik usus 10 x/menit
Perkusi : Tympani
9. Genital
Jenis kelamin : Normal, tidak ada kelainan
Kateter : tidak ada
10. Ekstremitas
Atas : Terpasang infus NaCl 0,9 % di tangan dextra, tidak ada edema
Bawah : Akral dingin, bengkak pada luka gigitan, kekakuan otot kaki dextra, nyeri
pada luka.

2.2 Prioritas Masalah


1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
2 Nyeri berhubungan dengan gigitan ular berbisa
3 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot-otot
5 Ansietas berhubungan dengan koping individu yang tidak efektif.

2.3 Diagnosa Keperawatan


1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
2 Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi/ terputusnya kontuinitas jaringan kulit
3 Hipertemia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, efek langsung dari
sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperature, proses
infeksi.
4 Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan dirumah sakit/ prosedur isolasi,
mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian.
5 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
2.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan tindakan 1. Buka jalan nafas
keperawatan 1x6 jam diharapkan dengan gunakan head
berhubungan dengan
pola nafas efektif kembali. tilt dan chin lift
reaksi endotoksin Dengan kriteria hasil : 2. Atur posisi semi
fowler
- Frekuensi pernafasan 16-24 3. Berikan pelembab
x/menit udara kassa basah
- Bernafas mudah NaCL lembab
- Tidak di dapatkan 4. Auskultasi bunyi nafas
penggunaan otot-otot 5. Kolaborasi pemberian
tambahan oksigen
- Bersuara secara adekuat
2. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1 Kaji tanda-tanda vital.
keperawatan 1x24jam 2 Kaji skala nyeri
dengan proses toksikasi/
diharapkan gangguan nyaman dengan PQRST P :
terputusnya kontuinitas nyeri klien teratasi Dengan Nyeri Q : Terus-
kriteria hasil : menerus R : Seluruh
jaringan kulit
Klien melaporkan tidak nyeri Persendian. S : 5 T :
lagi Saat Beraktivitas
Ekspresi wajah tidak meringis 3 Atur posisi senyaman
mungkin
4 Ajarkan teknik
relaksasi dan distraksi
5 Ciptakan lingkungan
yang tenang dan
anjurkan klien
beristirahat yang cukup
6 Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
analgetik

3. Hipertemia Setelah dilakukan tindakan 1.


Kaji saat timbulnya
keperawatan selama 1x24 jam Demam
berhubungan dengan
diharapkan suhu tubuh kembali 2.
Observasi tanda vital
peningkatan tingkat normal dg KH : (suhu, nadi, tekanan
darah, pernafasan)
metabolisme, efek
- Suhu normal : 36,0-37,0ºC 3. Pantau suhu
langsung dari sirkulasi Nadi normal : 60-100x/m, lingkungan, batasi
TD normal : TD : 120/80 linen tempat tidur
endotoksin pada
mmhg 4. Berikan kompres
hipotalamus, perubahan - Tidak ada perubahan warna hangat
kulit 5. Berikan terapi
pada regulasi
Cairan intravena dan
temperature, proses infeksi
- Tidak ada pusing dokter

Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1 Berikan penjelasan


keperawatan selama 1x24 jam di dengan sering dan
dengan krisis situasi,
harapkan pola ansietas hilang dg informasi tentang
perawatan dirumah KH : prosedur perawatan
2 Tunjukkan keinginan
sakit/ prosedur isolasi,
 Menyatakan kesadaran untuk mendengar dan
mengingat pengalaman perasaan dan berbicara pada pasien
menerimanya dengan cara bila prosedur bebas dari
trauma, ancaman
yang sehat, nyeri
kematian  Mengatakan ansietas 3 Kaji status mental,
hilang/ berkurang termasuk suasana
 TTV dalam rentang hati/afek
normal : TD : 80- 4 Dorong pasien untuk
120mmhg, RR : 16- bicara tentang luka
20x/menit setiap hari
 Tidak mengalami 5 Jelaskan pada pasien
gangguan tidur apayangterjadi.
Berikan kesempatan
untuk bertanya dan
berikan jawaban
terbuka/jujur

Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengikatan


keperawatan 3x24 jam pada daerah atas luka
berhubungan dengan
diharapkan infeksi tidak terjadi. 15-30 cm dari luka
ketidakadekuatan Dengan kriteri hasil : gigitan
2. Pertahankan tehnik
pertahanan tubuh
 Menghindari paparan isolasi
yang bisa mengancam 3. Cuci tangan sebelum
kesehatan atau setelah melakukan
 Leukosit dalam batas tindakan
normal (5.000-10.000) 4. Pertahankan tehnik
 Memperoleh immunisasi aseptik
yang sesuai 5. Kolaborasi pemberian
 Mengenali perubahan anti bisa ular
status kesehatan 6. Kolaborasi pemberian
antibiotic, obat SABU
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8.
Volume 1. Jakarta : ECG.
Corwin. J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doengos. Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Tim Training dan Tim Pengkaji Medis Internasional SOS. (2008). PPGD (Pertolongan
Pertama Gawat Darurat) Level 2. Internasional SOS training department : Jakarta.
EgMansjoer. Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai