Anda di halaman 1dari 114

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Persalinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam
kehidupan wanita. Proses persalinan memiliki arti yang berbeda disetiap
wanita, dengan belum adanya pengalaman akan memunculkan kecemasan
dan ketakutan yang berlebih selama proses persalinan. Keadaan ini sering
terjadi pada wanita yang pertama kali melahirkan (Wijaya dkk, 2014).
Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui
jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan ataupun tanpa bantuan
(kekuatan sendiri) (Sulistyowati & Nugraheny, 2013).

Proses persalinan dipengaruhi tiga faktor berupa passage (jalan


lahir), passanger (janin), power (kekuatan). Persalinan dapat berjalan
dengan normal (Euthocia) apabila ketiga faktor terpenuhi dengan baik.
Selain itu terdapat faktor lain yang mempengaruhi proses persalinan yaitu
psikologis dan penolong (Rohanidkk, 2011). Pada ibu yang pertama kali
menjalani proses persalinan akan takut, cemas, khawatir yang berakibat
pada peningkatan nyeri selama proses persalinan dan dapat menganggu
jalan persalinan menjadi tidak lancar (Wijaya dkk, 2014). Sehingga dalam
suatu persalinan seorang istri membutuhkan dukungan fisik maupun psikis
agar dapat meringankan kondisi psikologis ibu yang tidak stabil, peran
suami sangat dibutuhkan selama proses persalinan.
Calon ibu yang siap secara fisik dan mental akan menjalani proses
persalinan yang lancar tetapi tidak semua calon ibu siap secara fisik dan
mental. Persiapan secara fisik dan mental sangat dibutuhkan calon ibu
untuk menghadapi proses persalinan. Ketika calon ibu tidak siap secara
fisik dan mental maka cenderung mengalami kendala saat persalinan
berlangsung. Kendala-kendala saat menghadapi proses persalinan dapat

1
dibedakan atas kendala secara fisik dan kendala secara mental. Kendala
secara fisik, berkaitan dengan keadaan fisik ibu seperti sistem penyokong
persalinan yaitu uterus, panggul, tenaga/kekuatan ibu untuk mendorong
bayi, jalan lahir ibu yang bervariasi,dan bayi yang tidak siap secara fisik
seperti bayi yang memiliki ukuran tidak lazim, perkembangan yang
abnormal pada bayi, plasenta, tali pusat, atau cairan amnion. Kendala
secara mental berkaitan dengan perasaan cemas, panik dan tegang
berlebihan yang dialami calon ibu. Perasaan cemas calon ibu bersumber
dari informasi yang diperoleh melalui literatur seputar proses persalinan,
melihat video persalinan, mendengar cerita saudara ataupun teman yang
telah menjalani proses persalinan yang menyakitkan ataupun rasa khawatir
muncul dalam pikiran calon ibukarena mencemaskan kesehatan dan
kelengkapan fisik bayi.
Dampak yang mungkin akan timbul pada ibu apabila persalinan
tidak ditangani secara cepat dan tepat akan menyebabkan perdarahan
karena atonia uteri, retensio plasenta, laserasi serviks atau vagina, rupture
uteri dan inversio uteri,sedangkan dampak yang mungkin timbul pada bayi
baru lahir yaitu asfiksia, bayi berat lahir rendah, kelainan bawaan trauma
persalinan (syaifuddin,2010:358-360). Upaya yang dilakukan untuk
menekan AKI dan AKB dengan memberikan pelayanan kesehatan yang
berkualitas dan berkisenambungan mulai dari hamil, bersalin, nifas,
neonatus dan pemilihan alat kontrasepsi. Pelayanan kesehatan yang
diberikan pada ibu hamil melalui pemberian pelayanan antenatal minimum
2 kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 28 minggu–lahir). Pelayanan
tersebut diberikan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan
janin berupa deteksi dini faktor resiko, pencegahan dan penanganan dini
komplikasi kehamilan.
Pelayanan kesehatan yang di berikan pada ibu bersalin yaitu
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih (dokter spesialis
kebidanan dan kandungan (SpoG), dokter umum dan bidan). Pelayanan
kesehatan pada ibu nifas sesuai standart yang dilakukan sekurang-

2
kurangnya 4 kali sesuai jadwal yang di anjurkan yaitu KF (Kunjungan
Nifas) 1 pada 6 jam-8 jam pasca salin, KF (Kunjungan Nifas) 2 pada hari
ke 6 pasca salin KF (Kunjungan Nifas) 3 pada hari ke 14 pascasalin dan
KF (Kunjungan Nifas) 4 pada minggu ke 6 pascasalin. Pelayanan
kesehatan neonatus dengan melakukan kunjungan neonatus (KN) lengkap
yaitu KN 1 kali pada usia 0 jam-48 jm, KN 2 pada hari ke 3-7 hari dan
KN3 pada hari ke 8-28. Pelayanan pertama yang di berikan pada
kunjungan neonatus adalah pemeriksaan sesuai Standart Manajemen
Terbaru Bayi Muda (MTBM) dan konseling perawatan bayi baru lahir
termasuk ASI Eksklusif dan perawatan tali pusat. Pelayanan kesehatan
pada ibu nifas dan neonatus juga mencakup pemberian
komunikasi,informsi dan Edukasi(KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi
barulahir,termasuk kelurga berencanapasca salin (Kemenkes, RI.2013: 72-
90)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari persalinan?
2. Apa saja teori terjadinya persalinan?
3. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi persalinan?
4. Bagaimana mekanisme persalinan?
5. Apa saja tanda-tanda persalinan?
6. Bagaimana proses persalinan kala I, kala II, dan kala III?
7. Bagaimana proses patologi persalinan?
8. Bagaimana mekanisme dari infeksi Intrapartum?
9. Bagaimana mekanisme dari pendarahan pasca persalinan?
10. Bagaimana mekanisme dari KPD (Ketuban Pecah dini)?
11. Bagaimana mekanisme dari kehamilan ganda?
12. Bagaimana mekanisme dari prolapse pada tali pusar?
13. Bagaimana mekanisme dari Hidrosefalus?
14. Bagaimana mekanisme dari Bayi Lentak Lintang dan Bayi letak
sungsang?
15. Bagaimana mekanisme dari presentasi dahi dan presentasi muka?

3
16. Bagaimana mekanisme dari Distosia?
17. Bagaimana mekanisme dari Solutio plasenta?
18. Bagaimana mekanisme dari Gangguan pengeluaran plasenta?
19. Bagaimana mekanisme dari Luka dijalan lahir?
20. Bagaimana mekanisme dari Infeksi pasca persalinan?
21. Bagaimana mekanisme dari Ruptur uteri?
22. Bagaimana mekanisme dari Trauma perineum?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pesalinan.
2. Untuk mengetahui apa saja teori terjadinya persalinan.
3. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi persalinan.
4. Untuk mengetahui mekanisme persalinan.
5. Untuk mengetahui tanda-tanda dari persalinan.
6. Untuk mengetahui proses dari persalinan kala I, kala II, dan kala
III.
7. Untuk mengetahui patologi dari persalinan.
8. Untuk mengetahui mekanisme infeksi intrapartum.
9. Untuk mengetahui mekanisme perdarahan pasca persalinan.
10. Untuk mengetahui mekanisme KPD (ketuban pecah dini)
11. Untuk mengetahui mekanisme kehamilan ganda.
12. Untuk mengetahui mekanisme prolaps pada tali pusar.
13. Untuk mengetahui mekanisme Hidrosefalus?
14. Untuk mengetahui mekanisme bayi letak lintang dan bayi letak
sungsang.
15. Untuk mengetahui mekanisme presentasi dahi dan presentasi
muka.
16. Untuk mengetahui mekanisme Distosia.
17. Untuk mengetahui mekanismeSolutio plasenta.
18. Untuk mengetahui mekanisme gangguan pengeluaran plasenta.
19. Untuk mengetahui mekanisme luka dijalan lahir.
20. Untuk mengetahui mekanisme infeksi pasca persalinan.

4
21. Untuk mengetahui mekanisme rupture uteri.
22. Untuk mengetahui mekanisme trauma perineum.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERSALINAN
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi, yang mampu
hidup, dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro,
2008).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
uteri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui
jalan lahir atau melalui jalan lahir lain, dengan atau tanpa bantuan
(kekuatan sendiri) (Manuaba, 1998).
Persalinan adalah pengeluaran produk konsepsi yang viable
melalui jalan lahir biasa (Mochtar, 1998).
Dengan demikian, kami menyimpulkan bahwa persalinan adalah
proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus ke
dunia luar. Persalinan mencakup proses fisiologis yang memungkinkan
serangkaian perubahan yang besar pada ibu dan untuk dapat melahirkan
janinya melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal merupakan
proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulana (37-
42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin.
Pengertian persalinan dapat juga diartikan menjadi tiga bagian
menurut cara persalinan :
a. Persalinan normal atau disebut juga persalinan spontan. Pada
persalinan ini, proses kelahiran bayi pada letak belakang kepala
(LBK) dengan tenaga ibu sendiri berlangsung tanpa bantuan
alat serta tidak melakuai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam.
b. Persalinan abnormal/buatan. Persalinan pervagina dengan
menggunakan bantuan alat, seperti ekstraksi dengan forceps

6
atau vakum atau melalui dinding perut dengan operasi sectio
caesarea atau SC.
c. Persalinan anjuran. Persalinan tersebut tidak dimulai dengan
sendirinya, tetapi baru berlangsung setelah dilakukan
perangsangan, seperti dengan pemecahan ketuban dan pemberian
prostaglandin.

Menurut usia kehamilan, persalinan dapat dibagi menjadi empat


macam :

a. Abortus (keguguran). Penghentian dan pengeluaran hasil


konsepsi dari jalan lahir sebelum mampu hidup di luar
kandungan. Usia kehamilanl biasanya mencapai kurang ari 28
minggu dan berat janin kurang dari 1000 gram.
b. Partus prematurus. Pengeluaran hasil konsepsi baik secara
spontan atau buatan sebelum usia kehamilan 28-36 minggu
dengan berat janin kurang dari 2.499 gram.
c. Partus maturus atau aterm (cukup bulan). Pengeluaran hasil
konsepsi yang spontan ataupun buatan antara usia kekhamilan
37-42 minggu dengan berat janin lebih dari 2.500 gram.
d. Partus postmaturus (serotinus). Pengeluaran hasil konsepsi
yang spontan ataupun buatan melebihi usia kehamilan 42
minggu dan tampak tanda-tanda janin postmatur.
B. TEORI TERJADINYA PERSALINAN
a. Teori Kerenggangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontrasu sehingga
persalinan dimulai.
b. Teori penurunan progesteron
Progesteron menurun menjadikan otot rahim sensitif sehingga
menimbulkan his atau kontraksi.

7
c. Teori oksitosin
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah sehingga dapat
mengakibatkan his.
d. Teori pengaruh prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat pada usia kehamilan 15
minggu yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat
hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi
dikeluarkan.
e. Teori plasenta menjadi tua
Dengan bertambahnya usia kehamilan, plasenta menjadi tua dan
menyebabkan villi corialis mengalami perubahan sehingga kadar estrogen
dan progesteron turun. Hal ini menimbulkan kekejangan pembuluh darah
dan menyebabkan kontraksi rahim.
f. Teori distensi rahim
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot-otot uterus sehingga mengganggu sirkulasii
uteroplasenter.
g. Teori berkurangnya nutrisi
Teori ini ditemukan pertama kali untuk Hipokrates. Bila nutrisi
pada janin berkurang, maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERSALINAN

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan persalinan,


yaitu (sumarah, 2009)

a. Passage (jalan lahir) terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang
padat, dasar panggul,vagina, dan introitus (lubang luar vagina)
b. Passager (janin dan plasenta) bergerak sepanjang jalan lahir
merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala
janin , presentasi ,letak, sikap, dan posisi janin persalinan.

8
c. power (kekuatan) adalah kemampuan ibu melakukan kontraksi
involunter dan volunteer secara bersamaan untuk mengeluarkan
janin dan plasenta dari uterus.
d. Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan
seperti posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok.
e. Psikologis dimana tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan
meningkat jika ia tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya atau
yang disampaikan kepadanya.
D. MEKANISME PERSALINAN
a. Tahap pembukaan 1
Fase ini biasanya jadi fase yang paling lama dilalui oleh
seorang ibu hamil, bisa terjadi dalam jangka waktu beberapa hari,
bahkan bisa beberapa minggu, tanpa kontraksi yang berarti kurang
dari 1 menit lamanya. Namun pada sebagian orang, ada yang
mengalami 2 hingga 6 jam saja atau hanya sepanjang 24 jam, tapi
dengan kontraksi yang lebih jelas. Yang terjadi pada ibu di tahap
ini mulut rahimnya mengalami pembukaan ataupun dilatasi sebesar
1 cm.
Posisi kepala janin di tahap pembukaan pertama ini sudah
berada di tempat yang tepat dan menuju arah jalan lahir, tapi di
fase ini janin bunda masih berdiam diri. Belum ada pergerakan
apapun untuk dapat menuju rongga panggul.
b. Tahap pembukaan 2
Tahap ini berlangsung sekitar 12 sampai 14 jam untuk
kehamilan bunda yang pertama & sekitar 6 hingga 10 jam untuk
masa kehamilan berikutnya. Yang terjadi pada bunda di fase ini
adalah mulut rahim sudah mengalami pembukaan sekitar 2 cm.
Rasa mulas yang mungkin timbul mengakibatkan perut jadi terasa
seperti kram, mirip dengan saat menstruasi.
Beberap wanita hamil juga ada yang merasakan mual,
kembung dan nyeri puggung. Bahkan ada juga yang diare atau

9
pisang. Sistem pencernaan bunda akan melambat, oleh karena itu
lebih baik bunda mengosumsi makanan yang ringan saja seperti
sup, roti atau sereal dan perbanyak minum air putih. Yang terjadi
pada janin bunda difase ini masih belum ada pergerakan berarti
darinya untuk menuju kearah rongga panggul.
c. Tahap pembukaan 3
Di tahap pembukaan dalam proses persalinan yang ke tiga
ini bunda sudah berada pada awal fase aktif dalam proses
melahirkan. Mulut rahim juga telah terbuka sebesar 3 cm. Bunda
akan mengalami kontraksi yang biasanya diawali dengan jeda
waktu sekitar 30 menit hingga 1 jam dari kontraksi yang pertama
ke kontraksi berikutnya. Apabila kontraksinya bertambah berat dan
semakin teratur, posisi janin bunda di tahap ini mulai mengarah ke
bagian rongga pinggul, tapi penurunannya belum terlalu signifikan.
d. Tahap pembukan 4

Mulut rahim di fase ini telah terbuka sebesar 4 cm dan jadi


tipis serta terbuka dikarenakan adanya kontraksi rahim yang secara
berkala untuk mendorong bayi anda ke jalan lahir. Gejala yang
paling khas pada tahap pembukaan dalam proses persalinan ke 4
ini adalah pecahnya air ketuban yang jadi petanda makin
terbukanya jalan lahir Yang nantinya akan mengantarkan si kecil
melihat dunia. Tapi, tidak semua wanita hamil mengalami
pecahnya ketuban saat memasuki pembukaan empat, bisa juga
terjadi pada saat pembukaan lima hingga enam.

Yang terjadi pada janin di fase ini adalah pada tiap kontraksi
rahim yang terjadi, bayi akan semakin terdorong ke bagian bahwa
sehingga meyebabkan terjadinya pembukaan jalan lahir yang
makin besar.

10
e. Tahap pembukaan 5

Mulut rahim sudah mulai terbuka sebesar 5 cm. Kontraksi


juga akan terjadi diawali dengan rentang Waktu 30 menit hingga
satu jam dari kontraksi yang pertama ke kontraksi yang berikutnya.
Frekuensi setiap kontraksi mencapai 2 sampai 5 menit lamanya.
Kepala janin sekarang berada dalam posisi yang melintang pada
salah satu pinggul bunda, lalu kepala janin akan berangsur
menghadap ke bagian rongga panggul.

f. Tahap pembukaan 6

Mulut rahim sudah terbuka sebesar 6 cm. Kontraksi yang


dirasakan akan semakin kuat dengan selang waktu sekitar 3 sampai
5 menit diantara kontraksi satu dengan kontraksi yang lainnya.
Frekuensinya sudah mencapai 1 hingga 1,5 menit per kontraksi.
Yang terjadi pada janin di tahap pembukaan dalam proses
persalinan ke 6 ini adalah kepala janin telah masuk sepenuhnyake
dalam rongga panggul dan diameter kepala terlebar sudah melewati
bagian pinggir rongga panggul. Idealnya kepala bayi juga sudah
melewati bagian panggul tersempit.

g. Tahap pembukaan 7
Mulut rahim sudah terbuka sebesar 7 cm. Kontraksi akan
datang semakin kuat dan terjadi 2 sampai 3 menit sekali selama 1,5
menit dan dengan puncak kontraksi yang sangat kuat, yang terjadi
pada janin di tahap ini adalah adanya penurunan dan lengkungan
kepala janin. Terjadi pula rotasi internal, dimana kepala janin
sudah berputar 90 derajat sehingga bagian bawah janin
mengahadap kearah rektum ibu.
h. Tahap pembukaan 8

Mulut rahim sudah terbuka sebesar 8 cm. Bunda bisa


merasakan tekanan yang sangat kuat pada bagian bawah punggung.

11
Begitu juga tekanan pada bagian anus disertai sebuah dorongan
untuk mengejam. Oleh sebab itu, bunda akan merasakan panas di
sukujur tubuh dan selanjutnya beralih merasakan tubuhh
berkeringat dingin.

Di fase ini terjadi juga pengeluaran lendir dan darah yang


semakin bertambah karena semakin bertambah karena semakin
banyaknya pembuluh kapiler bunda yang pecah. Mungkin juga
akan terjadi kejang kaki, rasa mengantuk terjadi di antara waktu
kontraksi dikarenakan oksigen yang secara otomatis akan beralih
dari otak ke area persalinan.

Yang terjadi pada janin di tahap pembukaan dalam proses


persalinan ke 8 ini adalah di dalam rongga panggul, janin berusaha
untuk terus bisa meluncur ke bawah lewat jalan lahir yang semakin
terbuka dengan lebar. Kontraksi akan membantu bayi anda
bergerak dengan leluasa.

i. Tahap pembukaan 9

Mulut rahim bunda sudah terbuka sebesar 9 cm. Masa


transisi ini jadi masa yang paling sulit bagi ibu, sebab merupakan
masa hampir berakhirnya fase pembukaan dan sebentar lagi
pembukaan jalan lahir akan adi sempurna. Kontraksi yang terjadi
juga akan semakin sering dan kuat. Bunda mungkin akan
mengalami rasa sakit yang cukup hebat, kebanyakan wanita merasa
bahwa fase pembukaan ini merupakan masa yang paling berat.
Bunda akan merasakan rasa mulas yang cukup hebat dan terasa
seperti ada sebuah tekanan yang begitu besar ke arah bawah,
seperti saat ingin buang air besar. Yang terjadi pada janin di tahap
pembukaan dalam proses melahirkan di fase ini adalah bayi yang
sudah berada pada rongga panggul akan makin turun ke bawah tiap
kali kontraksi terjadi.

12
j. Tahap pembukaan 10
Mulut rahim sudah terbuka sebesar 10 cm dan telah di
nyatakan sebagai pembukaan sempurna. Karena kepala janin di
fase ini sudah masuk rongga panggul, maka tekanan pada otot-otot
dasar bagian panggul secara reflektoris telah menimbulkan rasa
ingin mengejan. Bunda akan merasa seperti saat ingin buang air
besar yang begitu teramat sangat, dengan tanda anus mulai terbuka.
Pada waktu bunda mengejan, kepala janin akan mulai terlihat,
vulva (bagian luar alat kelamin) membuka dan perineum (wilayah
di antara kedua belah paha anda yang dibatasi oleh vagina dan
anus) meregang. Akan merasakan tekanan yang sangat kuat di
daerah perineum di daerah perineum bersifat elastis, maka
tindakan tersebut akan dilakukan agar mencegah perobekan paksa
pada daerah perineum akibat tekaan janin.
Yang terjadi pada janin di tahap pembukaan dalam proses
melahirkan terakhir ini adalah kepala janin semakin menurun dan
masuk sampai rongga panggul. Saat ini banyi anda siap untuk
segera dilahirkan.
E. TANDA-TANDA PERSALINAN
a. Kekuatan his bertambah, makin sering terjadi dan teratur dengan jarak
kontraksi makin pendek sehingga menimbulkan rasa sakit yang lebih
hebat.
b. Keluar lender dan darah lebih banyak
c. Kadang ketuban pecah dengan sendirinya
d. Pada pemeriksaan dalam serviks mulai mendatar dan pembukaan
lengkap.

13
F. PERSALINAN KALA 1, 2 dan 3
a. Asuhan Persalinan Kala I (kala Pembukaan)
Permulaan persalinan ditandai dengan keluarnya lendir bercampur
darah karena serviks mulai mendatar dan membuka. Kala pembuka dibagi
menjadi du fase (mochtar, 1994).
a. Fase laten: pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai
pembukaan 3 cm yang berlangsung dalam tujuh sampai delapan
jam.
b. Fase aktif: berlangsung selanma enam jam yang dibagi atas tiga
subvase, antara lain.
 periode akselerasi, pembukaan menjadi 4 cm yang
berllangsung selam dua jam.
 periode dilatasi maksimal, yaitu dalam waktu 2 jam
pembukaan menjadi 9 cm.
 periode deselerasi, yaitu pembukaan berlansung llambat
kembali dalam waktu dua jam pembukaan dari 9 cm
mencapai lengkap 10 cm. Lamanya kala I untuk
primigravida berlangsung selama 12 jam sedangkan
multigravida sekitar 8 jam. Bardasarkan kurva Friedman
diperhitungkan pembukaan primigravida adalah 1 cm tiap
jam dan untuk multigravida 2 cm tiap jam. Dengan
perhitungan tersebut, maka waktu pembuaan lengkkap
dapat diperkirakan.
a) Perubahan Fisiologi Pada Persalinan kala 1
 Keadaan segmen atas dan segmen bawah rahim pada
persalinan.
Selama persalinan uterus berubah bentuk menjadi dua
bagian yang berbeda. Yaitu segmen atas dan segmen bawah.
Dalam persalinan perbedaan antara segmen atas dan segmen bawah
rahim lebih jelas lagi.Segmen atas memegang peranan yang aktif

14
karena berkontraksi dan dindingnya bertambah tebal dengan
majunya persalinan.
Sebaliknya segmen bawah rahim memegang peran pasif
dan makin tipis dengan majunya persalinan karena diregangkan.
Segmen bawah uterus dianalogikan dengan ismus uterus yang
melebar dan menipis pada perempuan yang tidak hamil.
Sebagai akibat menipisnya segmen bawah uterus dan
bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya
ditandai oleh suatu lingkaran pada permukaan dalam uterus , yang
disebut sebagai cincin retraksi fisiologik. Jadi secara singkat
segmen atas berkontraksi, mengalami retraksi ,menjadi tebal dan
mendorong janin keluar, sebagai respon terhadap gaya dorong
kontraksi pada segmen atas, sedangkan segmen bawah uterus dan
cervix mengadakan relaksasi dan dilatasi dan menjadi saluran yang
tipis dan teregang yang akan dilalui janin. (Ilmu Kebidanan,2009).
Setelah kontraksi maka otot tersebut tidak berelaksasi
kembali ke keadaan sebelum kontraksi tapi menjadi sedikit lebih
pendek walaupun tonusnya seperti sebelum kontraksi. Kejadiaan
ini disebut retraksi. Dengan retraksi ini maka rongga rahim
mengecil dan anak berangsur di dorong kebawah dan tidak banyak
naik lagi ke atas setelah his hilang Akibat retraksi ini segmen atas
semakin tebal dengan majunya persalinan apalagi setelah bayi
lahir.
Kontraksi tidak sama kuatnya, tapi paling kuat di daerah
fundus uteri dan berangsur berkurang ke bawah dan paling lemah
pada segmen bawah rahim. Jika kontraksi dibagian bawah sama
kuatnya dengan kontraksi bagian atas, maka tidak akan ada
kemajuan dalam persalinan. Telah dikatakan bahwa sebagai akibat
retraksi, segmen atas semakin mengecil. Karena pada permulaan
persalinan serviks masih tertutup, maka tentu isi rahim tidak dapat
di dorong ke dalam vagina.

15
Jadi pengecilan segmen atas hanya mungkin jika diimbangi
oleh relaksasi segmen bawah rahim. Sebagian dari isi rahim keluar
dari segmen atas tetapi diterima oleh segmen bawah. Jadi segmen
atas makin lama makin mengecil, sedangkan segmen bawah makin
direnggang dan makin tipis dan isi rahim sedikit demi sedikit
pindah ke segmen bawah. Karena segmen atas makin tebal dan
segmen bawah makin tipis, maka batas antara segmen atas dan
segmen bawah menjadi jelas. Batas ini disebut “ lingkaran retraksi
yang fisiologis”. Kalau segmen bawah sangat diregang maka
lingkaran retraksi lebih jelas lagi dan naik mendekati pusat dan
disebut “lingkaran retraksi yang patologis atau lingkaran
bandl”.Lingkaran bandl adalah tanda ancaman robekan rahim dan
terdapat kalau bagian depan tidak dapat maju misalnya karena
panggul sempit. (Ilmu Kebidanan,2009)
 Perubahan bentuk uterus
Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus
berbentuk ovoid disertai pengurangan diameter horizontal.
Pengaruh perubahan bentuk ini ialah:
 Pengurangan diameter horizontal menimbulkan pelurusan
kolumna vertebralis janin, dengan menekankan kutub
atasnya rapat-rapat terhadap fundus uteri, sementara kutub
bawah di dorong lebih jauh ke bawah dan menuju ke
panggul dikenal sebagai tekanan sumbu janin.
 Dengan memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik-
tarik tegang dank arena segmen bawh dan serviks
merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel,
bagiam ini ditarik ke atas pada kutub bawah janin. Efek ini
merupakan factor yang penting untuk dilatasi serviks pada
otot-otot segmen bawah dan serviks.
 Perubahan pada serviks.

16
Tenaga yang efektif pada kala 1 persalinan adalah
kontraksi uterus, yang selanjutnya akan menghasilkan
tekanan hidrostatik keseluruh selaput ketuban terhadap
servik dan segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban
sudah pecah , bagian terbawah janin di paksa langsung
mendesak servik dan segmen bawah uterus. Sebagai akibat
kegiatan daya dorong ini, terjadi 2 perubahan mendasar:
pendataran dan dilatasi – pada serviks yang sudah melunak.
Pada nulipara penurunan bagian bawah janin terjadi secara
khas agak lambat namun pada multipara, khususnya yang
paritasnya tinggi, penurunan bisa berlangsung sangat cepat.

Pendataran dari serviks ialah pemendekan dari canalis


cervikalis, yang semula berupa sebuah saluran yang panjangnya 1-
2 cm, menjadi suatu lubang saja dengan pinggir yang tipis.
Serabut-serabut setinggi os.serviks internum ditarik keatas, atau
dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi
os.eksternum untuk sementara tidak berubah., pinggiran
os.internum di tarik keatas beberapa sentimeter sampai menjadi
bagian (baik secara anatomi maupun fungsional ) dari segmen
bawah uterus.

Pemendekan dapat dibandingkan dengan suatu proses


pembentukan terowongan yang mengubah suatu panjang sebuah
tabung yang sempit menjadi corong yang sangat tumpul dan
mengembang dengan lubang keluar melingkar kecil. Sebagai hasil
aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang persiapa uterus
untuk persalinan, pendataran sempurna pada serviks yang lunak
kadang kala telah selesai sebelum persalinan aktif dimulai.
Pendataran menyebabkan ekspulsi sumber mucus ketika
saluran servik memendek.Sebetulnya pendataran serviks sudah
dimulai dalam kehamilan dan serviks yang pendek (lebih dari

17
setengahnya telah merata) merupakan tanda dari serviks yang
matang.
Dilatasi adalah pelebaran os serviks eksternal dari muara
dengan diameter berukuran beberapa millimeter sampai muara
tersebut cukup lebar untuk dilewati bayi.. Ketika kontaksi uterus
menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik
kantong amnion akan melebarkan serviks.dilatasi secara klinis
dievaluasi dengan mengukur diameter seriks dalam sentimeter, 0-
10cm dianggap pembukaan lengkap.. Kalau pembukaan telah
mencapai ukuran 10 cm, maka dikatakan pembukaan lengkap.
Pada pembukaan lengkap tidak teraba lagi bibir portio; segmen
bawah rahim, serviks dan vagina telah merupakan satu saluran.
Faktor-faktor yang menyebabkan pembukaan serviks ialah:
 Otot-otot serviks menarik pada pinggir ostium dan
membesarkannya.
 Waktu kontraksi segmen bawah rahim dan serviks diregang
oleh isi rahim terutama oleh air ketuban dan ini menyebabkan
tarikan pada serviks.
 Waktu kontraksi, bagian selaput yang terdapat diatas canalis
servikalis ialah yang disebut ketuban, menonjol kedalam
canalis servikalis, dan membukanya.
Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dialtasi
serviks selama bagian terbawah janin berada pada posisi
meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus.
Pola dialatasi serviks yang terjadi selama berlangsungnya
persalinan normal mempunyai bentuk kurva sigmois, di bagi 2 fase
dilatasi serviks adalah fase laten dan fase aktif. Fase aktif dibagi
menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimum, dan fase deselerasi.
Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif persalinan dihasilkan
oleh retraksi serviks di sekeliling bagian terbawah janin. (Ilmu
Kebidanan,2009)

18
 Perubahan pada vagina dan dasar panggul
Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh
sejumlah lapisan jaringan yang bersama-sama membentuk dasar
panggul. Dalam kala I ketuban ikut meregangkan bagian atas
vagina yang sejak kehamilan mengalami perubahan-perubahan
sedemikian rupa, sehingga dapat dilalui oleh janin. Setelah ketuban
pecah, segala perubahan, terutama pada dasar panggul ditimbulkan
oleh tekanan dari bagian terbawa janin.
Perubahan yang paling nyata terdiri atas peregangan
serabut-serabut mm.levator ani dan penipisan bagian tengah
perineum, yang ebrubah bentuk dari masa jaringan berbentuk baji
setebal 5 sentimeter menjadi (kalau tidak dilakukan episiotomi)
perineum teregang maksimal anus menjadi jelas membuka dan
terlihat sebgai lubang berdiameter 2-3 cm dan disini dinding
anterior rectum menonjol.Regangan yang kuat ini dimungkinkan
karena bertambahnya pembuluh darah pada vagina dan dasar
panggul, tetapi kalau jaringan tersebut robek, maka menimbulkan
perdarahan yang banyak. (ilmu Kebidanan,2009).
b) Perubahan Psikologi Pada Kala 1 Persalinan
Biasanya selama fase laten persalinan wanita mengalami
emosi yang bercampur aduk , wanita merasa gembira, bahagia dan
bebas karena kehamilan dan penantian yang panjang akan segera
berakhir, tetapi ia mempersiapkan diri sekaligus memiliki
kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi. Secara umum, dia
tidak terlalu merasa tidak nyaman dan mampu menghadapi situasi
tersebut dengan baik. Namun untuk wanita yang tidak pernah
mempersiapkan diri terhadap apa yang akan terjadi, fase laten
persalinan akan menjadi waktu ketika ia banyak berteriak dalam
ketakutan bahkan pada kontraksi yang paling ringan sekalipun dan
tampak tidak mampu mengatasinya sampai, seiring frekuensi dan

19
intensitas kontraksi meningkat, semakin jelas baginya bahwa ia
akan segera bersalin.
Bagi wanita yang telah banyak menderita menjelang akhir
kehamilan dan pada persalinan palsu, respons emosionalnya
terhadap fase laten persalinan kadang-kadang dramtis, perasaan
lega , relaksasi dan peningkatan kemampuan koping tanpa
memerhatikan lokasi persalinan. Walaupun merasa letih, wanita
itu tahu bahwa pada akhirnya ia benar-benar bersalin dan apa yang
ia alami saat ini produktif.
Seiring persalinan melalui fase aktif, ketakutan wanita
meningkat. Pada saat kontraksi semakin kuat lebih lama, dan
terjadi lebih sering , semakin jelas baginya bahwa semua itu berada
di luar kendalinya. Dengan kenyataan ini , ia menjadi lebih serius
wanita ingin seseorang mendampinginya karena ia takut ditinggal
sendiri dan tidak mampu mengatasi kontraksi yang diatasi. Ia
mengalami sejumlah kemampuan dan ketakutan yang tak dapat
dijelaskan. Ia dapat mengatakan kepada anda bahwa ia merasa
takut, tetapi tidak menjelaskan dengan pasti apa yang ditakutinya.
Pada fase transisi biasanya ibu merasakan perasaan gelisah
yang mencolok, rasa tidak nyaman menyeluruh, bingung, frustasi,
emosi meledak-ledak akibat keparahan kontraksi, kesadaran
terhadap martabat diri menurun drastis, mudah marah, menolak
hal-hal yang ditawarkan kepadanya, rasa takut sukup besar.
Dukungan yang diterima atau tidak diterima oleh seorang
wanita di lingkungan tempatnya melahirkan, termasuk dari mereka
yang mendampinginya, sangat mempengaruhi aspek psikologisnya
pada saat kondisinya sangat rrentan setiap kali kontraksi timbul
juga pada saat nyerinya timbul secara continue.
Dukungan dan anjuran suami dan anggota keluarga yang
lain untuk mendampingi ibu selama persalinan dan kelahiran.
Anjurkan mereka untuk berperan aktif dalam mendukung dan

20
mengenali langkah-langkah yang mungkin akan sangat membantu
kenyamanan ibu. Hargai keinginan ibu untuk didampingi oleh
teman atau saudara yang khusus (Enkin, et al, 2000).
Keluarga dapat pula memberikan support kepada ibu
dengan cara mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan
pujian kepada ibu, membantu ibu bernafas pada saat kontraksi ,
memijat punggung kaki atau kepala ibu dan tindakan-tindakan
bermanfaat lainnya, menyeka muka ibu dengan lembut,
menggunakan kain yang dibahasi air hangat atau dingin, dan
menciptakan suasana keluargaan dan rasa aman. (pusdiknakes,
2004)
c) Anamnesis pada persalinan kala I
Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan informasi
tentang riwayat kesehatan, kehamilan dan persalinan.
Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan
klinik untuk menentukan diagnosis dan mengembangkan
rencana asuhan atau perawatan yang sesuai.
Langkah 1: pengkajian data
Biodata pasien: nama, jenis kelamin, umur tanggal lahir, alamat dan
lain-lain.
Langkah 2: riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: pada umumnya klien mengeluh nyeri pada
daerah pinggang menjalar ke perut, adanya his yang makin
selalu ingin buang air kemih
b. Riwayat kesehatan sekarang: dalam pengkajian ditemukan
ibu hamil dengan usia kehamilan antara 38-42 minggu. Mulai
timbul his, nyeri dan keluarnya darah serta lendir dan kadang
ketuban pecah dengan sendirinya.

21
c. Riwayat kesehatan dahulu: adanya penyakit yang dapat
menyebabkan resiko tinggi saat persalinan, seperti penyakin
jantung, HT, TB, DM, dan penyakit kelamin, dll.
d. Riwayat kesehatan keluarga: anamese tentang penyakit
keluarga ada hubungannya dan penyakit yang diderita
keluarga ada yang menderita penyakit menular, menurun,
atau menahun, seperti DM, dll.
e. Riwayat kebidanan:
a) Riwayat kehamilan sekarang: HPHT (hari pertama
hari terakhir) untuk menafsirkan (+7) (-3) (+1) / kapan
merasakan gerak janin (primigravida) ada usia kehamilan
(9-20 minggu), rasa pusing, mual muntah, dll. Tanyakan
kepada ibu :
 Apakah ibu pernah melakukan pemeriksaan
antenatal? Jika ya, periksa kartu asuhan
antenatalnya ( jika mungkin).
 Pernahkah ibu mendapat masalah selama
kehamilannya (misalnya; perdarahan, hipertensi,
dll)?
 Kapan mulai kontraksi?
 Apakah kontraksi teratur? Seberapa sering kontraksi
terjadi?
 Apakah ibu maasih merasakan gerakan bayi?
 Apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, apa
warna cairan ketuban? Apakah kental atau encer?
Kapan saat selaput ketuban pecah? (Periksa
perineum ibu untuk melihat air ketuban di
pakaiannya.)
 Apakah keluar cairan bercampur darah dari vagina
ibu? Apakah berupa bercak atau darah segar per

22
vaginam? (Periksa perineum ibu untuk melihat darah
segar atau lendir bercampur darah di pakaiannya.)
 Kapan ibu terakhir kali makan atau minum?
 Apakah ibu mengalami kesulitan untuk berkemih?
f. Riwayat kehamilan yang lalu: mengalami perdarahan/tidak,
ada keluhan pada hamil muda/tidak. Tanyakan pada ibu :
 Apakah ada masalah selama persalinan atau
kelahiran sebelumnya (bedah sesar, persalinan
dengan ekstraksi vakum atau forseps, induksi
oksitosin, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan,
preeklampsia/eklampsia, perdarahan pasca
persalinan)?
 Berapa berat badan bayi yang paling besar pernah
ibu lahirkan?
 Apakah ibu mempunyai bayi bermasalah pada
kehamilan/persalinan sebelumnya?
 Riwayat medis lainnya (masalah pernapasan,
hipertensi, gangguan jantung, berkemih dll)
 Masalah medis saat ini (sakit kepala, gangguan
penglihatan, pusing atau nyeri epigastrium bagian
atas). Jika ada, periksa tekanan darahnya dan protein
dalam urin ibu.
 Pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas atau
berbagai bentuk kekhawatiran lainnya.
c) Pemeriksaan kehamilan berapakah pada trimester
pertama (umumnya 1x pertama trimester 1)
penyuluhan yang pernah didapatkan (pola nutrisi, pola
istirahat, pola efektifitas).
Langkah 3: pemeriksaan fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi
kesehatan ibu dan bayinya serta tingkat kenyamanan fisik ibu

23
bersalin. Informasi dari hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis
diramu/diolah untuk membuat keputusan klinik, menegakkan
diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan atau keperawatan
yang paling sesuai dengan kondisi ibu.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang apa yang akan
dilakukan selama pemeriksaan dan apa alasannya. Anjurkan
mereka untuk bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan
sehingga mereka memahami kepentingan pemeriksaan.
a. Memeriksa TTV (TD, nadi, pernapasan, dan suhu)
b. Kepala dan leher: biasanya terdapat doasma gravidarum,
terkadang ada pembengkakan kelopak mata, pucat pada
konjuctiva, sklera kuning, somatitis, dll
c. Dada: terdapat pembesaran payudara, hiperpigmentasi areola
mammae, dan penonjolan pada papila mammae, keluarnya
kolostrum.
d. Pemeriksaan fisik, dilatasi uteri 0-3cm posisi fetus, his antara
5-30 menit, dan berlangsung selama 10-30 menit vagina
mengeluarkan cairan pink, coklat, DJJ terdengar lebih jelas
umbilicus.
e. Mengkaji kontraksi tekanan uterus dilatasi serviks dan
penurunan karakteristik yang menggambarkan kontraksi
uterus:
a) Frekuensi: adalah jumlah his dalam waktu tertentu
biasanya permenit atau per 10 menit.
b) Internal: jarak antara his 1 dengan his berikutnya,
misalnya his datang tiap 2-3 menit.
c) Intensitas: kekuatan his (adekuat atau lemah).
d) Durasi (lama his): lamanya setiap his berlangsung
dan ditentukan dengan detik, misalnya 50 detik.
e) Datangnya his: apakah sering, teratur atau tidak.

24
f. Mernipasan serviks, evasemen mendahului dilatasi
serviks pada kehamilan pertama dan sering diikuti
pembukaan dalam kehamilan berikutnya.
g. Pembukaan serviks adalah sebagian besar tanda-tanda
yang menentukan bahwa kekuatan kontraksi uterus
yang efektif dan kemajuan persalinan.
h. Palpasi abdomen( leopold) untuk memberikan
informasi jumlah fetus, letak janin, penurunan janin:
usia kehamilan aterm 3 jari bawah prosedur xypoideus.
Usia kehamilan prematur pertengahan pusat dan
prosesus xypoideus, belum atau sudah kepala masuk
PAP adanya his yang mungkin sering dan kuat. (leopold
1: untuk menentukan TFU dan bagian janin dalam
fundus, leopold 2: untuk menentukan batas samping
rahim kanan atau kiri, letak punggung janin, leopold 3:
untuk menentukan bagian bawah janin apakah sudah
masuk PAP, dan leopold 4: untuk menentukan bagian
terbawah janin seberapa jauh sudah masuk PAP).
Auskultasi: ada tidak DJJ dan frekuensi normalnya 120-
160 kali permenit.
i. Pemeriksaan vagina:penegluaran darah campur lendir,
terdapat pembukaan serviks, serta kelenturan pada
serviks
j. Ektremitas: biasanya terjadi edema pada tungkai dan
kadang varices karena adanya penekanan dan
pembesaran vena abdomen.
Langkah 4: kebutuhan pola kehidupan sehari-hari pada
ibu persalinan kala 1
1. Pola nutrisi
a) Sebelum hamil: makan: 2-3x/hari dengan nasi, sayur,
ikan, minum:7-8gelas dengan air putih.

25
b) Saat hamil: makan: 3x/hari dengan nasi, sayur, ikan,
buah, minum:8 gelas air putih, 1 gelas susu perhari.
2. Pola eliminasi
a) Pola hamil: BAK: lancar 5x/hari, warna kuning, bau
khas, BAB: 1x/hari, warna kuning, konsistensi lunak,
bau khas.
b) Saat hamil: BAK: 6-7x/hari warna kuning, bau khas,
BAB: 1x/hari warna kuning, konsistensi lunak, bau
khas.

a. Asuhan Keperawatan Pada Kala 1


a) Nyeri b/d intensitas kontraksi.
Tujuan : Klien mampu beradaptasi dengan nyeri.
b. Asuhan Persalinan Kala 2

Kala II persalinan adalah kala pengeluaran bayi ,di mulai dari


pembukaan lengkap sampai bayi lahir Uterus dengan kekuatan hisnya di
tambah kekuatan akan mendorong bayi hingga lahir .Proses ini biasanya
berlangsung 2 Jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida.
Diagnosi prsalina kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap dan kepala janinsudah
tampak pada vulva.

Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah


lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut
sebagai kala pengeluaran bayi. Kontraksi selama kala dua adalah sering,
kuat dan sedikit lebih lama yaitu kira-kira 2 menit yang berlangsung 60-90
detik dengan interaksi tinggi dan semakin ekspulsif sifatnya.

a) Tanda dan Gejala Persalinan Kala 2


b) Ibu ingin mengedan bersamaan dengan terjadinya
kontraksi atau his. His atau kontraksi uterus yang

26
semakin kuat dengan interval 2 - 3 menit, durasi 50 -
100 detik.
c) Pemeriksaan vaginal serviks sudah dilatasi penuh.
d) Perineum terlihat menonjol.
e) Selaput amnion biasanya sudah pecah.
f) Vulva – vagina dan sfingter terlihat membuka.
g) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
h) Kepala telah turun didasar panggul.
i) Meningkatnya tekanan pada rectum dan vaginanya.
j) Ibu mengalami desakan kuat untuk mengejan akan
mungkin terdapat tetesan darah dari vagina.
b) Perubahan Fisiologi Pada kala 2
a) Kontraksi, Dorongan Otot-Otot Persalinan
Kontraksi uterus pada persalinan mempunyai sifatnya
tersendiri. Kontraksi menimbulkan nyeri, merupakan
kontraksi satu-satunya kontraksi normal muskulus.
Kontraksi ini dikendalikan oleh syaraf intrinsic, tidak
disadari, tidak dapat diatur oleh ibu bersalin, baik frekuensi
maupun lama kontraksi. Sifat Khas :
a. Rasa sakit dari fundus merata ke seluruh uterus
sampai berlanjut ke punggung bawah.
b. Penyebab rasa sakit belum diketahui secara
pasti.
Beberapa dugaan penyebab antara lain :
a) Pada saat kontraksi terjadi kekurangan O₂ pada
meometrium.
b) Penekanan ganglion syaraf di serviks dan uterus
bagian bawah.
c) Peregangan servik akibat dari pelebaran serviks.
d) Peregangan peritoneum sebagai organ yang
menyelimuti uterus.

27
Pada waktu selang kontraksi periode relaksasi diantara
kontraksi memberikan dampak berfungsinya system-sistem
dalam tubuh, yaitu :
a. Memberikan kesempatan pada jaringan otot-otot
uterine untuk beristirahat agar tidak memberikan
menurunkan fungsinya oleh karena kontraksi
yang kuat secara terus-menerus.
b. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk
istirahat, karena rasa sakit selama kontraksi.
c. Menjaga kesehatan janin karena pada saat
kontraksi uterus mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah placenta sehinggah bila secara
terus menerus berkontraksi, maka akan
menyebabkan hipoksia, anoksia dan kematian
janin.
Pada awal persalinan kontraksi uterus selama 15-20
detik. Pada saat memasuki fase aktif, kontraksi terjadi
selama 45-90 detik rata-rata 60 detik. Dalam satu kali
kontraksi selama 3 fase, yaitu fase naik, puncak dan turun.
Pada saat fase naik lamanya 2 kali fase lainnya.
Pemeriksaan kontraksi uterus meliputi, frekuensi,
durasi lama, intensitas kuat /lemah. Frekuensi dihitung dari
awal timbulnya kontraksi sampai muncul kontraksi
berikutnya. Pada saat memeriksa durasi/ lama kontraksi,
perlu diperhatikan bahwa cara pemeriksaan kontraksi uterus
dilakukan dengan palpasi pada perut. Karena bila
berpedoman pada rasa sakit yang dirasakan ibu bersalin
saja kurang akurat.
Ambang rasa nyeri tiap individu berbeda. Pada ibu
bersalin yang belum siap menghadapi persalinan, kurang
matang psikologis, tidak mengerti proses persalinan yang ia

28
hadapi akan bereaksi serius dengan berteriak keras saat
kontraksi walaupun kontraksinya lemah. Sebaliknya ibu
bersalin yang sudah siap menghadapi persalinan, matang
psikologis, mengerti tentang proses persalinan, mempunyai
ketabahan, kesabaran yang kuat, pernah melahirkan,
didampingi keluarga dan didukung oleh penolong
persalinan yang professional, dapat menggunakan teknik
pernafasan untuk relaksasi,maka selama kontraksi yang
kuat tidak akan berteriak.
Intensitas dapat diperiksa dengan cara jari-jari
tangan ditekan pada perut, bisa atau tidak uterus ditekan.
Pada kontraksi yang lemah akan mudah dilakukan, tetapi
pada kontraksi yang kuat tidak mudah dilakukan. Bila
dipantau dengan monitor janin, kontraksi uteru yang paling
kuat pada fase kontraksi puncak tidak akan melebihi 40
mmHg.
b. Uterus
Perubahan Bentuk uterus menjadi oval yang
disebabkan adanya pergerakan tubuh janin yang semula
membungkuk menjadi tegap, sehingga uterus bertambah
panjang 5-10 .
Terjadi perbedaan pada bagian uterus :
a) Segmen atas : bagian yang berkontraksi, bila
dilakukan palpasi akan teraba keras saat
kontraksi.
b) Segmen bawah : terdiri atas uterus dan serviks,
merupakan daerah yang teregang, bersifat pasif.
Hal ini mengakibatkan pemendekan segmen
bawah uterus.
c) Batas antara segmen atas dan segmen bawah
uterus membentuk lingkaran cincin retraksi

29
fisiologis. Pada keadaan kontraksi uterus
inkoordinasi akan membentuk cincin retraksi
patologis yang dinamakan cincin bandl.
b) Anemnesis Persalinan Kala II

Langkah I : Riwayat Kesehatan

Keluhan Utama : ibu tidak kuat mengejan dalam persalinan

Langkah II : Pemeriksaan Fisik

a) Tanda - tanda vital :


 Tekanan darah : Tekanan darah diukur pada akhir kala
II yaitu setelah anak dilahirkan, biasanya tekanan darah
akan naik kira - kira 10 mmhg.
 Suhu, Nadi, dan Pernafasan : Suhu dalam batas normal
36,5 - 37,5oc. Bila suhu tubuh lebih dari 37,5 dianggap
ada kelainan kecuali bagi klien setelah melahirkan suhu
badan 35,5 oC – 37,8 oC masih dianggap normal
karena perlahan keadaan nadi biasanya mengikuti
keadaan suhu, bila suhu naik, keadaan nadi akan
bertambah pula, dapat disebabkan karena adanya
perdarahan. Pada klien yang dalam persalinan
pernafasannya agak pendek karena kelelahan. Dan akan
kembali normal setelah persalinan dan periksa tiap 4
jam. peningkatan RR, nadi kurang dari 100, suhu tubuh
dan diaphoresis.
b) Berat Badan dan Tinggi Badan : Ibu hamil yang tinggi
badannya kurang dari 145 cm terlebih pada kehamilan pertama,
tergolong resiko tinggi karena kemungkinan besar memiliki
panggul sempit. Berat badan ibu perlu dikontrol secara teratur
dengan peningkatan berat badan selama hamil antara 10 – 12
kg.

30
c) Tanda yang menyertai kala II : Keringat terlihat tiba - tiba
diatas bibir, adanya mual, bertambahnya perdarahan, gerakan
ekstremitas, pembukaan serviks, his lebih kuat dan sering, ibu
merasakan tekanan pada rektum, merasa ingin BAB, ketuban
+/-, perineum menonjol, anus dan vulva membuka, gelisah
mengatakan saya ingin BAB usaha keras tanpa disadari, pada
waktu his kepala janin tampak di vulva, meningkatnya
pengeluaran darah dan lendir, kepala turun di dasar panggul,
perasaan panas dan tegang pada perineum, tremor, kelelahan,
emosi labil, takut, gelisah, ketidakpercayaan dan merintih.
d) Melakukan monitoring terhadap : His ( Kontraksi 2 - 3 menit,
intensitas kuat, lamanya 50 - 70 detik pembukaan servik 10 cm,
pendataran 100%, peningkatan pengeluaran darah dan lendir,
cairan amnion, perineum menonjol, keluar feses pada saat
melahirkan dan distensi kandung kemih, keadaan janin
( penurunan janin melalui vagina ).
e) Posisi yang paling aman saat ibu mengejan
f) Durasi kala II → kemajuan pada kala II : Primigravida
berlangsung 45 – 60 menit, multipara berlangsung 15 – 30
menit.
g) Nyeri / ketidaknyamanan
 Dapat merintih / menangis selama kontraksi
 Melaporkan rasa terbakar / meregang pada perineum
 Kaki dapat gemetar selama upaya mendorong
 Kontraksi uterus kuat terjadi 1,5 – 2 menit
h) Seksualitas
 Servik dilatasi penuh ( 10 cm ) dan penonjolan 100%
 Peningkatan perdarahan vagina
 Membrane mungkin rupture, bila masih utuh

31
 Peningkatan pengeluaran cairan amnion selama
kontraksi
 Penonjolan rectal / perineal dengan turunnya janin.

Langkah III : Kebutuhan Pola Kehidupan Sehari –


hari pada ibu persalinan kala II

a) Pola nutrisi
 Saat inpartu : makan : nasi, sayur, lauk, Minum : satu gelas
teh, satu gelas susu, segelas air putih.
b) Pola eleminasi
 Saat inpartu : BAK: 1x/ hari warna kuning, bau khas,
banyaknya. 250cc.
c. Menolong Kelahiran Bayi
a) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5 – 6
cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang di lapisi
kain, latakkan tangan yang lain di kepala bayi dan
lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat
pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan –
lahan menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan
atau bernafas cepat saat kepala lahir.
b) Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi
dengan kain atau kasa yang bersih. (langkah ini tidak
harus dilakukan ).
c) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan
yang sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian
meneruskan segera proses kelahiran bayi :
 Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar,
lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
 Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat,
mengklemnya di dua tempat dan memotongnya.

32
d) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi
luar secara spontan.
Melahirkan bahu janin
a) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan
kedua tangan di masing – masing sisi muka bayi.
Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontrasi
berikutnya. Denagn lembut menariknya ke arah bawah
dan ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke
arah atas dan ke arah luar untuk memelihara bahu
posterior.
b) Setelah kedua bahu dilahirkan, penelusuran tangan
mulai kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah
perineum, memberikan bahu dan lengan posterior lahir
ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan
tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan
bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat
melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah
untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan.gunakan
tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku
dan tanagn anterior bayi saat keduanya lahir.
c) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan
yang ada di atas ( anterior) dari punggung ke arah kaki
bayi untuk menyangganya saat punggung kaki
lahir.memegang kedua mata kaki bayi dengan hati – hati
membantu kelahiran kaki.
Melahirkan seluruh tubuh janin
a) Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah ke arah
perineum, sanggah kepala janin dengan meletakkan
tangan penolong pada bahu. Bila janin punggung kiri,
maka ibu jari penolong di dada janin dan ke empat jari

33
lainnya di punggung janin. Bila janin punggung kanan,
maka ibu jari penolong pala punggung janin, sedangkan
keempat jari yang lain pada dada janin.
b) Tangan di bawah penopangsamping lateral janin, di
dekat simpisis pubis.
c) Scara similtan, tangan atas menelusuri dan memegang
bahu, siku dan tangan.
d) Telusuri sampai kaki, selipkan jari telunjuk tangn atas
di kedua kaki
e) Penyangga dengan kedua tangan penolong menghadap
ke penolong, nilai janin :
 Menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan.
 Bayi bergerak aktif.

f) Letakkan janin di atas handuk di atas perut ibu dengan


posisi kepala sedikit lebih rendah.
g) Keringkan, rangsang taktil. Janin tertutup handuk.
Memotong tali pusat
a) Setelah bayi lahir, tali pusat tidak langsung di gunting,
namun dibiarkan selama beberapa menit, agar suplay
darah dari ibu ke bayi maksimal, agar mencegah
terjadinya anemia pada bayi. Sambil melakukan
pembersihan bayi dari sisa-sisa darah dan air ketuban
dan melakukan rerusitasi (pembebasan jalan nafas dari
lendir).
b) Pasang klem tali pusat pertama dengan jarak 3 cm dari
dinding perut bayi. Tekan tali pusat dengan 2 jari, urut
ke arah ibu, pasang klem tali pusat ke dua klem dengan
tangan kiri dan jadikan tangan kiri penolong sebagai
alas untuk melindungi perut janin.

34
c) Pakai gunting tali pusat DTT, potong tali pusat di
antara ke dua klem.
d) Ganti kain kering, selimut bayi seluruh tubuh hingga
kepala.
e) Lakukan inisiasi menyusui dini atau bila terjadi asfiksia
lakukan penanganan asfiksia dengan resusitasi.
c. Asuhan Persalinan Kala 3
Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung sejak
bayi lahir sampai plasenta lahir. Persalinan kala tiga dimulai setelah
lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya placenta / uri. Rata-rata
lama kala III berkisar 15-30 menit, baik primipara maupun multipara.
Tempat implantasi placenta sering pada dinding depan dan belakang
korpus uteri atau dinding lateral (Sumarah, 2008).
a) Pelepasan Placenta
Setelah bayi lahir, terjadi kontraksi uterus, mengakibatkan
volume rongga uterus berkurang, dinding uterus menebal. Pada
tempat implantasi placenta juga terjadi penurunan luas area. Ukuran
placenta tidak berubah, sehingga menyebabkan plasenta terlipat,
menebal dan akhirnya terlepas dari dinding uterus. Plasenta terlepas
sedikit demi sedikit. Terjadi pengumpulan perdarahan diantara
ruang placenta dan desidua basalis yang retro placenter hematom.
Setelah plasenta terlepas, plasenta akan menempati segmen bawah
uterus atau vagina.
a) Macam pelepasan plasenta
 Mekanisme Schultz : Pelepasan plasenta yang
dimulai dari sentral / bagian tengah sehingga
terjadi bekuan retroplasenta. Tanda pelepasan dari
tengah ini mengakibatkan perdaran tidak terjadi
sebelum plasenta lahir. Perdaran terjadi setelah
placenta lahir.

35
 Mekanisme Duncan : terjadi pelepasan placenta
dari pinggir atau bersamaan dari pinggir dan
tengah mengakibatkan semburan darah sebelum
plasenta lahir.
b) Tanda-tanda pelepasan plasenta
Adapun tanda – tanda pelepasan plasenta yaitu:
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium
mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh
dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat.
Setelah uterus berkontraksi dan plasenta
terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga
atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus
berada di atas pusat.
b. Tali pusat memanjang
Tali pusat telihat menjulur keluar melalui vulva
c. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta keluar di bantu
oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
( retroplasental pooling ) dalam ruang di antara
dinding uterus dan permukaan dalam plasenta
melebihi kapasitas tampungnya maka darah akan
tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Tanda ini kadang – kadang terlihat dalam waktu
satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam
5 menit.
b) Pengeluaran plasenta
Plasenta yang sudah lepas dan menempati segmen
bawah rahim kemudian melalui servik, vagina dan
dikeluarkan ke introitus vagina.

36
2. Pemeriksaan Pelepasan Plasenta
Kustner : Tali pusat diregangkan dengan tangan
kanan, tangan kiri menekan atas simpisis. Penilaian :
1. Tali pusat masuk berarti belum lepas
2. Tali pusat bertambah panjang atau tidak masu
berarti lepas
3. Pengawasan perdarahan
a) Selama hamil aliran darah keuterus 500-800
ml/menit
b) Uterus tidak kontraksi dapat menyebabkan
kehilangan darah sebanyak 300-500 ml.
c) Kontraksi uterus akan menekan pembuluh darah
uterus diantaranya anyaman miometrium.
c) Perubahan Fisiologi Pada Persalinan Kala III
Pada kala III persalinan, otot uterus menyebabkan
berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah
lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini menyebabkan
implantasi plasenta karena tempat implantasi menjadi semakin
kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah. Oleh karena itu
plasenta akan menekuk, menebal, kemudian terlepas dari dinding
uterus. Setelah lepass, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus
atau bagian atas vagina (Rohani dkk, 2011)
d) Penatalaksanaan Fisiologis Kala III
Penatalaksanaan aktif didefinisikan sebagai pemberian
oksitosin segera setelah lahir bahu anterior, mengklem tali pusat
segera setelah pelahiran bayi, menggunakan traksi tali pusat
terkendali untuk pelahiran plasenta (Varney, 2007, hlm. 827).
Menurut Wiknjosastro (2008) langkah pertama
penatalaksanaan kala III pelepasan plasenta adalah:
a) Mengevaluasi kemajuan persalinan dan kondisi ibu.

37
b) Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva,
satu tangan ditempatkan di abdomen ibu untuk merasakan,
tanpa melakukan masase. Bila plasenta belum lepas
tunggu hingga uterus bekontraksi.
c) Apabila uterus bekontraksi maka tegangkan tali pusat ke
arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali
pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas
menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
d) Setelah plasenta lepas anjurkan ibu untuk meneran agar
plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina.
e) Lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas
dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk
meletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput
ketuban mudah sobek, pegang plasenta dengan keua
tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput
ketuban terilinmenjadi satu. Lakukan penarikan dengan
lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput
ketuban.
e) Anamnesis Kala III
f) Aktivitas / Istiirahat
Perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan.
g) Sirkulasi
Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat,
kemudian kembali ke tingkat normal dan cepat.
Hipotensi dapat terjadi sebagai respon terhadap analgesik
dan anastesi. Frekuensi nadi melambat pada respon
terhadap perubahan curah jantung.
h) Makanan / Cairan
Kehilangan darah normal kira-kira 250-300 ml
i) Nyeri / Ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki/ menggigil.

38
j) Keamanan
Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan
adanya robekan atau laserasi. Perluasan episiotomi atau
laserasi jalan lahir mungkin ada.
k) Seksualitas
Darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat
plasenta lepas dari endometrium, biasanya dalam 1-5
menit setelah melahirkan bayi. Tali pusat memanjang
pada muara vagina. Uterus berubah dari diskoid menjadi
bentuk globular dan meninggikan abdomen.
d. Asuhan Persalinan Kala 4
Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai
empat jam pertama setelah melahirkan. (Sri Hari Ujiiningtyas, 2009)

Menurut Reni Saswita, 2011. Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta


dan berakhir dua jam setelah proses tersebut. Observasi yang harus
dilakukan pada kala IV:
 Tingkat kesadaran
 Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernafasan
 Kontraksi uterus
 Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika
jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.
a. Evaluasi Uterus
Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari
plasenta dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan
selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus akan mengganggu
kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan.
Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi
dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu,

39
diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan
bila perlu dilakukan Kompresi Bimanual.
b. Pemeriksaan Servik, Vagina dan Perineum
Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir,
maka periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi
lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan
edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan
terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan
mengalami lecet-lecet. Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau
hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan rectal toucher.
c. Pemantauan Kala IV
Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah
pada masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah
adanya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca
persalinan biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini
disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum.
Selama kala IV, pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah
plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan.
d. Penilaian Klinik Kala IV

No Penilaian Keterangan
1 Fundus dan Rangsangan taktil uterus dilakukan untuk merangsang
kontraksi uterus terjadinya kontraksi uterus yang baik. Dalam hal ini
sangat penting diperhatikan tingginya fundus uteri dan
kontraksi uterus.
2 Pengeluaran Pendarahan: Untuk mengetahui apakah jumlah
pervaginam pendarahan yang terjadi normal atau tidak. Batas normal
pendarahan adalah 100-300 ml.
Lokhea: Jika kontraksi uterus kuat, maka lokea tidak lebih
dari saat haid.
3 Plasenta dan Periksa kelengkapannya untuk memastikan ada tidaknya
selaput ketuban bagian yang tersisa dalam uterus.

40
4 Kandung Yakinkan bahwa kandung kencing kosong. Hal ini untuk
kencing membantu involusio uteri
5 Perineum Periksa ada tidaknya luka / robekan pada perineum dan
vagina.
6 Kondisi ibu Periksa vital sign, asupan makan dan minum.
7 Kondisi bayi Apakah bernafas dengan baik?
baru lahir Apakah bayi merasa hangat?
Bagaimana pemberian ASI?

e. Pemantauan Lanjutan Kala IV


Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama
kala IV adalah :
 Vital sign – Tekanan darah normal < 140/90 mmHg; Bila
TD < 90/ 60 mmHg, N > 100 x/ menit (terjadi masalah);
Masalah yang timbul kemungkinan adalah demam atau
perdarahan.
 Suhu – S > 380 C (identifikasi masalah); Kemungkinan
terjadi dehidrasi ataupun infeksi.
 Nadi
 Pernafasan
 Tonus uterus dan tinggi fundus uteri – Kontraksi tidak
baik maka uterus teraba lembek; TFU normal, sejajar
dengan pusat atau dibawah pusat; Uterus lembek
(lakukan massase uterus, bila perlu berikan injeksi
oksitosin atau methergin).
 Perdarahan – Perdarahan normal selama 6 jam pertama
yaitu satu pembalut atau seperti darah haid yang banyak.
Jika lebih dari normal identifikasi penyebab (dari jalan
lahir, kontraksi atau kandung kencing).

41
 Kandung kencing – Bila kandung kencing penuh, uterus
berkontraksi tidak baik.
G. PERSALINAN PATOLOGI
Persalinan patologis disebut juga dengan dystocia berasal dari
bahasa Yunani. Dys atau dus artinya jelek atau buruk, tocos artinya
persalinan. Persalinan patologis adalah persalinan yang membawa satu
akibat buruk bagi ibu dan anak. (Departemen of Gynekologi, 1999).
Sementara persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang
dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap
selama proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam persentase
belakang kepala usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu, setelah
persalinan ibu dan bayi dalam kondisi sehat. (Depkes, 2002).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi persalinan patologis
a. Power adalah kekuatan oleh adanya His atau Kontraksi
rahim.
Kontraksi rahim terjadi sejak awal persalinan yaitu pada kala I. His
yang tidak adekuat dapat mengakibatkan persalinan patologis pada setiap
kala persalinan. Pada awal kala I his masih jarang yaitu satu kali dalam 15
menit dan kekuatan 20 detik, semakin lama makin cepat, yaitu 3 kali
dalam 10 menit dengan kekuatan 60 detik, yang memerlukan waktu sekitar
8 sampai 12 jam pada primi para dan 12 jam pada multi para. Bila
kontraksi rahim tidak adekuat, dapat mengakibatkan serviks sebagai jalan
lahir tidak terbuka. Oleh karena itu untuk merangsang kontraksi rahim
dilakukan induksi persalinan dengan menggunakan sintosinon drip.
Apabila kemajuan persalinan juga tidak ada maka biasanya dilakukan
tindakan bedah yaitu dengan seksio sesaria (Sarwono, 2005).
b. Passage ( jalan lahir)
Waktu persalinan anak akan melewati jalan lahir, yang terdiri dari
tulang dan otot. Tulang panggul terdiri dari tiga bidang, yaitu pintu bawah
panggul. Selain itu otot-otot vagina dan perineum apabila kaku dapat
menghalangi lahirnya anak. Bila salah salah satu ukuran panggul tersebut

42
tidak normal, janin tidak dapat melewati jalan lahir sehingga harus
dilahirkan dengan seksio sesaria, vakum ekstraksi.
c. Passenger (anak)
Berat anak yang normal adalah 2500 sampai 4000 gram. Apabila
ukuran anak melebihi 4000 gram anak tidak bisa melewati jalan lahir.
Untuk mencegah macet persalinan dan robekan jalan lahir yang luas dan
aspeksia pada janin biasanya dilakukan persalinan dengan tindakan seksio
sesaria.
d. Posisi Ibu
Posisi ibu mempengaruhi anatomi dan fisiologi penyesuaian untuk
kelahiran. Posisi yang benar memberi keuntungan . perobahan posisi
sering menghilangkan letih, penambahan kenyamanan dan memperbaiki
sirkulasi. Posisi yang benar termasuk jongkok, berdiri jalan. Dalam posisi
yang benar dapat membantu penurunan janin, kontraksi uterus umumnya
lebih kuat dan kuat dan juga efisien untuk dilatasi servik, menghasilkan
persalinan yang lebih pendek, cepat. Dalam penambahan posisi benar,
mengambil posisi yang benar menurunkan timbulnya tekanan tali
umbilicalis.
Peran Karakteristik Ibu dalam Persalinan Patologis
a. Umur
Pada umur ibu kurang dari 20 tahun rahim dan panggul belum
tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibanya apabila ibu hamil pada umur
ini mungkin mengalami persalinan lama atau macet, karena ukuran kepala
bayi lebih besar sehingga tidak dapat melewati panggul. Sedangkan pada
umur ibu yang lebih dari 35 tahun, kesehatan ibu sudah mulai menurun,
jalan lahir kaku, sehingga rigiditas tinggi. Selain itu beberapa penelitian
yang dilakukan bahwa komplikasi penelitian yang dilakukan bahwa
komplikasi kehamilan yaitu Preeklamasi, Abortus, partus lama lebih sering
terjadi pada usia dini. Lebih dari 35 tahun akibatnya ibu hamil. Lebih dari
35 tahun. Pada zaman dahulu akibanya ibu hamil pada usi ini mungkin
lebih besar anak cacat, persalinan lama, yaitu lebih dari 12 jam pada primi

43
para dan lebih dari 12 jam dan 8 jam pada multi para. Selain itu dapat
mengakibatkan perdarahan karena uterus tidak berkontraksi (Depkes,
2001).
b. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan ibu. Sampai dengan
paritas tiga rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil. Setiap
kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot-otot
rahim selama 9 bulan kehamilan. Akibat regangan tersebut elastisitas otot-
otot rahim tidak kembali seperti sebelum hamil setelah persalinan.
Semakin sering ibu hamil dan melahirkan, semakin dekat jarak kehamiilan
dan kelahiran, elastisitas uterus semakin terganggu, akibatnya uterus tidak
berkontraksi secara sempurna dan mengakibatkan perdarahan pasca
kehamilan (Sarwono, 2005).
c. Pendidikan
Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi, yang bekerja di sektor
formal mempunyai akses yang lebih baik terhadap informasi tentang
kesehatan, lebih aktif menentukan sikap dan lebih mandiri mengambil
tindakan perawatan. Rendahnya pendidikan ibu, berdampak terhadap
rendahnya pengetahuan ibu. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Makin rendah pengetahuan ibu, makin sedikit keiinginan memanfaatkan
pelayanan kesehatan (Rukmini, 2005).
d. Perilaku Ibu
Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktifitas
seseorang yang merupakan hasil bersama baik eksternal maupun internal.
Ibu hamil harus berperilaku sehat, agar kehamilan tidak mempunyai
masalah yang dapat mengakibatkan komplikasi dalam persalinan. Adapun
perilaku ibu selama hamil meliputi: kunjungan, asupan gizi, makan tablet
zat besi sejak kehamilan 20 mg, senam hamil, perawatan jalan lahir,
pemanfaatan layanan kesehatan.
e. Status pasien

44
Menurut Roekmini dan Wiludjeng (2005) status ibu bersalin yang
dirawat di ruang bersalin terdiri dari 2 bagian yaitu ibu bersalin, ibu yang
datang sendiri dan ibu yang dirujuk. Bila ibu di rujuk sejak kala I
kemungkinan ibu masih bisa mendapatkan asuhan yang lengkap pada tiap
tahap persalinan, namun bila ibu dirujuk pada kala dua, tiga dan empat,
biasanya kondisi ibu sudah dalam bermasalah. Untuk menyelamatkan
janin biasanya dilakukan persalinan dengan tindakan persalinan yaitu:
seksio sesaria, vakum ekstraksi, induksi persalinan, manual plasenta dan
lain-lain.
H. INFEKSI INTRAPARTUM
Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan / in
partu. Disebut juga korioamnionitis, karena infeksi ini melibatkan selaput
janin. Pada ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban
pecah 24 jam, risiko infeksi meningkat sampai 2 kali lipat.
a. Patofisiologi
a) ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada
hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
b) Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau
dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,
kemudian ke ruang intraamnion.
c) Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi
intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus (gram
positif), E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob).
b. Diagnosis infeksi intrapartum
a) Febris di atas 38 oC (kepustakaan lain 37.8oC)
b) Ibu takikardia (>100 denyut per menit)
c) Fetal takikardia (>160 denyut per menit)
d) Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus
e) Cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau
f) Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)

45
g) Pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterase (+) (hasil degradasi
leukosit, normal negatif), pemeriksaan Gram, kultur darah.
c. Komplikasi infeksi intrapartum
a) komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium
(distonia, atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan
intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi
syok septik sampai kematian ibu.
b) komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian
janin.
I. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500
ml atau lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih
setelah seksio sesaria (Leveno, 2009; WHO, 2012).
a. Etiologi Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :
a) Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya
miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta lahir.
Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh
kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di
sekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat
perlengketan plasenta (Wiknjosastro, 2006). Kegagalan
kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat
menyebabkan perdarahan yang cepat dan parah serta syok 9
hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat
diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau
persalinan yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang.
Selain itu, obat-obatan seperti obat anti-inflamasi
nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan
nifedipin juga dapat menghambat kontraksi miometrium.
Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen
bawah rahim, korioamnionitis, endomiometritis,

46
septikemia, hipoksia pada solusio plasenta, dan hipotermia
karena resusitasi masif (Rueda et al., 2013). Atonia uteri
merupakan penyebab paling banyak PPP, hingga sekitar
70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal,
persalinan operatif ataupun persalinan abdominal.
Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih
tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan dengan
persalinan vaginal (Edhi, 2013).
b) Laserasi jalan lahir. Pada umumnya robekan jalan lahir
terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan
persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu
dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan
serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat
episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forsep atau
vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi
(Prawirohardjo, 2010). 10 Laserasi diklasifikasikan
berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani, Saswita dan
Marisah, 2011):
o Derajat satu Robekan mengenai mukosa vagina dan
kulit perineum
o Derajat dua Robekan mengenai mukosa vagina,
kulit, dan otot perineum
o Derajat tiga Robekan mengenai mukosa vagina,
kulit perineum, otot perineum, dan otot sfingter ani
eksternal.
o Derajat empat Robekan mengenai mukosa vagina,
kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani
eksternal, dan mukosa rectum

b. Klasifikasi Perdarahan Postpartum

47
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba,
2008) :
a) Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan
postpartum yang terjadi dalam 24 jam pertama
kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum
primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
b) Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan
postpartum yang terjadi setelah 24 jam pertama
kelahiran. Perdarahan postpartum 13 sekunder
disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang
tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
J. KETUBAN PECAH DINI
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat
tandatanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu
terjadi pada pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan
cukup waktu atau kurang waktu (Wiknjosastro, 2011; Mansjoer, 2010;
Manuaba, 2009). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi
lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
a. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui
dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan
menyebutkan ada faktorfaktor yang berhubungan erat dengan
ketuban pecah dini, namun faktorfaktor mana yang lebih
berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor risiko
menurut (Rukiyah, 2010; Manuaba, 2009; Winkjosastro, 2011)
adalah : infeksi, serviks yang inkompeten, ketegangan intra
uterine, trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial ekonomi,
peninggian tekanan intrauterine, kemungkinan kesempitan

48
panggul, korioamnionitis, faktor keturunan, riwayat KPD
sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban dan
serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu. Infeksi
yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
trauma, hidramnion, gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan
oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah
kontroversi obstetrik (Rukiyah, 2010) Inkompetensi serviks
(leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-
otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan
lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan
karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin
besar.
Inkompetensi serviks adalah serviks dengan suatu kelainan
anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui
ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada
serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa
perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester
kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan
dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
(Manuaba, 2009).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini,
misalnya : Trauma (hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
amniosintesis), Gemelli (Kehamilan kembar adalah suatu

49
kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi
distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena
jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung
(selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak
ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban
tipis dan mudah pecah.
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram
kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus
yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan
pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban,
menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan
kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput
ketuban mudah pecah. Hidramnion atau polihidramnion adalah
jumlah cairan amnion >2000mL.
Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat
banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan
amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut,
volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja (Winkjosastro,
2011).
b. Faktor Risiko ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini
a) Pekerjaan, adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden
sehari-hari, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang
berat dan dapat membahayakan kehamilannya hendaklah
dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin.
Kejadian ketuban pecah sebelum waktunya dapat
disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat
dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu hamil agar selama masa
kehamilan hindari/kurangi melakukan pekerjaan yang
berat (Abdul, 2010).

50
Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan
terutama untuk menunjang kehidupan dan kehidupan
keluarga .pekerjaan bukanlah sumber kesenangan tetapi
lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan,berulang dan banyak tantangan. Bekerja
pada umumnya membutuhkan waktu dan tenaga yang
banyak aktivitas yang berlebihan mempengaruhi
kehamilan ibu untuk menghadapi proses persalinanya.
Menurut penelitian Abdullah (2012) Pola pekerjaan ibu
hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik
pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja
melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan.
Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya
korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini.
Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam
kehidupan, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang
berat dan dapat membahayakan kehamilannya sebaiknya
dihindari untuk mejaga keselamatan ibu maupun janin.
Huda (2013) menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan
lama kerja ≥40 jam/ minggu dapat meningkatkan risiko
sebesar 1,7 kali mengalami KPD dibandingkan dengan ibu
yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan
fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan sosial
ekonomi. Pada ibu yang berasal dari strata sosial ekonomi
rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih
berat.
b) Paritas
Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah
satu dari penyebab terjadinya kasus ketuban pecah
sebelum waktunya. Paritas 2-3 merupakan paritas paling
aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan paritas

51
tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan
asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas
tinggi dapat dikurangi/ dicegah dengan keluarga berencana
(Wiknjosastro, 2011). Menurut penelitian Fatikah (2015)
konsistensi serviks pada persalinan sangat mempengaruhi
terjadinya ketuban pecah dini pada multipara dengan
konsistensi serviks yang tipis, kemungkinan terjadinya
ketuban pecah dini lebih besar dengan adanya tekanan
intrauterin pada saat persalinan. konsistensi serviks yang
tipis dengan proses pembukaan serviks pada multipara
(mendatar sambil membuka hampir sekaligus) dapat
mempercepat pembukaan serviks sehingga dapat beresiko
ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap. Paritas 2-3
merupakan paritas yang dianggap aman ditinjau dari sudut
insidensi kejadian ketuban pecah dini. Paritas satu dan
paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko
terjadinya ketuban pecah dini lebih tinggi. Pada paritas
yang rendah (satu), alat-alat dasar panggul masih kaku
(kurang elastik) daripada multiparitas. Uterus yang telah
melahirkan banyak anak (grandemulti) cenderung bekerja
tidak efisien dalam persalinan (Cunningham, 2006).
Menurut penelitian Abdullah (2012) Paritas kedua
dan ketiga merupakan keadaan yang relatif lebih aman
untuk hamil dan melahirkan pada masa 12 reproduktif,
karena pada keadaan tersebut dinding uterus belum
banyak mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu
sering mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah
selaput ketuban dengan baik (Varney, 2010). Ibu yang
telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami
KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami

52
gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput
ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan
(Cunningham. 2006).
c) Umur
Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan
sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur,tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja (Santoso, 2013). Dengan
bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam
berfikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam
pemeriksaan kehamilam untuk mecegah komplikasi pada
masa persalinan.
Menurut Mundi (2007) umur dibagi menjadi 3
kriteria yaitu < 20 tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun. Usia
reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan
yaitu usia 20-35 tahun (Winkjosastro, 2011). Pada usia ini
alat kandungan telah matang dan siap untuk dibuahi,
kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu
muda sering menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu
dan janin, hal ini disebabkan belum matangnya alat
reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa
menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum
matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan
pada usia yang terlalu tua atau > 35 tahun 13 memiliki
resiko kesehatan bagi ibu dan bayinya (Winkjosastro,
2011). Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar panggul
tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi penyulit
kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah perut ibu
yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga

53
dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Cunningham et all (2006) yang menyatakan bahwa
sejalan dengan bertambahnya usia maka akan terjadi
penurunan kemampuan organ- organ reproduksi untuk
menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi
proses embryogenesis, kualitas sel telur juga semakin
menurun, itu sebabnya kehamilan pada usia lanjut berisiko
terhadap perkembangan yang janin tidak normal, kelainan
bawaan, dan juga kondisi-kondisi lain yang mungkin
mengganggu kehamilan dan persalinan seperti kelahiran
dengan ketuban pecah dini. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Kurniawati (2012) yang membuktikan bahwa
umur ibu 35 tahun juga merupakan faktor predisposisi
terjadinya ketuban pecah dini karena pada usia ini sudah
terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi
untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga
mempengaruhi proses embryogenesis sehingga
pembentukan selaput lebih tipis yang memudahkan untuk
pecah sebelum waktunya.
d) Riwayat Ketuban Pecah Dini
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali
mengalami KPD kembali. Patogenesis terjadinya KPD
secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan
kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya
KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko
tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali
dari pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya,
karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh

54
dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006).
Menurut penelitian Utomo (2013) Riwayat kejadian
KPD sebelumnya menunjukkan bahwa wanita yang telah
melahirkan beberapa kali dan mengalami KPD pada
kehamilan sebelumnya diyakini lebih berisiko akan
mengalami KPD pada kehamilan berikutnya, hal ini
dikemukakan oleh Cunningham et all (2006). Keadaan
yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan janin dalam
kandungan juga juga dapat meningkatkan resiko kelahiran
dengan ketuban pecah dini. Preeklampsia/ eklampsia pada
ibu hamil mempunyai pengaruh langsung terhadap
kualitas dan keadaan janin karena terjadi penurunan darah
ke plasenta yang mengakibatkan janin kekurangan nutrisi.
e) Usia Kehamilan
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini
bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi
maternal ataupun neonatal, persalinan 15 prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya
persalinan normal. Persalinan prematur setelah ketuban
pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan.
Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam1minggu.
Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu-
satunya alat ukur kesehatan janin yang paling bermanfaat
dan waktu kelahiran sering ditentukan dengan pengkajian
usia kehamilan.

55
Pada tahap kehamilan lebih lanjut, pengetahuan
yang jelas tentang usia kehamilan mungkin sangat penting
karena dapat timbul sejumlah penyulit kehamilan yang
penanganannya bergantung pada usia janin. Periode waktu
dari KPD sampai kelahiran berbanding terbalik dengan
usia kehamilan saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah
trimester III hanya diperlukan beberapa hari saja hingga
kelahiran terjadi dibanding dengan trimester II. Makin
muda kehamilan, antar terminasi kehamilan banyak
diperlukan waktu untuk mempertahankan hingga janin
lebih matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan
infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin serta
situasi maternal (Astuti, 2012).
f) Cephalopelvic Disproportion(CPD)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam
kelangsungan persalinan,tetapi yang tidak kurang penting
ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul
ibu.Partus lama yang sering kali disertai pecahnya 16
ketuban pada pembukaan kecil,dapat menimbul dehidrasi
serta asdosis,dan infeksi intrapartum.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara
pemeriksaanyang penting untuk mendapat keterangan
lebih banyak tentang keadaan panggul (Prawirohardjo,
2011).
c. Patogenesis KPD
Prawirohardjo (2011), mengatakan Patogenesis
KPD berhubungan dengan hal-hal berikut:
a) Adanya hipermotilitis rahim yang sudah
lama terjadi sebelum ketuban pecah dini.
Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis,

56
sevisitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama
dengan hipermotilitas rahim ini.
b) Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan
ketuban
c) Infeksi (amnionitis atau koroamnionnitis
d) Faktor-faktor lain yang merupakan
predisposisi ialah: multifara,malposisi, servik
inkompeten,dan lain-lain.
e) Ketuban pecah dini artificial (amniotomi),di
mana berisi ketuban dipecahkan terlalu dini. e.
Cara Menentukan KPD Menurut Prawirohardjo
(2011) cara menentukan terjadinya KPD
dengan :
 Memeriksa adanya cairan yang berisi
mekoneum,verniks kaseosa,rambut lanugo
atau bila telah terinfeksi berbau,
 Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah
memang air ketuban keluar dari kanalis
serviks dan apakah ada bagian yang sudah
pecah,
 Gunakan kertas lakmus (litmus) : bila
menjadi biru (basa) berarti air ketuban, bila
menjadi merah (merah) berarti air kemih 17
(urine)
 Pemeriksaan pH forniks posterior pada KPD
pH adalah basa (air ketuban)
 Pemeriksaan histopatologi air ketuban.
d. Pengaruh KPD
Pengaruh KPD menurut Prawirohardjo (2011)
yaitu:

57
a) Terhadap janin Walaupun ibu belum menunjukan gejala-
gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi,
karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi
(aminionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu
dirasakan,jadi akan meninggikan mortalitas dan mobiditas
perinatal. Dampak yang ditimbulkan pada janin meliputi
prematuritas, infeksi, mal presentasi, prolaps tali pusat dan
mortalitas perinatal.
b) Terhadap ibu Karena jalan telah terbuka,maka dapat terjadi
infeksi intrapartum,apa lagi terlalu sering diperiksa dalam,
selain itu juga dapat dijumpai infeksi peupuralis (nifas),
peritonitis dan seftikamia, serta dry-labor. Ibu akan merasa
lelah karena terbaring ditempat tidur, partus akan menjadi
lama maka suhu tubuh naik,nadi cepat dan nampaklah
gejala-gejala infeksi. Hal-hal di atas akan meninggikan
angka kematian dan angka morbiditas pada ibu. Dampak
yang ditimbulkan pada ibu yaitu partus lama, perdarahan
post partum, atonia uteri, infeksi nifas.

e. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara
penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi dari
kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis untuk janin
tergantung pada : 18
a) Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500
gram mempunyai prognosis yang lebih jelek
dibanding bayi lebih besar
b) Presentasi: presentasi bokong menunjukkan
prognosis yang jelek , khususnya kalau bayinya
premature.
c) Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin

58
d) Semakin lama kehamilan berlangsung dengan
ketuban pecah , semakin tinggi insiden infeksi.
f. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban
pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat
terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan
prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat,
deformitas janin, meningkatnya insiden SC, atau
gagalnya persalinan normal (Mochtar, 2011).
Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah
biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan
aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban
pecah. Pada kehamilan antara 28- 34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang
dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu
(Mochtar, 2011). Risiko infeksi ibu dan anak
meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering
dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten (Mochtar, 2011). 19
Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang
menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau
hipoksia.
Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit
air ketuban, janin semakin gawat. Ketuban pecah

59
dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan
kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonal (Mochtar, 2011). Adapun
pendapat yang lain (Mochtar, 2011)
g. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ketuban pecah dini yang
terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes
melalui vagina, aroma ketuban berbau amis dan
tidak berbau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat
dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan
berhenti atau kering kerana tersu diproduksi sampai
kelahiran tetapi bila anda duduk atau berdiri kepala
janin yang sudah terletak dibawah biasanya
mengganjal. Kebocoran untuk sementara, demam,
bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut
jantung janin bertambah cepat, merupakan tanda
infeksi yang terjadi (Nugroho, 2012).
K. KEHAMILAN GANDA
Kehamilan kembar ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih yang ada didalam kandungan selama proses kehamilan. Bahaya bagi
ibu tidak begitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar
memerlukan perhatian dan pengawasan khusus bila diinginkan hasil yang
memuaskan bagi ibu janin (Wiknjosastro, 2007:286). Sedangkan menurut
Mochtar Rustam (2012:259) kehamilan ganda atau kembar adalah
kehamilan dengan dua jenis janin atau lebih. Jadi, kehamilan kembar
adalah suatu kehamilan dengan dua jenis janin atau lebih yang ada didalam
kandungan selama proses kehamilan.
a. Etiologi Kehamilan Gemelli

60
Menurut Mellyna (2007:64) kehamilan gemelli dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah : bangsa,
umur dan paritas sering mempengaruhi kehamilan 2
telur
b. Faktor obat-obat induksi ovulasi profertil, domid
dan hormon gonadotropin dapat menyebabkan
kehamilan dizigotik dan kembar lebih dari dua
c. Faktor keturunan
d. Faktor yang lain belum diketahui
Bangsa, hereditas, umur dan paritas hanya
mempunyai pengaruh terhadap kehamilan kembar
yang berasal dari 2 telur, juga hormon gonadotropin
yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi
dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigotik.
Faktor-faktor tersebut dan mungkin pula faktor lain
dengan mekanisme tertentu menyebabkan
matangnya 2 atau lebih folikel de graff atau
terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel.
Kemungkinan pertama dibuktikan dan ditemukan
21 korpora lutea pada kehamilan kembar. Pada
fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan
kembar, jika telur-telur yang diperoleh dapat
dibuahi lebih dari satu, jika semua embrio yang
kemudian dimasukkan kedalam rongga rahim ibu
tumbuh berkembang lebih dari satu. Pada kembar
yang berasal dari satu telur, faktor bangsa, hereditas,
umur dan paritas tidak atau sedikit sekali
mempengaruhi kehamilan kembar itu. Diperkirakan
disini sebabnya ialah faktor penghambat pada masa
pertumbuhan dini hasil konsepsi. Faktor

61
penghambat yang mempengaruhi segmentasi
sebelum blastula terbentuk,menghasilkan kehamilan
kembar dengan 2 amnion, 2 korion dan 2 plasenta
seperti pada kehamilan kembar dizigotik.
b. Tanda dan Gejala Kehamilan Gemelli
Menurut Dutton, dkk (2012:156) tanda dan gejala pada
kehamilan kembar adalah sebagai berikut:
a) Pada kehamilan kembar distensi uterus
berlebihan, sehingga melewati batas
toleransinya dan seringkali terjadi partus
prematurus. Usia kehamilan makin pendek dan
makin banyaknya janin pada kehamilan kembar.
b) Mual dan muntah berat karena HCG meningkat
c) Palpasi abdomen mendapatkan 3 atau lebih
bagian tubuh yang besar
d) Auskultasi lebih dari satu denyut jantung yang
terdengar jelas dan berbeda (nonmaternal) lebih
dari 10 denyut/menit. Kecurigaan meningkat
jika keluarga memiliki riwayat kehamilan
kembar
e) Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada
kehamilan kembar bertambah sehingga dapat
menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi
lain.
f) Frekuensi hidramnion kira-kira sepuluh kali
lebih besar pada kehamilan kembar daripada
kehamilan tunggal.
g) Frekuensi pre-eklamsia dan eklamsia juga
dilaporkan lebih sering pada kehamilan kembar.

62
h) Solusio plasenta dapat terjadi kemudian seperti
sesak nafas, sering kencing, edema dan varises
pada tungkai bawah dan vulva.
L. PROLAPS TALI PUSAR
Prolaps tali pusat adalah penurunan tali pusat ke dalam vagina
mendahului bagian terendah janin yang mengakibatkan kompresi tali pusat
di antara bagian terendah janin dan panggul ibu (Prawiroharjo, 2012).
Prolaps tali pusat merupakan keadan dimana tali pusat berada di samping
atau melewati bagian terendah janin dalam jalan lahir sebelum ketuban
pecah yang mengakibatkan kompresi (Stright, 2004).
Prolaps tali pusat adalah tali pusat berada di samping atau melewati
bagian terendah janin dalam jalan lahir sebelum ketuban pecah. (Mansjoer
Arif, 2000). Prolaps tali pusat adalah keadaan darurat obstetrik langka
yang terjadi ketika tali pusat turun di samping atau di luar bagian
presentasi janin. Hal ini dapat mengancam jiwa janin karena aliran darah
melalui pembuluh pusar tidak mampu mengkompromi kompresi tali pusar
diantara janin dan rahim, leher rahim, atau leher panggul. Keadaan ini
membuat janin dapat mengalami hipoksia yang dapat berakibat pada
asfiksia (Phelan, 2013).
Dari beberapa definisi tersebut disimpulkan bahwa prolaps tali
pusat adalah letak tali pusat yang berada di samping atau dibagian
terendah yaitu jalan lahir janin yang dapat menyebabkan kompresi pada
tali pusat sehingga fungsi tali pusat menjadi terganggu.
a) Etiologi
1. Etiologi fetal
 Presentasi yang abnormal seperti letak
lintang, letak sungsang, presentasi bokong,
terutama presentasi kaki.
 Prematuritas. Seringnya kedudukan
abnormal pada persalinan prematur, yang
salah satunya disebabkan karena bayi yang

63
kecil sehingga kemungkinan untuk aktif
bergerak.
 Gemeli dan multiple gestasi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi meliputi gangguan
adaptasi, frekuensi presentasi abnormal
yang lebih besar, kemungkinan presentasi
yang tidak normal.
 Polihidramnion, sering dihubungkan
dengan bagian terendah janin yang tidak
engage.
 Ruptur membran amnion spontan. Keadaan
ketuban pecah dini tersebut membawa
sejumlah besar cairan mengalir ke luar dan
tali pusat hanyut ke vagina.
2. Etiologi Maternal
 Disproporsi kepala panggul
Disproporsi antara panggul dan bayi
menyebabkan kepala tidak dapat turun dan
pecahnya ketuban dapat diikuti tali pusat
menumbung.
 Bagian terendah yang tinggi
Tertundanya penurunan kepala untuk sementara dapat
terjadi meskipun panggul normal.
3. Etiologi dari tali pusat dan plasenta
 Tali pusat yang panjang
Semakin panjang tali pusat, maka semakin
mudah menumbung.
 Plasenta letak rendah
Jika plasenta dekat serviks maka akan
menghalangi penurunan bagian terendah.

64
Disamping itu insersi tali pusat lebih dekat
serviks.
b) Klasifikasi
Prolaps Tali pusat dapat dibedakan menjadi 3
derajat yaitu :
 Occult prolapsed, jika tali pusat terletak di samping
kepala atau di dekat pelvis tapi tidak dalam
jangkauan jari pada pemeriksaan vagina.
 Tali pusat terdepan (tali pusat terkemuka), jika tali
pusat berada disamping bagian besar janin dapat
teraba pada kanalis servikalis, atau lebih rendah
dari bagian bawah janin sedangkan ketuban masih
intek atau belum pecah.
 Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli), jika
tali pusat teraba keluar atau berada disamping dan
melewati bagian terendah janin di dalam jalan
lahir, tali pusat dapat prolaps ke dalam vagina atau
bahkan di luar vagina setelah ketuban pecah
(Winkjosastro, 2005).
c) Tanda dan Gejala
 Tali pusat kelihatan menonjol keluar dari vagina.
 Tali pusat dapat dirasakan atau diraba dengan tangan
didalam bagian yang lebih sempit dari vagina.
 Keadaan jalan lahir yang berbahaya mungkin terjadi
sebagai mana tali pusat ditekan antara bagian
presentase dan tulang panggul.
 Auskultasi terdengar jantung janin ireguler
 Terdapat bradikardia janin ( DJJ <100x/menit)
 Hipoksia janin ditandai dengan gerakan janin yang
jarang dan lemah.

65
M.HIDROSEPHALUS
Hidrosefalus adalah penumpukan cairan pada rongga otak atau
yang disebut dengan ventrikel. yang mengakibatkan ventrikel-ventrikel di
dalamnya membesar dan menekan organ tersebut. Cairan ini akan terus
bertambah sehingga ventrikel di dalam otak membesar dan menekan
struktur dan jaringan otak di sekitarnya. Jika tidak segera ditangani,
tekanan ini dapat merusak jaringan dan melemahkan fungsi otak.
Hidrosefalus dapat diderita oleh segala usia, namun kasus ini
sebagian besar terjadi pada bayi dan lansia. Berdasarkan gejalanya,
penyakit hidrosefalus dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
Hidrosefalus kongenital atau bawaan. Kondisi ini terjadi sejak bayi baru
dilahirkan. Bayi yang mengalami hidrosefalus bawaan, kepalanya akan
terlihat sangat besar. Ubun-ubun atau fontanel mereka akan tampak
menggelembung dan menegang. Dikarenakan kulit kepala bayi masih
tipis, maka penggelembungan tersebut membuat urat-urat kepala menjadi
terlihat dengan jelas.
Bayi-bayi dengan hidrosefalus, memiliki mata yang terlihat seperti
memandang ke bawah dan otot-otot kaki terlihat kaku, serta rentan
mengalami kejang. Gejala-gejala hidrosefalus bawaan lainnya adalah
mudah mengantuk, mual, rewel, dan susah makan.
Hidrosefalus yang didapat atau acquired. Kondisi ini diderita oleh
anak-anak dan orang dewasa. Selain penderita akan mengalami mual dan
nyeri leher, nyeri kepala juga akan muncul. Nyeri kepala ini biasanya
sangat terasa di pagi hari, setelah bangun tidur. Gejala lain dari
hidrosefalus tipe ini adalah mengantuk, penglihatan buram, bingung, sulit
menahan kemih atau menahan buang air besar, dan sulit berjalan. Jika
tidak segera diobati, kondisi ini dapat menyebabkan koma, bahkan
kematian.
Hidrosefalus dengan tekanan normal. Kondisi ini umumnya
dialami oleh lansia (di atas 60 tahun). Penderita akan kesulitan
menggerakkan kaki, sehingga beberapa dari mereka terpaksa menyeret

66
kaki agar dapat berjalan. Gejala lainnya adalah kacaunya kendali kemih
yang ditandai dengan sulit menahan buang air kecil atau sering merasa
ingin buang air kecil. Selain fisik, hidrosefalus tekanan normal juga
berdampak kepada kemampuan berpikir penderita. Mereka akan sulit
mencerna informasi dan lambat dalam menanggapi situasi atau pertanyaan.
Segera periksakan bayi, anak, atau diri Anda sendiri ke dokter jika
melihat atau merasakan gejala-gejala hidrosefalus. Terutama pada bayi
yang menderita hidrosefalus bawaan, jika tidak ditangani dengan tepat,
dalam jangka panjang kondisi tersebut dapat mengakibatkan komplikasi
seperti:
 Gangguan koordinasi.
 Epilepsi.
 Gangguan penglihatan.
 Penurunan daya ingat.
 Kesulitan belajar.
 Gangguan bicara.
 Sulit berkonsentrasi dan perhatian mudah teralih.
Penyebab Hidrosefalus
Di dalam otak kita terdapat cairan yang disebut sebagai
serebrospinal. Cairan ini berfungsi untuk membersihkan limbah yang
berasal dari metabolisme otak, melindungi otak dari cedera, menjaga agar
otak tetap mengapung pada posisinya, dan mencegah terjadinya perubahan
tekanan pada otak.
Tiap harinya jaringan pelapis otak secara rutin memproduksi cairan
serebrospinal. Cairan yang sudah tidak terpakai kemudian dibuang dari
tubuh setelah diserap oleh pembuluh darah.
Meski bermanfaat bagi kesehatan otak, cairan serebrospinal bisa
menjadi bumerang dan berbalik merugikan otak ketika jumlah cairan yang
diproduksi lebih besar dibandingkan dengan yang dibuang. Inilah yang

67
disebut sebagai hidrosefalus, yaitu meningkatnya volume cairan
serebrospinal di dalam otak.
Beberapa pemicu terjadinya hidrosefalus di antaranya adalah :
 Buruknya mekanisme penyerapan cairan akibat radang atau cedera
pada otak.
 Terhambatnya aliran cairan serebrospinal akibat kelainan pada
sistem saraf.
 Infeksi janin saat masih di dalam kandungan yang menyebabkan
radang pada jaringan otak janin.
 Perdarahan di dalam otak.
 Tumor otak.
 Cedera parah di kepala.
 Penyakit stroke.
Diagnosis Hidrosefalus
Beberapa jenis pemeriksaan akan dilakukan oleh dokter ahli saraf
guna mendiagnosis hidrosefalus, seperti pemeriksaan tanda-tanda fisik,
pemeriksaan koordinasi dan keseimbangan, pemeriksaan sensorik
(kemampuan melihat, mendengar, atau meraba), dan pemeriksaan kondisi
otot (tonus, kekuatan, dan refleks). Selain itu, kondisi psikologis pasien
juga kemungkinan akan diperiksa jika diperlukan.
Untuk memastikan adanya penumpukan cairan serebrospinal di
dalam otak atau memastikan apakah ada kondisi lain yang menyebabkan
gejala serupa dengan hidrosefalus, dokter kemungkinan akan melakukan
pemindaian otak melalui:
1. CT scan. Biasanya digunakan sebagai pemeriksaan darurat
terhadap penyakit hidrosefalus. Melalui CT scan, gambar otak
secara potong lintang dapat dihasilkan dengan teknologi X-ray.
2. MRI scan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan
gambar otak secara rinci dengan menggunakan medan magnetik
dan gelombang radio.

68
3. USG. Pemeriksaan ini relatif aman dan rendah risiko. Karena
itu, USG sering dijadikan sebagai pemeriksaan awal untuk
mendeteksi hidrosefalus pada janin di dalam kandungan atau
bayi yang sudah lahir.
Pengobatan Hidrosefalus
Pengobatan utama hidrosefalus adalah melalui operasi. Tujuannya
adalah untuk membuang kelebihan cairan serebrospinal di dalam otak.
Salah satu jenis operasi yang biasanya diterapkan pada kasus hidrosefalus
adalah operasi pemasangan shunt.
Shunt merupakan alat khusus berbentuk selang yang dipasangkan
oleh ahli bedah ke dalam kepala guna mengalirkan cairan otak ke bagian
tubuh lain dan diserap oleh pembuluh darah. Bagian tubuh yang sering
dipilih sebagai rute aliran cairan serebrospinal adalah rongga perut. Shunt
dilengkapi dengan katup yang berfungsi untuk mengendalikan aliran
cairan sehingga keberadaan serebrospinal di dalam otak tidak surut terlalu
cepat.
Shunt yang dipasangkan pada bayi dan anak-anak umumnya perlu
diganti seiring pertumbuhan agar sesuai dengan fisik mereka yang makin
besar. Diperkirakan sebanyak dua kali prosedur pemasangan shunt akan
dilakukan pada anak-anak sebelum mereka menginjak usia 10 tahun.
Jenis operasi penanganan hidrosefalus lainnya adalah endoscopic third
ventriculostomy (ETV). Berbeda dengan operasi pemasangan shunt, pada
prosedur ETV, cairan serebrospinal dibuang dengan cara menciptakan
lubang penyerapan baru di permukaan otak. Prosedur ini biasanya
diterapkan pada kasus hidrosefalus yang dipicu oleh penyumbatan
ventrikel otak.
N. BAYI LETAK LINTANG
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang
menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang.
Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah
ramus pubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu

69
depan (anterior) berada di bawah pubis. Bila bahu gagal untuk
mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan
tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi besar akan terjadi
benturan bahu depan terhadap simfisis yang sering disebut dengan distosia
bahu. (Sarwono, 2002)
Letak lintang adalah apabila sumbu janin melintang dan bisaanya
bahu merupakan bagian terendah janin. (Sarwono, 2002)
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di
dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada
sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada
kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung
janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior),
di atas (dorsosuperior), di bawah (dorsoinferior).
(Sarwono, 2005).
a) Jenis-Jenis Letak Lintang
Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut
beberapa macam, yaitu;
Menurut letak kepala terbagi atas;
 LLi I
Apabila posisi kepala janin berada pada
sebelah kiri.
 LLi II
Apabila posisi kepala janin berada pada
sebelah kanan.

Menurut posisi punggung terbagi atas;

 Dorso anterior
Apabila posisi punggung janin berada di
depan.
 Dorso posterior

70
Apabila posisi punggung janin berada di
belakang.
 Dorso superior
Apabila posis punggung janin berada di atas.
 Dorso inferior
Apabila posisi punggung janin berada di
bawah.
b) Etiologi
Penyebab utama letak lintang adalah
relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat
multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi
dengan hidrosefalus,bayi yang terlalu kecil atau
sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal,
panggul sempit, hidramnion, kehamilan kembar,
dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang
dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam
rongga panggul seperti misalnya tumor di daerah
panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya
letak lintang tersebut. Distosia bahu juga
disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke
dalam panggul.
Insiden letak lintang naik dengan
bertambahnya paritas. Pada wanita dengan paritas
empat atau lebih, insiden letak lintang hampir
sepuluh kali lipat dibanding wanita nullipara.
c. Patofisiologi
Distosia bahu disebabkan oleh deformitas panggul,
kegagalan bahu untuk melipat ke dalam panggul yang
disebabkan oleh fase aktif dan fase persalinan kala II yang
pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang
terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat

71
melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah
panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelum
bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
Relaksasi dinding abdomen pada perut yang
menggantung menyebabkan uterus beralih ke depan,
sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi
menjauhi sumbu jalan lahir, yang menyebabkan terjadinya
posisi oblik atau melintang. Letak lintang atau letak miring
kadang-kadang dalam persalinan terjadi dari posisi
longitudinal yang semula, dengan berpindahnya kepala atau
bokong ke salah satu fosa iliaka.
Pada proses persalinan, setelah ketuban pecah
apabila ibu dibiarkan bersalin sendiri, bahu bayi akan
dipaksa masuk ke dalam panggul dan tangan yang sesuai
sering menumbung. Setelah penurunan, bahu berhenti
sebatas pintu atas panggul dengan kepala di salah satu fosa
iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain.
Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit
di bagian atas panggul. Uterus kemudian berkontraksi
dengan kuat dalam upayanya yang sia-sia untuk mengatasi
halangan tersebut. Setelah beberapa saat akan terjadi cincin
retraksi yang semakin lama semakin tinggi dan semakin
nyata. Keadaan seperti ini disebut sebagai letak lintang
kasep. Jika tidak cepat diatasi, dan ditangani secara benar,
uterus akan mengalami ruptura dan baik ibu maupun janin
dapat meninggal.
d. Mekanisme Persalinan
Ada kalanya anak yang pada permulaan persalinan
dalam letak lintang, bisa berputar sendiri dan menjadi letak
memanjang. Kejadian seperti ini disebut versio spontanea.
Tanda-tanda pada persalinan letak lintang bisaanya ketuban

72
cepat pecah, pembukaan berjalan lambat, partus menjadi
lebih lama, tangan menumbung (20-50%), tali pusat
menumbung 10%.
Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal
dan janin cukup bulan, tidak dapat terjadi persalinan
spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan
menyebabkan kematian janin dan ruptura uteri. Bahu
masuk ke dalam panggul, sehingga rongga panggul
seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya.
Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit
dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan
janin, segmen atas uterus terus berkontraksi dan beretraksi
sedangkan segmen bawah uterus melebar serta menipis,
sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin
tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik. Keadaan
demikian dinamakan letak lintang kasep, sedangkan janin
akan meninggal. Bila tidak segera dilakukan pertolongan,
akan terjadi ruptura uteri, sehingga janin yang meninggal
sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus dan masuk ke
dalam rongga perut. Ibu berada dalam keadaan sangat
berbahaya akibat perdarahan dan infeksi, dan sering kali
meninggal pula.
Kalau janin kecil, sudah mati dan menjadi lembek,
kadang-kadang persalinan dapat berlangsung spontan. Janin
lahir dalam keadaan terlipat melalui jalan lahir atau lahir
dengan evolusio spontanea menurut cara Denman atau
Douglas.
Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan
dengan fleksi kuat di bagian bawah tulang belakang, badan
bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul
dan lahir, kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.

73
Pada cara Douglas bahu masuk ke dalam rongga
panggul, kemudian dilewati oleh bokong dan kaki,
sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusul
oleh lahirnya kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi
suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat
fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin.
e. Prognosis
Letak lintang merupakan letak yang tidak mungkin lahir
spontan dan berbahaya bagi ibu dan bayi.
 Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik
spontan, atau sewaktu versi dan ekstraksi. Pada
partus lama, ketuban pecah dini dengan mudah dapat
mengakibatkan terjadinya infeksi.

 Bagi bayi
Angka kematian tinggi sekitar 25-40% yang dapat
disebabkan oleh prolapsus funikuli, trauma partus,
hipoksia karena kontraksi uterus terus-menerus.
Prognosa bayi sangat tergantung pada saat pecahnya
ketuban, maka kita harus berusaha supaya ketuban
selama mungkin tetap utuh misalnya;
 Melarang pasien mengejan
 Pasien dengan bayi yang melintang
tidak dibenarkan berjalan-jalan
 Tidak diberi obat his
 Toucher harus hati-hati jangan sampai
memecahkan ketuban. Atau lebih baik
apabila tidak dilakukan toucher

Setelah ketuban pecah bahayanya bertambah karena;

74
 Dapat terjadi letak lintang kasep kalau pembukaan sudah lengkap
 Bayi dapat mengalami asphyxia karena peredaran darah placenta
berkurang
 Tali pusat dapat menumbung
 Bahaya infeksi bertambah
f. Penatalaksanaan Medis
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan
letak lintang, sebaiknya diusahakan mengubah menjadi
presentasi kepala dengan versi luar pada primigravida usia
kehamilan 34 minggu, pada multigravida usia kehamilan 36
minggu. Sebelum melakukan versi luar harus dilakukan
pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor
dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat
membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil,
janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah
janin memutar kembali ibu dianjurkan menggunakan
korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk
menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah sakit lebih
dini pada permulaan persalinan, sehingga apabila terjadi
perubahan letak, segera dapat ditentukan diagnosis dan
penanganannya.
Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan
mengubah letak lintang janin menjadi presentasi kepala
asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban
belum pecah. Pada seorang primigravida bila versi luar
tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan sectio caesarea.
Sikap ini berdasarkan berbagai pertimbangan sebagai
berikut;
 Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks
dengan baik, sehingga pada seorang primigravida

75
kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar
menjadi lengkap
 Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan
tekanan intra-uterin pada waktu his, maka lebih
sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan
serviks sempurna dan dapat mengakibatkan
terjadinya prolapsus funikuli
 Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan

Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara


bergantung pada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetric
wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan
kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar dapat
ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap
untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama
menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan
melarang wanita tersebut bangun atau meneran.

Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap


dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan
sectio caesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada
prilapsus funikuli, maka bergantung kepad tekanan, dapat
ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan
versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan sectio
caesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi untuk
beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan
berlangsung dengan lancer atau tidak.

Versi ekstraksi dapat pula dilakukan pada


kehamilan kembar apabila setelah bayi pertama lahir,
ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada
letak lintang kasep, versi ekstraksi akan mengakibatkan

76
ruptura uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya
dilakukan sectio caesarea dengan segera, sedangkan pada
janin yang sudah mati dilahirkan per vagina dengan
dekapitasi.

O. BAYI LETAK SUNGSANG


Letak sunsang adalah letak memanjang dengan bokong janin di
bagian bawah uterus dan kepala di fundus uterus (Mauren Boyle, 2008;
Sulaeman Sastrawinata, 1984; Sarwono, 2006).
a) Klasifikasi
 Presentasi bokong murni: bokong saja yang menjadi
bagian depan sedangkan kedua tungkai lurus ke atas dan
terjadi ketika bokong janin lebih dulu memasuki rongga
panggul.
 Presentasi bokong kaki sempurna: presentasi dengan fleksi
pada pinggul dan lutut dengan kaki di samping bokong.
 Presentasi bokong kaki tak sempurna: salah satu atau
kedua kaki merupakan bagian presentasi dengan ekstensi
pada pinggul
 Presentasi kaki: teraba nya kedua kaki atau lutut atau
hanya teraba 1 kaki atau 1 lutut. (Mauren Boyle, 2008;
Sulaeman Sastrawinata, 1984; Sarwono, 2006;
Cunningham, 2005)
Prinsip Dasar Persalinan Sungsang
Persalinan pervaginam
a. Persalinan spontan
Janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu
sendiri. Cara ini disebut Bracht.
Prosedur persalinan :
Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar
merupakan fase yang tidak berbahaya.

77
Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase
ini kepala janin masuk PAP, sehingga kemungkinan tali
pusat terjepit.
Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian
kepala, kepala keluar dariruangan yang bertekanan tinggi
(uterus) ke dunia luar yang tekanannya lebih rendah
sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-lahan untuk
menghindari pendarahan intrakranial (adanya tentorium
cerebellum).
Teknik persalinan
Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam
piper. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong
berdiri di depan vulva saat bokong mulai membuka
vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin intramuskulus.
Dilakukan episiotomi. Segera setelah bokong lahir,
bokong dicengkram dengan cara Bracht, yaitu kedua
ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha,
sedangkan jari-jari lain memegang panggul. Saat tali
pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat
dikendorkan terlebih dahulu. Penolong melakukan
hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan
rotasianterior, yaitu punggung janin didekatkan ke
perut ibu, gerakan ini disesuaikan dengan gaya berat
badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis,
seorang asisten melakukan ekspresikriste ller.
Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat
sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga
kepala janin tetap dalam posisi fleksi, dan
menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan
kepala janin, sehingga tidak teradi lengan
menjungkit. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-

78
turut lahir pusar, perut, bahu, lengan, dagu, mulut dan
akhirnya seluruh kepala. Janin yang baru lahir
diletakkan diperut ibu.
P. PRESENTASE DAHI
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada
diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan
bagian yang terendah. Pada umumnya presentasi dahi ini merupakan
kedudukan yang bersifat sementara, dan sebagian besar akan berubah
menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Angka kejadian
presentasi dahi kurang lebih satu diantara 400 persalinan.
a. Etiologi
Sebab terjadinya presentasi dahi pada dasarnya sama
dengan sebab terjadinya presentasi muka yaitu keadaan-keadaan
yang memaksa terjadinya defleksi kepala atau keadaan-keadaan
yang memaksa terjadinya fleksi kepala. Semua presentasi muka
biasanya melewati fase presentasi dahi lebih dahulu.
b. Diagnosis
Pada permulaan persalinan diagnosis presentasi dahi sulit
ditegakkan. Pemeriksaan luar memberikan hasil seperti pada
presentasi muka, tetapi bagian belakang kepala tidak seberapa
menonjol. Denyut jantung janin jauh lebih jelas terdengar di bagian
dada, yaitu bagian yang sama dengan bagian-bagian kecil.
Kelainan presentasi ini harus dicurigai apabila pada
persalian kepala janin tidak dapat turun kedalam rongga panggul
pada wanita yang pada persalinan-persalinan sebelumnya tidak
pernah mengalami kesulitan. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba
sutura frontalis, yang bila diikuti pada ujung yang satu diraba
ubun-ubun besar dan pada ujung lain teraba pangkal hidung dan
lingkar orbita. Pada presentasi dahi ini mulut dan dagu tidak dapat
diraba.

79
c. Mekanisme Persalinan
Kepala masuk melalui pintu atas panggul dengan
sirkumferensia maksiloparietalis serta sutura frontalis melintang
atau miring. Setelah terjadi moulage, dan ukuran terbesar kepala
telah melalui pintu atas panggul,dagu memutar ke depan. Sesudah
dagu berada didepan, dengan fosa kanina sebagai hipomoklion,
terjadi fleksi sehingga ubun-ubun besar dan belakang kepala lahir
melewati perineum. Kemudian terjadi defleksi, sehingga mulut dan
dagu lahir dibawah simfisis. Yang menghalangi presentasi dahi
berubah menjadi presentasi muka biasanya karena terjadi moulage
dn kaput seksudanium yang besar pada dahi waktu kepla
memasuki panggul, sehingga sulit terjadi penambahan defleksi.
Karena besarnya ukuran ini, kepala baru dapat masuk
kedalam rongga panggul setelah terjasi molage untuk
menyesuaikan diri pada besar dan bentuk pintu atas panggul.
Persalinan membutuhkan waktu lama dan hanya 15% berlangsung
spontan. Angka kematian perinatal lebih dari 20%, sedangkan
persalinan pervaginam berakibat perlukaan luas pada perineum dan
jalan lahir lainnya.
d. Penanganan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang
normal, tidak akan dapat lahir spontan pervaginam, sehingga harus
dilahirkan secara seksio sesaria. Pada janin yang kecil dan panggul
yang luas pada garis besarnya sikap dalam menghadapi persalinan
presentasi dahi sama dengan sikap menghadapi persalinan
presentasi muka. Bila persalinan menunjukkan kemajuan, tidak
perlu dilakukan tindakan. Demikian pula bila harapan presentasi
dahi dapat berubah menjadi presentasi belakang kepala atau
presentasi muka. Jika pada akhir kala I kepala belum masuk ke
dalam rongga panggul, dapat diusahakan dengan mengubah
presentasi dengan perasat Thorn, tetapi jika tidak berhasil,

80
sebaiknya dilakukan seksio sesaria. Meskipun kepala telah masuk
ke rongga panggul, tetapi bila kala II tidak mengalami kemajuan
sebaiknya juga dilakukan seksio sesaria. Bayi yang lahir dalam
presentasi dahi menunjukkan kaput seksudanium yang besar pada
dahi serta moulage kepala yang hebat.
Q. PRESENTASI MUKA
Presentasi Muka adalah keadaan di mana kepala dalam kedudukan
defleksi maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka
merupakan bagian terendah menghadap ke bawah.
(Ilmu Kebidanan)
Pada presentasi muka, kepala berada dalam posisi hiperekstensi
sehingga oksiput menempel pada punggung bayi dan dagu (mentum)
menjadi bagian terbawah janin. Muka janin dapat tampil sebagai dagu
(mentum) anterior atau posterior, relatif terhadap simfisis pubis.
(Duff, Obstetri Williams)
Presentasi muka yaitu keadaan dimana kepala mengalami
hiperfleksi sehingga oksiput bersentuhan dengan punggung bayi dan
mentum merupakan denominator. (Bhal et al, Asuhan kebidanan
persalinan dan kelahiran)
Dalam kaitannya dengan simfisis pubis, maka presentasi muka
dapat terjadi denganmento anterior atau mento posterior.
Pada janin aterm dengan presentasi muka mento-posterior, proses
persalinan pervaginam terganggu akibat bregma (dahi) tertahan oleh
bagian belakang simfisis pubis. Dalam keadaan ini, gerakan fleksi kepala
agar persalinan pervaginam dapat berlangsung terhalang, maka persalinan
muka spontan per vaginam tidak mungkin terjadi. Bila dagu berada di
anterior, persalinan kepala per vaginam masih dapat berlangsung
pervaginam melalui gerakan fleksi kepala. Pada sejumlah kasus presentasi
muka dagu posterior, dagu akan berputar spontan ke anterior pada
persalinan lanjut.

81
Presentasi Muka jarang terjadi kira-kira 1 dalam 500 kelahiran.
Kepala dan tulang belakang ekstensi tetapi lutut fleksi sehingga letak fetus
dalam uterus dalam bentuk huruf S. Oksiput berlawanan dari bahu dan
muka secara langsung yang berada dibagian os. Internum.
a. Etiologi
Penyebab presentasi muka sangat banyak dan pada
umumnya berasala dari faktor apapun yang menyebabkan
ekstensi atau menghalangi fleksi kepala.
 Tumor leher janin
 Panggul sempit
 Bayi besar
 Anensefalus
 Lilitan tali pusat di leher
 Pembesaran leher yang mencolok
Grande multipara dengan perut gantung (‘pendulous
abdomen’)
Faktor Presdiposisinya adalah pada wanita
multipara dan perut gantung. Keadaan tersebut
menyebabkan punggung bayi merosot ke depan ke arah
lateral, seringkali pada arah yang sama dengan oksiput,
sehingga menambah ekstensi vertebra servikalis dan
torakalis.
b. Diagnosisi
 Dalam kehamilan
Letak muka kadang-kadang dapat
dicurigai dalam kehamilan jika:
Tonjolan kepala teraba sepihak
dengan punggung dan antara belakang
kepala dan punggung teraba sudut yang
runcing (sudut fabre); tonjolan kepala ini

82
juga bertentangan dengan pihak bagian-
bagian kecil.
Bunyi jantung anak terdengar pada
pihak bagian-bagian kecil. Atas penemuan
tersebut dianjurkan untuk dibuat foto
rontgen
Pemeriksaan radiologis dapat
menampakkan gambaran hiperekstensi
kepala yang jelas dan tulang muka diatas
pintu atas panggul.
 Dalam persalinan
Dengan pemeriksaan dalam pada
pembukaan yang cukup besar teraba: orbita,
tulang pipi, mulut dan dagu, Kadang perlu
dibedakan dengan presentasi bokong dimana
dapat teraba adanya anus dan tuber-
ischiadica yang sering keliru dengan mulut
dan tulang rahang atas.
R. DISTOSIA
Distosia ialah persalinan yang sulit. Sebab-sebabnya secara umum dibagi
dalam 3 golongan yaitu :
 Distosia karena kelainan tenaga (kelainan His). His yang tidak
normal dalam hal kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa
rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan, tidak dapat diatasi, sehingga pesalinan mengalami
hambatan atau kemacetan.
 Distosia karena kelaianan Janin (Passenger). Persalinan dapat
mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam
letak atau bentuk janinyang terlampau besar sehingga sulit
memasuki PAP.

83
 Distosia karena kelainan Jalan Lahir (Passage). Kelainan dapat
berupa ukuran atau bentuk jalan lahir yang relatif kecil atau
sempit sehingga menghalangi kemajuan persalinan atau
menyebabkan kemacetan.
Patomekanisme Distosia
Patomekanisme distosia dijelaskan berdasarkan kelainan-
kelainannya yaitu :
 Distosia karena kelainan tenaga
 Distosia karena kelaianan Janin (Passenger).
 Distosia karena kelainan Jalan Lahir (Passage)
Jenis-jenis Distosia yaitu :
1. Distosia karena kelainan tenaga (Power)
 Inersia uteri
 Incoordinate uterine action
2. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
(Passanger)
a) kelainan letak,presentasi atau posisi
 Presentasi belakang kepala oksiput posterior menetap
 Presentasi belakang kepala oksiput melintang
 Presentasi puncak kepala
 Presentasi dahi
 Presentasi muka
 Presentasi rangkap
 Letak sungsang
 Letak lintang
 Presentasi ganda
 Kehamilan ganda
b) kelainan bentuk janin
 Pertumbuhan janin berlebih
 Hidrosefalus dan anensefalus

84
 Tali pusat terkemuka atau menumbung
3. Distosia karena kelainan tulang panggul (Passage)
 Kelainan bentuk panggul : panggul jenis Naegele, rakhitis,
skoliosis, kifosis robert, dll.
 Kelainan ukuran panggul.
S. SOLUTIO PLACENTA
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal
pada korpus uteri sebelum janin lahir, nis dengan masa kehamilan 22
minggu / berat janin di atas 500 gr.
a. Etiologi
Etiologi dari solusio belum diketahui secara pasti. Faktor
predisposisi yang mungkin ialah hipertensi kronik, trauma eksternal, tali
pusat pendek, defisiensi gizi, merokok, konsumsi alkohol, penyalah
gunaan kokain, umur ibu yang tua.
b. Patofisiologi
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam
desidua basalis yang kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis
yang melekat pada mometrium sehingga terbentuk hematoma desidual
yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran
plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma
retro plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah,
hingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena
uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu
berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya
darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban
c. Manifestasi Klinis
a) Anamnesis
Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan
pervaginan berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali
dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri

85
perut, uterus tegang perdarahan pervaginan yang banyak,
syok dan kematian janin intra uterin.
b) Pemeriksaan fisik
Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.
c) Pemeriksaan obstetri
Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang
sukar dinilai, denyut jantung janin sulit dinilai / tidak ada,
air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.
d. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin,
hemotokrit, trombosit, waktu protombin, waktu
pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar
fibrinogen, dan elektrolit plasma.
 Cardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin.
 USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan
keadaan janin.
T. RETENSIO PLACENTA
Retensio Plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi
waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak ,
artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan
tindakan plasenta manual dengan segera ( Manuaba, 2008). Selanjutnya
menurut Kunsri (2007) Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran
plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi, dapat terjadi retensio
plasenta berulang ( habitual retension ) oleh karena itu plasenta harus di
keluarkan karna dapat menimbulkan bahaya perdarahan.
a. Klasifikasi
Berdasarkan tempat implantasinya retensio plasenta dapat di
klasifikasikan menjadi 5 bagian :
a) Plasenta Adhesiva
Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta plasenta dan melekat pada

86
desidua dan melekat pada desidua endometrium
lebih dalam .
b) Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki lapisan miometrium yang menembus
lebih dalam miometrium tetapi belum menembus
serosa.
c) Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai atau memasuki miometrium , dimana vili
khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua sampai ke miometrium .
d) Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot khorion plsenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan
serosa di uterus, yang menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.
e) Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh kontraksi ostium uteri (Sarwono,
2005).
b. Etiologi
Adapun faktor penyebab dari retensio plasenta adalah :
a) Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena
tumbuh dan melekat lebih dalam .
b) Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena
atonia uteri dan akan meyebabkan perdarahan yang
banyak atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian
bawah rahim yang akan menghalangi plasenta keluar .

87
c) Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan
terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah
lepas akan terjadi perdarahan (Mochtar, 1998).
Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum
lahir, perlu di usahakan untuk melahirkan plasenta dengan
segera . Jikalau plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara
perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena
perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia uterus
membesar dan lembek pada palpasi, sedang pada perdarahan
karena perlukaan jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik
(Wiknjosastro, 2005).
U. LUKA DIJALAN LAHIR
Robekan jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina,
cincin selaput dara, serviks, portio septum rektovaginalis akibat dari
tekanan benda tumpul (Wiknjosastro, Sarwono:178)
Robekan jalan lahir adalah robekan yang selalu memberikan
perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya yang berasal dari
perineum, vagina serviks, dan uterus. (Ilmu kebidanan, penyakit
kandungan, & KB untuk pendidikan bidan : 308)
Robekan jalan lahir meliputi : Robekan Vagina, Robekan Perineum,
Robekan Serviks dan Rupture Uteri.
a. Robekan Vagina
Robekan atau laserasi yang sampai pada daerah vagina dan
cenderung mencapai dinding lateral dan jika cukup dalam dapat
mencapai levator ani. Kadang juga dapat mengakibatkan cedera
tambahan pada bagian atas saluran vagina, dekat spina iskiadika.
Perlukaan pada dinding depan vagina sering kali terjadi
terjadi di sekitar orifisium urethrae eksternum dan klitoris.
Perlukaan pada klitoris dapat menimbulkan perdarahan banyak.
Kadang-kadang perdarahan tersebut tidak dapat diatasi hanya

88
dengan jahitan, tetapi diperlukan penjepitan dengan cunam selama
beberapa hari.
Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri, atau
merupakan lanjutan robekan perineum. Robekan vagina sepertiga
bagian atas umumnya merupakan lanjutan robekan serviks uteri.
Pada umumnya robekan vagina terjadi karena regangan jalan lahir
yang berlebih-lebihan dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan. Baik
kepala maupun bahu janin dapat menimbulkan robekan pada
dinding vagina. Kadang-kadang robekan terjadi akibat ekstrasi
dengan forceps. Bila terjadi perlukaan pada dindin vagina , akan
timbul perdarahan segera setelah jalan lahir. Diagnose ditegakan
dengan mengadakan pemeriksaan langsung.
Untuk dapat menilai keadaan bagian dalam vagina, perlu
diadakan pemeriksaan dengan speculum. Perdarahan pada keadaan
ini umumnya adalah perdarahan arterial sehingga perlu dijahait.
Penjahitan secara simpul dengan benang catgut kromik no.0 atau
00, dimulai dari ujung luka sampai luka terjahit rapi.
Pada luka robek yang kecil dan superfisal, tidak diperlukan
penangan khusus pada luka robek yang lebar dan dalam, perlu
dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau jelujur.
Bisanya robekan pada vagina sering diiringi dengan
robekan pada vulva maupun perinium. Jika robekan mengenai
puncak vagina, robekan ini dapat melebar ke arah rongga panggul,
sehingga kauum dougias menjadi terbuka. Keadaan ini disebut
kolporelasis. Kolporeksis adalah suatu keadaan dimana menjadi
robekan pada vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri
dan sebagian uterus terlepas dari vagina.
b. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas

89
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito bregmatika.
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang
membentuk perinium. Terletak antara vulva dan anus, panjangnya
kira-kira 4 cm. Jaringan yang terutama menopang perinium adalah
diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri dari
muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior
serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani
membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan
posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina
ishiaka dan dari fasia obturatorius. Serabut otot berinsersi di sekitar
vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk
keduanya, pada persatuan garis tengah antara vagina dan rektum,
pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor.
Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis,
yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis
phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis
transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung
fasia interna dan eksterna. Persatuan antara mediana levatorani
yang terletak antara anus dan vagina diperkuat oleh tendon
sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus
perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna.
Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan merupakan
pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan,
kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang tepat.
Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa
puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna.

90
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat
persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap.
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina
dengan atau tanpa mengenai kulit perinium
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan
otot perinea ransversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot
spingter ani
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectum
c. Robekan Serviks
Robekan yang terjadi pada persalinan yang kadang-kadang
sampai ke forniks; robekan biasanya terdapat pada pinggir samping
serviks malahan kadang-kadang sampai ke SBR dan membuka
parametrium. (UNPAD, 1984:219)
d. Rupture Uteri
Rupture uteri merupakan peristiwa yang paling gawat
dalam bidang kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi.
Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit sudah dapat
dipastikan meninggal dalam kavum abdomen. Ruptura uteri masih
sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak
ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui
mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses
persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dan dapat
mempercepat terjadinya rupture uteri.
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding
rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab
ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet
atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding
apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada
perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam.

91
Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital
di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi
sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang
menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-kadang
sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan
komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi
seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena
perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-
keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus
lama atau kasep.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding
rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. Rupture
uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.
PENYEBAB ROBEKAN JALAN LAHIR
a. Robekan vagina
Robekan dinding vagina dapat timbul akibat rotasi forceps,
penurunan kepala yang cepat, dan persalinan yang cepat.
Perlukaan vagina sering terjadi sewaktu :
a) Melahirkan janin dengan cnam.
b) Ekstraksi bokong
c) Ekstraksi vakum
d) Reposisi presintasi kepala janin, umpanya pada
letak oksipto posterior.
e) Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis pubis
(simfisiolisis) bentuk robekan vagina bisa
memanjang atau melintang.
b. Robekan perineum
Umumnya terjadi pada persalinan :
a) Kepala janin terlalu cepat lahir

92
b) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana
mestinya
c) Jaringan parut pada perinium
d) Distosia bahu
c. Robekan serviks
a) Partus presipitatus
b) Trauma karena pemakaian alat-alat operasi
c) Melahirkan kepala pada letak sungsang secara
paksa, pembukaan belum lengkap
d) Partus lama.
d. Ruptur Uteri
a) Riwayat pembedahan terhadap fundus atau
korpus uterus
b) Induksi dengan oksitosin yang sembarangan
atau persalinan yang lama
c) Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan
pada segmen bawah uterus ).
Tanda & Gejala
Tanda dan Gejala yang selalu ada :
 Pendarahan segera
 Darah segar yang mengalir segera
setelah bayi hir
 Uterus kontraksi baik
 Plasenta baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada
 Pucat
 Lemah
 Menggigil
Sedangkan Tanda dan gejala ruptur uteri dapat
terjadi secara dramatis atau tenang.

93
1. Dramatis
 Nyeri tajam, yang sangat pada
abdomen bawah saat kontraksi hebat
memuncak
 Penghentian kontraksi uterus
disertai hilangnya rasa nyeri
 Perdarahan vagina ( dalam jumlah
sedikit atau hemoragi )
 Terdapat tanda dan gejala syok,
denyut nadi meningkat, tekanan
darah menurun dan nafas pendek
( sesak )
 Temuan pada palpasi abdomen tidak
sama dengan temuan terdahulu
 Bagian presentasi dapat digerakkan
diatas rongga panggul
 Janin dapat tereposisi atau terelokasi
secara dramatis dalam abdomen ibu
 Bagian janin lebih mudah dipalpasi
 Gerakan janin dapat menjadi kuat
dan kemudian menurun menjadi
tidak ada gerakan dan DJJ sama
sekali atau DJJ masih didengar
 Lingkar uterus dan kepadatannya
( kontraksi ) dapat dirasakan
disamping janin ( janin seperti
berada diluar uterus ).
2. Tenang
 Kemungkinan terjadi muntah

94
 Nyeri tekan meningkat
diseluruh abdomen
 Nyeri berat pada suprapubis
 Kontraksi uterus hipotonik
 Perkembangan persalinan
menurun
 Perasaan ingin pingsan
 Hematuri ( kadang-kadang
kencing darah )
 Perdarahan vagina ( kadang-
kadang )
 Tanda-tanda syok progresif
 Kontraksi dapat berlanjut
tanpa menimbulkan efek pada
servik atau kontraksi mungkin
tidak dirasakan
 DJJ mungkin akan hilang
V. INFEKSI MASA NIFAS
Infeksi Nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh
kuman yang masuk ke dalam organ genital pada saat persalinan dan masa
nifas.
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang
terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38
derajat Celsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama (Joint Committee on
Maternal Welfare, AS).
a. Etiologi
Infeksi nifas dapat disebabkan oleh masuknya kuman ke
dalam organ kandungan maupun kuman dari luar yang sering

95
menyebabkan infeksi. Berdasarkan masuknya kuman ke
dalam organ kandungan terbagi menjadi:
 Ektogen (kuman datang dari luar)
 Autogen (kuman dari tempat lain)
 Endogen (kuman dari jalan lahir sendiri)
Selain itu, infeksi nifas dapat disebabkan oleh:
 Streptococcus Haemolyticus Aerobic
 Staphylococcus Aerus
 Escheria Coli
 Clostridium Welchii
 Streptococcus Haemolyticus Aerobic
Streptococcus Haemolyticus Aerobic merupakan penyebab
infeksi yang paling berat. Infeksi ini bersifat eksogen (misal dari
penderita lain, alat yang tidak steril, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain).
 Staphylococcus Aerus
Cara masuk Staphylococcus Aerus secara eksogen,
merupakan penyebab infeksi sedang. Sering ditemukan di rumah
sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampak sehat.
 Escheria Coli
Escheria Coli berasal dari kandung kemih atau rektum.
Escheria Coli dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum,
vulva dan endometrium. Kuman ini merupakan penyebab dari
infeksi traktus urinarius.
 Clostridium Welchii
Clostridium Welchii bersifat anaerob dan jarang ditemukan
akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada
abortus kriminalis dan persalinan ditolong dukun.
 Faktor Predisposisi Infeksi Nifas
Faktor predisposisi infeksi nifas antara lain:

96
 Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan
tubuh, seperti perdarahan banyak, pre eklampsia,
malnutrisi, anemia, infeksi lain (pneumonia, penyakit
jantung, dsb).
 Persalinan dengan masalah seperti partus/persalinan
lama dengan ketuban pecah dini, korioamnionitis,
persalinan traumatik, proses pencegahan infeksi yang
kurang baik dan manipulasi yang berlebihan.
 Tindakan obstetrik operatif baik per vaginam maupun
per abdominal.
 Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan
bekuan darah dalam rongga rahim.
 Episiotomi atau laserasi jalan lahir.
b. Tanda dan Gejala Infeksi Masa Nifas
Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi nifas
antara lain demam, sakit di daerah infeksi, warna
kemerahan, fungsi organ terganggu. Gambaran klinisinfeksi
nifas adalah sebagai berikut:
 Infeksi lokal
 Infeksi umum
a) Infeksi lokal
 Warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak
pada luka, lokia bercampurnanah, mobilitas
terbatas, suhu badan meningkat.
b) Infeksi umum
 Sakit dan lemah, suhu badan meningkat,
tekanan darah menurun, nadimeningkat,
pernafasan meningkat dan sesak, kesadaran
gelisah sampai menurun bahkan koma,

97
gangguan involusi uteri, lokia berbau,
bernanah dan kotor.

W.RUPTUR UTERI
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa
(Dorland, 2002). Sedangkan perineum adalah lantai pelvis dan struktur
yang berhubungan yang menempati pintu bawah panggul; bagian ini
dibatasi disebelah anterior oleh symphisis pubis, di sebelah lateral oleh
tuber ischiadicum, dan di sebelah posterior oleh os. coccygeus
(Dorland, 2002).
Menurut Prawirohardjo (2011), tempat yang paling sering
mengalami perlukaan akibat persalinan adalah perineum. Ruptur
perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara
spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan.
Robekan terjadi hampir pada semua primipara (Prawirohardjo,
2009).Pada dasarnya, robekan perineum dapat dikurangi dengan
menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui kepala janin terlalu cepat
(Wiknjosastro, 2005).
a. Faktor yang Mempengaruhi Ruptur Uteri
Ruptur perineum dapat diikuti pada setiap persalinan pervaginam,
tetapi terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan risiko
ruptur derajat 3 sampai 4, diantaranya adalah nullipara, proses
persalinan kala II, posisi persisten oksiput posterior, ras Asia dan
penggunaan anestesi lokal (Cunningham,etal., 2005).
Berikut adalah faktor yang mempengaruhi:
a) Paritas
Adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari
500 gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati bila
berat badan tidak diketahui maka dipakai umur kehamilan
lebih dari 24 minggu. Robekan perineum hampir terjadi
pada semua persalinan pertama (primipara) dan tidak

98
jarang pada persalinan berikutnya (multipara)
(Sumarah,2008).

b) Berat lahir bayi


Semakin besar berat bayi yang dilahirkan
meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum. Bayi
besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki berat lebih
dari 4000 gram. Hal ini terjadi karena semakin besar berat
badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan risiko
terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak cukup
kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat badan
bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran bayi
dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi
ruptur perineum. Kelebihan berat badan dapat disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya ibu menderita diabetes
mellitus, ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi
besar, faktor genetik, dan pengaruh kecukupan gizi. Berat
bayi lahir normal adalah sekitar 2500 sampai 4000 gram
(Saifuddin, 2008).
c) Cara mengejan
Kelahiran kepala harus dilakukan cara-cara yang
telah direncanakan untuk memungkinkan lahirnya kepala
dengan pelan-pelan. Lahirnya kepala dengan pelan-pelan
dan sedikit demi sedikit mengurangi terjadinya laserasi.
Penolong harus mencegah terjadinya pengeluaran kepala
yang tiba-tiba oleh karena ini akan mengakibatkan laserasi
yang hebat dan tidak teratur, bahkan dapat meluas sampai
sphincter ani dan rektum. Pimpinan mengejan yang benar
sangat penting, dua kekuatan yang bertanggung jawab
untuk lahirnya bayi adalah kontraksi uterus dan kekuatan
mengejan (Oxorn, 2010).

99
d) Elastisitas perineum
Perineum yang kaku dan tidak elastis akan
menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan
resiko terhadap janin. Juga menyebabkan robekan perineum
yang luas sampai tingkat 3. Hal ini sering ditemui pada
primigravida berumur diatas 35 tahun (Mochtar, 2011).
e) Umur
Ibu <20 tahun dan >35 tahun Berdasarkan penelitian
responden yang tidak mengalami kejadian ruptur perineum
cenderung berumur tidak beresiko (20-35 tahun),
sedangkan responden yang mengalami ruptur perineum
adalah responden yang berumur resiko tinggi sebanyak 11
orang.
Hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi chi square dengan ρ
value 0,022 < α 0,05 yang artinya Ho ditolak, menunjukan ada
hubungan antara umur ibu dengan kejadian ruptur perineum. Pada umur
<20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna,
sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah
mengalami komplikasi.
Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot perut belum
bekerja secara optimal, sehingga sering terjadi persalinan lama atau
macet yang memerlukan tindakan. Faktor resiko untuk persalinan sulit
pada ibu yang belum pernah melahirkan pada kelompok umur ibu
dibawah 20 tahun dan pada kelompok umur di atas 35 tahun adalah 3
kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat (20-35 tahun)
(Mustika & Suryani, 2010).
b. Klasifikasi Ruptur
a) Ruptur Perineum Spontan
Menurut Cunningham,et al. (2010), laserasi(ruptur)
perineum dapat diklasifikasikan menjadi:
 Derajat 1

100
Pada ruptur perineum derajat 1 akan mengenai fourchette, kulit
perineum, dan membran mukosa vagina, tetapi tidak mengenai
fasia dan otot.
 Derajat 2

Pada ruptur perineum derajat 2 mengenai kulit dan membran mukosa,


fasia dan otot-otot perineum, tetapi tidak mengenai sphincter ani.

 Derajat 3

Derajat 3a: <50% spinchter ani externa

Derajat 3b: >50% spinchter ani externa

Derajat 3c: spincter ani externa & interna

 Derajat 4

Pada ruptur perineum derajat 4, meluas sampai ke mukosa rektum


sehingga lumen rektum. Pada derajat ini, robekan di daerah uretra yang
dapat menimbulkan perdarahan hebat mungkin terjadi. Menurut
Chapman (2006), robekan mengenai kulit, otot dan melebar sampai
sphincter ani dan mukosa rektum.

b) Ruptur Perineum Disengaja (Episiotomi)


Episiotomi adalah insisi bedah yang dibuat di perineum untuk
memudahkan proses kelahiran (Norwitz & Schorge, 2008). Pada
persalinan spontan sering terjadi robekan perineum yang merupakan luka
dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini akan menghambat penyembuhan
sesudah luka dijahit. Oleh karena itu, dan juga untuk melancarkan jalannya
persalinan, dapat dilakukan insisi pada perineum saat kepala janin tampak
dari luar dan mulai meregangkan perineum.
Insisi tersebut dilakukan pada garis tengah (episiotomi medialis)
atau ke jurusan lateral (episiotomi mediolateralis) (Wiknjosastro, 2008).
Perlu diketahui bahwa episiotomi medial dan mediolateral dengan sudut

101
<30 atau >60 derajat akan sangat berkaitan dengan OASI (Obstetric Anal
Spinchter Injury).
Studi menyatakan bahwa dokter dan bidan pada umumnya tidak
bisa menempatkan sudut yang aman dan benar, oleh sebab itu lah dalam
melakukan episiotomi harus dilakukan dengan hati-hati (Freeman, et al.,
2014). Sedangkan penelitian lain menyatakan bahwa tidak ada manfaat
yang signifikan dari prosedur episiotomi.
Faktanya, episiotomi akan menyebabkan morbiditas dibandingkan
persalinan tanpa episiotomi. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk nyeri dan
dispareunia yang signifikan pada kelompok penelitian (Islam, et al., 2013).
Indikasi dilakukan episiotomi adalah sebagai persiapan persalinan operatif
dimana hal ini biasanya dilakukan untuk mempermudah kelahiran dengan
komplikasi distosia bahu.
Tujuan episiotomi adalah untuk mengurangi komplikasi trauma
dasar panggul saat kelahiran, yang mencakup perdarahan, infeksi, prolaps
genital, dan inkontinensia akibat OASI. Meskipun demikian kadang tak
terlihat manfaat ibu yang menjalani proses episiotomi (Norwitz &
Schorge, 2008).
X. TRAUMA PERINEUM
Ruptur Perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir
baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan.
Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi
luas apabila kepala janin terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada
hampir semua primipara (Winkjosastro,2005).
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum yang
biasanya disebabkan oleh trauma saat persalinan (Maemunah, 2005).
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Prawirohardjo,2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga terjadi robekan
1. Faktor Predisposisi

102
Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya
adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor persalinan
pervaginam. Diantara faktor-faktor tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut :
a) Faktor Ibu
 Paritas
Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas
adalah jumlah kehamilan yang mampu
menghasilkan janin hidup di luar rahim (lebih dari
28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah
kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas
viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat
jumlah anaknya (Oxorn, 2003). Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan
kelahiran atau partus. Pada primipara robekan
perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang
berulang pada persalinan berikutnya (Sarwono,
2005).

 Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan
dorongan untuk meneran bila pembukaan
sudah lengkap dan reflek ferguson telah
terjadi. Ibu harus di dukung untuk meneran
dengan benar pada saat ia merasakan
dorongan dan memang ingin mengejang
(Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat
meneran secara lebih efektif pada posisi
tertentu (JHPIEGO, 2005). Beberapa cara
yang dapat dilakukan dalam memimpin ibu
bersalin melakukan meneran untuk

103
mencegah terjadinya ruptur perineum,
diantaranya :
 Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai
dengan dorongan alamiahnya selama
kontraksi.
 Tidak menganjurkan ibu untuk menahan
nafas pada saat meneran.
 Mungkin ibu akan merasa lebih mudah
untuk meneran jika ibu berbaring miring
atau setengah duduk, menarik lutut ke
arah ibu, dan menempelkan dagu ke
dada.
 Menganjurkan ibu untuk tidak
mengangkat bokong saat meneran.
 Tidak melakukan dorongan pada fundus
untuk membantu kelahiran bayi.
Dorongan ini dapat meningkatkan resiko
distosia bahu dan ruptur uteri.
 Pencegahan ruptur perineum dapat
dilakukan saat bayi dilahirkan terutama
saat kelahiran kepala dan bahu.
b) Faktor Janin
 Berat Badan Bayi Baru lahir
Makrosomia adalah berat janin pada waktu
lahir lebih dari 4000 gram (Rayburn, 2001).
Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko
trauma persalinan melalui vagina seperti distosia
bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah tulang
klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu
seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada
perineum (Rayburn, 2001).

104
 Presentasi
Menurut kamus kedokteran, presentasi
adalah letak hubungan sumbu memanjang janin
dengan sumbu memanjang panggul ibu
(Dorland,1998). Presentasi digunakan untuk
menentukan bagian yang ada di bagian bawah
rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada
pemeriksaan dalam.

Macam-macam presentasi dapat dibedakan menjadi


presentasi muka, presentasi dahi, dan presentasi bokong.

 Presentasi Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin
memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter pada
waktu masuk panggul atau diameter submento bregmatika
sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara
glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian
terendahnya antara glabella dan bregma (Oxorn, 2003).
Sekitar 70% presentasi muka adalah dengan dagu di depan
dan 30% posisi dagu di belakang.
Keadaan yang menghambat masuknya kepala dalam
sikap flexi dapat menjadi penyebab pesentasi muka. Sikap
ekstensi memiliki hubungan dengan diproporsi kepala
panggul dan merupakan kombinasi yang serius, maka harus
diperhitungkan kemungkinan panggul yang kecil atau
kepala yang besar. Presentasi muka menyebabkan
persalinan lebih lama dibanding presentasi kepala dengan
UUK (Ubun-ubun Kecil) di depan, karena muka merupakan

105
pembuka servik yang jelek dan sikap ekstensi kurang
menguntungkan.
Penundaan terjadi di pintu atas panggul, tetapi
setelah persalinan lebih maju semuanya akan berjalan
lancar. Ibu harus bekerja lebih keras, lebih merasakan
nyeri, dan menderita lebih banyak laserasi dari pada
kedudukan normal. Karena persalinan lebih lama dan rotasi
yang sukar akan menyebabkan traumatik pada ibu maupun
anaknya.
 Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian
(pertengahan), hal ini berlawanan dengan presentasi muka
yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah
daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan
penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah
adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm,
merupakan diameter antero posterior kepala janin yang
terpanjang (Oxorn, 2003).
Presentasi dahi primer yang terjadi sebelum
persalinan mulai jarang dijumpai, kebanyakan adalah
skunder yakni terjadi setelah persalinan dimulai. Bersifat
sementara dan kemudian kepala fleksi menjadi presentasi
belakang kepala atau ekstensi menjadi presentasi muka.
Proses lewatnya dahi melalui panggul lebih lambat, lebih
berat, dan lebih traumatik pada ibu dibanding dengan
presentasi lain. Robekan perineum tidak dapat dihindari dan
dapat meluas atas sampai fornices vagina atau rektum,
karena besarnya diameter yang harus melewati PBP (Pintu
Bawah Panggul).
 Presentasi Bokong

106
Presentasi bokong memiliki letak memanjang
dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan
kutub bawah dengan penunjuknya adalah sacrum.
Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat
dibedakan menjadi empat macam yaitu presentasi bokong
sempurna, presentasi bokong murni, presentasi bokong
kaki, dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003). Kesulitan
pada persalinan bokong adalah terdapat peningkatan resiko
maternal.
Manipulasi secara manual pada jalan lahir akan
meningkatkan resiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat
intra uteri, khususnya dengan segmen bawah uterus yang
sudah tipis, atau persalinan setelah coming head lewat
servik yang belum berdilatasi lengkap, dapat
mengakibatkan ruptur uteri, laserasi serviks, ataupun
keduanya. Tindakan manipulasi tersebut dapat pula
menyebabkan robekan perineum yang lebih dalam
(Cunningham, 2005).
c) Faktor Persalinan Pervaginam
 Vakum ekstrasi
Vakum ekstrasi adalah suatu
tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan
dengan ekstrasi menggunakan tekanan
negatif dengan alat vacum yang dipasang di
kepalanya (Mansjoer, 2002). Waktu yang
diperlukan untuk pemasangan cup sampai
dapat ditarik relatif lebih lama daripada
forsep (lebih dari 10 menit). Cara ini tidak
dapat dipakai untuk melahirkan anak dengan
fetal distress (gawat janin). Komplikasi yang
dapat terjadi pada ibu adalah robekan pada

107
serviks uteri dan robekan pada vagina dan
ruptur perineum. (Oxorn, 2003).
 Ekstrasi Cunam/Forsep
Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu
persalinan buatan, janin dilahirkan dengan
cunam yang dipasang di kepala janin
(Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat
terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi
forsep antara lain ruptur uteri, robekan
portio, vagina, ruptur perineum, syok,
perdarahan post partum, pecahnya varices
vagina (Oxorn, 2003).
 Embriotomi
Embriotomi adalah prosedur
penyelesaian persalinan dengan jalan
melakukan pengurangan volume atau
merubah struktur organ tertentu pada bayi
dengan tujuan untuk memberi peluang yang
lebih besar untuk melahirkan keseluruhan
tubuh bayi tersebut (Syaifudin, 2002).
Komplikasi yang mungkin terjadi atara lain
perlukaan vagina, perlukaan vulva, ruptur
perineum yang luas bila perforator meleset
karena tidak ditekan tegak lurus pada kepala
janin atau karena tulang yang terlepas saat
sendok tidak dipasang pada muka janin,
serta cedera saluran kemih/cerna, atonia
uteri dan infeksi ( Mansjoer, 2002).
Klasifikasi Ruptur Perineum
Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat
ruptur perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :

108
a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang
mengalami robekan adalah :
 Mukosa Vagina
 Komisura posterior
 Kulit perineum
b. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang
mengalami robekan adalah :
 Mukosa Vagina
 Komisura posterior
 Kulit perineum
 Otot perineum
c. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang
mengalami robekan adalah :
 Sebagaimana ruptur derajat dua
 Otot sfingter ani
d. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang
mengalami robekan adalah :
 Sebagaimana ruptur derajat tiga
 Dinding depan rectum
Tanda dan Gejala Ruptur Perineum
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal
dari perlukaan jalan lahir (Depkes RI, 2004). Tanda-tanda yang
mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :
 Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
 Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
 Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan
indikasi robekan pada mukosa vagina.
 Bila kulit perineum pada garis tengah mulai robek, di antara
fourchette dan sfingter ani.

109
Penanganan Ruptur Perineum
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan
cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan
jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya
dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak
baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara
memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998). Prinsip yang harus
diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah :
a. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah
anak lahir, segera memeriksa perdarahan tersebut berasal
dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.
b. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari
perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya dilakukan
penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan
perineum :
a) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan
sebelah dalam/proksimal ke arah luar/distal.
Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis
dalam kemudian lapis luar.
b) Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit
jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik,
namun jika terjadi perdarahan segera dijahit
dengan menggunakan benang catgut secara
jelujur atau dengan cara angka delapan.
c) Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi
derajat I atau II jika ditemukan robekan tidak
rata atau bergerigi harus diratakan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama
otot dijahit dengan catgut kemudian selaput
lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara

110
terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa
vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit
perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
d) Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang
pertama pada dinding depan rektum yang robek,
kemudian fasia perirektal dan fasia septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik
sehingga bertemu kembali.
e) Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot
sfingter ani yang terpisah karena robekan
diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga
bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit
lapis demi lapis seperti menjahit robekan
perineum tingkat I.

111
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

112
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. 2008. Jakarta : PT Bina Pustaka.

Marmi.2012.INTRANATAL CARE Asuhan Kebidanan Pada


Persalinan.Yogyakata: PUSTAKA PELAJAR.

Bobak sc. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran Jakarta: EGC.

Rohani. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba


Medika. Sulisetyawati, A. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta:
Salemba Medika. Varney, H. (2003).

Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan


Bidan Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta.

Bobak, et all, 2005. k e p e r a w a t a n m a t e r n i t a s e d i s i 4 . Jakarta : EGC


Kahle, et al. (2016). Hydrocephalus in Children. Lancet, 387(10020), pp. 788-799.

Rekate, HL. (2008). The Definition and Classification of Hydrocephalus: A


Personal Recommendation to Stimulate Debate. Cerebrospinal Fluid Research,
doi:10.1186/1743-8454-5-2.

American Association of Neurological Surgeons. Hydrocephalus.

NHS Choices UK (2017). Health A-Z. Hydrocephalus.

Mayo Clinic (2017). Diseases & Conditions. Hydrocephalus.

Arif, Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Medika

Aesculapius FKUI

Cunningham, F. Gary, dkk. 2006. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

113
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi

2012-2014. Jakarta: EGC.

114

Anda mungkin juga menyukai