Sindrom thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi
satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu (Kosasih, 2001).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif,
menurut hukum mendel.
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai beta. Pada
beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat
pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalm
sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih
permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik.
Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi
hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.
B. Etiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif
dari kedua orang tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek
(normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada kasus yang
berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu. Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai
polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lainnya.
C. Klasifikasi
Secara molekuler, talasemia dibedakan atas:
1. Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis
yang jelas.
2. Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak
memberikan gejala klinis.
D. Patofisiologi
Mengenai dasar kelainan pada thalasemia berlaku secara umum yaitu kelainan thalasemia
alfa disebabkan oleh delesi gen (terhapus karenakecelakaan gen) yang mengatur produksi
tetramer globin, sedangkan pada thalasemia beta karena adanya mutasi gen tersebut.
Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun
sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggun karena tidak memerlukan rantai
beta justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal sebagai usaha kompensasi.
Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai karena tidak ada pasangannya akan mengendap
pada dinding eritrosit dan menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberi
gambaran anemia hipokrom dan mikrositer.
Eritropoesis dalam sumsum tulang sangat gesit, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal.
Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas dan masa hidup
eritrosit memendek serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan.
E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak
jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik,
tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan
lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang
yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang
hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan
fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi
menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit,
koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila
limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat
mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anoreksia
5. Sesak nafas
6. Tebalnya tulang cranial
7. Pembesaran limpa
8. Menipisnya tulang kartilago
1. F. Komplikasi
Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan
pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus
mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko.
“Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit
Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil
dan panas.
Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa
menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi
deposit zat besi. “Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di
mana-mana.” Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit
zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder,
sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan
karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita
diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa
mengakibatkan kematian. “Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh
oleh darah juga.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa
menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai,
komplikasi lain :
Infark tulang
Nekrosis
Aseptic kapur femoralis
Asteomilitis (terutama salmonella)
Hematuria sering berulang-ulang
1. G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas normal
Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis, polikromasia sel target,
normoblas.pregmentosit
Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
Kadar besi serum meningkat
Bilirubin indirect meningkat
Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor
1. H. Penatalaksanaan
Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah
(kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb
sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan
dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe dari traktus digestivus. Sebaiknya
darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung leukosit serendah-rendahnya.
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating agent, yaitu Desferal
secara intramuskular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2
tahun, sebelum di dapatkan tanda hiperplenisme atau hemosiderosis. Sesudah splenektomi,
biasanya frekuensi tranfusi menjadi berkurang. Pemberian multi vitamin tetapi kontra
indikasi terhadap preparat besi.
1. A. PENGKAJIAN
2. 1. Asal Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
1. 2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
1. 5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
1. 6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena
bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
1. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
1. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
1. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan
kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis,
atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.
2. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).
1. Penegakan diagnosis
1) Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran
sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan
1) Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
Ø Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
Ø Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa
terlalu
Ø besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
Ø Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
Ø Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan
minum teh.
Ø Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas
16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal
dan sarananya belum memadai.
1. B. Diagnosa keperawatan
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel
ditadai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir
tampak kering sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi dengan kriteria :
1. Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas
2. Atur Posisi Semi Fowler
3. Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
4. Pemberian O2 kapan perlu
RASIONAL
1. Menunujukan Informasi Tentang Adekuat Atau Tidak Perfusi Jaringan Dan Dapat
Membantu Dalam Menentukan Intervensi Yang Tepat
2. Pengembangan paru akan lebih maksimal sehingga pemasukan O2 lebih adekuat
3. Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb meningkat
4. Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah agar Hb meningkat
1. Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input (muntah)
ditandai dengan pasien minum kurang dari 2 gls/ hari, mukosa mulut kering, turgor
kulit lambat kembali, produksi urine kurang.
Tujuan : deficit volume cairan dan elektrolit teratasi dengan kriteria:
1. Mengetahui jika terjadi hipoksia sehingga dapat dilakukan intervensi secara cepat dan
tepat
2. Hangat menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan sirkulasi darah pada daerah
tersebut
3. Membantu mengurangi tegangan otot
4. Mengurangi rasa nyeri dengan menekan system syaraf pusat (SSP)
DAFTAR PUSTAKA
Aman, Adi Kusuma. 2003. Klasifikasi Etiologi dan aspek Laboratorik Pada Anemi
Hematolik. Digitized by USU digital library.
Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
http://aningadeputri.wordpress.com/2012/10/17/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-
thalasemia/