Anda di halaman 1dari 3

Hubungan sosial budaya dengan lansia

Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam terhadap
kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional warga usia
lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat
dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam
masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah
- masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi
pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka.

Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran fungsional


pada warga usia lanjut ,posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal, kehilangan
pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan warga usia
lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan terhadap tema - tema kehilangan
dalam perjalanan hidupnya. Era globalisasi membawa konsekuensi pergeseran budaya
yang cepat dan terus – menerus , membuat nilai - nilai tradisional sulit beradaptasi.
Warga usia lanjut yang hidup pada masa sekarang,seolah-olah dituntut untuk mampu
hidup dalam dua dunia yakni : kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian
aspek dari kepribadian dan kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini
merupakan ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai
masalah kejiwaan .

Mata Rantai Antara Kebudayaan dan Kesehatan Lansia

Didalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk untuk
mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai
kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi, yang
bertujuan supaya reproduksi berhasil, ibu dan bayi selamat. Dari sudut pandang
modern ,tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah
merugikan.

Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang apalagi penyakit-penyakit
yang berat dan fatal. Masih banyak masyarakat yang tidak mengerti bagaimana penyakit
itu dapat menyerang seseorang. Ini dapat dilihat dari sikap mereka terhadap penyakit
tersebut. Ada kebiasaan dimana setiap orang sakit diisolasi dan dibiarkan saja.
Kebiasaan ini ini mungkin dapat mencegah penularan dari penyakit-penyakit infeksi
seperti cacar dan TBC.

Bentuk pengobatan yang di berikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka


sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka menganggap penyakit itu
disebabkan oleh hal-hal yang supranatural atau magis, maka digunakan pengobatan
secara tradisional. Pengobatan modern dipilih bila meraka duga penyebabnya adalah
faktor ilmiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bila ternyata
pengobatan yang mereka pilih berlawanan dengan pemikiran secara medis.

Didalam masyarakat industri modern iatrogenic disease merupakan problema. Budaya


menuntut merawat penderita di rumah sakit, pada hal rumah sakit itulah tempat ideal
bagi penyebaran kuman-kuman yang telah resisten terhadap anti biotika .

Permasalahan Aspek Sosial Budaya

Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial budaya lansia secara umum yaitu
masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin
melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang
diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan
keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya
kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu
kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi,
lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lansia, masih
rendahnya kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya
sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan
melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia .

Kebudayaan dan Asuhan Keperawatan pada Lansia

Bila suatu bentuk pelayanan kesehatan baru diperkenalkan ke dalam suatu masyarakat
dimana faktor-faktor budaya masih kuat. Biasanya dengan segera mereka akan menolak
dan memilih cara pengobatan tradisional sendiri. Apakah mereka akan memilih cara
baru atau lama, akan memberi petunjuk kepada kita akan kepercayaan dan harapan
pokok mereka lambat laun akan sadar apakah pengobatan baru tersebut berfaedah ,
sama sekali tidak berguna, atau lambat memberi pegaruh. Namun mereka lebih
menyukai pengobatan tradisional karena berhubungan erat dengan dasar hidup mereka.
Maka cara baru itu akan dipergunakan secara sangat terbatas, atau untuk kasus-kasus
tertentu saja.

Pelayanan kesehatan yang modern oleh sebab itu harus disesuaikan dengan kebudayaan
setempat, akan sia-sia jika ingin memaksakan sekaligus cara-cara modern dan menyapu
semua cara-cara tradisional . Bila tenaga kesehatan berasal dari lain suku atau bangsa,
sering mereka merasa asing dengan penduduk setempat . ini tidak akan terjadi jika
tenaga kesehatan tersebut berusaha mempelajari kebudayaan mereka dan menjembatani
jarak yang ada diantara mereka. Dengan sikap yang tidak simpatik serta tangan besi,
maka jarak tersebut akan semakin lebar. Setiap masyarakat mempunyai cara pengobatan
dan kebiasaan yang berhubungan dengan ksehatan masing-masing. Sedikit usaha untuk
mempelajari kebudayaan mereka akan mempermudah memberikan gagasan yang baru
yang sebelumnya tidak mereka terima.

Pemuka - pemuka di dalam masyarakat itu harus diyakinkan sehingga mereka dapat
memberikan dukungan dan yakin bahwa cara - cara baru tersebut bukan untuk
melunturkan kekuasaan mereka tetapi sebaliknya akan memberikan manfaat yang lebih
besar .Pilihan pengobatan dapat menimbulkan kesulitan. Misalnya , bila pengobatan
tradisional biasanya mengunakan cara-cara menyakitkan seperti mengiris-iris bagian
tubuh atau dengan memanasi penderita , akan tidak puas hanya dengan memberikan pil
untuk diminum . Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu penghalang dalam memberikan
pelayanan kesehatan, tapi dengan berjalannya waktu mereka akan berfikir dan
menerima.

Anda mungkin juga menyukai