Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TAUHID ULUHIYAH

Disusun oleh:
Arif Hidayatullah ( 12050112519 )
Alwliyanto ( 12050116868 )
MHD.Ade Setiwan ( 12050112241 )
Hari Syahputra ( 12050110330 )
Oktarizal Al Rasyid ( 12050110339 )
Rayhan Atallah Irsan ( 12050116470 )

Dosen Pembimbing : Arif Marsal,Lc,M.A.

Teknik Informatika
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Negri Islam Sultan Syarif Kasim Riau
Tahun 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongannya, tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nantikan syafa’atnya di akhirat.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatnya, baik
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehungga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dari mata kuliah Akidah Akhlak dengan judul “TAUHID
ULUHIYAH”.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khusus kepada dosen
Akidah Akhlak kami yang telah membimbing dalam menyusun makalah ini. Demikianlah
hasil dari makalah ini, semoga bisa bermanfaat untuk kita semua.

Pekanbaru, November 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tauhid sebagai suatu konsep keimanan dan keyakinan tentang Allah SWT merupakan
pondasi bagi agama Islam. Dengannya seorang muslim mengenal identitas diri dan dan nilai,
serta menjadi standar utama dalam menilai benar-salah sebuah kepercayaan dan keyakinan
umat manusia. Namun terdapat banyak konsep seputar Tauhid ini. Para filosof, Mutakallimūn
(Ahli Kalām), Ulama Ahlul Hadits memiliki konsep sendiri tentang Tauhid ini. Dalam
mengkaji konsep Tauhid, para filosof dan mutakallimūn lebih mengedepankan argumen-
argumen logika.

Sementara itu Ulama Ahlul Hadits sangat kuat berpegang kepada makna literal al-
Qur’an dan Sunnah dalam mengkaji konsep Tauhid ini. Lantas manakah konsep Tauhid yang
paling sesuai dengan al-Quran dan Sunnah yang merupakan sumber sekaligus barometer
utama ajaran Islam? Apakah Tauhid itu hanya bahasan tentang keesaan Tuhan dan sifat-sifat-
Nya? Tulisan ini berusaha membahas dan mengkaji masalah ini melalui pendekatan tafsir
analisis-tematis, pendekatan lingustik serta merujuk kepada pemahaman generasi awal umat
Islam.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Tauhid Uluhiyah.
2. Dalil tauhid Uluhiyah dari Al-Quran,al-sunnah,ijma’dan Atsar.
3. Ayat-ayat Kauniyah yang mendukung tauhid Uluhiyah dan pengaruh dalam
kehidupan.
4. Aplikasi Materi dalam kehidupan sebagai Akhlak seseorang muslim.
BAB II PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Tauhid Uluhiyah

Menurut Bahasa, Tauhid dalam bahasa arab Adalah bentuk masdar dari fi’il (kata tugas)
wahhada yuwahhidu tauhiidan, yang artinya “menjadikan sesuatu menjadi satu saja”.
Sedangkan Uluhiyah berasal dari kata kata  uluhiyah berasal dari alaha – ya’lahu – ilahah –
uluhah yang bermakna ‘menyembah dengan disertai rasa cinta dan pengagungan.

Menurut Syeikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah berkata, ‘Tauhid uluhiyah


adalah mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba, sepeti dalam hal doa,
istghotsah/memohon keselamatan, isti’adzah/meminta perlindungan, menyembelih,
bernadzar, dan lai sebagainya. Itu semuanya wajb ditujukan oleh hamba kepada Allah
semata dan tidak mempersekutukan-Nya dalam hal tu/ibadah dengan sesuatu apapun.”

Hakikat tauhid uluhiyah adalah menegsakan Allah dalam beribadah. Ibdah itu sendiri
harus dibangun di atas landasan cinta dan pengagungan kepada-Nya. Menurut Kamilah al-
Kiwari hafizhahallahu berkata, “Makna tauhid uluhiyah adalah mengesakan allah ta’ala
dalam beribadah, dalam ketundukan dan ketaatan secara mutlak. Maka dari itulah beribadah
hanya kepada Allah dan tidak boleh mempersekutukannya dengan sesuatu yang ada di bumi
maupun di langit.

Tauhid uluhiyah merupakan intisari ajaran Islam dan juga menjadi intisari dakwah para
nabi dan rasul dan muatan pokok seluruh kitab suci yang diturunkan Allah ke muka bumi.
“Orang-orang musrik arab dahulu pun telah mengakui hal ini, tetapi ternyata hal itu belum
memasukkan mereka ke dalam Islam. Itu semua di karenakan mereka mempersekutukan
Allah dengan sesembahan Lain yang tentu saja Allah tidak menurunkan keterangan atasnya
sama sekali dan mereka pun mengangkat sesembahan-sesembahan lain bersama Allah...”
(al-Mujalla fi Syarh al-Qowa’id al-Mutsla, hal.32
2.2. Dalil Tauhid Uluhiyah dari Al-qur’an,Al-sunnah,Ijma’ dan Atsar

Tauhid Uluhiyyah dikatakan juga Tauhiidul ‘Ibaadah yang berarti mentauhidkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala melalui segala pekerjaan hamba, yang dengan cara itu mereka dapat
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, apabila hal itu disyari’atkan oleh-Nya.
Dalam berberapa sumber, terdapat banyak dalil-dalil tentang mentauhidkan Allah melalui
segala kegiatan hambanya, khususnya Al qur’an dan Hadist nabi. Tapi ada berberapa kutipan
dari kesepakatan para ulama mengenai tauhid uluhiyah.
1. Al-qur’an
Dalam kitab Al’quran, sangat banyak kalimat yang mengutamakan keesaan Allah dan
perintah untuk menyembah hanya kepada Allah.
Al-ilaah artinya al-ma’luuh, yaitu sesuatu yang disembah dengan penuh kecintaan serta
pengagungan.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

‫َوإِ ٰ َل ُه ُك ْم إِ ٰ َل ٌه َوا ِح ٌد ۖ اَل إِ ٰ َل َه إِاَّل ه َُو الرَّ حْ ٰ َمنُ الرَّ حِي ُم‬

“Dan Rabb-mu adalah Allah Yang Maha Esa, tidak ada sesembahan yang diibadahi dengan
benar melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” [Al-Baqarah: 163]
Tidak ada sesuatu yang patut untuk dijadikan sesembahan yang menduakan Allah
yang maha esa sebagai Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang kepada semua
makhluknya.
Firman Allah dalam berberapa surat antara lain, Ali Imran ayat 18

‫ ُز‬I‫ َو ْال َع ِزي‬Iُ‫ هَ إِاَّل ه‬Iَ‫ ِط ۚ اَل إِ ٰل‬I‫ا بِ ْالقِ ْس‬I‫و ْال ِع ْل ِم قَائِ ًم‬Iُ‫ ةُ َوأُول‬I‫و َو ْال َماَل ئِ َك‬I ٰ
َ ُ‫َش ِه َد هَّللا ُ أَنَّهُ اَل إِلَهَ إِاَّل ه‬
‫ْال َح ِكي ُم‬
“Allah menyatakan bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain
Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan demikian). Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain-
Nya, Yang Maha Perkasa lagi Mahabijak-sana.” [Ali ‘Imran: 18]

Mengenai Tuhan yang dianggap oleh kaum Musyrikin yaitu Lata, Uzza dan Manat,
Allah SWT berfirman dalam surat An-Najm ayat 23
ٍ ‫ِي إِاَّل أَسْ َما ٌء َس َّم ْي ُتمُو َها أَ ْن ُت ْم َوآ َباؤُ ُك ْم َما أَ ْن َز َل هَّللا ُ ِب َها ِمنْ س ُْل َط‬
‫ان‬ َ ‫إِنْ ه‬

“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapakmu mengada-adakannya,
Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya…” [An-Najm: 23]

Setiap sesuatu yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah bathil,
dalilnya adalah firman Allah Azza wa Jalla:

‫ق َوأَ َّن َما يَ ْد ُعونَ ِم ْن ُدونِ ِه هُ َو ْالبَا ِط ُل َوأَ َّن هَّللا َ هُ َو ْال َعلِ ُّي ْال َكبِي ُر‬ َ ِ‫ٰ َذل‬
ُّ ‫ك بِأ َ َّن هَّللا َ هُ َو ْال َح‬

“(Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang bathil, dan
sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” [Al-Hajj: 62]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman tentang Nabi Yusuf Alaihissallam, yang berkata
kepada kedua temannya di penjara

‫ ِه إِاَّل‬Iِ‫ ُدونَ ِم ْن ُدون‬Iُ‫ا تَ ْعب‬II‫صا ِحبَ ِي السِّجْ ِن أَأَرْ بَابٌ ُمتَفَرِّ قُونَ خَ ْي ٌر أَ ِم هَّللا ُ ْال َوا ِح ُد ْالقَهَّا ُر َم‬
َ ‫يَا‬
ٍ َ‫أَ ْس َما ًء َس َّم ْيتُ ُموهَا أَ ْنتُ ْم َوآبَا ُؤ ُك ْم َما أَ ْن َز َل هَّللا ُ بِهَا ِم ْن س ُْلط‬
‫ان‬

“Hai kedua temanku dalam penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam
itu ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa? Kamu tidak menyembah selain Allah,
kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-
buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu…” [Yusuf:
39-40]

Tauhid Uluhiyyah merupakan inti dakwah para Nabi dan Rasul ‫َعلَ ْي ِه ُم‬
َّ ‫الَةُ َو‬I ‫الص‬
‫الَ ُم‬I ‫الس‬ َّ , dari Rasul yang pertama hingga Rasul terakhir, Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ‫وَلَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُكلِّ أُ َّم ٍة َر ُسواًل أَ ِن ا ْعبُ ُدوا هَّللا َ َواجْ تَنِبُوا الطَّا ُغوت‬

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan):
‘Beribadahlah kepada Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu…’” [An-Nahl: 36]
Dan firman-Nya dari al Anbiyaa ayat 25 :

ٰ
ِ ‫ُول إِاَّل نُو ِحي إِلَ ْي ِه أَنَّهُ اَل ِإلَهَ إِاَّل أَنَا فَا ْعبُد‬
‫ُون‬ َ ِ‫َو َما أَرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبل‬
ٍ ‫ك ِم ْن َرس‬

“Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak untuk diibadahi dengan benar) selain
Aku, maka ibadahilah olehmu sekalian akan Aku.’” [Al-Anbiyaa’: 25]

Semua Rasul ‫الَ ُم‬I ‫الس‬ َّ ‫ َعلَ ْي ِه ُم‬memulai


َّ ‫الَةُ َو‬I ‫الص‬ dakwah mereka kepada kaumnya
dengan tauhid Uluhiyyah, agar kaum mereka beribadah dengan benar hanya kepada Allah
Subahanahu wa Ta’ala saja. Seluruh Rasul berkata kepada kaumnya agar beribadah hanya
kepada Allah saja.[4] Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

َ‫فَأَرْ َس ْلنَا فِي ِه ْم َر ُسواًل ِم ْنهُ ْم أَ ِن ا ْعبُ ُدوا هَّللا َ َما لَ ُك ْم ِم ْن إِ ٰلَ ٍه َغ ْي ُرهُ ۖ أَفَاَل تَتَّقُون‬

“Lalu Kami utus kepada mereka, seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri (yang berkata):
‘Sembahlah Allah olehmu sekalian, sekali-kali tidak ada sesembahan yang haq selain-Nya.
Maka, mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?’” [Al-Mukminuun: 32]

Orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka masih saja mengambil


sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka menyembah, meminta bantuan dan
pertolongan kepada tuhan-tuhan itu dengan menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pengambilan tuhan-tuhan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik ini telah dibatalkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan dua bukti:[5] Bukti pertama: Tuhan-tuhan yang diambil
itu tidak mempunyai keistimewaan Uluhiyyah sedikit pun, karena mereka adalah makhluk,
tidak dapat menciptakan, tidak dapat menarik kemanfaatan, tidak dapat menolak bahaya,
serta tidak dapat menghidupkan dan mematikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫ ِه ْم‬I‫ونَ أِل َ ْنفُ ِس‬I‫ونَ َواَل يَ ْملِ ُك‬Iُ‫ ْيئًا َوهُ ْم ي ُْخلَق‬I‫َواتَّخَ ُذوا ِم ْن ُدونِ ِه آلِهَةً اَل يَ ْخلُقُونَ َش‬
‫ ًّرا َواَل‬I‫ض‬
‫نَ ْفعًا َواَل يَ ْملِ ُكونَ َموْ تًا َواَل َحيَاةً َواَل نُ ُشورًا‬

“Mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu
tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk
(menolak) suatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu
kemanfaatan pun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula)
membangkitkan.” [Al-Furqaan: 3]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ت َواَل فِي‬ َّ ‫ا َل َذ َّر ٍة فِي‬IIَ‫ونَ ِم ْثق‬II‫ون هَّللا ِ ۖ اَل يَ ْملِ ُك‬


ِ ‫ َما َوا‬II‫الس‬ ِ ‫وا الَّ ِذينَ زَ َع ْمتُ ْم ِم ْن ُد‬II‫ل ا ْد ُع‬II
ِ ُ‫ق‬
َ ‫ير َواَل تَ ْنفَ ُع ال َّشفَا َعةُ ِع ْن َدهُ إِ ّل‬
ٍ ‫ك َو َما لَهُ ِم ْنهُ ْم ِم ْن ظَ ِه‬ٍ ْ‫ض َو َما لَهُ ْم ِفي ِه َما ِم ْن ِشر‬ ِ ْ‫اأْل َر‬
ُ‫لِ َم ْن أَ ِذنَ لَه‬

“Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Mereka tidak
memiliki (kekuasaan) seberat dzarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak
mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di
antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.’ Dan tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah,
melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa’at…” [Saba’: 22-23]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-A’raaf ayat 192-191

‫هُ ْم‬I ‫رًا َواَل أَ ْنفُ َس‬II‫َص‬ ُ I ُ‫ا اَل يَ ْخل‬II‫ ِر ُكونَ َم‬II‫َأي ُْش‬
ْ ‫ت َِطيعُونَ لَهُ ْم ن‬I ‫ونَ َواَل يَ ْس‬IIُ‫ ْيئًا َوهُ ْم ي ُْخلَق‬II‫ق َش‬
ُ ‫يَ ْن‬
َ‫صرُون‬

“Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tidak dapat


menciptakan sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri adalah buatan manusia. Dan
berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya
dan kepada dirinya sendiri pun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.” [Al-
A’raaf: 191-192]

Apabila keadaan tuhan-tuhan itu demikian, maka sungguh sangat bodoh, bathil dan
zhalim apabila menjadikan mereka sebagai ilah (sesembahan) dan tempat meminta
pertolongan. Bukti kedua: Sebenarnya orang-orang musyrik mengakui bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya Rabb, Pencipta, Yang di tangan-Nya kekuasaan
segala sesuatu. Mereka juga mengakui bahwa hanya Dia-lah yang dapat melindungi dan tidak
ada yang dapat melindungi dari adzab-Nya. Ini mengharuskan pengesaan Uluhiyyah
(penghambaan) sebagaimana mereka mengesakan Rububiyyah (ketuhanan) Allah. Tauhid
Rububiyyah mengharuskan adanya konsekuensi untuk melaksanakan Tauhid Uluhiyyah
(beribadah hanya kepada Allah saja). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‫ض‬َ ْ‫ل لَ ُك ُم اأْل َر‬I َ ‫ونَ الَّ ِذي َج َع‬Iُ‫ ُدوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم َوالَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّق‬Iُ‫ا النَّاسُ ا ْعب‬Iَ‫ا أَيُّه‬Iَ‫ي‬
ِ ‫ َرا‬I‫ ِه ِمنَ الثَّ َم‬Iِ‫أ َ ْخ َر َج ب‬IIَ‫فِ َرا ًشا َوال َّس َما َء بِنَا ًء َوأَ ْنزَ َل ِمنَ ال َّس َما ِء َما ًء ف‬
ِ ‫وا هَّلِل‬IIُ‫ا لَ ُك ْم ۖ فَاَل تَجْ َعل‬IIً‫ت ِر ْزق‬
َ‫أَ ْندَادًا َوأَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬

“Wahai manusia, baribadahlah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan
bagimu dan langit sebagai atap. Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu
janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” [Al-
Baqarah: 21-22]

Tauhid Rububiyyah mengharuskan adanya tauhid Uluhiyyah. Allah memerintahkan


kita untuk bertauhid Uluhiyyah, yaitu menyembah dan beribadah hanya kepada-Nya. Dia
Subhanahu wa Ta’ala menunjukkan dalil kepada mereka dengan tauhid Rububiyyah, yaitu
penciptaan-Nya terhadap manusia dari yang pertama hingga yang terakhir, penciptaan langit
dan bumi serta seisinya, diturunkannya hujan, ditumbuhkannya tumbuh-tumbuhan,
dikeluarkannya buah-buahan yang menjadi rizki bagi para hamba. Maka, sangat tidak pantas
bagi kita jika menyekutukan Allah dengan selain-Nya; dari benda-benda ataupun orang-orang
yang mereka sendiri mengetahui bahwa ia tidak bisa berbuat sesuatu pun dari hal-hal tersebut
di atas dan lainnya. Maka, jalan fitrah untuk menetapkan tauhid Uluhiyyah adalah
berdasarkan tauhid Rububiyyah. Karena manusia pertama kalinya sangat bergantung kepada
asal kejadiannya, sumber kemanfaatan dan kemudharatannya. Setelah itu berpindah kepada
cara-cara bertaqarrub kepada-Nya, cara-cara yang bisa membuat Allah ridha serta
menguatkan hubungan antara dirinya dengan Rabb-nya. Maka, tauhid Rububiyyah adalah
pintu gerbang dari tauhid Uluhiyyah.

Karena itu Allah berhujjah atas orang-orang musyrik dengan cara ini. Allah Ta’ala
berfirman:

ُ ِ‫ٰ َذلِ ُك ُم هَّللا ُ َربُّ ُك ْم ۖ اَل إِ ٰلَهَ إِاَّل هُ َو ۖ َخال‬


ُ‫ق ُكلِّ َش ْي ٍء فَا ْعبُ ُدوه‬

“(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu adalah Allah, Rabb-mu; tidak ada ilah (yang
berhak diibadahi dengan benar) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka beribadahlah
kepada-Nya …” [Al-An’aam: 102]
Dia berdalil dengan tauhid Rububiyyah-Nya atas hak-Nya untuk disembah. Tauhid
Uluhiyyah inilah yang menjadi tujuan dari penciptaan manusia. Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬


‫س إِاَّل لِيَ ْعبُ ُدو ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku.” [Adz-Dzaariyaat: 56]

Begitu banyak nya firman Allah dalam Al qur’an tentang Ke Esaan Allah yang patut
disembah dan tidak ada ke raguan dari itu semua. Namun, masih banyak orang-orang kafir
dan musyrik memiliki kepercayaan dan sesembahan pada sesuatu yang tidak ada manfaat
bagi mereka. Maka itulah tujuan utama para Rasul diutus oleh Allah kebumi.

2. Al-Sunnah

Tauhid Uluhiyah adalah hak Allah SWT sendiri yang tak boleh diberikan kepada yang
lain. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim:

‫ ٌر‬Iْ‫هُ ُعفَي‬Iَ‫ا ُل ل‬Iَ‫ار يُق‬ٍ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَى ِح َم‬ َ ‫ت ِر ْدفَ النَّبِ ِّي‬ ُ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل ُك ْن‬
ِ ‫ع َْن ُم َعا ٍذ َر‬
َ Iَ‫ولُهُ أَ ْعلَ ُم ق‬I ‫ت هَّللا ُ َو َر ُس‬
‫ال‬I ُ ‫ق ْال ِعبَا ِد َعلَى هَّللا ِ قُ ْل‬
ُّ ‫ق هَّللا ِ َعلَى ِعبَا ِد ِه َو َما َح‬
َّ ‫ال يَا ُم َعا ُذ هَلْ تَ ْد ِري َح‬ َ َ‫فَق‬
َ ‫ق ْال ِعبَا ِد َعلَى هَّللا ِ أَ ْن اَل يُ َع ِّذ‬
‫ب َم ْن اَل‬ َّ ‫ق هَّللا ِ َعلَى ْال ِعبَا ِد أَ ْن يَ ْعبُ ُدوهُ َواَل يُ ْش ِر ُكوا بِ ِه َش ْيئًا َو َح‬َّ ‫فَإ ِ َّن َح‬
‫رواه البخارى‬- ‫ال اَل تُبَ ِّشرْ هُ ْم فَيَتَّ ِكلُوا‬ َ َ‫اس ق‬َ َّ‫ُول هَّللا ِ أَفَاَل أُبَ ِّش ُر بِ ِه الن‬
َ ‫ت يَا َرس‬ ُ ‫ك بِ ِه َش ْيئًا فَقُ ْل‬
ُ ‫يُ ْش ِر‬

Dari Mu’adz bin Jabal berkata: “Aku berboncengan dengan Rasulullah di atas khimar yang
diberi nama ‘Ufair lalu Nabi berkata kepadaku: “Wahai Mu’adz! Apakah engkau tahu apa
hak Allah atas hamba-Nya? Dan apa hak hamba terhadap Allah? Aku menjawab: “Allah dan
Rasul-nya yang lebih mengetahui”. Nabi bersabda: “Sesungguhnya hak Allah terhadap
hamba-Nya yaitu mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun sedangkan hak hamba terhadap Allah yaitu Dia tidak mengadzab orang yang tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Lalu Aku berkata: “ya Rasulullah! Bolehkah Aku
kabarkan kepada orang-orang? Beliau menjawab: “Jangan engkau kabarkan kepada mereka
yang menyebabkan mereka pasrah”. (H.R. Bukhari)
Untuk tauhid Uluhiyah, Allah SWT juga mewajibkan umat islam untuk jihat dan
memperbolehkan peperangan dan pertumpahan darah demi menegakkan tauhid kepada Allah,
dan tidak ada tuhan selain Allah yang patut untuk disembah.

‫هَ ُدوا أَ ْن‬I‫اس َحتَّى يَ ْش‬ َ ِ‫ت أَ ْن أُقَات‬


َ َّ‫ل الن‬I ُ ْ‫ر‬I‫ال أُ ِم‬I َ ِ ‫ع َْن اب ِْن ُع َم َر أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
‫ص ُموا ِمنِّي‬
َ ‫ك َع‬ َّ ‫اَل إِلَهَ إِاَّل هَّللا ُ َوأَ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هَّللا ِ َويُقِي ُموا ال‬
َ ِ‫صاَل ةَ َوي ُْؤتُوا ال َّز َكاةَ فَإ ِ َذا فَ َعلُوا َذل‬
‫رواه البجارى‬- ‫ق اإْل ِ ْساَل ِم َو ِح َسابُهُ ْم َعلَى هَّللا‬ ِّ ‫ِد َما َءهُ ْم َوأَ ْم َوالَهُ ْم إِاَّل بِ َح‬

Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Aku diperintahkan untuk
memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang wajib diibadahi
selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, menegakkan shalat dan menunaikan zakat.
Apabila mereka mengerjakan yang demikian maka terjagalah dariku darah dan harta mereka
kecuali terhadap kewajiban Islam. Dan hisabnya atas Allah swt.” (H.R. Bukhari)

Tauhid Uluhiyah adalah kewajiban pertama dalam berdakwah kepada umat manusia,
sebagai mana yang dikatakan hadist di bawah ini

ُ ‫ َي هَّللا‬II‫ض‬ ِ ‫ث ُم َعا ًذا َر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَ َّما بَ َع‬ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما أَ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫س َر‬ ٍ ‫ع َْن اب ِْن َعبَّا‬
‫إ ِ َذا‬Iَ‫ا َدةُ هَّللا ِ ف‬IIَ‫ ِه ِعب‬I‫ ْد ُعوهُ ْم إِلَ ْي‬Iَ‫ا ت‬II‫ب فَ ْليَ ُك ْن أَ َّو َل َم‬ ٍ ‫ا‬IIَ‫ال إِنَّكَ تَ ْق َد ُم َعلَى قَوْ ٍم أَ ْه ِل ِكت‬
َ َ‫َع ْنهُ َعلَى ْاليَ َم ِن ق‬
‫وا‬IIُ‫إ ِ َذا فَ َعل‬I َ‫وْ ِم ِه ْم َولَ ْيلَتِ ِه ْم ف‬IIَ‫ت فِي ي‬
Iٍ ‫لَ َوا‬I ‫ص‬ َ ‫ َر‬I َ‫ ْد ف‬I َ‫أ َ ْخبِرْ هُ ْم أَ َّن هَّللا َ ق‬IIَ‫وا هَّللا َ ف‬IIُ‫ع ََرف‬
َ ‫ض َعلَ ْي ِه ْم خَ ْم‬
َ ‫س‬
ْ I‫ا فَ ُخ‬IIَ‫ا ُعوا بِه‬IIَ‫ض َعلَ ْي ِه ْم زَ َكاةً ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم َوتُ َر ُّد َعلَى فُقَ َرائِ ِه ْم فَإ ِ َذا أَط‬
‫ذ ِم ْنهُ ْم‬I َ ‫فَأ َ ْخبِرْ هُ ْم أَ َّن هَّللا َ فَ َر‬
ِ َّ‫ق َك َرائِ َم أَ ْم َوا ِل الن‬
‫رواه البخارى‬- ‫اس‬ َّ ‫َوتَ َو‬
Dari Ibnu Abbas ra. Sesungguhnya ketika Rasulullah mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau
bersabda: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi Ahlul Kitab maka hendaklah pertama kali
yang engkau serukan kepada mereka adalah beribadah kepada Allah, apabila mereka telah
mengenal Allah maka wajibkanlah kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam, Maka
apabila mereka mengerjakannya, wajibkanlah membayar zakat dari harta mereka yang
diberikan kepada orang-orang faqir diantara mereka. Apabila mereka mentaatinya maka
ambilah dari mereka dan berhati-hatilah dari mengambil harta terbaik manusia”. (HR.
Bukhari)

Kemudian Rasulullah SAW telah membimbing Ibnu Abbas r.a dengan sabda dia: “Dan
apabila kamu minta maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong maka minta
tolonglah kepada Allah.”(HR. Tirmidzi)
Meminta sesuatu hanyalah kepada Allah. Berdoa kepada Allah seraya meminta
pertolongannya dan menghilangkan kepercayaan akan ketergantungan terhadap makhluk gaib
dan benda mati.

Dan kemudian sabda Rasulullah tentang orang-orang yang tidak mengikuti tauhid hanya
kepada Allah “Allah berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya. ‘Kalau
seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah
kamu akan menebus dirimu? Dia menjawab ya. Allah berfirman: ‘Sungguh Aku telah
menginginkan darimu lebih rendah dari ini dan ketika kamu berada di tulang rusuknya Adam
tetapi kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.” (HR. Muslim dari Anas bin Malik r.a)

Intinya, Tauhid Uluhiyah adalah dasar dari dakwah nabi dan rasul dalam menyebarkan
agama Islam yang mentauhid kan Allah SWT sebagai satu-satu nya tuhan yang patut untuk
disembah dan meninggalkan kepercayaan dan sesembahan dari sesuatu yang tidak patut
untuk disembah selain dari Allah SWT itu sendiri.

3. Ijma
Banyak pendapat para ulama mengenai pengertian tauhid uluhiyah. Seperti pendapat
dari Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad Hafizhahullah, “Tauhid uluhiyah yaitu mengesakan
Alloh dengan perbuatan-perbuatan hamba, seperti misalnya dalam hal doa,
istighotsah/memohon keselamatan, isti’adzah (meminta perlindungan), bernadzar, dan lain
sebagainya. Itu semuanya wajib ditujukan oleh hamba terhadap Alloh semata dan tidak
mempersekutukan Nya dalam hal ibadah dengan sesuatu apapun.”
Syaikh al-‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata:
“Bahwasanya Allah itu tunggal Dzat-Nya, Nama-Nama, Sifat-Sifat, dan perbuatan-Nya.
Tidak ada sekutu bagi-Nya, baik dalam Dzat-Nya, Nama-Nama, maupun Sifat-Sifat-Nya.
Tidak ada yang sama dengan-Nya, tidak ada yang sebanding, tidak ada yang setara, dan tidak
ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada yang mencipta dan mengatur alam semesta ini kecuali hanya
Allah. Apabila demikian, maka Dia adalah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi. Dia
(Allah) tidak boleh disekutu-kan dengan seorang pun dari makhluk-Nya. (Lihat Taisiirul
Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 63), cet. Maktabah al-Ma’arif, th.
1420 H)
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil Tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu
hingga sekarang, ada ulama bernama Ibnu Taimiyah 661- 728H mengatakan bahwa ada
tauhid terbagi menjadi tiga:
 Tauhid Rububiyah

 Tauhid Uluhiyah

 Tauhid Al Asma Was Shifat.


Pembagian tauhid menjadi tiga ini justru mengaburkan makna keutuhan tauhid. Ada juga
seebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja yaitu tauhid dalam ma’rifat wal itsbat
(pengenalan dna penetapan) dan tauhid fii thalab wal qasd (tauhid dalam tujuan ibadah).
Tauhid rububiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat digolongkan kedalam tauhid ma’rifat wal
itsbat. Sedangkan tauhid uluhiyah digolongkan ke dalam tauhid fii thalab wal qasd.
4. Atsar

Para ulama salaf menetapkan bahwa sifat-sifat Allah w itu memiliki makna yang
dipahami. Yang mereka serahkan kepada Allah adalah kaifiyyah-nya bukan maknanya. Inilah
makna ucapan alImam Malik ibn Anas dalam atsar yang shahih dan masyhur,

ُ َْ ‫ و ٌ م ْ و ُ ل ْ ع َ ُ م َاء ِتو ْ االس ٌ ة َ ْع ِد ب ُ ه‬، ‫ و ٌ ْل و ُ ه َج ْ ْف ُ م ي َ ك ْ َال‬، َ ِ ‫ و ٌ اجب ِ َ ِه و ُ ب َان م ْ اإلي‬، ‫ال ُّؤ َالس‬
‫نَع‬
“Istiwa’ itu maklum (diketahui maknanya)38; adapun bagaimana (keadaan)nya, majhul (tidak
diketahui); mengimaninya, wajib; bertanya tentang bagaimana (keadaan)nya, bid‘ah.”39

Atsar ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Abi Hatim.

Apakah Nabi berwasiat?, Nabi hendak berwasiat, namun terjadi perselisihan,


sehingga akhirnya Nabi tidak jadi berwasiat kepada Ali bin Abi Thalib dan tidak juga
kepada Abu Bakar dan yang lainnya. Jika demikian apa maksud Ibnu Mas’ud?

Maksud beliau bahwasanya perhatian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada


kandungan ayat-ayat tersebut sangatlah besar, sehingga seakan-akan Nabi
berwasiat dengan ayat-ayat tersebut. Dan biasanya wasiat ditulis oleh seseorang di
akhir hayatnya sehingga tidak akan mengalami perubahan lagi. Demikian pula ayat-
ayat tersebut bersifat muhkamaat sehingga tidak akan lagi mengalami perubahan
dan penggantian. Jika seandainya ditaqdirkan Nabi menulis washiat maka menurut
Ibnu Mas’ud Nabi akan menuliskan ayat-ayat tersebut yang menjadikan larangan
terhadap kesyirikan sebagai larangan yang pertama. Nabi di awal dakwahnya
menyeru kepada tauhid dan di akhir hayatnya menyeru kepada tauhid. Karenanya
Nabi diakhir hayatnya melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai
tempat ibadah.

Surat Yusuf : 106 yang terdapat dalam atsar Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu

ْ ُ ‫م ب ِاللَ ّه ِ ِإ َل ّ ا و َه‬
َ ‫م م ُش ْر ِكُو ن‬ ْ ُ ‫ك ث َر ُه‬
ْ ‫ن َأ‬
ُ ِ ‫و َم َا ي ُؤ ْم‬

Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan
mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).

(Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah) mereka tidak mau mengakui
bahwa Allah adalah Yang Menciptakan dan Yang Memberi rezeki (melainkan dalam keadaan
mempersekutukan) Allah melalui penyembahan mereka kepada berhala-berhala. Oleh
karenanya mereka mengatakan di dalam seruan-seruan mereka, "Kupenuhi seruan-Mu; tiada
sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang bagi-Mu; Kamu memilikinya akan tetapi dia tidak
memiliki." Yang mereka maksud adalah berhala-berhala yang mereka sembah
2.3. Ayat-ayat Kauniyah Mendukung Tauhid Uluhiyah dan Pengaruh Dalam
Kehidupan

 QS. An-nahl : 36
 Allah berfirman : Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang
rasul yang berseru: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain
Allah.” (Tauhid Uluhiyah | Muslim.Or.Id, n.d.)
 QS. Al-anbiya’: 25
 Allah berfirman : “Dan tidaklah Kami mengutus kepada seorang rasul pun
sebelum kami -Muhammad- melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak
ada sesembahan -yang benar- kecuali Aku, oleh sebab itu sembahlah Aku saja.”
(Tauhid Uluhiyah | Muslim.Or.Id, n.d.)
 QS. Al-hajj : 62
 Allah berfirman : “Yang demikian itu, karena Allah adalah al-Haq/sesembahan
yang benar, adapun segala yang mereka seru/sembah selain-Nya adalah batil.”
(Tauhid Uluhiyah | Muslim.Or.Id, n.d.)
 QS. Al-baqarah : 163
 Allah berfirman : “Dan ilah (sesembahan) kalian adalah ilah yang satu saja. Tidak
ada ilah yang benar selain Dia. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
(Tauhid Uluhiyah | Muslim.Or.Id, n.d.)
 QS. Shaad : 5
 Allah berfirman : Apakah dia -Muhammad- akan menjadikan ilah-ilah itu
menjadi satu ilah saja. Sungguh, ini adalah perkara yang sangat mengherankan.”
(Tauhid Uluhiyah | Muslim.Or.Id, n.d.)
 QS. Ash-Shaffat : 35-36
 Allah berfirman : “Apakah kami harus meninggalkan ilah-ilah/sesembahan-
sesembahan kami gara-gara ucapan seorang penyair gila?” (Tauhid Uluhiyah |
Muslim.Or.Id, n.d.)

2.4. Aplikasi Materi Dalam Kehidupan Sebagai Akhlak Seorang Muslim


Berkait Materi

1. Mengerjakan rukun-rukun Islam, berupa syahadat, salat, puasa, zakat dan haji serta
ibadah-ibadah lainnya. Sebagai pelengkap, sekaligus penyempurna, disyariatkan
pula ihsān yang harus menyertai berbagai ibadah yang kita lakukan. Dan buah dari
ketiga ajaran Islam ini (yakni Iman, Islam dan Ihsān) adalah baiknya prilaku atau
akhlak seorang hamba Allah swt. baik dalam rangka berhubungan dengan Allah
swt. dengan sesama manusia, ataupun dengan alam lingkungannya. Semua hal ini,
telah direalisasikan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam kehidupan beliau
sehari-hari. Dan kita sebagai umat beliau diminta untuk meneladani seluruh aspek
kehidupan beliau semampu kita. (Realisasi Tauhid Dalam Kehidupan - Situs Resmi
UIN Antasari, n.d.)

2. Memperbanyak bersyukur. (Realisasi Tauhid Dalam Kehidupan - Situs Resmi UIN


Antasari, n.d.)
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah di uraikan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tauhid
Uluhiyah adalah kewjiaban yang pertama bagi setiap manusia,karena sebagai intisarinya
peribadatan manusia,dan tauhid ini juga inti dakwah dari para Rasul,dan manusia di
sayriatkan hanya menyembah kepada Allah SWT saja dan tidak boleh menyembah selainnya
baik itu Rasul maupun malaikat bahkan terlebih kepada orang lain

3.2. Saran

Setelah pembahasan makalah ini selesai,saya berharap kepada kita semua dapat
memahami makna dan mengerti tauhid Uluhiyah ini sehingga dapat mengamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Karna tauhid Ulluhiyah adalah kebutuhn seseorang hamba kepada
Allah,seperti yang di yang tertera dalam al-quran maupun sunnah, imam Taimiyah berkata
bahwa seseorang hamba untuk menyembah Allah tanpa menyekutukan-nya dengan sesuatu
apapun tidak memiliki bandingan yang dapat dikiaskan

DAFTAR PUSTAKA

https://umma.id/post/pengertian-tauhid-uluhiyah-dan-rububiyah-serta-hubungannya-
375130?lang=id

https://almanhaj.or.id/3264-tauhid-uluhiyyah.html Muslim.co.id

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tauhid_Uluhiyah nikmatislam.com

Anda mungkin juga menyukai