Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

BAHAN TAMBAHAN DALAM KOSMETIK

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Kimia Kosmetik

Dosen Pengampu : Ratih Risqi Nirwana S.Si,. M. Pd

Disusun oleh:

1. Shinta Zulfa Iffani (1808076039)


2. Vina Nurrahmania (1908076035)
3. Miftaun Nafiul Ummah (1908076043)
4. Isna Hayyu Nur Latifa (1908076064)

PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya yang senantiasa
dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Bahan
Tambahan Dalam Kosmetik” sebagai tugas mata kuliah Kimia Kosmetika Prodi Pendidikan
Kimia Fakultas sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

Dalam penyusunan makalah ini banyak rintangan yang harus penulis lalui namun akhirnya
penulis bisa melaluinya karena bantuan dari pihak-pihak yang membantu. Maka dari itu,
dengan kerendahan hati patutlah penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Ratih Risqi Nirwana S.Si,. M. Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah Kimia
Kosmetika
2. Kedua orang tua penulis selaku motivator.
3. Mahasiswa Pendidikan Kimia selaku penyemangat untuk penulis.

Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar besarnya apabila ada kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Penulis juga berharap agar makalah ini dapat bermanfaat kepada
semua pembacanya.

Semarang, Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL………………………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….......ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………....1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………...........1
1.3 Tujuan ………………………………………………………………...…..2
1.4 Manfaat ……………………………………………………………...…....2
1.5 Metode Penelitian…………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kosmetik……………………………. ………………..….......3
2.2 Bahan Tambahan Dalam Kosmetik
2.2.1 Vitamin.............................................................................................3
2.2.2 Pengawet…………………………………………………………..9
2.2.3 Pewarna……………………………………………………………12
2.2.4 Antioksidan………………………………………………………..15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………..........19
3.2 Saran…………………………………………………………………....…19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka


kebutuhan hidup manuisa kian berkembang pula. Tidak hanya kebutuhan akan sandang,
papan, pangan, pendidikan dan kesehatan saja. Kebutuhan untuk mempercantik diri pun
kini menjadi prioritas utama dalam menunjang penampilan sehari-hari. Salah satu cara
untuk mengubah penampilan atau mempercantik diri yaitu dengan menggunakan
kosmetik.
Keinginan untuk mempercantik diri secara berlebihan, salah pengertian akan
kegunaan kosmetik. Hal ini menyebabkan sesorang berbuat kesalahan dalam memilih
dan menggunakan kosmetik tanpa memperhatikan kondisi kulit dan pengaruh
lingkungan. Hasil yang didapatkan tidak membuat kulit menjadi sehat dan cantik. Akan
tetapi, dapat menimbulkan kelainan kulit yang disebabkan oleh penggunaan kosmetik
tersebut. Gaya hidup yang kini terjadi pada masyarakat kota maupun desa, tidak hanya
dikalangan anak remaja tetapi juga dikalangan orang dewasa.
Zaman yang serba modern ini masyarakat dapat menemukan berbagai macam
kosmetik, yang tentunya jauh lebih berkembang dibandingkan puluhan tahun yang lalu.
Banyak ditemukan variasi warna lipstik, eye shadow, blush on sampai berbagai macam
wewangian parfum, sabun, dan sampo. Akan tetapi, kebanyakan masyarakat membeli
kosmetik tersebut tanpa mengetahui bahan-bahan atau zat-zat tambahan yang
terkandung didalamnya, sehingga mereka tidak mengetahui dampak yang akan
ditimbulkan.
Pentingnya masyarakat mengetahui bahan-bahan yang terkandung dalam
kosmetik. Dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa bahan tambahan yang ada
dalam kosmetik. Harapannya dengan adanya makalah ini, masyarakat lebih mengetahui
bahan yang baik atau berbahaya dalam kosmetik.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian kosmetik ?
2. Apa bahan tambahan yang terkandung dalam kosmetik ?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kosmetik.
2. Untuk mengetahui bahan tambahan yang terkandung dalam kosmetik

1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini untuk penulis maupun pembaca yaitu agar
penulis maupun pembaca mengerti apa itu kosmetik, dan apa bahan tambahan yang
ada dalam kosmetik. Diharapkan setelah menyusun ataupun membaca makalah ini,
penulis dan pembaca dapat memahami terhadap materi tersebut.

1.5 Metode Penelitian


Dalam penyusunan makalah ini penulis melakukan studi literatur yang diambil
dari e-book, makalah, jurnal, ataupun web yang dapat dipercaya dan dipertanggung
jawabkan kebenarannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kosmetik


Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan
yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan
alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari
bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan
(Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
220/MenKes/Per/X/1976 tanggal 6 september 1976 menyatakan bahwa kosmetika
adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan,
dipercikkan, atau disemprotkan, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau
bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah
daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat (Wasitaatmadja,
1997).

2.2 Bahan Tambahan Dalam Kosmetik


2.2.1 Vitamin
Vitamin berasal dari gabungan kata bahasa latin yaitu vita yang berarti
hidup dan amina yang mengacu pada gugus fungsi yang memiliki atom nitrogen
(N). Vitamin mulanya dikemukakan oleh ahli kimia yang bernaman Funk
sebagai zat penangkal beri-beri. Vitamin dikenal sebagai suatu kelompok
senyawa organik yang tidak termasuk dalam golongan protein, karbohidrat,
maupun lemak dan terdapat dalam jumlah kecil dalam bahan makanan tapi
sangat penting bagi beberapa fungsi tubuh untuk menjaga kelangsungan
kehidupan serta pertumbuhan.
Vitamin terdiri dari kelompok bahan kimia yang menunjukkan bahwa
semua bahan kosmetik berbeda, mereka adalah nutrisi penting yang memiliki
peran penting dalam metabolisme semua organ, termasuk organ manusia
terbesar yaitu kulit. Vitamin yang paling banyak digunakan dalam kosmetik
adalah vitamin A, vitamin E, vitamin C, dan panthenol (provitamin B5).

3
Vitamin E dan vitamin C termasuk antioksidan karena mereka dapat menetrlkan
molekul oksigen yang tidak stabil, radikal bebas sehingga mencegah kerusakan
zat yang sangat reaktif pada kulit. Vita min A telah terbukti efektif dalam
mencegah, memperlambat dan mengembalikan perubahan yang terkait dengan
proses penuaan, seperti kulit kering dan bersisik, kerusakan dan adanya keriput.
Panthenol dimasukkan kedalam kulit, rambut, bibir terhadap suatu produk yang
secara khusus membersihkan suatu pigmen. Selain itu, panthenol memiliki sifat
penyembuhan luka dan anti inflamasi (peradangan). Berikut zat vitamin yang
biasa terdapat pada kosmetik :
1. Vitamin A
Istilah vitamin A secara umum digunakan untuk semua turunan βionone
yang memiliki aktivitas biologis semua-trans retinol atau yang terkait erat
dengannya. Aktivitas biologis dari turunan vitamin A diekspresikan dalam
IU (Internasional Units.) Vitamin A terkenal karena keterlibatannya dalam
menjaga penglihatan normal. Namun, ia memberikan sejumlah fungsi lain
dalam organisme manusia, yang aktivitasnya dalam epidermis untuk
kosmetik. Arsitektur epidermis manusia adalah sistem stratifikasi yang
kompleks, pembaruannya merupakan proses yang kompleks. Keratinosit
epidermal berkembang biak dan berdiferensiasi dalam pola berlapis-lapis.
Proses-proses ini seimbang sehingga sel-sel basal baru terbentuk ketika selsel
yang benar-benar tumpul dikeluarkan dari permukaan kulit. Proliferasi
dan keratinisasi keratinosit adalah dua elemen kunci untuk pembentukan
epidermis yang sehat. Dalam kedua proses tersebut, vitamin A berperan
sebagai pengatur.
Pada proliferasi sel, vitamin A memiliki efek stimulasi, Seperti yang
dapat dilihat dari penelitian, efek vitamin A tergantung pada dosis dan
menghilang dalam kurun waktu tertentu dengan penurunan konsentrasi
dalam jaringan. Dalam proses penuaan, banyak aspek struktur kulit diubah
karena aktivitas metabolisme organisme manusia yang menurun. Penipisan
epidermis adalah salah satu ciri kulit yang menua. Kulit akan kehilangan
sebagian dari fungsi pembatasnya, dan akibatnya kapasitas retensi
airberkurang, kulit seringkali kering, bersisik, atau bahkan retak. Vitamin A
dapat menangkal proses penuaan dengan merangsang proses pembaharuan
sel.
4
Gejala lain dari penuaan kulit adalah penurunan kolagen pada jaringan
ikat. Kolagen kulit berkurang secara linear sekitar 1% per tahun sepanjang
kehidupan dewasa. Pemberian topikal vitamin A telah menunjukkan
perubahan terkait dosis yang signifikan dalam kandungan kolagen dermis.
0,1% vitamin A palmitat yang diaplikasikan pada kulit tikus tidak berbulu
selama 14 hari sehingga meningkatkan kandungan kolagen sebesar 88%,
vitamin A 0,5 palmitat sebesar 101%.
Vitamin A tidak hanya meningkatkan fungsi penghalang kulit tetapi
juga penampilan dan elastisitasnya. Pada dasarnya sinar UV sangat
mempengaruhi konsentrasi vitamin A dalam epidermis dan dermis seperti
yang ditunjukkan pada hewan dan manusia. Cluver dan Politz mengukur
konsentrasi vitamin A dalam membran darah setelah 1 jam terpapar sinar
matahari. Setelah diamati selama kurang lebiih 21/2 jam. Dapat diasumsikan
bahwa, dalam kondisi yang sama, penipisan terjadi di kulit. Tingkat darah
yang rendah juga bisa menjadi penjelasan untuk pemulihan secara lambat
vitamin A di kulit. Tidak dapat dikecualikan bahwa kadar vitamin A yang
rendah dalam kulit setelah paparan sinar matahari terus menerus dan
berlebihan akan mengakibatkan perubahan khas yang terlihat pada kulit,
seperti lapisan terangsang yang menebal dan sisa epidermis yang relatif tipis.
Dalam kosmetik, vitamin A digunakan dalam bentuk ester: vitamin A
palmitat dan vitamin A asetat, serta retinol. Tidak satu pun dari bentuk-
bentuk ini yang sangat stabil ketika terkena sinar matahari atau cahaya.
2. Vitamin C
Vitamin C (L-asam askorbat) merupakan antioksidan non enzimatik
yang larut dalam air. Senyawa ini merupakan bagian dari sistem pertahanan
tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel yang pertama
kali diisolasi oleh ScentGyorgyi pada tahun 1928. Asam askorbat berperan
sebagai reduktor untuk berbagai radikal bebas. Selain itu juga meminimalkan
terjadinya kerusakan yang disebabkan oleh stres oksidatif. Tiga fungsi utama
vitamin C pada kulit yaitu sebagai antioksidan kuat yang melindungi kulit
terhadap pengaruh negatif faktor luar seperti (polusi, matahari, iklim, AC,
asap rokok, dsb); merangsang pembentukan dan peningkatan produksi
kolagen kulit, yang akan menjaga kekenyalan, kelenturan, serta kehalusan
kulit; dan mencerahkan kulit. Vitamin C sebagai antioksidan bekerja
5
menangkap radikal bebas yang ada dalam kulit. Molekul antioksidan
berfungsi sebagai sumber hidrogen labil yang akan berikatan dengan radikal
bebas. Dalam proses ini, antioksidan mengikat energi yang akan digunakan
untuk pembentukan radikal bebas baru sehingga reaksi oksidasi berhenti.
Secara tidak langsung, vitamin C dapat meredam aktivitas dengan cara
mengubah tokoferol menjadi bentuk tereduksi, dengan kata lain antioksidan
“mengorbankan dirinya” untuk teroksidasi oleh radikal bebas sehingga
melindungi protein atau asam amino penyusun kolagen dan elastin. Vitamin
C merupakan salah satu antioksidan yang dapat membantu mencerahkan
warna kulit, sehingga vitamin C telah digunakan sebagai terapi untuk
masalah pada warna kulit gelap dan bermasalah.
Peran dari asam askorbat yaitu sebagai berikut :
• L-asam askorbat (vitamin C) sebagai anti oksidan.
Karena potensi reduktan yang tinggi, maka asam askorbat dapat
berfungsi sebagai anti oksidan dengan cara menetralisir spesies oksigen
reaktif.(10,20,21) Vitamin C dapat diberikan secara oral dan topikal.
Vitamin C oral dihubungkan dengan penurunan resiko kanker, penyakit
kardiovaskuler, katarak, penyembuhan luka dan modulasi imunitas.
Sedangkan vitamin C topikal digunakan untuk mencegah kerusakan
karena radiasi ultra violet, terapi melasma, strie alba dan eritem
postoperatif laser. Beberapa penelitian terhadap tikus memperlihatkan
pemakaian vitamin C topikal dapat menurunkan sel sunburn, eritema
dan fotokarsinogenesis.
• Efek asam askorbat (vitamin C) pada jaringan kolagen.
Kolagen merupakan komponen utama matriks seluler dermis manusia.
Serabut kolagen di bentuk oleh fibroblast, mengandung ikatan yang
mengandung hidrok siprolin dan hidrok silisin. L-asam askorbat penting
untuk sintesis kolagen, yang merupakan kofaktor untuk enzim prolil dan
lisil hidrosilase yang berguna untuk kestabilan dan reaksi silang inter
molekuler di samping sebagai regulasi transkripsi kolagen tersebut.
Asam askorbat juga dapat meningkatkan laju transkripsi gen prokolagen
dan menstabilkan mRNA prokolagen.

6
L-asam askorbat akan menghambat biosintesis elastin yang berperan
pada penuaan kulit, mengurangi pembentukan pigmen pada kulit dengan
menghambat tirosinase dan meningkatkan fungsi barier epidermis
dengan merangsang produksi sfingolipid.
• Efek fotoprotektif terhadap sinar ultra violet (UV).
Kerja asam askorbat topikal terhadap efek UV adalah dengan
menetralisir radikal bebas dan mengaktifkan vitamin E. Darr, Eberlein
dkk, memperlihatkan penurunan jumlah sel sunburn setelah aplikasi
vitamin C yang di kombinasi dengan vitamin E.

Efek samping dari vitamin C ini disebabkan karena pH nya asam dan
konsentrasi tinggi, vitamin C topikal dapat menyebabkan rasa menyengat ringan
pada aplikasi pertama. Keluhan ini akan hilang sendiri pada pemakaian yang
terus-menerus. Alergi terhadap vitamin C jarang

3. Vitamin E
Vitamin E adalah anti oksidan fase lipid utama tubuh terdiri dari 8
bentuk molekuler, 4 tokoferol dan 4 tokotrienol. Molekul tokoferol ini terdiri
dari prenil hidropobik dan kromonal polar. Kromonal terdiri dari α, β, λ dan δ
isomer. Walaupun seluruhnya terdapat dalam makanan tetapi α tokoferol
adalah bentuk yang paling aktif dan banyak digunakan. α tokoferol (vitamin E)
mempunyai fungsi utama mencegah peroksidasi lipid. Bila radikal bebas
oksigen/ROS merusak membran lipid maka akan terbentuk radikal peroksil.
Tokoferol dan tokotrienol akan memusnahkan radikal tersebut. Bila α tokoferol
teroksidasi maka akan di bentuk kembali oleh L–asam askorbat tanpa
membentuk struktur membran yang baru.
Penggunaan secara topikal sangat penting untuk meningkatkan level
konsentrasi dalam kulit karena penggunaan secara oral tidak cukup untuk
meningkatkan konsentrasi α tokoferol pada kulit. Lopez. dkk, mendapatkan
bahwa penggunaan α tokoferol topikal akan meningkatkan level vitamin E pada
62 kali lipat pada epidermis dan 22 kali lipat pada dermis.
α tokoferol (vitamin E) banyak terdapat dalam stratum corneum. α
tokoferol penting untuk melindungi struktur lipid dan melindungi protein
stratum korneum dari oksidasi. Sifat lipofilik alamiah α tokoferol (vitamin E)
menyebabkan ia mudah di aplikasikan dan di serap oleh kulit.

7
Kegunaan vitamin dalam kosmetik sebagai berikut :
• Antioksidan yang melindungi sel dari kerusakan oksidasi, menangkap
radikal bebas
• Memelihara kelenturan dan kekenyalan kulit
• Melindungi kulit dari radiasi sinar matahari yang dapat menyebabkan
penuaan dini
• Mencegah kerusakan kulit
• Menambah kelembaban kulit.
4. Penthanol
Panthenol merupakan analog alkohol aktif dari kelompok Bcomplex,
yang merupakan konstituen normal kulit dan rambut. Asam Pantotenat, juga
disebut Vitamin B5 yang fungsinya dalam tubuh sebagai unsur ko-enzim A dan
molekul yang terdiri dari cysteamine, ATP, dan asam pantotenat. Zat ini hadir
dalam semua sel hidup dan berperan penting dalam metabolisme berbagai reaksi
katalisis enzim dimana energi dilepaskan dari karbohidrat, lemak, dan protein.
Asam Pantotenat adalah zat yang tidak stabil. Dalam perawatan kulit, perawatan
rambut, perawatan kuku, dan produk kulit, asam pantotenat digunakan dalam
bentuk alkohol, yang disebut panthenol. Penggunaannya didasarkan pada
peran ganda sebagai prekursor vitamin dan sebagai bahan dengan sifat
kosmetik yang ideal. Ketika dioleskan panthenol akan diserap oleh kulit
dan dapat biokonversi menjadi asam pantotenat karena itu panthenol
memberikan fungsi vitamin B5.Karena memiliki karakter humektan yang
berbeda, panthenol bertindak sebagai pelembab kulit. Panthenol memberikan
rasa halus dan ringan pada kulit tanpa rasa berminyak atau lengket. Karena
ditoleransi dengan baik oleh kulit, itu adalah bahan yang ideal dan banyak
digunakan dalam produk perawatan bayi serta produk untuk kulit sensitif.
Panthenol tidak hanya menunjukkan efek menenangkan tetapi juga memiliki
efek menguntungkan pada rambut. Asam Pantotenat adalah unsur alami rambut
manusia.
Panthenol bertindak sebagai pelembab untuk rambut. Panthenol juga
menembus ke kutikula rambut dan membawa kelembaban ke korteks. Ini
memberikan sifat kelenturan dan kemudahan pengelolaan yang baik pada
rambut, dan meningkatkan daya tahannya terhadap tekanan mekanis seperti

8
menyisir, menyikat, dan meniupkan panas. Panthenol juga dapat berkontribusi
untuk memberi rambut lebih banyak tumbuh.
2.2.2 Zat pewarna dalam kosmetik
2.2.2.1 Definisi zat pewarna
Zat warna telah dikenal manusia sejak 2500 tahun sebelum masehi,
zat warna pada masa itu digunakan oleh masyarakat China, India dan Mesir,
mereka membuat zat warna alam dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan,
binatang dan mineral untuk mewarnai serat, benang dan kain. Peningkatan
mutu sumber daya manusia dan teknologi saat ini menjadikan zat warna
kian berkembang dengan pesat. Keterbatasan zat warna alam membuat
industri tekstil menggunakan zat warna buatan (sintetik) sebagai pewarna
bahan tekstil, karena zat warna sintetik lebih banyak memiliki warna, tahan
luntur dan mudah cara pemakaiannya ketimbang zat warna alam yang kian
sulit diperoleh (Zainuddin,2012).
Zat warna yang sudah lama dikenal dan digunakan, misalnya daun
pandan atau daun sirsak untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning.
Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologitelah
ditemukan zat warna sintetis, karena penggunaanya lebih praktis dan
harganya lebih murah (Cahyadi, 2008).
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis
Kosmetika, zat pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan
untuk memberi dan/atau memperbaiki warna pada kosmetika.
2.2.2.2 Jenis-jenis Zat Pewarna
Zat warna dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu :
a. Berdasarkan asalnya dibagi menjadi dua yaitu zat warna alam dan zat
warna sintetis.
b. Berdasarkan penyusunannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna pigmen
dan lakes.
c. Berdasarkan kelarutannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna larut
dalam pelarut lemak/minyak dan zat warna larut dalam air.
d. Berdasarkan sifat keasamannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna
bersifat asam dan zat warna bersifat basa (Sardjimah, 1996).

9
Adapun jenis-jenis zat pewarna yang terdapat dalam kosmetik adalah :
a. Zat warna alam yang larut
Zat warna jenis ini sebenarnya lebih aman bagi kulit, namun pada
produk-produk kosmetik saat ini, zat warna alam sudah jarang digunakan.
Zat warna alam larut ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yaitu
kekuatan pewarnanya relatif lemah, tidak tahan lama dan relatif mahal.
Beberapa contoh zat warna alam yang larut yaitu alkalain, carmine,
ekstrak klorofil daun-daun hijau, henna, carrotene, dan lain-lain.
b. Zat warna sintetis yang larut
Zat warna sintetis adalah zat warna yang dihasilkan melalui proses
sintetis senyawa kimia tertentu. Adapun sifat-sifat zat warna sintetis
antara lain:
1) Intensitas warnanya sangat kuat, sehingga dalam jumlah sedikit sudah
memberikan corak warna yang kuat.
2) Larut dalam air, minyak, alkohol, atau salah satu darinya.
3) Daya lekat terhadap rambut, kulit, dan kuku berbeda-beda. Zat warna
untuk rambut dan kuku biasanya daya rekatnya lebih kuat dari pada zat
warna untuk kulit.
4) Beberapa bersifat toksik, sehingga perlu hati-hati menggunakan
produk kosmetik yang mengandung zat warna jenis ini (Mulyawan,
2013).
c. Pigmen-pigmen alam
Alam memiliki pigmen-pigmen alam yang sudah umum digunakan
dalam kosmetik. Pigmen-pigmen alam itu adalah pigmen warna yang
terdapat pada tanah, contohnya aluminium silikat. Gradasi warna yang
terdapat pada aluminium silikat sangat dipengaruhi oleh kandungan besi
oksida atau mangan oksidanya, misalnya: kuning, cokelat, cokelat tua,
merah bata dan sebagainya. Keunggulan pigmen-pigmen alam sebagai zat
pewarna adalah zat warna ini murni dan sama sekali tidak berbahaya.
Sementara kelemahannya yaitu warna yang dihasilkan tidak seragam.
Sangat bergantung pada sumber asalnya dan tingkat pemanasannya.
Pigmen-pigmen ini pada pemanasan yang kuat menghasilkan pigmen-
pigmen baru.

10
d. Pigmen-pigmen sintetis
Warna yang dihasilkan dari pigmen sintetis lebih terang dan cerah.
Pigmen-pigmen sintetis yang digunakan dalam industri kosmetik
misalnya: besi oksida sintetis yang menghasilkan warna sintetis (kuning,
coklat, merah dan warna violet), zinc oxide dan titanium oxide (pigmen
sintetis putih), bismuth oxychloride untuk warna putih mutiara, cobalt
hijau untuk pigmen hijau yang kebiruan, cadmium sulfide dan prussian
blue. Penentuan mutu suatu bahan dapat diamati dengan warna. Warna
hasil produksi suatu bahan sangat berpengaruh bagi pemakainya. Sebagai
contoh, warna suatu kosmetika sangat berperan secara psikologis bagi
pemakainya sebagai pembentuk kecantikan. Adapun maksud dan tujuan
pemberian warna pada suatu bahan, baik obat maupun kosmetika bahkan
makanan adalah supaya bahan atau hasil produksi itu menarik bagi
pemakainya, menghindari adanya pemalsuan terhadap hasil suatu pabrik
dan menjaga keseragaman hasil suatu pabrik (Sudarmadji, 2003).
Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai
prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna. Zat
pewarna yang diizinkan penggunannya disebut permitted color atau
certified color. Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian
dan prosedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses
sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi dan analisis
media terhadap zat warna tersebut (Yuliarti, 2007).

Tabel 2.1. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia.

Batas Maksimum
Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I.No)
Penggunaan
Amaran Amaranth: CI Food Red 9 16185 Secukupnya
Biru Berlian Brilliant blue FCF: CI 42090 Secukupnya
Eritrosin Food red 2 Erithrosin: CI 45430 Secukupnya
Hijau FCF FCF Food red 14 Fast green FCF: CI 42053 Secukupnya
Green FCF: CI
Hijau S Food Green 3 Secukupnya
Green S: Cl.Food 44090

11
Indigotin Green 4 Indigo: CI.Food 73015 Secukupnya
Ponceau 4R Blue I Ponceau 4R:CI 16255 Secukupnya
Kuning Food red 7 74005 Secukupnya
Kuinelin Quieneline yellow CI.Food yellow 13 15980 Secukupnya
Kuning CFC Sunset yellow FCF CI.Food yellow 3 Secukupnya
Riboflavina Riboflavina 19140 Secukupnya
Tartrazine Tartrazine Secukupnya
Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam
sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain
yang bersifat racun.Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk
akhir, harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadangkadang berbahaya dan
seringkali tertinggal dalam proses akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang
berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen
tidak boleh lebih dari 0,0004 % dan timbal tidak boleh lebih dari 0,0001,sedangkan
logam berat lainnya tidak boleh ada (Cahyadi, 2009).

2.2.3 Pengawet
2.2.3.1 Definisi Pengawet
Zat pengawet menurut Permenkes RI No.445/MENKES/PER/V/1998
adalah zat yang dapat mencegah kerusakan kosmetika yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Istilah “agen antimikroba” secara umum digunakan untuk
agen kimia yang terdapat dalam kosmetika atau produk rumah tangga baik
yang memiliki aktivitas bakterisidal ataupun bakteriostatik selama
penggunaannya. Fungsi dari antibakteri adalah untuk melindungi produk
(Barel, et al., 2001).
Mikroorganisme akan tumbuh pada kondisi dimana terdapat nutrisi
yang berlimpah, lingkungan yang lembab, dan suhu yang sesuai. Berbagai
kosmetik, khususnya formulasi tipe emulsi, menyediakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri dan jamur (Butler, 2000). Dalam suatu
sediaan/produk sering ditambahkan pengawet untuk menstabilkan sediaan
dari degradasi kimia dan fisika yang berhubungan dengan kondisi
lingkungan (Barel, et al., 2001).

12
2.2.3.2 Mekanisme Kerja Pengawet
Pengawet mempengaruhi dan mengganggu pertumbuhan mikroba,
multiplikasi, dan metabolisme melalui mekanisme modifikasi permeabilitas
membran sel dan menyebabkan kebocoran komponen penyusun sel (lisis
parsial), penghambatan metabolisme seluler seperti menghambat sintesis
dinding sel, oksidasi komponen seluler, koagulasi komponen sitoplasma
yang tidak dapat balik/irreversible, dan hidrolisis.
Pemilihan pengawet harus didasarkan pada pertimbangan berikut
yaitu:
1. Pengawet dapat mencegah pertumbuhan tipe mikroorganisme tertentu
terutama yang sering mengkontaminasi sediaan,
2. Pengawet cukup larut dalam air untuk mencapai konsentrasi yang cukup
dalam fase air dari sistem yang terdiri dari dua atau lebih fase
3. Komposisi pengawet tetap tidak terdisosiasi pada pH dimana sediaan
tersebut dapat mempenetrasi mikroorganisme dan mengganggu
integritasnya
4. Konsentrasi pengawet yang diperlukan tidak boleh mempengaruhi
keamanan dan kenyamanan pasien selama penggunaan sediaan tersebut
(nonirritating, nonsensitizing, dan nontoxic)
5. Pengawet harus stabil dan tidak berkurang konsentrasinya akibat
dekomposisi kimia dan penguapan sepanjang umur dari sediaan
6. Pengawet harus cocok/kompatibel dengan semua komponen formula
sediaan (tidak saling mengganggu aktivitas masing-masing).
Mikroorganisme yang dimaksud dalam hal ini adalah kapang, jamur, dan
bakteri, dimana bakteri umumnya lebih menyukai medium yang sedikit
basa dan yang lainnya menyukai medium asam.
7. Pengawet yang dipilih tidak boleh tedisosiasi pada pH sediaan.
8. Pengawet yang bersifat asam seperti asam sorbat, benzoat, dan borat
tidak terdisosiasi dan lebih efektif dalam medium yang lebih asam.
Kebalikannya, pengawet yang bersifat basa kurang efektif pada medium
yang bersifat asam ataupun netral dan lebih efektif dalam medium yang
bersifat basa (Allen, et al., 2011).

13
2.2.2.3 Jenis-jenis Pengawet Dalam Pengawet
Jenis pengawet yang sering digunakan adalah paraoxybenzoates
atau yang sering dikenal dengan paraben. Paraben juga merupakan
pengawet yang banyak digunakan dalam makanan (Mitsui, 1998).
Adapun jenis-jenis pengawet yang digunakan dalam kosmetika, yaitu:
1. Asam organik dan garam serta esternya
Contohnya yaitu asam dehidroasetat, asam sorbat, asam salisilat, asam
propionat dan garamnya, juga asam benzoat berserta garamnya dan alkil
ester. 4-hydroxybenzoic acid yang paling banyak digunakan beserta
alkil esternya (umumnya dikenal sebagai paraben) dan garamnya.
Adapun pengawet tersebut diantaranya metilparaben, etil paraben,
propil paraben, dan butil paraben. Aktivitas antimikroba golongan
tersebut meningkat seiring dengan peningkatan jumlah karbon pada
rantai alkilnya tetapi kelarutannya dalam air menurun.
2. Aldehid dan pengawet yang melepaskan formaldehid
Contoh yang paling digunakan adalah formaldehid yang dikenal sebagai
oxymethylene atau formalin. Formalin tersebut memiliki keuntungan
murah, lebih mudah larut dalam air daripada minyak dan lemak,
digunakan pada media yang berair seperti sampo, gel mandi, sabun cair
untuk cuci tangan. Tetapi formalin tersebut memiliki kekurangan
diantaranya tidak berwarna, menimbulkan gas yang iritan dapat
menyebabkan mata berair, sensasi terbakar pada mata dan tenggorokan,
mual, susah bernafas, dan alergi. Berdasarkan keputusan Cosmetic,
Toiletry, and Fragrance Association (CTFA) dan EU Scientific
Committee on Consumers Products (SCCP), ditetapkan bahwa batas
maksimum pengawet ini didasarkan pada pelepasan kandungan
formaldehidnya yaitu maksimum formaldehid yang dilepaskan sebesar
0,2% contohnya benzilhemiformal 0.15% sebanding dengan 0,044%
formaldehid.
3. Amina, amida, piridin dan garam benzalkonium
Contohnya triclocarbon, hexamidin, klorhexidin, dan benzalkonium
klorida.
4. Fenol dan derivatnya
Contohnya fenol, klorofen, dan triklosan.
14
5. Alkohol dan derivatnya
Contohnya benzil alkohol, fenoxietanol, dan klorobutanol.
6. Derivat Imidazol
Contohnya Climbazole, DMDM hydantoin, Imidazolidinilurea, dan urea
diazolidnil.
7. Pengawet lainnya
Contohnya Bronidox dan Methylisothiazolinone.(Salvador and
Chrisvert, 2007)
2.2.2.4 Batasan Penggunaan Pengawet Dalam Kosmetika
Pengguaan bahan tambahan pengawet dalam kosmetika harus
tetap memenuhi batasan kadar yang dipebolehkan ditambahkan dalam
kosmetika. Berikut ini merupakan contoh beberapa pengawet yang
sering digunakan dalam kosmetika, yaitu :

Preservative Activity Compatible Optimum


Inactivate by
name spectrum with pH
Parabens: Anionic,
Fungi, gram
esters of cationic nonionic, <7
+
benzoic acid proteins
Imidazolydinil Anionic,
Broad, break 4-9
urea nonionic
Cationic,
Diazolydinil Agains fungi 4-9
proteins
Anionic,
Bleach, high
Isotiazolones Broad nonionic, 4-8
pH
cationic

2.2.4 Antioksidant
2.2.4.1 Pengertian Antioksidant
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan terbesar pada
manusia, berfungsi sebagai lapisan penghalang untuk untuk melindungi
tubuh terhadap pengaruh lingkungan, serta dapat merupakan cermin bagi
kesehatan seseorang. Paparan kronis terhadap radiasi UV menimbulkan
banyak efek samping pada kulit, seperti penuaan dini, kanker kulit dan

15
penurunan kemampuan respon imun. Masalah kesehatan ini secara langsung
berkaitan dengan pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) oleh radiasi
UV. Mekanisme pertahanan antioksidan pada kulit bisadipengaruhi oleh
ROS; ketika mekanisme pertahanan tidak seimbang, stres oksidatif dapat
merusak membran sel, protein, karbohidrat dan asam nukleat yang memicu
oksidasi. Pembentukan radikal bebas adalah mekanisme penting yang
diterima secara luas yang menyebabkan penuaan kulit. Radikal bebas
memiliki molekul reaktif sangat tinggi dengan elektron tak berpasangan
yang dapat secara langsung merusak berbagai struktur membran seluler,
lipid, protein, dan DNA. Efek merusak dari senyawa oksigen reaktif ini
diinduksi secara internal selama metabolisme normal dan eksternal melalui
berbagai tekanan oksidatif. Produksi radikal bebas meningkat seiring
bertambahnya usia sementara mekanisme pertahanan endogen yang
menghambatnya menurun. Ketidakseimbangan ini mengarah pada
kerusakan progresif struktur seluler sehingga menghasilkan penuaan yang
dipercepat. Antioksidan adalah zat yang bisa memberi perlindungan
endogen dan tekanan oksidatif eksogen dengan menangkap radikal bebas.
pengertian yang lain disebutkan bahwa antioksidan dalam pengertian kimia
adalah senyawa pemberi elektron (electron donors) dan secara biologis
antioksidan merupakan senyawa yang mampu mengatasi dampak negatif
oksidan dalam tubuh seperti kerusakan elemen vital sel ngan antara oksidan
dan antioksidan sangat penting karena berkaitan dengan kerja fungsi sistem
imunitas tubuh, terutama untuk menjaga integritas dan berfungsinya
membran lipid, protein sel, dan asam nukleat, serta mengontrol tranduksi
signal dan ekspresi gen dalam sel imun.
2.2.4.2 Macam-macam Antioksidant
Antioksidan berdasarkan mekanisme reaksinya dibagi menjadi tiga
macam, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan
tersier:
1. Antioksidan Primer.
Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa yang dapat
menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang
melepaskan hidrogen. Antioksidan primer dapat berasal dari alam atau
sintetis. Contoh antioksidan primer adalah Butylated hidroxytoluene
16
(BHT). Reaksi antioksidan primer terjadi pemutusan rantai radikal
bebas yang sangat reaktif, kemudian diubah menjadi senyawa stabil atau
tidak reaktif. Antioksidan ini dapat berperan sebagai donor hidrogen
atau CB-D (Chain breaking donor) dan dapat berperan sebagai akseptor
elektron atau CB-A (Chain breaking acceptor).
2. Antioksidan Sekunder.
Antioksiden sekunder disebut juga antioksidan eksogeneus atau
non enzimatis. Antioksidan ini menghambat pembentukan senyawa
oksigen reatif dengan cara pengelatan metal, atau dirusak
pembentukannya. Prinsip kerja sistem antioksidan non enzimatis yaitu
dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau
dengan menangkap radikal tersebut, sehingga radikal bebas tidak akan
bereaksi dengan komponen seluler.9 Antioksidan sekunder di antaranya
adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam lipoat, asam
urat, bilirubin, melatonin dan sebagainya.
3. Antioksidan Tersier.
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-
Repair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berperan
dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal
bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan
oleh rusaknya Single dan Double strand baik gugus non-basa maupun
basa. Pembagian yang paling sering dipakai adalah antioksidan
enzimatik dan nonenzimatik. Antioksidan enzimatik yang terdapat pada
kulit yaitu superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation
peroksidase (GSH peroksidase). Sedangkan antioksidan non enzimatik
adalah vitamin C (asam askorbat), vitamin E (alfa tokoferol), vitamin A
(retinoid) dan ubiquinon.
2.2.4.3 Manfaat antioksidant
Secara umum, manfaat antioksidan adalah untuk melawan radikal bebas
dan mencegah stres oksidatif. Berdasarkan keguannya tersebut, Antioksidan
memiliki manfaat spesifik untuk tubuh seperti berikut ini:
1. Mencegah penyakit kardiovaskular.
Manfaat antioksidan yang pertama adalah mencegah penyakit
kardiovaskular. Beberapa jenis antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, dan
17
selenium mampu untuk menjaga kesehatan jantung dan menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular seperti stroke hingga 50%.
2. Menjaga kemampuan kognitif.
Manfaat antioksidan selanjutnya adalah menjaga kemampuan kognitif.
Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, kemampuan kognitifnya juga
akan menurun. Antioksidan telah dibuktikan mampu untuk meningkatkan
memori seseorang dan mencegah pikun. Antioksidan juga dapat
melancarkan sirkulasi darah ke otak sehingga sel otak tetap terjaga
nutrisinya.
3. Mencegah kanker.
Manfaat antioksidan yang ketiga adalah mencegah kanker. Radikal bebas
merupakan salah satu penyebab berkembangnya sel kanker. Maka dari itu,
konsumsi makanan kaya akan antioksidan juga merupakan salah satu cara
untuk terhindar dari kanker.
4. Meningkatkan imunitas tubuh.
Zat antioksidan juga berperan dalam meningkatkan sistem imunitas tubuh.
Konsumsi makanan atau minuman yang kaya antioksidan juga diketahui
dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Antioksidan juga dipercaya
mampu untuk membantu mengatasi gangguan tubuh yang terkait dengan
masalah imunitas tubuh.
5. Meningkatkan kerja organ tubuh.
Antioksidan juga dapat membantu untuk memelihara fungsi berbagai organ
tubuh. Antioksidan dapat mencegah stres oksidatif yang bisa menyebabkan
gangguan hati. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa antioksidan
mampu untuk mencegah perkembangan gangguan ginjal.
6. Mencegah penuaan dini
Radikal bebas juga diketahui merupakan salah satu penyebab penuaan dini.
Konsumsi makanan dengan kandungan antioksidan tinggi dipercaya dapat
mencegah gejala penuaan dini muncul.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kosmetik adalah bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, baik dari
bahan-bahan tetapi juga bahan buatan. Kosmetik sering kali ditambahkan bahan aktif untuk
memenuhi nutrisi pada kulit dan juga memiliki khasiat pada kulit. Bahan aktif yang dibahas
pada makalah ini yaitu vitamin, pewarna, pengawet, dan antioksidant. Berikut
penjelasannya
1. Vitamin adalah suatu kelompok senyawa organik yang tidak termasuk dalam golongan
protein, karbohidrat, maupun lemak dan terdapat dalam jumlah kecil dalam bahan
makanan tapi sangat penting bagi beberapa fungsi tubuh untuk menjaga kelangsungan
kehidupan serta pertumbuhan.
2. Zat pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi
dan/atau memperbaiki warna pada kosmetika. Zat pewarna yang terdapat pada
kosmetik yaitu zat warna alam larut, zat warna sintetis larut, pigmen-pigmen alam dan
pigmen-pigmen sintetis.
3. Pengawet yaitu zat yang dapat mencegah kerusakan kosmetika yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Penggunaan pengawet haruslah mempertimbangkan hal-hal seperti
Pengawet dapat mencegah pertumbuhan tipe mikroorganisme tertentu terutama yang
sering mengkontaminasi sediaan, pengawet cukup larut dalam air, komposisi pengawet
tetap tidak terdisosiasi pada pH dan lain-lain.
4. Antioksidan adalah zat yang bisa memberi perlindungan endogen dan tekanan oksidatif
eksogen dengan menangkap radikal bebas. Macam-macam antioksidan yaitu
antioksidan primer, sekunder, dan tersier. Manfaat antioksidan yaitu mencegah
penyakit kardiovaskular, menjaga kemampuan kognitif, mencegah kanker dan lain-lain.
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami susun. Kami menyadari bahwa banyak sekali
kekurangan yang ada dalam makalah ini, baik dari segi penulisan maupun pembahasan.
Oleh karena itu, kami selaku penulis meminta maaf sekaligus memohon kritik dan sarannya
guna perbaikan dan pelajaran untuk makalah yang selanjutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bagiada A, Arcana. Peran anti oksidan untuk mencegah beberapa kelainan jaringan tubuh.
Makalah simposium peranan fitofarmaka di bidang dermatologi. PIT Perdoski
VIII Bali 2004.
Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Bahan Tambahan Pangan Edisi Ke-2. Jakarta: PT
Bumi Akasa

Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Bahan Tambahan Pangan Edisi Ke-2. Jakarta:
PT Bumi Akasa.

Darr D, Pinell FH. Effectiveness of antioxidants (Vitamin C and E) with and without
susscreens as topical photo protectants. Acta Derm Venereol 1996: 76: 4 : 264-6.

Dewoto HR. Vitamin dan mineral. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth,
editors. Farmakologi dan Terapi (Edisi 5). Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FKUI, 2007; p. 777-9.

Maliki, Zainuddin. 2012. Rekonstruksi Teori Sosial Modern. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas


Indonesia.

20

Anda mungkin juga menyukai