PENDAHULUAN
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang termasuk golongan retrovirus yang
menyebabkan berbagai gejala penyakit yang disebut Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) (Depkes RI, 2006). World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 menyatakan
terdapat 34 juta orang di Dunia terinfeksi virus HIV dan Indonesia menduduki peringkat lima
besar di Asia bersama India, Thailand, Myanmar dan Nepal. Perkembangan HIV/AIDS di
Indonesia dari tanggal satu Januari 1987 sampai 31 Maret 2013 sebanyak 147.106 kasus yang
terdiri dari 103.759 kasus HIV (+) dan 43.347 kasus AIDS (Dirjen PP dan PL, 2013).
Kasus kumulatif HIV/AIDS di Indonesia sampai bulan Maret 2013 diketahui Bali menduduki
urutan ke lima di Indonesia dan berdasarkan prevalensi kasus per 100.000 penduduk, Bali
menduduki peringkat ke dua di Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Bali melaporkan kasus
kumulatif tahun 1987-2013 sebanyak 7856 kasus terdiri dari 3.931 kasus AIDS dan 3.045 kasus
HIV. Jumlah kasus kumulatif di Tabanan dari tahun 2001 sampai Meret 2013 berjumlah 475
orang terdiri dari 246 kasus AIDS dan 229 kasus HIV. Jumlah kumulatif pasien yang pernah
masuk perawatan HIV di poliklinik Voluntery, Conseling and Testing (VCT) BRSU Tabanan
sampai bulan Maret 2013 sebanyak 353 orang (Dinkes Propinsi Bali, 2013).
Sejak AIDS mulai dikenal, telah terjadi perbaikan kualitas dan memanjangnya usia hidup
penderita di negara industri karena, dikenalinya Infeksi Oportunistik (IO). Pada tahun 1996,
terjadi perkembangan luar biasa yakni dikembangkannya terapi kombinasi Antiretroviral (ARV)
(Depkes RI, 2006). Meskipun belum mampu menghilangkan virus, ARV mampu mengurangi
insidensi IO dan memperpanjang harapan hidup pasien HIV/AIDS. Tujuan pemberian ARV
adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait HIV, memulihkan dan memelihara fungsi
kekebalan, dan menekan replikasi virus semaksimal mungkin dalam waktu yang lama
(Kemenkes RI, 2011). Syarat yang harus dipenuhi dalam pemberian ARV yaitu infeksi HIV
positif (+), memenuhi persyaratan medis, IO telah diobati dan sudah stabil, ODHA siap
mendapat terapi ARV, adanya tim Care, Support and Treatment (CST) yang mampu
memberikan perawatan kronis, persediaan obat yang cukup dan terjamin (Depkes RI, 2003).
Terdapat dua kategori ARV di Indonesia yaitu lini satu dan lini dua. Pasien yang memiliki
kepatuhan yang tidak baik akan meningkatkan terjadinya resistensi terhadap terapi ARV.
Laporan perkembangan dari 33 Propinsi dan 300 Kabupaten/Kota di Indonesia sampai Maret
2013 tercatat 33.114 penderita masih dalam pengobatan ARV, 96% (31.682 orang) dewasa, dan
4% (1.432 orang) anak. Pemakaian rejimennya sebanyak 95,4% (31.589 orang) menggunakan
lini satu, dan 4,6% (1.525 orang) menggunakan lini dua (Kemenkes RI, 2011). Dinas Kesehatan
Propinsi Bali melaporkan sampai bulan Mei 2013 jumlah kumulatif pasien yang pernah
mendapatkan terapi ARV sebanyak 4000 orang, dan yang masih menggunakan terapi ARV
sampai bulan Mei 2013 sebanyak 2578 orang. Hal itu di sebabkan karena terdapat 496 orang
(12,4%) dilaporkan meninggal dunia, 17 orang (0,425%) menghentikan terapi ARV, 756 orang
(18,9%) di laporkan Gagal Follow Up (GFU), dan yang menggunakan terapi ARV lini dua
sebanyak 100 orang (3,88%). Tingginya kasus GFU menggambarkan ketidakpatuhan pasien
dalam menjalani terapi ARV. Selain itu pasien yang menggunakan ARV lini dua juga cukup
banyak, bila pasien dengan ARV lini dua tidak patuh, kemungkinan resistensi lini dua sangat
Kesiapan pasien untuk menerima terapi ARV yang paling ditekankan adalah penderita
memahami pengobatan ARV, dan mengerti tentang efek samping yang mungkin muncul,
perlunya kepatuhan yang tinggi serta pasien menginginkan pengobatan (Depkes RI, 2011).
Kepatuhan (Adherence) adalah taat pada instruksi atau aturan minum obat yang meliputi
ketepatan dosis, ketepatan waktu minum obat dan cara minum obat yang benar (Kemenkes RI,
2011). Hal ini sangat penting karena ketidakpatuhan mempunyai dampak penekanan virus tidak
sempurna, munculnya resistensi, pilihan pengobatan masa mendatang terbatas, biaya meningkat
Kepatuhan di bagi menjadi dua yaitu patuh dan tidak patuh. Pasien dikatakan patuh bila minum
obat sesuai dosis yaitu tidak ada terlupa satu dosis pun dalam 30 hari, tepat waktu yaitu tepat
pada waktu yang seharusnya dan masih mempunyai tenggang waktu satu jam sebelum dan
sesudah waktu yang seharusnya, dan minum obat dengan cara yang benar (Spiritia, 2005).
Poliklinik VCT Tabanan melaporkan dari bulan Agustus 2009 sampai bulan Mei 2013 tercatat
225 orang pernah mendapatkan ARV, dan yang masih menggunakan ARV sampai bulan Januari
2013 sebanyak 171 orang. Terdapat satu orang pasien saat ini sudah menggunakan ARV lini dua.
Pasien GFU sebanyak 19 orang (42,75%) dan empat pasien yang pernah GFU mengalami sakit
pasien di Poliklinik VCT BRSU Tabanan menyatakan jumlah pasien yang patuh berjumlah 132
Tingginya jumlah penderita HIV yang tidak patuh Di ruang poliklinik VCT BRSU Tabanan
terhadap terapi ARV dan mengingat resiko yang bisa ditimbulkan dari ketidakpatuhan pasien,
Poliklinik VCT BRSU Tabanan telah melakukan usaha peningkatan kepatuhan melalui konseling
yang lebih intensif, melibatkan keluarga maupun orang terdekat sebagai pendamping minum
obat, dan bekerja sama dengan beberapa yayasan sosial yang membentuk Kelompok Dukungan
Sebaya (KDS). KDS adalah dukungan untuk dan oleh orang dalam situasi yang sama (Kemenkes
RI, 2011). KDS yang bekerjasama dengan poliklinik VCT Tabanan adalah Yayasan Kesehatan
ARV. KDS ditabanan mempunyai kegiatan pertemuan rutin yang diadakan dua kali sebulan.
Kegiatan ini untuk memberikan penyuluhan kesehatan kepada anggota KDS yang bertujuan
untuk menambah pengetahuan anggota KDS tentang HIV, terapi ARV, kepatuhan dalam
menjalankan terapi, berbagi pengalaman antar anggota KDS serta mencari solusi terhadap
permasalahan anggota KDS. Pelaksanaannya tidak mudah untuk merangkul penderita HIV ikut
dalam KDS, diperlukan suatu kepercayaan dan pemahaman terhadap adanya KDS. Pasien yang
masih dengan ARV di ruang VCT BRSU Tabanan sampai bulan Mei 2013 berjumlah 171 orang,
dan hanya 15 orang pasien yang terkabung dalam KDS (8,7%). Rendahnya keikutsertaan pasien
dalam KDS dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kurangnya pengetahuan penderita HIV dan
ketidaksiapan untuk membuka diri (Spiritia, 2010). Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan
dipoliklinik VCT BRSU Tabanan pada bulan Agustus 2013, dari 15 orang pasien yang tergabung
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kamila dan Siwiendrayati (2010), mengenai
persepsi orang dengan HIV dan AIDS terhadap peran KDS dan implikasinya dengan ARV,
didapatkan adanya peran positif kelompok dukungan sebaya terhadap kepatuhan pasien yang
menjalani terapi ARV. Penelitian lain yang serupa dilakukan oleh Ubra (2012), mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan minum ARV pada pasien HIV
didapatkan faktor dukungan sebaya mempunyai hubungan dengan kepatuhan minum ARV.
Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk melihat
pengaruh KDS terhadap kepatuhan penderita HIV dengan terapi ARV di ruang Poliklinik VCT
BRSU Tabanan.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada pengaruh penyuluhan kesehatan
melalui kelompok dukungan sebaya terhadap kepatuhan pasien HIV dengan terapi ARV di ruang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Pengaruh penyuluhan kesehatan melalui kelompok
dukungan sebaya terhadap kepatuhan pasien HIV dengan terapi ARV di ruang poliklinik VCT
BRSU Tabanan”
a. Mengidentifikasi kepatuhan pasien HIV dengan terapi ARV sebelum mendapat penyuluhan
b. Mengidentifikasi kepatuhan pasien HIV dengan terapi ARV setelah mendapat penyuluhan
c. Mengidentifikasi perbedaan kepatuhan pasien HIV dengan terapi ARV sebelum mendapat
penyuluhan kesehatan melalui KDS dan setelah mendapat penyuluhan HIV melalui KDS
d. Menganalisa pengaruh penyuluhan kesehatan melalui KDS terhadap kepatuhan pasien HIV
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu keperawatan komunitas
b. Hasil penelitian dapat menambah informasi bagi profesi keperawatan khususnya mengenai
HIV, tentang pengaruh KDS dan pentingnya kepatuhan pasien HIV minum obat.
c. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pihak rumah sakit dengan
lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk meningkatkan kepatuhan pasien HIV dengan ARV.
b. Agar dapat menjadi suatu pilihan intervensi dalam penanggulangan kasus HIV di Tabanan.
Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul penelitian ini adalah ;
a. Penelitian oleh Ubra tahun 2012, yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Pengobatan Minum ARV pada Pasien HIV di Kabupaten Mimika Propinsi Papua”.
Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan cross sectional, sampel diambil
menggunakan metode simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 101 pasien HIV.
Analisis data yang digunakan analisis bivariat dengan uji chi squre. Hasil penelitian ini
didapatkan faktor akses informasi, pelayanan konseling, jaminan kesehatan, pekerjaan, suku,
pengetahuan pengobatan, riwayat ganti terapi ARV, efek samping obat, dukungan keluarga dan
dukungan kelompok sebaya mempunyai hubungan terhadap terhadap kepatuhan minum ARV
ditunjukkan dengan nilai p<0,05 sedangkan faktor jenis kelamin, akses layanan kesehatan, dan
pengalaman stigma dilayanan kesehatan tidak mempunyai hubungan dengan kepatuhan minum
ARV ditunjukkan dengan nilai P>0,05. Perbedaan dengan penelitian ini antara tehnik
b. Kamila dan Siwiendrayati (2010), dalam penelitiannya berjudul “Persepsi Orang dengan HIV
dan AIDS Terhadap Peran KDS dan Implikasinya dengan Antiretroviral” Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus kepada ODHA anggota KDS
semarang plus. Penentuan sampel dengan cara purposive sampling didapatkan 15 orang terdiri
dari empat ibu RT, satu waria, satu anak dan sembilan pecandu yang telah atau pernah menjalani
terapi ARV. Hasil penelitian ini adalah semua subyek memiliki persepsi positif terhadap peran
KDS dan KDS memiliki peranan bagi mereka untuk patuh melaksanakan terapi ARV. Implikasi
dari persepsi subyek terhadap status terapi ARV adalah 13 subyek patuh dalam melaksanakan
terapi ARV dan dua subyek yang telah putus terapi ARV memiliki keinginan untuk memulai lagi
terapi ARV dan memiliki keinginan untuk dapat patuh melaksanakannya. Perbedaan dengan
dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Puskesmas Kecamatan Beji Kota Depok ”Penelitian ini
menggunakan metode pra-experimen dengan desain one group pretes postes. Sampel diambil
menggunakan tehnik consecutive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 129 orang. Pasien
yang ikut dalam penelitian ini adalah pasien yang telah menderita hipertensi minimal tiga bulan
sebelum penelitian, berumur ≥ 30 tahun dan bersedia menjadi responden. Kepatuhan diukur
dengan kuisioner Morisky 8-items. Ceramah kesehatan dilakukan satu kali oleh apoteker. Pasien
yang bersedia ikut dalam penelitian berjumlah 112 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepatuhan pasien sesudah mengikuti ceramah kesehatan sebagian besar (95,5%) memiliki
kepatuhan tinggi. Hasil uji wilcoxon signed rank menunjukkan ceramah memiliki pengaruh
terhadap peningkatan kepatuhan dan penurunan tekanan darah. Hasil uji kali kuadrat
menunjukkan sosiodemografi dan regimen obat tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap